Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Konsep Konseling Sebaya Dalam Gangguan Sosial dan Moral Remaja”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. Nurul Azimah 20006098

2. Putri Ananda 20006100

3. Yunidar 20006121

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji serta keagungan hanya tertuju kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
yang berjudul “Konsep Konseling Sebaya Dalam Gangguan Sosial dan Moral Remaja ”
untuk melengkapi tugas kelompok 7 dalam mata kuliah Bimbingan dan Konseling Sebaya.
Dan tak lupa Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW,
sebagai risalah bagi umat manusia seluruh alam.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Yeni Karneli, M.Pd.,
Kons selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan dan Konseling Sebaya di Jurusan
Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Padang. Dalam
penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan, untuk
itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
makalah dikemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat dalam hal menambah wawasan
dan Ilmu penngetahuan untuk pembaca dan khusus untuk penulis.

Padang, 13 Oktober 2021

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Konseling Sebaya ...................................................................................... 6
B. Konsep Gangguan Sosial dan peran sebaya didalamnya ........................................ 7
C. Konsep Gangguan Moral dan peran sebaya di dalamnya ....................................... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
B. Saran ....................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teman sebaya merupakan salah satu figur penting (significant others) yang
sangat berperan memberi warna pada berbagai aspek perkembangan individu. Pada masa
remaja, ketertarikan dan ikatan terhadap teman sebaya menjadi sangat kuat. Hal ini
terbukti karena banyak remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat memahaminya.
Keadaan ini sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok yang eksklusif karena
memiliki anggapan bahwa hanya sesama remaja-lah yang dapat saling memahami.
Hubungan yang baik di antara teman sebaya dapat membantu perkembangan
aspek sosial remaja secara normal. Remaja yang kurang aktif bergabung dengan teman-
temannya sering ditolak oleh teman sebayanya dan dapat berisiko kesepian sehingga
menderita depresi. Pada perkembangannya sejumlah masalah seperti kenakalan dan
kecanduan game online. Gladding (2012) mengungkapkan bahwa dalam interaksi teman
sebaya memungkinkan terjadinya proses identifikasi, kerjasama dan proses kolaborasi.
Proses-proses tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku yang khas pada
remaja.
Bagi sebagian besar remaja teman merupakan ”kekayaan” yang sangat besar
maknanya. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi dan pengaruh diantara remaja sangat
intensif. Berbagai sikap dan tingkah laku (positif maupun negatif) akan dengan mudah
menyebar dari satu remaja ke remaja lainnya. Hal yang demikian merupakan peluang dan
tantangan bagi konselor untuk memberikan intervensi secara tepat, salah satu diantaranya
adalah dengan membangun konseling teman sebaya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Konseling Sebaya?
2. Bagaimana Konsep Gangguan Sosial dan Peran Konseling Sebaya?
3. Bagaimana Konsep Gangguan Moral dan Peran Konseling Sebaya

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep Konseling sebaya.
2. Untuk mengetahui bagaimana Bagaimana Konsep Gangguan Sosial dan Peran
Konseling Sebaya.
3. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Gangguan Moral dan Peran Konseling Sebaya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Konseling Sebaya.

Tindall dan Gray, 1985 (Suwarjo, 2008 : 5) mendefinisikan konseling sebaya sebagai
suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal yang dilakukan oleh individu
nonprofesional yang berusaha membantu orang lain. Sedangkan Menurut Tindall & Gray,
konseling sebaya mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-
toone helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian
pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau
menolong.

Pada hakikatnya konseling sebaya adalah Mediasi atau perpanjangan tangan antara
konselor ahli dengan konseli dengan menggunakan perantara teman sebaya dari para konseli
(counseling through peers). “Konselor” sebaya bukanlah konselor profesional atau ahli terapi.
“Konselor” sebaya adalah para siswa (remaja asuh) yang memberikan bantuan kepada siswa
lain di bawah bimbingan konselor ahli. Kehadiran “konselor” sebaya tidak dimaksudkan
untuk menggantikan peran dan fungsi konselor ahli. Dalam konseling teman sebaya,
“konselor” sebaya adalah sahabat karena kemampuan dan kelebihan-kelebihan personal-nya,
“konselor” teman sebaya memperoleh pelatihan untuk secara bersama-sama membantu dan
mendampingi proses belajar serta perkembangan diri dan rekan-rekannya.

