Kelompok 11.
Anggota Kelompok:
1. Azagia Mandrisa (20006129)
2. Siti Sofia (20006115)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya jugalah kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gangguan Kepribadian (Personality Disorder)”
dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Psikologi Abnormal. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Rezki Hariko,
M.Pd., Kons. selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Abnormal. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni. Kami
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna serta masih banyak
kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Kami berharap adanya masukan dari
berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian sebagai
totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke
hari dalam kondisi yang biasanya, kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Namun
ada juga individu yang mengalami gangguan kepribadian pada dirinya. Gangguan
kepribadian merupakan sifat kepribadian yang tidak luwes dan bersifat maladaptif
sehingga mengganggu kemampuan individu berfungsi. Gangguan kepribadian merupakan
cara-cara yang tidak dewasa dan tidak wajar dalam mengatasi stres atau memecahkan
masalah. Sifat-sifat tersebut biasanya muncul pada masa remaja dan berlangsung
sepanjang hidup.
Gangguan kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental
dimana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak
berfungsi. Ada banyak jenis spesifik gangguan kepribadian. Secara umum, memiliki
gangguan kepribadian berarti kaku dan berpotensi merusak diri sendiri atau merendahkan
diri, pola berpikir dan berperilaku tidak peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan
stress dalam hidup atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat
kerja, sekolah atau situasi sosial lain. Dalam beberapa kasus, kemungkinan penderita
tidak menyadari bahwa mereka memiliki gangguan kepribadian karena cara berpikir dan
berperilaku tampak alami bagi si penderita, dan penderita mungkin menyalahkan orang
lain atas keadaannya
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kepribadian?
2. Apa saja jenis-jenis gangguan kepribadian?
3. Bagaimana perspektif teoritis dan penanganan gangguan kepribadian?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi gangguan kepribadian
2. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan kepribadian
3. Untuk mengetahui perspektif teoritis dan penanganan gangguan kepribadian
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Jadi dapat disimpulkan gangguan kepribadian merupakan gangguan kesehatan mental
yang dicirikan dengan pola pikir, perilaku, dan perasaan yang terganggu dan tidak
disadari oleh penderita. Terkadang penderita juga menyalahkan orang lain atas pemikiran
atau perilaku yang dilakukan. Orang dengan gangguan ini biasanya sulit membangun
kehidupan sosial bersama orang lain dan perilaku yang berbeda dengan orang lain.
4
sering tampak terisolasi secara sosial dan lebih memilih untuk menjadi
penyendiri.
c. Gangguan Kepribadian Skizotipal
Skizotipal adalah gangguan kepribadian dimana individu dengan
kecenderungan memiliki pola fikir yang khas sehingga dapat merusak komunikasi
dan interaksi yang tengah berlangsung. Skizotipal dalam DSM-IV dapat
digolongkan menjadi 4 kriteria yaitu; kategori pertama, memiliki sifat paranoid
dan cenderung mencurigai orang lain, kategori ke dua adalah referensi ide,
dimana mereka menganggap kejadian yang ada disekitar berkaitan langsung
dengannya, kategori ketiga adalah magical think and odd beliefs, dimana individu
mempercayai suatu keyakinan terhadap sihir dan hal yang aneh, kategori ke empat
yaitu orang yang memiliki halusinasi. Dalam DSM-IV skizotipal memiliki
beberapa tanda seperti tidak dapat menikmati hubungan dekat, selalu berselisih
pendapat, hanya memiliki sedikit ketertarikan dengan pengalaman seksual, tidak
memiliki teman dekat, dan tidak mempedulikan kritikan dan pujian dari orang
lain.
2. Gangguan Kepribadian yang ditandai oleh Perilaku Dramatis, Emosional atau Eratik
a. Gangguan Kepribadian Antisosial
Gangguan kepribadian antisosial ialah sebuah gangguan yang ditandai oleh
perilaku antisosial dan tidak bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan
untuk kesalahan mereka. Individu dengan kecenderungan antisosial dan psikopati
merupakan individu yang tidak memperhatikan hak orang lain. Dalam DSM – IV
dijelaskan ada beberapa karakteristik gangguan kepribadian antisosial seperti
terus menerus melanggar hukum, agresi, sering berbohong, tidak peduli pada
keselamatan orang lain dan diri sendiri, kurang memiliki rasa penyesalan atas
tindakannya, dan sebagainya.
b. Gangguan Kepribadian Ambang
Orang dengan gangguan kepribadian ambang cenderung tidak yakin akan
identitas pribadi mereka nilai, tujuan, karier, dan bahkan mungkin orientasi
seksual mereka, ketidakstabilan dalam self image atau identitas pribadi membuat
mereka dipenuhi perasaan kekosongan dan kebosanan yang terus menerus.
