Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

LATAR BELAKANG, PENGERTIAN, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN


BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu :

Dra. Sri Sami Asih, M.Kes.

Disusun Oleh :

1. Tinon Al-Audiy (1401419147 / 11)


2. Ratna Ambarsari (1401419165 / 23)
3. Diah Ayu Puspita Sari (1401419177 / 33)

ROMBEL D

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mengenai pokok bahasan Latar belakang,
pengertian, persamaan dan perbedaan bimbingan dan konseling di sekolah yang disusun guna
memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling ini tepat pada waktunya.

Makalah ini kami susun dengan usaha serta bantuan dari berbagai pihak terutama
dosen pengampu mata kuliah Bimbingan Konseling yang telah berkenan untuk meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membantu menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu,
kami sampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi dan ikut
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya kedepannya dapat
kami jadikan sebagai acuan.

Semarang, 27 Agustus 2021

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
A. Latar Belakang....................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 5
C. Tujuan.................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 6
A. Sejarah Singkat Lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia....................... 6
B. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah.......................... 6
C. Pengertian Bimbingan dan Konseling................................................................... 15
D. Persamaan dan Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling................................ 21
E. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling di Sekolah............................ 23
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling merupakan sebuah proses tolong menolong antara
individu yang lain untuk memahami diri mereka sendiri. Di dalam pendidikan,
bimbingan dan konseling mewakili hasrat masyarakat untuk membantu individu,
dimana sumbangan bimbingan dan konseling menambah kepemahaman tentang
informasi pendidikan, vaksional, dan sosial yang diperlukan untuk membuat pilihan
secara berpengetahuan bagi pelajar. Dalam pendidikan, konselor sekolah sebagai
individu yang tidak diharapkan bertindak sebagai hakim atau penilai. Konselor
berbeda dengan guru, pengurus sekolah dan orang tua dalam tugasnya di sekolah.
Bimbingan dan konseling ada untuk menolong pelajar memahami berbagai
pengalaman diri, peluang yang ada serta pilihan yang terbuka untuk mereka
mengenal, membuat interpretasi dan bertindak terhadap kekuatan sendiri, dan
bersumber dari diri mereka serta bertujuan untuk mempercepat perkembangan diri
pelajar. Seorang konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan
pekerjaan profesional.
Salah satu tugas sekolah adalah untuk menyiapkan siswa agar mencapai
perkembangannya secara optimal. Seorang siswa diartikan telah mencapai
perkembangan secara optimal apabila dia memperoleh pendidikan dan prestasi
belajar yang sesuai dengan bakat dan minat. Kenyataan menunjukkan bahwa di
samping dengan adanya siswa yang berhasil secara gemilang, masih terdapat juga
siswa yang memperoleh prestasi belajar kurang meyakinkan. Bahkan ada pula yang
tidak naik kelas atau tidak lulus evaluasi belajar tahap akhir. Ketidakberhasilan siswa
itu tidak semuanya disebabkan oleh kelemahan intelegensinya, melainkan dapat pula
disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam mewujudkan kemampuan dan bakat yang
dimilikinya. Siswa seperti itu tidak sewajarnya dibiarkan begitu saya, melainkan harus
diberikan upaya agar mereka terbebas dari hambatan-hambatan yang dapat
mengganggu proses perkembangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengn memberikan pelayanan bimbingan dan konseling. Dengan demikian, mereka
diharapkan mampu mencapai perkembangan secara optimal sebagaimana yang telah
disebutkan di atas.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia?
2. Apa yang menjadi latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah
jika dilihat dari aspek psikologis, sosial budaya, IPTEK, dan pedagogis?
3. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
4. Apa saja persamaan dan perbedaan antara bimbingan dan konseling?
5. Apa penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling di
sekolah?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami sejarah singkat lahirnya bimbingan dan konseling di
Indonesia.
2. Mengetahui dan memahami apa yang menjadi latar belakang perlunya bimbingan
dan konseling di sekolah dari beberapa aspek.
3. Mengetahui dan memahami pengertian dari bimbingan dan konseling
4. Mengetahui dan memahami persamaan serta perbedaan antara bimbingan dan
konseling.
5. Mengetahui dan memahami penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam
bimbingan dan konseling di sekolah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia


Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya bimbingan dan penyuluhan pada setting sekolah. Pemikiran ini
diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil konferensi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Malang 1960.
Peranan bimbingan dan konseling di sekolah semakin mendapat perhatian dan
posisi yang kuat sejak tahun 1971, yaitu dengan berdirinya Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) yang dilanjutkan dengan lahirnya Kurikulum 1975 untuk
Sekolah Menengah Atas yang di dalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan. Kurikulum 1975 berisi layanan Bimbingan dan Penyuluhan sebagai salah
satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai
dengan SMA yaitu pembelajaran yang didampingi layanan Manajemen dan Layanan
Bimbingan dan Konseling.
Dengan diterbitkannya perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan
peraturan Menteri Pendidikan sejak tahun 1960an hingga saat ini membuktikan bahwa
pemerintah merasa melalui menteri pendidikannya sangat dibutuhkan dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dengan diterbitkannya Permendikbud No
111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Secara resmi mulai diterapkannya pola bimbingan dan
konseling komprehensif, sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 6 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa: “Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki empat
program yang mencakup: (a) layanan dasar; (b) layanan peminatan dan perencanaan
individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan dukungan sistem.”

B. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di sekolah


Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu bidang pelayanan yang perlu
untuk dilaksanakan dalam program pendidikan. Dimana kebutuhan pelaksanaan
bimbingan dan konseling berlatar belakang beberapa aspek, yaitu aspek psikologis,
sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pedagogis.

6
1. Latar Belakang Psikologis
Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik merupakan
pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Siswa sebagai individu yang
dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan
dinamika dalam interaksinya dengan lingkungannya. Sebagai pribadi yang unik,
terdapat perbedaan individual antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Di
samping itu, siswa sebagai pelajar, senantiasa terjadi adanya perubahan tingkah
laku sebagai hasil proses belajar.
Berikut ini adalah beberapa masalah psikologis yang sering menjadi latar
belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.
a. Masalah Pekembangan Individu
Sebagai komponen yang terpadu dalam sistem pendidikan, bimbingan
dan konseling memfasilitasi perkembangan peserta didik atau konseli untuk
mencapai kemandirian, dalam wujud kemampuan memahami diri dan
lingkungan, menerima diri, mengerahkan diri, dan mengambil keputusan, serta
merealisasikan diri secara bertanggung jawab, sehingga tercapai kebahagiaan
dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Bimbingan dan konseling pada satuan
pendidikan diselenggarakan untuk membantu peserta didik atau konseli dalam
mencapai tugas-tugas.
Sejalan dengan hal tersebut, Havighurst (Hurlock: 1990)
mengemukakan sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikan oleh
remaja, diantaranya adalah: (1) mencapai hubungan baru yang lebih matang
dengan teman sebaya; (2) mencapai peran sosial: (3) menerima keadaan
fisiknya dan menggunakannya secara efektif; (4) mencari kemandirian emosial
dari orang tua dan lainnya: (5) mencapai jaminan kebebasan ekonomi; (6)
memilih dan menyiapkan pekerjaan; (7) persiapan untuk memasuki kehidupan
keluarga.
Mengingat pentingnya tugas-tugas perkembangan tersebut, maka
sekolah mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk mencapai
taraf perkembangan melalui pemenuhan tugas perkembangan secara optimal.
b. Masalah Perbedaan Individu
Setiap siswa sebagai individu sebenarnya mempunyai ciri-ciri yang
khas dan unik. Keunikan dari individu mengandung arti bahwa tidak ada dua
orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik dari
7
aspek jasmaniah maupun rohaniah. Individu yang satu berbeda dari individu
yang lainnya, dimana hal tersebut sering disebut dengan istilah individual
deffereces.
Beberapa aspek perbedaan individual yang perlu mendapat perhatian
ialah perbedaan dalam hal-hal berikut: (1) kecerdasan; (2) kecakapan; (3) hasil
belajar; (4) bakat; (5) sikap; (6) kebiasaan; (7) pengetahuan; (8) kepribadian;
(9) cita-cita; (10) kebutuhan; (11) minat; (12) pola-pola dan tempo
perkembangan; (13) ciri-ciri jasmaniah; (14) latar belakang keluarga
(lingkungan). Dengan mengetahui data tentang perbedaan-perbedaan ini
mempunyai manfaat yang sangat besar bagi usaha bantuan yang diberikan
kepada siswa. Kenyataan adanya perbedaan tersebut akan membawa
konsekuensi bagi pelayanan pendidikan khususnya yang menyangkut bahan
pelajaran, metode belajar, alat-alat belajar, penilaian, dan pelayanan lainnya.
c. Masalah Kebutuhan Individu
Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu
bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya.
Pemenuhan kebutuhan ini sifatnya mendasar bagi kelangsungan hidup
individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kebutuhannya,
maka individu tersebut akan merasakan kepuasan serta kebahagiaan dalam
hidupnya, begitupun sebaliknya. Dalam hubungannya dengan hal tersebut
yang patut dicatat adalah menganalisis kebutuhan mana yang secara spesifik
menimbulkan masalah. Dengan dasar pemikiran ini, maka dapat direncanakan
pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka membantu memecahkan
masalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut.
d. Masalah Penyesuaian Diri
Pada dasarnya proses penyesuaian diri itu sebenarnya dapat terjadi di
dalam individu itu sendiri maupun dalam hubungannya dengan lingkungan
hidupnya. Proses penyesuaian diri di dalam individu itu sendiri terjadi apabila
individu mampu memahami dan menerima keadaan dirinya baik mengenai
kelebihan maupun kekurangannya sehingga dapat mencapai keseimbangan
pribadi. Di pihak lain, penyesuaian diri memang sering diartikan dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial. Dalam hubungan ini individu yang
melakukan penyesuaian diri dapat berbentuk penyesuaian diri dengan orang
lain maupun masyarakat. Proses penyesuaian diri dengan orang lain akan
8
efektif apabila individu dapat menerima penilaian-penilaian orang lain
terhadap dirinya secara wajar serta mampu menilai orang lain secara objektif.
Kaitannya dengan masalah penyesuaian diri individu ini, guru bidang studi
yang senantiasa memiliki kesempatan bertatap muka dengan para siswa dalam
proses pembelajaran di kelas sudah sewajarnya kalau para guru tersebut dapat
memantau atau mengobservasi secara langsung berbagai perilaku para siswa
yang dapat diidentifikasi mengalami masalah dengan penyesuaian diri mereka.
Untuk masalah yang ringan guru bidang studi dapat menanganinya sendiri,
namun untuk masalah penyesuaian diri yang dianggap berat dan diluar
kemampuan guru bidang studi maka dapat direferal kepada guru bimbingan
dan konseling. Karena kalau masalah penyesuaian diri ini dibiarkan dan tidak
segera dibantu untuk mengatasinya akan mengganggu proses belajar siswa dan
tidak menutup kemungkinan berakibat buruk pada pencapaian
pembelajarannya. Oleh karena itu, diperlukan usaha nyata untuk
menanggulangi gejala-gejala tersebut. Disinilah peranan bimbingan dan
konseling sangat dibutuhkan.
e. Masalah Belajar
Di sekolah, disamping banyaknya siswa yang berhasil secara gemilang
dalam belajar, tidak jarang dijumpai adanya siswa yang mengalami kegagalan,
seperti angka-angka raport di bawah standar ketuntasan yang telah ditentukan
oleh sekolah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan prestasi di bawah
kemampuan dasar (underachiever).
Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami
oleh siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau
rendahnya intelegensi. Beberapa penyebab masalah belajar siswa tersebut
misalnya pengaturan waktu belajar yang kurang baik, memilih cara belajar
yang kurang efektif, kurang dalam mempersiapkan ujian atau ulangan, tidak
memiliki cara memusatkan perhatian belajar, dan lain sebagainya. Kegagalan
itu terjadi dapat disebabkan karena mereka tidak mendapat layanan bimbingan
yang memadai.