Pada tataran tertentu, dimana para “konselor” teman sebaya menjumpai hambatan dan
keterbatasan kemampuan dalam membantu temannya, para “konselor” teman sebaya dapat
berkonsultasi kepada konselor ahli untuk memperoleh bimbingan. “Konselor” sebaya juga
diharapkan dapat mengajak atau menyarankan teman yang membutuhkan bantuan untuk
berkonsultasi langsung kepada konselor ahli. Dengan kata lain, ”konselor” teman sebaya
adalah jembatan penghubung (bridge) antara konselor dengan remajaremaja asuh (konseli).

Kontak-kontak yang terjadi dalam konseling teman sebaya dilakukan dengan


memegang beberapa prinsip-prinsip menurut Kan, 1996 (dalam Suwarjo, 2008 : 11) yaitunya
sebagai berikut :

 Informasi (termasuk masalah) yang dibahas dalam sesi-sesi konseling teman sebaya
adalah rahasia. Dengan demikian, apa yang dibahas dalam kelompok haruslah
menjadi rahasia kelompok, dan apa yang dibahas oleh sepasang teman, menjadi
rahasia bersama yang tidak boleh dibagikan kepada orang lain.
 Harapan, hak-hak, nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan “konseli” dihormati.  Tidak
ada penilaian (judgment) dalam sesi konseling teman sebaya.
 Pemberian informasi dapat menjadi bagian dari konseling teman sebaya, sedangkan
pemberian nasihat tidak.
 Teman yang dibantu (“konseli”) bebas untuk membuat pilihan, dan kapan akan
mengakhiri sesi.
 Konseling teman sebaya dilakukan atas dasar kesetaraan (equality).
 Setiap saat “konseli” membutuhkan dukungan yang tidak dapat dipenuhi melalui
konseling teman sebaya, dia dialihtangankan kepada konselor ahli, lembaga, atau
organisasi yang lebih tepat.
 Kapanpun membutuhkan, “konseli” memperoleh informasi yang jelas tentang
konseling teman sebaya, tujuan, proses, dan teknik yang digunakan dalam konseling
teman sebaya sebelum memanfaatkan layanan tersebut.
 Selain prinsip-prinsip di atas, dalam konseling teman sebaya juga berlaku prinsip
bahwa segala keputusan akhir yang diambil ”konseli” berada pada tangan dan
tanggung jawab “konseli”.

Konseling teman sebaya secara kuat menempatkan keterampilan-keterampilan


komunikasi untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan keputusan. “Konselor” sebaya
bukanlah konselor profesional atau ahli terapi.“Konselor” sebaya adalah para siswa (remaja
asuh) yang memberikan bantuan kepada siswa lain di bawah bimbingan konselor ahli.
Menurut Suwarjo (2008) pengembangan konseling teman sebaya dilakukan melalui
tahaptahap yaitunya :

 Pemilihan calon konselor sebaya.


 Pelatihan calon konselor sebaya.
 Pengorganisasian pelaksanaan konseling sebaya

B. Konsep Gangguan Sosial dan peran sebaya didalamnya.

Gangguan sosial lebih dikenal dengan gangguan kecemasan sosial. Gangguan


Kecemasan soaial merupakan Suatu kondisi kesehatan mental kronis ketika interaksi sosial
menyebabkan kecemasan irasional. Bagi penderita gangguan kecemasan sosial, interaksi
sosial sehari-hari menyebabkan kecemasan irasional, rasa takut, kesadaran diri, dan malu.
Gejalanya mungkin termasuk takut berlebihan terhadap penilaian orang lain, khawatir tentang
rasa malu atau penghinaan, atau khawatir akan menyinggung seseorang. Terapi bicara dan
antidepresan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan meningkatkan kemampuan
untuk berinteraksi dengan orang lain.

Gangguan kecemasan sosial beresiko mengalami gangguan afektif, gangguan yang


berhubungan dengan substansi, dan gangguan kecemasan lain (Fehm, Beesdo, Jacobi &
Fieldler, 2007). Tingginya tingkat kecemasan sosial juga dapat menyebabkan timbulnya
gangguan kecemasan yang biasanya muncul ketika remaja, dan dapat mengarah pada
gangguan yang lebih serius seperti depresi, penggunaan narkoba, atau alkohol (Harrison, La
Greca & Siegel, dkk, 2007), menderita psikosis, percobaan bunuh diri (Anna dkk, 2007),
fobia sosial (Horrison, La Greca & Siegel, 2009; Anna dkk, 2007).