5
Individu dengan gangguan kepribadian ambang (Borderline Personality Disorder)
memiliki kecenderungan tidak stabil dalam berhubungan dan juga mood. Dalam
DSM-IV kepribadian ambang memiliki beberapa tanda seperti; memiliki
hubungan yang tidak stabil, gangguan identitas, mood yang mudah berubah-ubah,
karena itu individu dengan kepribadian ambang memiliki kecenderungan mudah
depresi.
c. Gangguan Kepribadian Histrionik
Gangguan kepribadian historik merupakan kepribadian dimana seorang
individu menjadi terlalu dramatis dan mencari perhatian, dalam DSM-IV juga
dipaparkan individu dengan kecenderungan historik akan memiliki sifat yang
emosional. Gangguan kepribadian histronik memiliki beberapa karakteristik
seperti tidak nyaman ketika dia tidak menjadi pusat perhatian, memiliki sifat
provokatif dalam berhubungan seksual, emosi yang mudah berubah,
menggunakan fisik untuk menarik perhatian, dan lainnya.
3. Gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku mudah cemas atau ketakutan
a. Gangguan Kepribadian Menghindar
Orang dengan gangguan keperibadian menghindar sangat ketakutan akan
penolakan dan kritik sehingga mereka umumnya tidak memiliki sedikit teman
dekat diluar keluarga inti. Mereka juga cenderung menghindari pekerjaan
kelompok atau aktivitas rekreasi karena takut akan penolakan dari orang lain
sehingga lebih memilih untuk tidak memiliki hubungan, kecuali ketika merasa
benar-benar yakin. Individu dengan kecenderungan menghindar akan
menghindari pekerjaan yang mengharuskan kontak interpersonal. Seperti mereka
lebih suka makan sendiri di meja mereka.
b. Gangguan Kepribadian Dependen
Gangguan kepribadian dependen dalam DSM-IV adalah kepribadian dimana
orang yang mengalami gangguan tersebut akan sulit menentukan suatu pilihan
dan cenderung mengandalkan orang lain secara berlebihan untuk menentukan
suatu pilihan. Orang dengan gangguan ini merasa sangat sulit melakukan segala
sesuatu sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Seorang yang mengalami
kepribadian dependen cenderung bergantung kepada orang lain karena hal
6
tersebut sudah menjadi hal yang biasa dan menjadi suatu kebiasaan (behaviours),
untuk mengandalkan orang lain sehingga persepsi pada diri sendiri menjadi tidak
bekerja.
Gangguan kepribadian dependen memiliki beberapa tanda seperti; sulit
membuat suatu keputusan dalam aktifitas sehari-hari, membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab dalam memutuskan suatu keputusan, takut
memberikan pendapat karena hal tersebut dapat membuat oranglain tidak senang,
merasa dirinya sebagai individu yang lemah sehingga membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab tersebut. Kepribadian dependen dapat berawal
dari beberapa hal seperti pola asuh orangtua, lingkungan, kondisi psikologis, dan
ekonomi.
c. Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif
Ciri yang menggambarkan gangguan kepribadian obsesif kompulsif meliputi
derajar keteraturan yang berlebihan, kesempurnaam, kekakuan, kesulitan
melakukan coping dengan ketidakpastian, kesulitan mengekspresikan perasaan,
mendetail dalam kebiasaan kerja. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif
cenderung perfeksionis, dan cenderung fokus pada detil, sehingga dapat
menghambat proses kerja dan terhambatnya suatu proyek. Dalam DSM-IV orang
yang memiliki gangguan kepribadian obsesif memiliki ciri seperti sibuk dengan
detil, menunjukan perfeksionisme, berlebihan ketika mengerjakan suatu
pekerjaan, tidak dapat mengabaikan obyek yang mengganggu, dan lainnya.
7
secara perlahan anak akan membedakan identitas atau sense of self mereka sendiri
dari identitas si ibu. Proses ini disebut sebagai pemisahan-individuasi (separation-
individuation). Pemisahan adalah proses mengembangkan identitas psikologis dan
biologis yang berbeda dari ibu. Berdasarkan dari penjelasan para teoritikus, sudut
pandang psikoanalisa berusaha mencari asal muasal gangguan kepribadian dari
hubungan masa anak-anak dengan perkembangan selajutnya. Adanya penyiksaan
dari orang tau pada masa kanak-kanak membuat pasien (individual dengan
gangguan kepribadian) memandang seluruh lingkungannya sebagai mengancam
dan jahat. Hubungan ini menunjukkan bahwa kegagalan dalam membentuk
hubungan yang erat dengan orang tua pada masa anak-anak memainkan peran
kritis dalam perkembangan dari sejumlah pola kepribadian maladaptif yang
digolongkan sebagai gangguan kepribadian.
b. Perspektif Belajar (Behavioral)
Teoritikus belajar cenderung lebih berfokus kepada pencapaian perilaku
dibanding pada pandangan akan trait kepribadian yang abadi. Teoritikus belajar
mengatakan bahwa pada masa kanak-kanak banyak terjadi pengalaman penting
yang membentuk perkembangan kebiasaan maladaptif dalam berhubungan
dengan orang lain yang menyebabkan terjadinya gangguan kepribadian.
c. Perspektif Keluarga
Perspektif Keluarga memfokuskan diri pada pola asuh orang tua yang tidak
adekuat dan dapat menimbulkan stress pada anak-anak. Hal itu dapat membuat
individu rentan terkena gangguan kepribadian. Sebagai contoh, orang tua yang
menyiksa anaknya, menolak atau menelantarkan anak mereka, serta pola asuh
yang inkosisten dan tidak adekuat meningkatan resiko terjadinya gangguan
kepribadian antisosial setelah anak tersebut dewasa. Anak-anak yang ditolak atau
diabaikan orang tua mereka tidak mengembangkan perasaan kelekatan hangat
pada orang lain. Mereka menjadi kurang berempati pada orang lain, dan malah
mengembangkan sikap tidak peduli pada orang lain. Meski faktor keluarga
berpengaruh pada sejumlah kasus gangguan kepribadian antisosial, banyak anak-
anak yang diabaikan yang tidak menunjukkan perilaku antisosial atau perilaku
abnormal lainnya di kemudian hari.
8
d. Perspektif Biologis.
Terjadinya gangguan kepribadian tidak sedikit disebabkan karena faktor
genetik, diturunkan dari orang tuanya. Asumsi ini paling jelas ditunjukkan oleh
individu-individu yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal. Selain itu
ditemukan pula bahwa system saraf pada individu dengan gangguan kepribadian
antisosial berbeda dengan individu yang tidak memiliki gangguan tersebut.
Kurangnya respons emosional, orang dengan kepribadian antisosial dapat
menjaga ketenangan mereka dalam situasi yang penuh tekanan yang akan
menyababkan kecemasan pada kebanyakan orang. Penelitian lain pada umumnya
mendukung pandangan bahwa orang dengan kepribadian antisosial umumnya
kurang terangsang daripada orang lain, baik dalam waktu istirahat maupun dalam
situasi di mana mereka menghadapi tekanan. Banyak orang dengan gangguan
kepribadian antisosial dipengaruhi abnormalitas otak yang mendasar.
Abnormalitas otak dapat membantu menjelaskan beberapa ciri gangguan
kepribadian. Misal menggunakan teknik pencitraan otak yang canggih
menghubungkan antara gangguan kepribadian antisosial dan abnormalitas pada
korteks prafrontal dari lubus frontal. Oleh karena itu, salah satu penanganan yang
dilakukan adalah dengan memberikan obat-obatan.
e. Perspektif Sosiokoltural
Perspektif sosiokultural menuntun kita untuk menelaah kondisi sosial yang
dapat berkontribusi pada perkembangan pola perilaku yang diidentifikasi sebagai
gangguan kepribadian. Kita perlu mencari tahu peran dari stressor yang dialami
individu dalam pembentukan pola perilaku. Banyak lingkungan yang didalamnya
penuh dengan masalah sosial seperti kemiskinan, alkohol, seks bebas,
penyalahgunaan obat terlarang. Masalah sosial tersebut dapat mendorong
individu menjadikan hal tersebut sebagai panutan yang menyimpang (Nevid,
Rathus,& Greene, 2005: 291-299).
9
2. Penanganan Gangguan Kepribadian
Menurut Supratiknya (1995: 151), penanganan gangguan kepribadian dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu:
a. Pendekatan Psikodinamika
Pendekatan psikodinamika sering digunakan untuk menolong orang yang
didiagnosis dengan gangguan kepribadian agar menjadi lebih sadar akan akar dari
pola perilaku self defeating mereka dan belajar cara yang lebih adaptif dalam
berhubungan dengan orang lain. Kemajuan dalam terapi dapat terhambat oleh
kesulitan dalam bekerja secara terapeutik dengan orang yang menderita gangguan
kepribadian, terutama klien dengan gangguan kepribadian ambang. Terapis
psikodinamika sering melaporkan bahwa orang dengan gangguan kepribadian
ambang cenderung memiliki hubungan yang tidak stabil dengan para terapis,
kadang mengidolakan mereka, kadang menuduh mereka tidak peduli.
b. Pendekatan Behavioral
Terapis perilaku memandang tugas mereka adalah untuk mengubah perilaku
klien dan bukan mengubah struktur kepribadian mereka. Banyak teoritikus
behavioral yang sama sekali tidak berpikir dalam kerangka kepribadian klien,
namun lebih dalam kerangka perilaku maladaptif yang dipelajari dan
dipertahankan oleh kemungkinan adanya reinforcement. Maka dari itu, terapis
perilaku berfokus pada usaha untuk merubah perilaku maladaptif menjadi
perilaku adaptif melalui pengguanaan teknik seperti pemusnahan, modeling, dan
reinforcement. Jika klien diajarkan perilaku yang cenderung dikuatkan oleh orang
lain, maka perilaku baru tersebut akan dipertahankan.
c. Pendekatan Biologis
Terapi obat tidak secara langsung menangani gangguan kepribadian. Meski
demikian, obat anti depresan atau antikecemasan kadang digunakan untuk
menangani distres emosional yang dialami individu penderita gangguan
kepribadian. Obat tidak mengubah pola persisten dari perilaku maladaptif yang
dapat menyebabkan distres. Meski demikian, sebuah penelitian mengindikasikan
bahwa antidepresan prozac dapat mengurangi perilaku agresif dan iritabilitas
dalam diri individu dengan gangguan kepribadian yang impulsif dan agresif.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan kepribadian merupakan gangguan kesehatan mental yang dicirikan
dengan pola pikir, perilaku, dan perasaan yang terganggu dan tidak disadari oleh
penderita. Terkadang penderita juga menyalahkan orang lain atas pemikiran atau perilaku
yang dilakukan. Orang dengan gangguan ini biasanya sulit membangun kehidupan sosial
bersama orang lain dan perilaku yang berbeda dengan orang lain. Gangguan kepribadian
digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu, kelompok A dimana individu bersifat dan
eksentrik, pada kelompok B yaitu kategori individu yang dramatis dan emosional, mereka
yang ada dalam kelompok C merupakan individu yang mudah cemas atau ketakutan.
Perspektif teoritis gangguan kepribadian yaitu perspektif psikodinamika, perspektif
belajar (behavioral), perspektif keluarga, perspektif biologis, dan perspektif sosiokoltural.
Cara penanganannya gangguan kepribadi bisa dengan terapi psikodinamika, behavioral,
dan biologis.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat penulis paparkan, kepada pembaca agar
meningkatkan pemahamannya terhadap materi ini, dengan mempelajari dan membaca
dari berbagai sumber referensi yang lain, yang dipelajari dalam mata kuliah Psikologi
Abnormal. Penulis menyadari banyaknya kekurangan, oleh karena itu diharapkan kepada
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun, agar penulis tidak lagi
melakukan kesalahan yang sama
11
DAFTAR PUSTAKA
Davison, Gerald C., dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Fauziah, Fitri, & Widuri, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI Press.
Larsen, R. J., & Buss, D. M. 2005. Personality Psychology: Domains of Knowledge About
Human Nature (Second Edition, International Edition). New York: McGraw-Hill.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga.
Utami, R. R., & Pribadi, A. S. 2013. Deskripsi Gangguan Kepribadian pada Anak Didik
Lembaga Pemasyarakatan anak kelas II A Kutoarjo. Manasa, 2(1), 47-55.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama.
12
HALAMAN KONTRIBUSI
13