9
2. Latar Belakang Sosial Budaya
Telah lama diketahui kenyataan bahwa makin derasnya perubahan sosial dan
makin kompleksnya keadaan masyarakat akan meningkatkan derajat rasa tidak
aman bagi remaja dan pemuda. Perubahan-perubahan bersejarah yang terjadi pada
beberapa terakhir ini, yang telah mengubah kon disi kehidupan sosial, ekonomi,
politik, dan psikologis setiap orang, membawa pengaruh besar terhadap
perikehidupan dan perkembangan anak-anak, remaja, dan pemuda. Dalam kaitan
ini, dirasakan bahwa sekolah menanggung akibat dari berbagai perubahan besar,
bahkan dapat pula ditegaskan bahwa kehidupan anak-anak dan pemuda dewasa ini
adalah hasil dari perubahan-perubahan yang terjadi saat ini (De Cecco & Richard
dalam Soegiono: 1999).
Adapun untuk arah perubahan sosial budaya, modernisasi dari pembangunan
yang akan dituju oleh semua masyarakat bangsa dimanapun adalah meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran yang diinginkan. Hidup di dunia sekarang dan
masa depan, menuntun penguasa ilmu dan teknologi. Beberapa arah perubahan
sosial budaya menurut Syamsidar (2015), antara lain:
a. Konsumerisme (pandangan hidup bahwa lebih baik membeli produk barang
dan jasa daripada membuatnya sendiri)
b. Konsumtivisme (mengkonsumsi barang dan jasa yang sebenarnya bukan
merupakan keperluannya).
c. Hedonisme (cara hidup bermewah-mewahan untuk mengejar prestise atau
gengsi tertentu).
d. Kesenjangan sosial dan ekonomi, yang terjadi karena ketidakadilan dalam
proses pembangunan.

Atas dasar keadaan tersebut, sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal
harus bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil
menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang
dihadapinya. Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan salah satu kegiatan
yang diberikan di sekolah, namun sesungguhnya kegiatan itu saja belum cukup
memadai dalam membantu siswa mengatasi berbagai permasalahan yang
dialaminya dan menyiapkan siswa terjun di masyarakat dengan berhasil. Oleh
karena itu, sangatlah diperlukan adanya layanan bimbingan dan konseling di
sekolah yang secara khusus diberi tugas dan tanggung jawab untuk memberi

10
bantuan kepada siswa dalam mencegah terjadi permasalahan sebagai akibat dari
perubahan sosial budaya, memecahkan berbagai masalah, baik masalah belajar,
penyesuaian diri, maupun masalah-masalah pribadi yang apabila dibiarkan akan
menghambat tercapainya tujuan belajar siswa di sekolah.

3. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)


