TENTANG:
OLEH KELOMPOK 6:
NORMATIKA 1830108054
DOSEN PENGAMPU
2021 M / 1442 H
PEMBAHASAN
Selain pengenalan terhadap seluk beluk budaya lokal dan sikap-sikap yang
menyertai perbedaan antar-budaya, isu dalam kajian anatar-budaya umumnya
konseling lintas budaya khususnya juga berkaitan dengan pergeseran hubungan
antar-peradaban yang mempengaruhi pola-pola hubungan antar individu dan
antar-kelompok individu. Dalam hal ini, siapapun yang terlibat dalam kajian antar
budaya dituntut untuk memiliki perspektif global. Mungkin perspektif ini tidak
langsung berkaitan dengan pemahaman konselor terhadap perilaku klien, tetapi
memberikan perspektif pada bagaimana seorang konselor lintas budaya
memposisikan diri dalam perkembangan global. Sebagai contoh, dari
perkembangan terakhir yaitu serangan terhadap WTC (World Trade Center) dan
Pantagon pada tanggal 11 September 2001 bersama implikasi-implikasi global
yang menyertainya, kita dapat mengerti mengapa, Amerika Serikat dan sekutu
Baratnya segera mengangkat peristiwa itu sebagai serangan terhadap peradaban
Barat dan bahkan peradaban Dunia. Kita juga dapat menditeksi, betapa stereotipe,
prasangka, dan bias-bias Barat terhadap Islam yang secara historis diwariskan dari
generasi ke generasi dan bahkan cendrung skizophrenik.
1
Multikulturalisme adalah pengakuan terhadap adanya pluralisme budaya yang
perlu dipelihara sebagai khazanah kekayaan kebudayaan umat manusia. Karena
adanya pengakuan, maka kebudayaan yang beragam itu hidup sejajar dalam
harmoni dan toleransi. Sekalipun selalu ada yang menjadi “budaya utama” atau
budaya mayoritas yang menjadi “mainstream” dalam suatu komunitas,
multikulturalisme memastikan adanya hak hidup, pengakuan, dan bahkan
perlunya tindakan afirmatif terhadap budaya kelompok minoritas.
2
demonstrasi-demonstrasi keras di jalanan oleh para anti-globalis. Lieber &
Weisberg (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa kultur kemudian menjadi arena
kontestasi yang penting di era globalisasi, serta memengaruhi manusia dari
berbagai dimensi. Arena yang dimaksud mencakup macam-macam kultur yang
ada seperti pop culture, folk culture, dan high culture.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi kegenerasi. Sebagaimana
juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga
banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.Bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk pengaruh teknologi
komunikasi terhadap seluruh aspek kebudayaan kehidupan bangsa.
Karena perkembangan teknologi saat ini begitu luar biasa terutama yang
berhubungan dengan telekomunikasi dan informasi. Teknologi yang ada
3
diciptakan dengan tujuan untuk membantu dan memberikan kemudahan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, baik pada saat manusia bekerja, beraktivitas,
bahkan berkomunikasi. Hal positif dari teknologi komunikasi misalnya
menandakan bahwa teknologi di Indonesia mulai berkembang dan meningkatkan
produktivitas.Tetapi tidak berarti bahwa perkembangan teknologi komunikasi
tidak menimbulkan persoalan atau dampak bagi kebudayaan. Teknologi dapat
membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan
teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak.
4
sebab itu menurutnya sensitivitas konselor terhadap budaya konseli menjadi
sangat penting.
Dalam pandangan Rendon (1992) perbedaan budaya bisa terjadi pada ras atau
etnik yang sama ataupun berbeda. Oleh sebab itu definisi konseling lintas budaya
yang dapat dijadikan rujukan adalah sebagai berikut. Konseling lintas budaya
adalah pelbagai hubungan konseling yang melibatkan para peserta yang berbeda
etnik atau kelompok-kelompok minoritas; atau hubungan konseling yang
melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik sama, tetapi
memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain seperti seks,
orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan usia (Atkinson, Morten, dan Sue,
1989:37).
2. Mereka sadar akan sistim nilai, sikap dan bias yang mereka miliki dan sadar
batapa ini semua mungkin mempengaruhi klien dari kelompok minoritas
5
6. Mereka peka terhadap keadaan (seperti bias personal dan keadaan identitas
etnik) yang menuntut adanya acuan klien pada kelompok ras atau budaya
masing-masing.
1. Konselor harus terlatih secara khusus dalam perspektif multi budaya, baik
akademik maupun pengalaman.
6
2. Penciptaan situasi konseling harus atas persetujuan bersama antara klien dan
konselor, terutama yang berkaitan dengan dengan kemampuan mereka dalam
mengembangkan hubungan kerja teurapetik.
3. Konselor harus fleksibel dalam menerapkan teori terhadap situasi-situasi
khusus klien.
4. Konselor harus terbuka untuk dapat ditantang dan diuji.
5. Dalam situasi konseling multi budaya yang lebih penting adalah agar konselor
menyadari sistem nilai mereka, potensi, stereotipe, dan prasangka-
prasangkanya.
6. Konselor menyadari reaksi-reaksi mereka terhadap perilaku-perilaku umum.
7
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selain pengenalan terhadap seluk beluk budaya lokal dan sikap-sikap yang
menyertai perbedaan antar-budaya, isu dalam kajian anatar-budaya umumnya
konseling lintas budaya khususnya juga berkaitan dengan pergeseran hubungan
antar-peradaban yang mempengaruhi pola-pola hubungan antar individu dan
antar-kelompok individu.Dalam hal ini, siapapun yang terlibat dalam kajian antar-
budaya dituntut untuk memiliki perspektif global.Mungkin perspektif ini tidak
langsung berkaitan dengan pemahaman konselor terhadap perilaku klien, tetapi
memberikan perspektif pada bagaimana seorang konselor lintas-budaya
memposisikan diri dalam perkembangan global. Sebagai contoh, dari
perkembangan terakhir yaitu serangan terhadap WTC (World Trade Center) dan
Pantagon pada tanggal 11 September 2001 bersama implikasi-implikasi global
yang menyertainya, kita dapat mengerti mengapa, Amerika Serikat dan sekutu
Baratnya segera mengangkat peristiwa itu sebagai serangan terhadap peradaban
Barat dan bahkan peradaban Dunia. Kita juga dapat menditeksi, betapa stereotipe,
prasangka, dan bias-bias Barat terhadap Islam yang secara historis diwariskan dari
generasi ke generasi dan bahkan cendrung skizophrenik
B. Saran
8
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anak Agung Ngurah Adhiputra. 2013. Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Dayakisni, Tri & Salis Yuniardi. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang. Umm Press.
Dedi Supriadi. 2001. Konseling Lintas Budaya: Isu – Isu Dan Relevansinya Di
Indonesia. Bandung. UPI.
Sue, D.W. Dan Sue, D. 2003. Counseling The Culturally Diverse Theory And
Practice. New York John Wiley And Sons, Inc.