La Greca & Lopez (1998) mengatakan bahwa hubungan yang terjalin antara remaja
dengan lingkungan sebayanya memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan
keterampilan sosial, berkembangnya berbagai potensi kehidupan, serta berbagai fungsi di
masa remaja. Ramdhani (1992) mengatakan bahwa remaja dapat menjalin hubungan sosial
dengan mudah bila sedari awal mereka memiliki keterampilan bersosialisasi.

Remaja yang tidak memiliki keterampilan sosial dapat menimbulkan


kecemasankecemasan sosial pada remaja untuk melakukan interaksi sosial. Keterampilan
sosial menjadi semakin penting saat masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa
remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-
teman dan lingkungan sosialnya akan sangat menentukan.

Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan


menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat
menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang
normatif. Dalam perkembangan yang lebih ekstrim kegagalan ini bisa menyebabkan
terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, maupun tindakan kekerasan
(Mu’tadin, 2002). Stuart & Laraia (2008) menyatakan latihan keterampilan sosial didasarkan
pada keyakinan bahwa keterampilan dapat dipelajari oleh karena itu dapat dipelajari bagi
seseorang yang tidak memilikinya. Pelatihan keterampilan sosial bisa diaplikasikan untuk
individu yang pasif, kurang inisistif, kasus isolasi sosial, penolakan, agresifitas, bullying,
kecemasan sosial, dan ketakutan sosial (Hosteter & Miller, 2000).
Untuk mengatasi kecemasan sosial diperlukan adanya dukungan sosial. Bastaman
(1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai hadirnya orang-orang tertentu yang secara
pribadi memberikan nasehat, memotivasi, mengarahkan, memberi semangat, dan
menunjukkan jalan keluar ketika seseorang sedang mengalami masalah dan pada saat
mengalami kendala dalam melakukan kegiatan secara terarah untuk mencapai tujuan.
Dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan
bantuan kepada individu yang lain, dan bantuan itu diperoleh dari orang yang berarti bagi
individu yang bersangkutan. Dukungan didapatkan dari hubungan sosial yang akrab atau dari
keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, dinilai, dan dicintai
(Sarason, dkk, 1990).Dalam hal ini sebaya sangat berperan, karena sebaya dianggap sebagai
seseorang atau tempat bisa berbagi cerita dan kecemasan-kecemasan. Sehinngaa memberi
peluang agar keecmasan yang sedang dialami dapat terselesaikan.

C. Konsep Gangguan Moral dan peran sebaya didalamnya.

Menurut Kartono (1997), definisi perilaku moral adalah kondisi individu yang
hidupnya delingment (nakal, jahat), yang senantiasa melakukan penyimpangan perilaku dan
bertingkahlaku asosial atau anti sosial dan amoral. Ciri-ciri orang yang mengalami defisiensi
moral cenderung psikotis dan mengalami regresi, dengan penyimpangan-penyimpangan
relasi kemanusiaan, sikapnya dingin, beku, tanpa afeksi, emosinya labil, munafik, jahat,
sangat egoistis, self centered, dan tidak menghargai orang lain. Tingkah laku orang yang
mengalami defisiensi moral selalu salah dan jahat (misconduct), sering melakukan
penyimpangan perilaku, bisa berupa menindas, suka berkelahi, mencuri, mengonsumsi obat-
obatan terlarang, dan sebagainya. Ia selalu melanggar hukum, norma dan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat. Rogers (dalam Ali, 2004) mengatakan moralitas merupakan
pencerminan dari nilainilai dan idealitas seseorang. Sedangkan menurut Ali (2004) moral
merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitanya dengan kehidupan
sosial secara harmonis, adil dan seimbang.