Dewasa ini penyatuan komputer dengan teknologi komunikasi menghasilkan
transformasi sosial utama yang membetuk ulang masyarakat ekonomi kita. Dan
yang paling menakjubkan dari semuanya, jaringan komputer mempengaruhi
dengan cepat penstrukturan semua organisasi sehingga kinerjanya bisa dilakukan
dan dievaluasi dengan segera, para pekerja dapat menyelesaikan dan menejemen
berfungsi lebih menyeluruh dan cepat dalam satu tatapan kontrol. Keadaan ini
membawa dampak bahwa profesi konseling sangat dipengaruhi oleh teknologi
globalisasi (Gibson, R. L. dan Mitchell M. H., 2010:32). Banyak orang
berpendapat dan argumen mereka benar juga, kalau perkembangan teknologi
mempercepat proses komunikasi tanpa ia perlu terjatuh lagi dalam kekeliruan dan
bias. Namun, yang dihilangkan di sini adalah proses komunikasi antar-pribadi,
padahal profesi sebagai konselor meyakini kalau keuntungan besar bisa diperoleh
justru dari komunikasi antar-pribadi, atau minimal komunikasi tatap-muka.
Faktanya banyak melihat konselor melihat kecenderungan impersonalisasi ini
sebagai ancaman bagi profesi dan aktivitas mereka sebagai konselor.
Kendati banyak konselor yang terpaksa mengikuti tren konseling online ini,
namun mereka sangat ragu akan hasilnya, karena klien yang mereka tangani tidak
pernah berdiskusi berhadapan muka selain hanya lewat tulisan, dan beberapa klien
bahkan kemudian tidak pernah meninggalkan rumah. Gibson, R.L. dan Mitchell
M. H., ( 2010: 32 ) menjelaskan kelemahan potensial dari penggunaan sistem
teknologi baru ini meliputi: (a) tidak diketahuinya efektivitas hasil konseling
dengan biaya yang sudah dikeluarkan, (b) efek konseling bagi motivasi klien
diketahui secara pasti, dan (c) klien bisa keliru dalam menafsirkan diskusi apapun
kalua kehadiran konselor terus dihilangkan.
Yang jelas, ancaman bagi profesi konseling saat ini adalah kemungkinan
pengacauan oleh individu-inidividu tak terlatih yang kualifikasi satu-satunya
hanyalah komputer membuka situs online sendiri dan sekedar membuat namnya
dikenal dengan berbagai metode dan sekadar membuat namnya dikenal dengan

11
berbagai metode kuasi-psikologis seperti ramalan bintang, garis tangan, aura dan
sebagainya. Ancaman juga bisa datang dari individu yang dirinya sendiri
terganggu namun seolah bersikap bijak karena dalam prosedur ini klien tidak
perlu bertatap muka dengan dirinya.
Kemajuan teknologi selain membawa kemajuan dan pembaharuan dalam
segala bidang, tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi ini juga
berdampak negatif pada bangsa-bangsa di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia.
Banyak persoalan yang menimpa bangsa Indonesia sebagai dampak negatif dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi ini. Persoalan-persoalan itu
meliputi peningkatan epidemi AIDS, ketergantungan pada obat-obat terlarang dan
alkohol, kekerasan pada anak-anak dan remaja, semakin tingginya angka
kehamilan, semakin tingginya kasus bunuh diri, semakin tingginya kasus siswa
putus sekolah (DO), semakain maraknya perkelahian antar pelajar, dan lain-lain.

4. Latar Belakang Pedagogis


Kebijakan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan
kepribadian secara optimal dari setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan
demikian, setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya
pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensi masing-masing.
Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan
hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional
(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak
didik secara pribadi mendapat layanan sehingga akhirnya dapat berkembang
secara optimal, Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas,
adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik,
kurikulum beserta proses belajar pembelajaran yang memadai, dan layanan
pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting
dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang
secara optimal. Dengan demikian maka hasil pendidikan sesungguhnya akan
tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara akademik,
psikologis, maupun sosial.
12
Kalau kita menyimak kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
pada umumnya, masih terdapat kecenderungan bahwa pendidikan belum
sepenuhnya dapat membantu perkembangan kepribadian anak didik secara
optimal. Secara akademis masih nampak gejala bahwa anak didik belum mencapai
prestasi belajar secara optimal. Hal ini Nampak antara lain gejala-gejala: putus
sekolah, tinggal kelas, lambat belajar, berprestasi rendah, kurang kepercayaan
masyarakat terhadap hasil pendidikan, dan sebagainya. Secara psikologis masih
banyak adanya gejala-gejala perkembangan kepribadian yang kurang matang
gejala salah suai, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap
santai, kurang responsif, ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan
sebagainya. Demikian juga secara sosial ada kecenderungan anak didik belum
memiliki kemampuan penyesuaian sosial secara memadai. Sehubungan dengan
hal itu, layanan bimbinan dirasakan amat berperan dalam membantu proses dan
pencapaian tujuan pendidikan secara paripurna.
a. Perkembangan Pendidikan
Sebagai suatu proses yang dinamis, pendidikan akan senantiasa
berkembang dari saat ke saat sesuai dengan perkembangan yang terjadi di
lingkungan umumnya. Salah satu ciri dari perkembangan pendidikan adalah
adanya perubahan-perubahan dalam berbagai komponen sistem pendidikan
seperti kurikulum, strategi belajar pembelajaran, alat bantu belajar, sumber-
sumber, dan sebagainya. Setiap ada perubahan kurikulum senantiasa
menimbulkan banyak persoalan baik bagi sekolah sebagai lembaga
penyelengara pendidikan formal, bagi guru, maupun bagi siswa. Apalagi
kadang dan bahkan sering pelaksanaan kurikulum baru diberlakukan pada saat
kondisi di lapangan (sekolah) baik dari segi sarana dan prasara dan segi
ketrampilan guru-guru belum siap sehingga meresahkan masyarakat dalam hal
ini sekolah. Keadaan seperti tersebut akan berdampak negatif bagi kegiatan
belajar siswa. Pelaksanaan Ujian Nasional berbasis komputer yang baru-baru
ini dilaksanakan di Indonesia juga menimbulkan keresahan masyarakat karena
fasilitas belum merata bagi seluruh sekolah di Indonesia, sehingga
menimbulkan kekawatiran dan kecemasan bagi para siswa khususnya mereka
yang secara fasilitas belum memadai. Masih banyak contoh lain permasalahan
yang dialami oleh siswa sebagai akibat dari perubahan kurikulum.

13
Perkembangan ini sudah tentu akan mempengaruhi kehidupan para
siswa baik dalam bidang akademik, sosial, maupun pribadi. Para siswa
diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan
pendidikan yang terjadi untuk mencapai sukses yang berarti dalam
keseluruhan proses belajarnya. Proses penyesuaian diri para siswa
memerlukan bantuan yang sistematis melalui pelayanan bimbingan dan
konseling. Bimbingan dan konseling bagi para siswa pada hakekatnya
merupakan salah satu konsekuensi dari perkembangan pendidikan.
b. Peranan Guru
Sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab guru yang paling utama
ialah mendidik yaitu membantu subjek didik untuk mencapai kedewasaan.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka seorang guru
hendaknya memahami segala aspek pribadi anak didik baik segi jasmani
maupun segi psikis. Guru hendaknya mengenal dan memahami tingkat
perkembangan anak didik, sistem motivasi/kebutuhan, pribadi, kecakapan,
kesehatan mental, dan tingkat sebagainya. Tindakan yang bijaksana akan
timbul juga apabila benar-benar memahami seluruh pribadi anak didik.
Di samping memahami siswa, salah satu tugas guru yang tidak boleh
diabaikan adalah mengenal dan mamahami dirinya. Memahami dan mengenal
siswa tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik tanpa mengenal dan
memahami dirinya sendiri. Guru harus mempunyai informasi yang cukup
untuk dirinya sehubungan dengan peranannya, pekerjaan, kebutuhan dan
motivasinya, kesehatan mentalnya, dan tingkatan kecakapan yang harus
dimilikinya.
Jenis-jenis informasi tentang dirinya sangatlah membantu guru itu
sendiri dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam tugasnya,
seperti konflik, ilustrasi, maladjustment (ketidakmampuan menyesuaikan diri),
dan sebagainya. Agar guru dapat memahami dan membantu siswa dengan
sebaik-baiknya, maka guru itu sendiri harus menghindari masalah-masalah
tersebut di atas. Dengan kenyataan seperti di atas, jelaslah kiranya bahwa
gurupun berperan sebagai pembimbing, karena setiap peran guru memerlukan
unsur bimbingan di dalamnya. Dengan demikian pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah bukanlah merupakan usaha yang dicari-cari, melainkan
merupakan kegiatan yang harus ada, baik dilakukan secara khusus oleh
14
konselor sekolah maupun oleh guru-guru bidang studi. Untuk melaksanakan
tugas profesi, guru tidak dapat meninggalkan aspek bimbingan, karena tugas
guru pada hakekatnya tidak hanya mengajar, namun juga mendidik.

C. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Berdasar uraian mengenai sejarah dan latar belakang bimbingan dan
konseling, kiranya telah dapat diketahui gambaran mengenai kegiatan bimbingan dan
konseling. Nyatalah bahwa pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari
manusia, untuk manusia, dan oleh manusia. Dari manusia artinya pelayanan itu
diselenggarakan berdasar hakekat keberadaan manusia dengan segenap dimensi
kemanusiaannnya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut
diselenggarakan demi tujuan-tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan
kemanusiaan menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu maupun
kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian penyelenggara kegiatan itu adalah
manusia dengan segenap derajat, martabat, dan keunikan masing masing yang terlibat
di dalamnya. Proses bimbingan dan konseling seperti itu melibatkan manusia dan
kemanusiaannya sebagai totalitas, yang menyangkut segenap potensi-potensi dan
kecenderungannya, permasalahan-permasalahannya, dan interaksi dinamis antara
berbagai unsur yang ada itu.
Dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan penyelenggaraan pendidikan
pada umummya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara orang yang satu dengan
yang lainnya, peristiwa bimbingan setiap kali dapat terjadi. Orang tua membimbing
anak-anaknya, guru membimbing para siswanya malului kegiatan pembelajran
maupun non pembelajaran, pemimpin perusahaan membimbing karyawan melalui
kegiatan diskusi, rapat, dan instruksi. Proses bimbingan dapat pula terjadi melalui
media cetak dan media elektronik.
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah "Guidance and
Counseling" dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan
dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan. Namun untuk pengertian
yang sebenarnya, tidak setiap bantuan adalah bimbingan. Misalnya seorang guru
membisikkan jawaban suatu soal ujian pada waktu ujian, agar siswanya lulus,
tentu saja "bantuan" itu bukan bentuk bantuan yang dimaksud dengan
"bimbingan". Demikian juga bila seorang polisi membantu menyebrang jalan
15
siswa SD karena jalan sangat ramai, bantuan semacam itu bukan bantuan dalam
arti "bimbingan". Bentuk bantuan dalam bimbingan membutuhkan syarat tertentu,
bentuk tertentu, prosedur tertentu, dan pelaksanaan tertentu sesuai dengan dasar,
prinsip, dan tujuannya.
Rumusan demi rumusam bimbingan bermunculan sesuai dengan
perkembangan pelayanan bimbingan itu sendiri sebagau suatu pekerjaan yang
khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Berbagai rumusan tentang
bimbingan tersebut di antaranya adalah sebabgai berikut:
a) Rumusan Jons (dalam Prayitno, 2015) menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk
dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta
dapat memajukan jabatan yang dipilihnya itu Frank Parson, (dalam
Prayitno, 2015). Rumusan ini mengadung 3 hal pokok, yaitu bimbingan: 1)
diberikan kepada inidividu, 2) mempersiapkan individu memasuki suatu
jabatan. 3) menyiapkan individu agar mencapai kemajuan dalam jabatan.
b) Rumusan Chiskolm (dalam Prayitno 2015) mengemukakan bahwa
bimbingan adalah membantu setiap individu untuk lebih mengenali
berbagai informasi tentang dirinya.
c) Rumusan Lefever dalam Mc Danel (1959) menjelaskan bahwa bimbingan
adalah bagian dari proses Pendidikan yang teratur dan sistematik guna
membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannnya dalam menentukan
dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirya dapat memperoleh
pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti
bagi masyarkat.
d) Rumusan Mortensen & Schmuller (1976) bimbingan diartikan sebagai
bagian dari keseluruhan Pendidikan yang membantu menyediakan
kesempatan-kesempatan pribadi dan layanan ahli dengan cara mana setiap
individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan
kesangggupan sepenuh-penuhnya sesuai dengan ide-ide demokrasi.
e) Crow & Crow (dalam Prayitno: 2015) mengemukakan bahwa bimbingan
adalah bantuan yang diberikan oeleh seseorang, laki-laki atau perempuan,
yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada
individu-individu setiap usia untuk membantu mengatur kegiatan hidupnya

16
sendiri, mengembangkan padangan hidupnya sendiri, membuat keputusan
sendiri dan menanggung bebannya sendiri.
f) Jones, Staffire & Stewart (dalam Prayitno 2015) mengemukakan
bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat
pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan ini
berdasarkan prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap
individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri
hak orang lain.
g) Bimbingan juga merupakan layanan yang bersifat profesi hal yang
diberikan oleh para konselor yang memiliki latar belakang pendidikan, dan
keahlian di bidang bimbingan dan konseling.
h) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor memiliki
kompetensi (profesional) kepada individu dari berbagai tahapan usia untuk
membantu mereka mengarahkan kehidupannya, mengembangkan
pandangan hidupnya, menentukan keputusan bagi dirinya, dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Laksmi, 2003:3).
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut, pada
prinsipnya mengandung berbagai unsur pokok sebagai berikut:
a. Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses. Ini berarti bahwa pelayanan
bimbingan bukan sesuatu yang sekali jadi, melainkan melaui liku-liku sesuai
dengan dinamika yang terjadi dalam pelayanan ini.
b. Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan. Bantuan di sini tidak
diartikan sebagai bantuan materiel (seperti uang, hadiah, benda, dan
sumbangan, dan lain-lain) melainkan bantuan yang bersifat menunjang bagi
pengembangan pribadi bagi inidividu yang dibimbing.
c. Pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh dan atas kekuatan klien
sendiri. Dalam kaitan ini, tujuan bimbingan adalah memperkembangkan
kemampuan klien (orang yang diberi bimbingan) untuk dapat mengatasi
masalah-masalah yang sedang dihadapi dan akhirnya dapat mecapai
kemandirian.
d. Bantuan diberikan kepada individu, baik secara perorangan ataupun kepada
kelompok. Sasaran pelayanan bimbingan adalah orang yang diberi bantuan,
baik orang seseorang secara individul maupun secara kelompok.

17
e. Bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagi bahan, interaksi,
nasehat, ataupun gagasan, serta alat-alat tertentu baik berasal dari diri klien
sendiri, konselor, maupun lingkungan.
f. Bimbingan tidak hanya diberikan kepada kelompok-kelompok umur tertentu
saja, tetapi meliputi semua usia, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang
dewasa. Dengan demikian bimbingan dapat diberikan disemua lingkungan
kehidupan, di dalam keluarga, di sekolah, dan di luar sekolah.
g. Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli, yaitu orang-orang yang
memiliki kepribadian yang terpilih dan telah memperoleh Pendidikan serta
latihan yang memadai dalam bidanhg bimbingan dan konseling.
h. Pembimbing tidak selayaknya memaksakan keinginan-keinginannya kepada
klien karena klien memiliki hak dan kewajiban untuk menentukan arah dan
jalan hidupnya sendiri.
i. Bimbingan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Hal ini berarti bahwa upaya bimbingan, baik bentuk, isi, maupun
tujuan serta aspek-aspek penyelenggaraannya tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku. Namun justru harus menunjang kemampuan
konseli untuk mengikuti norma-norma tersebut. Norma tersebut dapat berupa:
aturan, nilai dan ketentuan yang bersumber dari agama, adat, hukum, ilmu,
dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Berdasar atas ciri-ciri pokok tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan
bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang yang
ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
maupum dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan dirinya
sendiri dan mandiri, dengan memanfantkan kekuatan individu yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2. Pengertian Konseling
Secara etimologis. Istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu
“Consilium" yang berarti "dengan" atau "bersama" yang dirangkai dengan kata
"menerima" atau "memahami". Sebagaimana dengan istilah bimbingan,
konselingpun mengalami perubahan dan perkembangan. Kutipan di bawah ini
akan menampilkan perkembangan sejumlah rumusan konseling yang telah dikutip
oleh Prayitno dan Amti.E. (2015)
18
a. Pendapat Jones (1951) konseling adalah kegiatan dimana semua fakta
dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu
untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuan pribadi
dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Rumusan ini mengandung arti
bahwa: (1) konseling terdiri atas kegiatan pengungkapan fakta atau data
tentang siswa, serta pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri
masalah-masalahnya, (2) bantuan itu diberikan secara langsung kepada siswa,
(3) tujuan konseling itu adalah agar siswa dapat mencapai perkembangan yang
semakin baik.
b. Pendapat Shertzer dan Stone (1974) konseling adalah interaksi terjadi antara
dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien, yang terjadi
dalam suasana yang profesional, dilakukan dan dijaga sebagai alat
memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien. Rumusan ini
mengandung makna bahwa: (1) konseling merupakan interaksi antara dua
orang individu masing-masing disebut konselor dan klien, (2) dilakukan dalam
suasan professional, (3) berfungsi dan bertujuan sebagai alat untuk
memudahkan perubahan perilaku.
c. Pendapat McCleland dalam Sertzer dan Stone (1974) konseling adalah suatu
proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang
terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasi sendiri
dengan seorang pekerja yang profesional, yaitu orang yang telah terlatih dan
berpengalaman membantu orang lain mencapai pemecahan-pemecahan
terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi. Rumusan ini mengandung makna
bahwa (1) konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan, (2)
dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka, (individu yang dikonseling
individu yang sedang mengalami gangguan atau masalah, (4) dilakukan oleh
seorang ahli (profesional), (5) bertujuan untuk mengatasi masalah.
d. Devision of Counseling Psychology. Konseling adalah suatu proses membantu
individu untuk mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan
untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya.
Rumusan ini mengandung makna (1) konseling merupakan suatu proses
pemberian bantuan, (2) bantuan diberikan kepada individu yang sedang
mengalami gangguan atau hambatan dalam mencapai proses perkembangnya,

19
(3) konseling dapat dilakukan setiap waktu, (4) konseling bertujuan agar
individu dapat mencapai perkembangannya secara optimal.
e. Tolbert mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan pribadi yang
dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui
hubungan itu menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk
memahami diri sendiri, keadaannnya sekarang, dan kemungkinan keadaan
yang akan datang, lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan
masalah-masalah yang sedang dihadapinya, dan akhirnya mampu menemukan
kebutuhan-kebutuhan yang akan dating. Rumusan ini memiliki makna: (1)
konseling dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka, (2) konseling
dilakukan oleh orang yang ahli, (3) konseling merupakan proses belajar bagi
klien, yaitu belajar memahami diri sendiri, membuat rencana masa depan, dan
mengatasi masalah-masalahnya.

Dengan memperhatikan satu-persatu rumusan-rumusan tersebut walaupun


disajikan dengan gaya yang berbeda-beda, namun diantara rumusan-rumusan
tersebut terdapat beberapa keasamaan. Kesamaan tersebut menyangkut ciri-ciri
pokok konseling yaitu:

a. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan


mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan
dengan saksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan
mata, dan gerakan-gerakan lain dengan maksud meningkatkan pemahaman
kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi itu.
b. Interaksi antara konseli dan konselor berlangsung dalam waktu yang relatif
lama dan terarah pada pencapaian tujuan. Berlainan dengan pembicaraan
biasa.
c. Tujuan dari hubungan konseling adalah terjadinya perubahan pada tingkah
laku klien. Konselor memusatkan perhatiannya kepada konseli dengan
mencurahkan segala daya dan upayanya demi perubahan klien, yaitu
perubahan ke arah yang lebih baik, teratasinya yang sedang dihadapi klien.
d. Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi konselor dan
konseli saling berbicara. Konseli berbicara pikiran-pikiannya, tentang
perasaan-perasaannya, tentang perilakunya, dan banyak lagi tentang
dirinya. Sedangkan di pihak konselor, mendengarkan dan menanggapi hal-

20
hal yang dikemukakan konseli dengan maksud agar konseli memberikan
reaksi berbicara lagi lebih lanjut. Keduanya terlibat dalam memikirkan,
berbicara dan mengemukakan gagasan-gagasan yang bermuara pada
teratasinya masalah klien.
e. Konseling merupakan proses yang dinamis, artinya individu konseli
dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan
kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi klien.
f. Konseling didasari atas pererimaan-penerimaan konselor secara wajar
tentang diri klien, yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan
martabat klien.

Atas dasar ciri-ciri pokok tersebut di atas, dapat dirumuskan dengan singkat
bahwa yang dimaksud dengan konseling adalah "suatu proses memberi bantuan
yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut
konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masaah (disebut klien)
yang bermuara pada teratasinya masalah yang diladapi oleh klien".

Dalam wawancara konseling itu klien atau konseli mengemukakan masalah-


masalah yang sedang dialami kepada konselor, dan konselor menciptakan suasana
hubungan yang akrab dengan menerapkan prinsip dan Teknik-teknik wawancara
konseling sedemikian rupa sehingga terjelajahi segenap seginya dan pribadi klien
terangsang mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dengan menggunakan
kuatannya sendiri. Proses konseling pada dasarnya adalah menghidupkan dan
mendayagunakan secara penuh fungsi-fungsi yang minimal secara potensial. Jika
fungsi ini berjalan dengan baik dapat diharapkan dinamika klien akan kembali
berjalan dengan wajar mengarah kepada tujuan yang positif.

D. Persamaan dan Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling


Terdapat tiga pandangan tentang hubungan bimbingan dan konseling, diantaranya :
1. Pandangan pertama berpendapat bahwa kedua istilah itu adalah identic atau
sama saja, tidak ada perbedaan yang mendasar antara keduanya.
2. Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan merupakan dua istilah yang
berbeda, baik dasar-dasar maupun cara kerjanya. Menurut pandangan ini

21
bimbingan dianggap sama dengan pendidikan; sedangkan konseling dianggap
sama dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong individu yang
mengalami masalah yang serius.
3. Pandangan ketiga mengatakan bahwa bimbingan merupakan kegiatan yang
terpadu.
Kedua istilah itu tidak terpisah satu sama lain, sehingga istilah bimbingan
selalu diakaikan dengan istilah konseling. Berkenaan dengan pandangan ketiga ini,
Downing (1998); Hansen, Stefic, dan Warner (1977) sebagaimana yang dikemukakan
oleh Prayitno (2015) menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus
yang terorganisasikan dan teritegrasikan ke dalam program sekolah untuk menunjang
perkembangan siswa secara optimal. Sedangkan konseling menyangkut usaha
pemberian bantuan kepada siswa secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru
guna penyesuaian diri. Lebih lanjut, Moser dan Moser (dalam Prayitno, 2015)
menyatakan bahwa di dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap
sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Sejalan dengan ini Mortensen dan
Schmuller (dalam Prayitno: 2015) lebih tegas menyatakan bahwa konseling adalah
jantung hatinya program bimbingan.
a. Persamaan antara Bimbingan dan Konseling
Istilah bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki persamaan-
persamaan tertentu. Persamaan yang lebih jelas antara keduanya terletak pada
tujuan yang hendak dicapai, yaitu sama-sama berusaha untuk memandirikan
individu, sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, dan sama-sama
mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua
kegiatan itu diselenggarakan. Dengan kata lain, bimbingan itu merupakan satu
kesatuan dengan konseling yang mana konseling konseling berada dalam kesatuan
bimbingan tersebut.
b. Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling

SEGI BIMBINGAN KONSELING


Ruang Lebih luas karena mencakup Kuratif
lingkup usaha preventif, kuratif,
preseveratif.
Masalah Menangani hal-hal yang non Menitikberatkan pada masalah-
emosional, misalnya : masalah emosional.
masalah belajar, pemilihan

22
jurusan, persiapan pekerjaan.
Tujuan Mengutamakan pencegahan Mengutamakan pemecahan
agar siswa terhindar dari permasalah siswa agar siswa
permasalahan. mampu mengatasi permasalahan
yang mereka hadapi.
Layanan Secara kelompok meskipun Lebih bersifat individual,
kadang secara individual. walaupun kadang berkelompok.
Fungsi Preventif dan pengembangan Selain memiliki fungsi-fungsi
bimbingan tetapi lebih fokus
pada kuratif.
Peranan Membantu pencapaian Membantu berlangsungnya
program dan tujuan perkembangan pribadi siswa
pendidikan. secara sehat.
Petugas Guru bidang studi, wali Konselor yang harus
kelas, kepala sekolah yang berpendidikan khusus yaitu
pernah mendapatkan sarjana Bimbingan dan
pengetahuan mengenai Konseling.
dasar-dasar praktis
bimbingan di sekolah.

E. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling


Secara formal keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah sudah dimulai
sejak diberlakukannya kurikulum 1975, sehingga eksistensi bimbingan dan konseling
di sekolah tidak diragukan lagi. Namun, gaung pelaksanaan bimbingan dan konseling
hingga kini masih banyak ditemui beberapa kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini
bila dianalisis akan diketahui bahwa salah satu penyebabnya adalah di samping
kurang profesional konselor (guru pembimbing), juga bisa disebabkan adanya
miskonsepsi tentang bimbingan dan konseling oleh guru bidang studi, kepala sekolah
maupun staf sekolah yang lain.
Prayitno (2015), mengemukakan beberapa kesalahpahaman bimbingan dan
konseling yang sering dijumpai di lapangan, diantaranya yaitu:
a. Layanan bimbingan dan konseling hanya bagi para siswa yang bermasalah
b. Bimbingan dan konseling semata-mata sebagai pemberian nasehat
c. Bimbingan dan konseling melayani orang yang sakit dan kurang normal
d. Konselor dianggap sebagai polisi sekolah

23
e. Konselor yang harus aktif sedangkan klien pasif
f. Adanya anggapan bahwa layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh
siapa saja.
g. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
h. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah
incidental.
i. Guru bimbingan dan konseling bekerja sendiri.
j. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat
k. Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumen
l. Bimbingan dan konseling hanyalah menangani masalah yang dianggap ringan.

BAB III

PENUTUP

24
DAFTAR PUSTAKA

25
26

Anda mungkin juga menyukai