MAKALAH
“BIMBINGAN KONSELING”
Dosen Pengampu :
Kelas : PAI 3G
Kelompok 8
KELAS PAI 3G
NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat iman dan
taqwa kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“KESALAHPAHAMAN BK DI SEKOLAH” ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita mampu menjadi umatnya yang
dapat meneladaninya. Dengan terselesaikannya makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr.H. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung, yang telah memfasilitasi semua kebutuhan Mahasiswa.
2. Firstalenda Susgaleni, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah bimbingan dan
konseling yang telah berkontribusi membimbing kami.
5. Dan semua pihak yang telah membantu atas selesainya proses penyusunan makalah
ini.
Semoga Allah SWT memberi balasan yang atas jasa-jasanya. Kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya saran dan kritik terhadap makalah ini, demi kesempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perspektif menurut KBBI adalah sudut pandang manusia dalam memilih opini
dan kepercayaan mengenai suatu hal. Masing-masing guru bidang studi, siswa, waka
maupun kepala sekolah memiliki perspektif yang berbeda-beda, perspektif tersebut
dapat berupa perspektif positif maupun negatif. Adanya bimbingan dan konseling
disekolah adalah agar peserta didik tidak tersesat dalam proses menuju generasi yang
sesuai amanat Undang-Undang. Salah satu cara atau wadah untuk mempermudah
mewujudkan hal tersebut adalah layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik
di sekolah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif guru?
2. Apa kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif siswa?
3. Apa kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif waka?
4. Apa kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif kepala sekolah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif guru.
2. Untuk mengetahui kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif siswa.
3. Untuk mengetahui kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif waka.
4. Untuk mengetahui kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif kepala sekolah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
menangani siswa yang bermasalah saja atau hanya menangani siswa yang akan
lulus saja sebagai bekal karier dimasa depan, serta mencap bahwa siswa yang
datang ke ruang BK adalah siswa-siswa yang bermasalah.
3
jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di
masyarakat. Ketiga, latar belakang paedagogis. Dalam hal ini bimbingan dan
konseling mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu
membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal.
4
7. Konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Guru bidang studi berperspektif bahwa jika masalah siswa yang ditangani
sama, maka cara pemecahan masalah dari guru BK pun sama.1
1
Dwi Yogianti Kurnia Widyastuti, “Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Perspektif
Guru Bidang Studi”, Indonesian Journal of Guidance and Counseling 6(3), 2017, Hal 62-66
5
bimbingan dan konseling di sekolah belum maksimal dan terkesan seadanya.
Pandangan siswa mengenai guru BK yang belum bisa membuat layanan BK di kelas
terlihat menarik dan cenderung memberikan ceramah yang membosankan, karena
media yang digunakan tidak kreatif, guru BK kurang mengetahui kepribadian siswa
yang mengakibatkan pemberian layanan BK kurang efektif. Siswa juga masih
berpandangan bahwa peran BK kurang terasa dalam mengatasi dan mengenali stressor
siswa. Pandangan siswa bahwa layanan BK yang dirasa cukup mengganggu jalannya
proses pembelajaran karena tiba- tiba memanggil siswa. Pandangan siswa bahwa
konselor adalah pribadi yang tidak bisa menjamin rahasia mengakibatkan siswa
merasa kurang nyaman untuk bercerita dengan guru BK. Oleh karena itu, seorang
guru BK diharuskan untuk menerapkan asas-asas bimbingan dan konseling dan yang
paling penting adalah asas kerahasiaan. Karena jika kerahasiaan itu benar-benar
dilaksanakan oleh seorang guru BK di sekolah maka siswa itu akan terbuka, dan
sukarela datang kepada guru BK dan perspektif siswa terhadap adanya asas
kerahasiaan oleh guru BK merupakan salah satu faktor penentu terhadap timbulnya
minat siswa untuk sukarela dalam mengikuti layanan BK terlebih lagi jika nuansa
kerahasiaan itu mampu dihadirkan guru BK, kenyamanan siswa pun dengan
sendirinya akan tercipta.
Pada komponen pemahaman dan kemampuan berpikir siswa akan keberadaan
konselor ini memiliki tingkat persentase tertinggi karena lebih mudah bagi siswa
untuk melibatkan aspek kognitif mereka yang mengumpulkan informasi akan peran
dan tugas konselor di sekolah dari berbagai sumber dan tidak harus melibatkan aspek
pengalaman dan perasaan, sedangkan komponen penginderaan mendapatkan
persentase yang cukup tinggi dibawah komponen pemahaman, dikarenakan siswa
memberikan perhatian terhadap kompetensi – kompetensi konselor dengan
mengalokasikan muatan kognitif berupa pemahaman awal terhadap kompetensi
tersebut. Pemberian perhatian terhadap datangnya suatu informasi dapat terjadi secara
otomatis (tidak sadar) maupun secara sadar (disengaja), tergantung dari pengetahuan
awal / pemahaman yang tersedia di memori jangka panjang. Sebagai adalah
pernyataan melihat bahwa guru BK lebih sering menganggur daripada bekerja, disini
siswa melibatkan pemahaman awal mereka bahwa dari yang selama ini mereka
ketahui baik dari informasi yang mereka dapatkan ataupun pengalaman pada masa
sekolah mereka di SMP siswa menganggap seorang konselor sekolah itu sering
terlihat tidak mengerjakan apa –apa di sekolah, namun pada kenyataannya,
6
penginderaan mereka menyuguhkan pengelihatan bahwa ketika siswa membutuhkan
informasi – informasi penjurusan dan pemilihan studi lanjut, guru BK terlihat sangat
sibuk, dari penginderaan tersebut pengetahuan awal (prior knowledge) yang
sebelumnya telah dipelajari dan disimpan di memori jangka panjang. Di dalam
memori penginderaan, informasi yang dipilih (diperhatikan) diuraikan menjadi sinyal-
sinyal yang akan diperspektifkan dengan mengenali polanya, tanpa perlu memahami
maknanya, menggunakan pemahaman awal. Pengetahuan awal ini dapat berupa
prototype atau bentuk awal, analisis bentuk atau deskripsi suatu bentuk. Pengetahuan
awal ini menentukan bagaimana penginderaan memperspektifkan suatu stimulus.
Apabila perhatian untuk mengindera stimulus tersebut ditingkatkan, maka alat
pengindera akan mengumpulkan lebih banyak informasi yang berkaitan dan
mengabaikan informasi yang tidak berkaitan.
Sedangkan pada komponen perasaan juga melibatkan subyektivitas siswa
dalam menanggapi informasi atau stimulus yang diberikan, dan yang paling terlihat
adalah konsep perasaan sangat bergantung dengan prinsip kesenangan, perasaan tidak
memilih apa yang benar-salah atau baik-buruk, perasaan hanya memilih mana yang
menyenangkan bagi jiwa itu yang selalu jadi pilihan. Perasaan tidak pernah memilih
jalan penderitaan. Setiap penundaan terhadap kesenangan akan menimbulkan
penderitaan, jadi perasaan terhadap penyelenggaraan BK di sekolah dan konselor
sebagai penyelenggara BK masih dirasakan siswa tidak begitu menolong dalam
pencarian solusi yang membawa kebahagiaan bagi siswa, dimana konselor juga belum
mampu menjadi fasilitator dalam penanganan stress siswa, dan belum menampilkan
sebagai sosok yang punya kredibilitas yang bisa menjaga rahasia dan kenyamanan
siswa untuk menceritakan permasalahannya.
Sehingga dapat kita lihat bahwa semakin tinggi tingkat kinerja konselor yang
diwujudkan melalui pemenuhan kompetensi konselor, maka semakin tinggi pula
tingkat perspektif siswa dan mereka juga masih memandang konselor sebagai pribadi
yang belum bisa menjamin kerahasiaan siswa yang menimbulkan kesan tidak nyaman
dan tidak aman jika harus menceritakan permasalahan kepada konselor.2
2
Ong Didik Cahyo Kartiko, dkk. Perspektif Siswa Dalam Kinerja Konselor Di SMA Negeri Se-Kota Semarang
Tahun Pelajaran 2013-2014. Dalam Indonesian Journal of Guidance and Conseling: Theory and Application,
hlm. 32-37.
7
C. Kesalahpahaman BK Di Sekolah Dari Perspektif Waka
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kesalahpahaman (miskonsepsi) antara
BK dengan Waka maka perlu kita mengetahui beberapa dari tugas dan wewenang
masing-masing.
1. Tugas dan Wewenang BK
- Menyusun dan melaksanakan program bimbingan dan konseling yang meliputi
waktu kegiatan, mwtode bimbingan konseling. Program bimbingan dan
konseling dilaksanakan untuk satuan-satuan waktu tertentu. Program-program
tersebut disusun dalam program harian/mingguan, bulanan, semesteran, dan
tahunan.
- Menilai proses dan hasil pelaksanaan layanan bimbingan konseling.
- Menganalisis hasil layanan bimbingan konseling
- Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan penilaian layanan bimbingan
konseling.
- Berkolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas serta pihak terkait
dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
- Mengadakan koordinasi dengan wali kelas, guru bidang studi dan ketua
jurusan serta urusan kesiswaan dalam rangka pembinaan siswa dan wali siswa.
- Membuat laporan berkala kepada kepala sekolah.
- dan masih banyak lagi
2. Tugas dan Wewenang Waka
Wakil kepala sekolah memiliki peran selain sebagai pembantu kepala sekolah,
membantu kepala sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas kepala sekolah. Juga
berperan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
kepada semua personel sekolah, dan melaksanakan kebijakan pimpinan sekolah
terutama dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
- Menyusun program pembinaan kesiswaan/osis.
- Melaksanakan bimbingan, pengarahan, pengendalian kegiatan siswa atau osis
dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah serta pemilihan
pengurus.
- Pembinaan pengurus osis dalam pengorganisasian.
- Menyusun program dan jadwal pembinaan siswa secara berkala dan
incidental.
- dst
8
Kesalahpahaman terhadap BK yang menjadi tradisi turun-menurun ini
memang sudah mendarah daging tidak hanya di kalangan peserta didik saja tetapi
guru BK itu sendiri juga salah paham dalam mengartikan wewenang dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakannya. Kebanyakan mereka paham akan
wewenangnya secara materi, tetapi pada kenyataannya
dalam pelaksanaan guru BK juga melakukan wewenang Waka Kesiswaan
(menjadi polisi sekolah). Hal ini jelas tidak sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab guru BK yang semestinya. Guru BK
jangan sampai mencampuri yang bukan menjadi wewenang serta tanggung
jawabnya.
Harusnya seorang guru BK sesuai dengan kode etik BK. Masih berkaitan
dengan penyelewengan wewenang, guru BK juga menangani persoalan yang
berkaitan dengan penegakan tata tertib sekolah, seperti memberikan sanksi atau
poin kepada peserta didik yang nakal atau tidak mematuhi tata tertib sekolah.
Padahal hal tersebut merupakan jatah atau wewenang dari Waka Kesiswaan, dan
pada akhirnya BK mendapatkan predikat dari siswa sebagai musuh bagi peserta
didik yang nakal ataupun terlibat masalah. Pada dasarnya guru BK tidak
diperkenankan memberikan sanksi seperti kewenangan Waka Kesiswaan, tetapi
hanya diperkenankan memberikan bimbingan atau konseling yang siftanya
membantu siswa dalam mencari solusi yang sedang dihadapi. Keberadaan guru
BK di sekolah seharusnya menjadi sahabat bagi peserta didik, bukan malah
bertugas sebagai polisi sekolah yang ditakuti peserta didik.3
3
Viani Kasirul Khamdiyah. (2019). KESALAHPAHAMAN PELAKSANAAN BIMBINGANDAN KONSELING DI
SEKOLAH. hlm. 2.
9
hendaknya memberikan dukungan umum dan kepemimpinan administratif kepada
keseluruhan program pelayanan murid. Ia mengorganisasikan program dan
memberikan bantuan dalam seleksi para penyuluh dan anggota staff, serta
merumuskan deskripsi tugas masing-masing. Sebagai supervisor, kepala sekolah
bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan
perbaikan atau peningkatan. Ia membantu mengembangkan kebijaksanaan dan
prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolahnya.
Seringkali Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan
sama sekali dari pendidikan. Pelaksanaaan bimbingan dan konseling di sekolah
disamakan saja dengan penyelenggaraan pendidikan. Pendapat ini menganggap
bahwa sekolah tidak perlu melaksanakan bimbingan dan konseling secara mantap dan
mandiri. Mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari usaha
pendidikan. Pendapat ini cenderung terlalu mengutamakan pengajaran dan
mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan serta tidak melihat sama sekali
pentingnya bimbingan dan konseling. Menganggap pekerjaan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapa saja. Pelayanan BK dianggap bisa dilakukan
oleh guru bidang studi, psikolog, psikoterapi dan siapa saja bisa melaksanakan
pelayanan BK. Pelaksanaan BK bukanlah hal yang mudah dilakukan, oleh karena itu
BK bisa dilaksanakan oleh konselor atau guru BK yang ahli dan terampil. Dari
kesalahpahaman tersebut menjadikan seorang kepala sekolah yang kurang memahami
akan peran dan hubungannya dengan guru BK serta tugas BK menjadikan BK
dikesampingkan dan dianggap tidak begitu penting dalam menunjang keberhasilan
proses pendidikan. Sehingga tugas BK dilempar kepada guru lain yang tidak
menguasai tugas BK. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan secara khusus
oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang
benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan BK itu harusnya dibedakan dari praktek
pendidikan. Sehingga BK perlu perhatian khusus dari kepala sekolah dan tidak bisa
dianggap remeh.
Untuk menjadi konselor yang baik, seseorang perlu menguasai keterampilan dasar,
baik keterampilan pribadi, dalam memberikan konseling, pemberian informasi
pendidikan dan jabatan, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan dalam
penyusunan program BK di sekolah.
Tugas kepala sekolah berkaitan dengan program BK, beberapa diantaranya
adalah: mengkoordinasikan kegiatan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan,
10
menyediakan dana dan melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
pelaksanaan layanan BK, memberikan kemudahan bagi terlaksananya program BK,
mengadakan kerja sama dengan istansi atau pihak di luar sekolah demi
terselenggaranya program BK, dan mengadakan kegiatan dan pembinaan pengawasan
terhadap pelaksanaan layanan BK (Hasmidar, 2010: 10). Kegiatan inti dalam
bimbingan dan konseling tersebut memperkuat peran kepala sekolah dalam
pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
Kesalahpahaman kepala sekolah kepada BK adalah hasil pekerjaan konselor
harus segera dilihat. Padahal konselor sekolah tidak hanya melakukan layanan jangka
pendek tetapi juga layanan jangka panjang juga yang hasil dari layanan tersebut
mungkin akan terlihat beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun kemudian.
Kurangnya pemahaman kepala sekolah maupun stakeholders lainnya terhadap
bagaimana peran Guru BK di sekolah diidentifikasi merupakan akar dari
permasalahan tersebut, Sehingga menjadikan layanan BK dianggap sebagai kegiatan
yang tidak begitu penting dan disepelekan (Kamaruzzaman, 2016: 240). Peran ini
tentunya juga berkaitan dengan kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah dan
guru BK/Konselor. Kepala sekolah diharapkan memahami dan berperan penuh baik
dalam perencanaan layanan, mengorganisasi sumber daya manusia dalam mencapai
tujuan bimbingan dan konseling, dan juga supervisi bimbingan dan konseling yang
meliputi mengawasi kelancaran kegiatan, mengarahkan pelaksanaan kegiatan, dan
mengevaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling.4
4
Dwi Putranti, dkk. Peran Kepala Sekolah Dalam Implementasi Program Bimbingan Dan Konseling
di Sekolah. Dalam Jurnal Prakarsa Paedagogia Vol. 3 No. 2, Desember 2020 Hal. 159-167
11
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif guru adalah bimbingan dan
konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses
pemberian nasihat, bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien
tertentu saja, konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan
dan konseling hanya bekerja sendiri, tugas konselor didalam bimbingan dan
konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan,
konselor sekolah adalah polisi sekolah, pekerjaan sebagai konselor bisa
dilaksanakan oleh siapa saja, hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat,
konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
2. Kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif siswa adalah masih ada siswa
yang memiliki pandangan bahwa konselor terlihat jarang melakukan kegiatan
bimbingan kelompok dan konseling kelompok, layanan bimbingan dan
konseling di sekolah belum maksimal dan terkesan seadanya
3. Kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif waka adalah
dalam pelaksanaan guru BK juga melakukan wewenang waka kesiswaan
(menjadi polisi sekolah).
4. Kesalahpahaman BK di sekolah dari perspektif kepala sekolah adalah hasil
pekerjaan konselor harus segera dilihat. Padahal konselor sekolah tidak hanya
melakukan layanan jangka pendek tetapi juga layanan jangka panjang juga
yang hasil dari layanan tersebut mungkin akan terlihat beberapa bulan atau
bahkan beberapa tahun kemudian.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami sebaga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami berharap makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kartiko,Ong Didik Cahyo, dkk. 2013. Perspektif Siswa Dalam Kinerja Konselor Di SMA
Negeri Se-Kota Semarang Tahun Pelajaran 2013-2014. Dalam Indonesian Journal of
Guidance and Conseling: Theory and Application.
Putranti, Dwi, dkk. 2020. Peran Kepala Sekolah Dalam Implementasi Program Bimbingan
Dan Konseling di Sekolah. Dalam Jurnal Prakarsa Paedagogia Vol. 3 No. 2.
13