Keinginan untuk diakui oleh lingkungannya terkadang membuat remaja bertindak


melanggar norma yang ada. Moral dan agama menjadi suatu pegangan dan hal yang sangat
penting bagi remaja. Dengan memiliki dan menanamkan nilai moral serta agama, remaja
akan berlaku sesuai dengan tuntunan-tuntunan norma sehingga tingkah lakunya tidak
bertentangan dengan kehendak dan pandangan masyarakat. Masalah moral dan agama pada
saat sekarang ini menjadi sebuah perhatian yang besar bagi semua kalangan masyarakat, baik
yang hidup diperkotaan maupun dipedesaan. Hal ini karena kerusakan moral seseorang akan
menggangu ketentraman orang lain. Jika dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat
terdapat banyak orang yang memiliki moral dan agama yang tidak baik, maka keadaan dalam
masyarakat itu akan mengalami kegoncangan. Salah satu penyebab meningkatnya kenakalan
remaja (Sarwono,1994) karena tidak adanya moral. Karena Perilaku moral yang baik bila
terus dibiasakan akan melekat dalam diri individu dan menjadi refleks emosi yang baik dan
lingkungan sekitar (Haidt,2003).

Menurut Supriyanto (2016) bahwa keberhasilan dalam menanamkan moral disekolah


pada remaja adalah adanya kerjasama antara kepala sekolah, guru, dan guru bimbingan dan
konseling. Permasalahan moral pada remaja yang semakin kompleks ini menjadi tantangan
konselor sebagai helper professional. Konselor diharapkan dapat melakukan pelayanan
bimbingan dan konseling sebagai salah satu upaya pendidikan untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan
tuntutan lingkungan, yang pada akhirnya konselor mengambil peran dalam menyiapkan
peserta didik.

Ada 10 indikasi gejala penurunan moral yang perlu mendapatkan perhatian agar berubah ke
arah yang lebih baik (Lickona,2013).

 Kekerasan dan tindakan anarki.


 Pencurian.
 Tindakan Curang.
 Pengabaian terhadap aturan yang berlaku.
 Tawuran antar siswa.
 Ketidaktoleran.
 Penggunaan bahasa yang tidak baik.
 Kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya.
 Sikap perusakan diri.
 Penyalahgunaan Narkoba.

Pentingnya peran keluarga, sekolah dan lingkungan dalam mengajarkan nilai-nilai


moral dan agama kepada remaja sebagai bekal dalam menjalani masa remajanya. Keluarga,
sekolah dan lingkungan hendaknya mendampingi dan membimbing remaja agar tidak
terpengaruh oleh budaya-budaya negatif yang membuat remaja terjebak kedalam pergaulan
bebas, pornografi, pornoaksi, kekrasan serta narkoba dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan sosial lebih dikenal dengan gangguan kecemasan sosial. Gangguan
Kecemasan soaial merupakan Suatu kondisi kesehatan mental kronis ketika interaksi
sosial menyebabkan kecemasan irasional. Bagi penderita gangguan kecemasan sosial,
interaksi sosial sehari-hari menyebabkan kecemasan irasional, rasa takut, kesadaran diri,
dan malu. Gejalanya mungkin termasuk takut berlebihan terhadap penilaian orang lain,
khawatir tentang rasa malu atau penghinaan, atau khawatir akan menyinggung seseorang.
Terapi bicara dan anti depresan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan
meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan gangguan
moral atau masalah moral adalah kondisi individu yang hidupnya delingment (nakal, jahat)
yang senantiasa melakukan penyimpangan perilaku dan bertingkah laku asosial atau anti
sosial dan amoral. Antara gangguan sosial dan moral memiliki kaitan yang sangat erat
yaitu jika seseorang memilki gangguan sosial maka tidak besar kemungkinan akan
mengalami gangguan moral.

B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh
hubungannya dengan makalah ini. Maka dari itu, kami banyak berharap kepada para
pembaca memberikan kritikan dan saran yang membangun kepada kami demi
sempurnyanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Gladding, S. 2012. Konseling Profesi Yang Menyeluruh. Cetakan I. Edisi Ke Enam. Jakarta:
Indeks.

Hunainah. 2012. Model dan Implementasi Konseling Sebaya. Bandung: Rizqi Press

Kan, P.V. 1996. Peer Counseling in Explanation. [Online]. Tersedia:


http://www.peercounseling.com . Akses 13 Oktober 2021.

Suwarjo. 2008. Pedoman Konseling Teman Sebaya. Yogyakarta: Universitas Negeri


Yogyakarta

Suwarjo. 2008. Pedoman Konseling Teman Sebaya Untuk Pengembangan Resiliensi.


Makalah disajikan Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai