Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN OBSERVASI KELOMPOK 3

“Pelaksanaan Bimbingan Konseling di SMP Al-Islam 1 Surakarta”


Dosen Pengampu : Joko Yuwono, M.Pd

Disusun oleh :
1. Alexandrin Farah Diba (K5121008)
2. Ashrifa Fuadini (K5121015)
3. Fadillah Afifah Nurjanah (K5121028)
4. Laras Rositanti (K5121040)
5. Alfi Nur Hidayat (K5121086)

PROGRAM S1 PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas laporan observasi yang berjudul “Pelaksanaan Bimbingan Konseling di SMP Al-
Islam 1 Surakarta”.
Shalawat serta salam semoga dicurahkan kepada junjungan kita, nabi
Muhammad shallallahu alaihi wassalam, penutup para rasul, yang memberi kabar
gembira bagi orang beriman dan kabar menakutkan bagi orang yang mengingkarinya.
Adapun tujuan utama penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata
Bimbingan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus di semester tiga ini. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kata
sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya semaksimal mungkin dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami
miliki.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini dan
kami juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca guna
menyempurnakan laporan ini.

Surakarta, 28 November 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
ABSTRAK ....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bimbingan Konseling .................................................................................... 7
B. Anak Berkembutuhan Khusus ....................................................................... 8
C. Pelayanan BK di Sekolah Inklusif ................................................................. 8
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 10
B. Metode Penelitian ......................................................................................... 10
C. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 10
D. Teknik Pemilihan Informan .......................................................................... 11
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 11
F. Teknik Analisis Data..................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Biodata Narasumber...................................................................................... 16
B. Interviewer .................................................................................................... 16
C. Hasil Penilitian .............................................................................................. 16
D. Pembahasan................................................................................................... 22
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 27
B. Saran ............................................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 29


LAMPIRAN................................................................................................................... 30
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman guru BK, permasalahan
yang ditemukan oleh guru BK pada anak berkebutuhan khusus, model layanan yang
dikembangkan, tantangan guru dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus di SMP Al-
Islam 1 Surakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dan sumber
data berasal dari observasi dan pengamatan hasil wawancara. Data penelitian ini
dikumpulkan dalam beberapa teknik yaitu observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan
dengan mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah
(1) guru cukup memiliki pemahaman yang baik terhadap bimbingan konseling bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK); (2) permasalahan yang ditemukan guru BK sebatas
permasalahan dalam proses pembelajaran bagi sebagian ABK; (3) model layanan yang
dipakai sudah memberikan hasil yang cukup baik bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah
ini; (4) tantangan yang dihadapi oleh guru adalah perilaku dari anak berkebutuhan khusus
yang sering berbuat keributan.
Kata Kunci: Bimbingan konseling, ABK, sekolah inklusif
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Sukardi (2008: 2) bimbingan dapat diartikan suatu proses pemberian
bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis
oleh guru pembimbing agar individu menjadi pribadi yang mandiri. Kemandirian
yang menjadi tujuan usaha, bimbingan ini mencakup lima fungsi pokok yang
hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan
lingkungan sebagaimana adanya, (b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara
positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri sendiri, dan (e)
mewujudkan diri sendiri.
Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan atau
penyimpangan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan baik berupa fisik,
mental, dan emosional. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Jannah &
Darmawanti, 2004 :15).
Menurut Natawidjaja dalam Mulyadi (2016: 53), Bimbingan dapat diartikan
sebagai suatu proses bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri,
sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan bertindak secara wajar sesuai dengan
peraturan dan keadaan sekolah, keluarga dan masyarakat. Sedangkan Menurut Miller
dalam Sofyan (2014: 13) bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri
secara baik dan maksimum di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Menurut Jones
dalam Sutirna (2013: 13) bahwa konseling itu membicarakan masalah seseorang
dengan berdiskusi dengan prosesnya, hal ini dapat dilakukan secara individual dan
kelompok, jika dilakukan secara individual dimana masalahnya sangat rahasia dan
kelompok masalahnya yang umum (bukan rahasia). Sedangkan Menurut Smith dalam
Prayitno dan Amti, (2004: 100)
Keanekaragaman peserta didik di sekolah tentu berpengaruh terhadap proses
pembelajaran maupun dalam pengembangan diri peserta didiknya sehingga
diperlukan penanganan khusus dari pihak sekolah. Salah satu komponen sekolah yang
turut membantu pengembangan diri peserta didik, adalah bimbingan dan konseling
(BK). Sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pendidikan, BK memiliki
peran penting untuk dapat mengembangkan potensi seluruh peserta didik secara
optimal. Yusuf (2011) menyatakan bahwa pemberian layanan BK terhadap peserta
didik sebagai upaya mencapai perkembangan yang optimal merupakan tanggung
jawab dari guru BK/Konselor. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Witono
(2020) yang menyebutkan bahwa bimbingan dan konseling dalam pendidikan inklusif
adalah sebuah pendekatan integratif yang berhubungan dengan pengembangan yang
ditujukan untuk memenuhi. Meskipun demikian, namun dalam pelaksanaan layanan
BK terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah, bimbingan dan konseling
belum memiliki pedoman yang jelas dan terstruktur terkait pengembangan program
pendidikan inklusif dan lebih bersifat umum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti belum adanya pola baku tentang pelaksanaan BK di sekolah inklusif,
penyiapan tenaga guru BK/konselor sekolah dari LPTK di Indonesia atau Perguruan
Tinggi penghasil lulusan BK yang menyiapkan para lulusannya untuk memiliki
keterampilan dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus, dan penempatan
secara resmi guru BK di sekolah model inklusif (Witono, 2020).
Berdasarkan pada pernyataan yang telah dipaparkan, maka peneliti bermaksud
untuk mengungkap peran BK di beberapa sekolah yang telah menerapkan pendidikan
inklusif kebutuhan belajar seluruh anak tanpa ada perbedaan dan pemisahan. Dengan
kata lain, dalam pendidikan inklusif berusaha memberikan hak yang sama kepada
setiap peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Setiap peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau berkebutuhan khusus
berhak mengikuti pendidikan secara inklusi pada satuan pendidikan tertentu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah sebagai faktor pendorong adanya observasi ini adalah:
1. Bagaimana pemahaman Guru BK terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) di
SMP Al-Islam 1 Surakarta?
2. Bagaimana bentuk permasalahan yang ditemukan oleh guru BK pada anak
berkebutuhan khusus di SMP Al-Islam 1 Surakarta?
3. Bagaimana model layanan yang dikembangkan SMP Al-Islam 1 Surakarta?
4. Apa yang menjadi tantangan guru dalam menghadapi ABK di SMP Al-Islam 1
Surakarta?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pemahaman guru BK di SMP Al-Islam 1 Surakarta
2. Untuk mengetahui permasalahan yang ditemukan oleh guru BK pada anak
berkebutuhan khusus di SMP Al-Islam 1 Surakarta
3. Untuk mengetahui model layanan yang dikembangkan SMP Al-Islam 1 Surakarta
4. Untuk mengetahui tantangan guru dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus
di SMP Al-Islam 1 Surakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. BIMBINGAN KONSELING
Bimbingan secara etimologis merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu
kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guidance” yang memiliki arti
menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. terjemahan lain
mengartikan sebagai pertolongan. Menurut Hidayat, R (2019) Bimbingan adalah
bantuan, tuntunan, atau pertolongan; tetapi tidak semua bantuan, tuntutan atau
pertolongan berarti konteksnya bimbingan. Seperti halnya guru membantu siswa
menjawab soal-soal ujian bukan bentuk dari konteks bimbingan. Bantuan, tuntutan
atau pertolongan yang bermakna bimbingan dalam psikologisnya (Hallen,2005).
Menurut Miller (1978) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap
individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bimbingan
menurut Hidayat, R (2019) merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang
atau sekelompok proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang
secara sistematis dan terus menerus oleh konselor kepada individu atau sekelompok
individu untuk menjadi pribadi yang mandiri. Bimbingan lebih menekankan pada
langkah preventif atau pencegahan. Pelayanan bimbingan harus berkelanjutan, berupa
bantuan, individual, dan memiliki tujuan.
Konseling menurut ASCA dalam SCIARA adalah hubungan yang bersifat
rahasia dalam mana konselor melakukannya dengan siswa-siswa secara individual
dan dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu mereka memecahkan masalah-
masalah dan keresahan dalam perkembangan mereka profesional antara seorang
konselor terlatih dan seorang klien. Willis S.Sofyan (2007;18) mengatakan bahwa
konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan antar seseorang yang
mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas profesional
yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien dapat
memecahkan kesulitannya.
Berdasarkan definisi bimbingan, konseling tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bimbingan dan konseling adalah suatu bentuk bantuan dan pertolongan kepada
seorang individu maupun kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu permasalahan
secara langsung face to face dengan konselor untuk memperoleh latihan dan
pengalaman yang membantu menemukan solusi.

B. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan atau
penyimpangan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan baik berupa fisik,
mental, dan emosional. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Jannah &
Darmawanti, 2004 :15). Menurut (Sabra : 2010) dalam (Ratnasari:2013) pada
umumnya anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan yang berbeda
dengan anak-anak normal lainnya.

C. PELAYANAN BK DI SEKOLAH INKLUSIF


Berdasarkan Permendikbud No.70 Tahun 2009, pengertian pendidikan inklusi
yaitu sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
seluruh peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik lainnya (Mendiknas,2009).
Proses implementasi pendidikan inklusi di Indonesia perlu memperhatikan beberapa
aspek, antara lain (1) Sekolah seyogyanya menjadi iklim pendidikan yang hangat,
ramah, menerima perbedaan, (2) berkolaborasi guru bimbingan dan konseling dengan
profesi lain. terkait dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, guru
dituntut melibatkan orang tua peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pendidikan (3) sekolah sebagai institusi pendidikan diharapkan mampu melibatkan
tenaga profesional dalam melakukan proses asesmen ABK dan memberikan solusi
atau tindakan yang diperlukan (identifikasi hambatan kelainan fisik, permasalahan
sosial dan masalah lainnya dalam pembelajaran) (4) keterlibatan masyarakat sekitar
maupun pemerintah dalam pelaksanaan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan
bagi semua anak (Sharada dan Pramod, 2010).
Peran guru BK dalam mengimplementasikan pelayanan, antara lain (1)
mengimplementasikan pelayanan bimbingan dan konseling yang disesuaikan dengan
kemampuan, minat, bakat, serta jenis kelainan/ketunaan yang dimiliki ABK,
mengklasifikasikan dalam kelompok kegiatan dan pengembangan diri sesuai karakter
siswa (2) memberikan arahan dan motivasi untuk tetap berperan aktif (3) memberikan
layanan informasi terkait peran gender, seperti mengajak untuk memahami peran
sosial pria dan wanita di lingkungan masyarakat (4) membimbing peserta didik untuk
memilih karir sekolah, dengan memfasilitasi siswa dalam memahami diri dan
lingkungan dalam mengambil keputusan, perencanaan dan pengarahan kegiatan-
kegiatan yang menentukan arah karir (Hadi & Laras, 2021)
BAB III
METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian dilakukan di SMP Al Islam 1 Surakarta yang beralamatkan di Jalan
Ponconoko No. 37, Tipes, Serengan, Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada 28
November 2022.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ilmiah memerlukan objek studi yang jelas dengan menggunakan sistem
dan metode tertentu (Koentjaraningrat, 2007) yaitu metode penelitian kualitatif dan
penelitian kuantitatif. Penentuan metode penelitian disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian ini, metode yang digunakan adalah
penelitian kualitatif karena fokus kajian pada bagaimana pemahaman, permasalahan,
model layanan, dan tantangan yang dihadapi guru BK dalam menghadapi anak
berkebutuhan khusus di SMP Al Islam 1 Surakarta.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada (Denzin & Lincoln (1994 dalam Anggito & Setiawan,
2018). Menurut Kirk & Miller (1986:6) penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung dari pengamatan pada
manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya (Anggito &
Setiawan, 2018).

C. JENIS DAN SUMBER DATA


Data primer merupakan data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, dengan subjek penelitian yang berkenaan dengan variabel yang diteliti
(Arikunto, 2013:21). Menurut Husein Umar (2013:42) data primer adalah data yang
diperoleh dari sumber pertama secara individu atau perseorangan seperti hasil
wawancara atau pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Dapat disimpulkan
bahwa data primer merupakan data asli yang diperoleh langsung dari hasil wawancara
di lapangan. Pada penelitian ini diperoleh data primer berupa hasil wawancara peneliti
dengan salah satu Guru BK di SMP Al Islam 1 Surakarta, Bapak Ari Effendi Wibowo,
S.Pd, data observasi, dan dokumentasi terkait adanya pelayanan bimbingan dan
konseling pada anak ABK di sekolah inklusif tersebut.
Data sekunder, merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung
melalui media perantara atau data yang diperoleh dari pihak lain (Indrianto, dkk.
2013). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur yang
relevan dengan permasalahan yang dibahas. Sumber relevan yang digunakan adalah
jurnal ilmiah online yang membahas mengenai layanan Bimbingan Konseling di
sekolah inklusi SMP Al Islam 1 Surakarta.

D. TEKNIK PEMILIHAN INFORMAN


Teknik pemilihan informan adalah teknik non-random dengan jenis purposive
sampling yang didasarkan pada teknik pengambilan sampel yang didasarkan atas
suatu pertimbangan, seperti ciri-ciri atau sifat-sifat suatu populasi (Notoatmodjo,
2010). Menurut Bernard (2002), Lewis dan Sheppard (2006) purposive sampling
merupakan teknik yang disengaja peneliti dari seorang informan berdasarkan kualitas
yang dimiliki informan. Purposive sampling juga diartikan bahwa teknik ini
digunakan ketika seorang peneliti ingin menargetkan individu dengan karakteristik
minat dalam suatu penelitian (Turner, 2020). Dapat disimpulkan bahwa purposive
sampling merupakan teknik pemilihan informan secara tidak acak atau berdasarkan
ciri dan tujuan tertentu sesuai fokus penelitian.
Pada penelitian ini peneliti memilih guru BK, Bapak Ari Effendi Wibowo, S.Pd
sebagai informan untuk dapat mengetahui pemahaman, permasalahan, model layanan,
dan tantangan yang dihadapi guru BK dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus
di SMP Al Islam 1 Surakarta.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam sebuah
penelitian untuk mendapatkan data. Menurut Catherine Marshall, Gretchen B.
Rossman (2005) teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan
dengan observasi (pengamatan), wawancara, dokumentasi dan gabungan/triangulasi.
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dengan pencatatan sistematis terhadap gejala
yang akan diteliti (Usman dan Purnomo, 2004). Menurut Sukmadinata (2005)
observasi adalah teknik atau cara mengumpulkan data dengan mengadakan
pengamatan terhadap 11 kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan yang
dimaksud seperti cara guru mengajar, siswa belajar, kepala sekolah yang
sedang memberikan pengarahan, dan lain sebagainya. Dalam observasi
mengandalkan kemampuan pada mata dan telinga dan alat bantu seperti check
list, alat elektronik seperti perekam suara, dan sebagainya. Observasi
merupakan teknik mengumpulkan data secara sistematis terhadap objek
penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa observasi adalah suatu kegiatan pengamatan
terhadap suatu kegiatan dengan melibatkan kemampuan penglihatan dan
pendengaran serta alat bantu lain secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara langsung di SMP Al Islam 1
Surakarta, terhadap sikap dari guru BK terhadap pemahaman, permasalahan,
model layanan, dan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi anak
berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Pengamat memiliki kebebasan
mencatat yang dianggap penting tentang apa dan bagaimana kejadiannya,
bukan menurut pendapat peneliti (Anggito & Setiawan, 2018).
2. Wawancara
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab bertatap muka antara pewawancara dengan yang
diwawancarai menggunakan panduan wawancara (Nazir, 1999). Wawancara
juga didefinisikan sebagai tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung atau percakapan dengan maksud tertentu. Terdapat dua jenis
wawancara yaitu tak terpimpin dan terpimpin. Wawancara tak terpimpin
adalah wawancara yang tidak terarah. Wawancara terpimpin adalah tanya
jawab yang terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan.
Penelitian yang dilakukan di SMP Al Islam 1 Surakarta, dengan pemerolehan
informasi melalui guru BK, Bapak Ari Effendi Wibowo, S.Pd tentang
pemahaman, permasalahan, model layanan, dan tantangan yang dihadapi
dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Panduan
wawancara disusun sistematis sesuai rumusan masalah dan tujuan yang
peneliti rumuskan. Dalam pelaksanaan membutuhkan alat bantu perekam
berupa handphone Iphone 11.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang-barang tertulis.
Metode dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data dengan mencatat
data-data yang sudah ada atau dokumen-dokumen. Pada penelitian ini
dokumen yang kami peroleh berupa data pembimbing BK untuk anak
berkebutuhan khusus di SMP Al Islam 1 Surakarta. Alat bantu menggunakan
kamera handphone Iphone 11, Samsung Galaxy A11, dan Realme 5 Pro.
4. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada yaitu
observasi, wawancara, dan dokumentasi secara bersamaan. Tujuan triangulasi
bukan mencari kebenaran tentang fenomena, namun lebih pada peningkatan
pemahaman peneliti terhadap apa yang ditemukan (Stainbark, 2008). Oleh
karena itu, dengan teknik ini data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas, dan
pasti sekaligus menguji kredibilitas data. Dalam penelitian ini setelah
memperoleh data, peneliti meneliti dan menemukan pendapat sementara,
selanjutnya pendapat tersebut dicek ulang dengan sumber data observasi,
wawancara, dan dokumentasi secara bersamaan.

F. TEKNIK ANALISIS DATA


Analisis data menurut Boddan dalam adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan
dalam suatu unit, melaksanakan sintesis, menyusun menjadi sebuah pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat simpulan untuk
disampaikan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif analisis data belum ada
panduan untuk menentukan berapa banyak data dan analisis yang diperlukan
mendukung simpulan atau teori.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan model Miles dan Hurberman (1992)
yang menyatakan bahwa analisis kualitatif data yang muncul berwujud rangkaian kata
bukan rangkaian angka yang disusun ke dalam teks, sehingga data ini dikumpulkan
dari pengamatan, wawancara, proses melalui perekaman, pencatatan, hingga
pengetikan. Analisis dibagi dalam tiga alur kegiatan yang berlangsung secara
berlangsung, yaitu reduksi data; penyajian data; penarikan kesimpulan.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari
catatan-catatan lapangan (Patilima, 20004). Kegiatan ini terjadi selama
pengumpulan data hingga penulisan laporan akhir penelitian, dengan tahapan
selanjutkan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat
gugusan, dan catatan kaki. Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang
menggolongkan, menajamkan, mengarahkan, menyeleksi, dan mengorganisasi
data, hingga menarik kesimpulan dan diverifikasi.
Dalam situasi penelitian ini, peneliti memasuki setting sekolah sebagai tempat
penelitian yaitu SMP Al Islam 1 Surakarta, maka dalam mereduksi data
peneliti memfokuskan pada pemahaman, dan model layanan, dalam
menghadapi anak autis di sekolah tersebut. Pemerolehan informasi melalui
guru BK yang memfokuskan pada layanan pada anak autis. Mereduksi data
berpatokan pada tujuan utama penelitian yaitu mengetahui pemahaman,
permasalahan, model layanan, dan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Selama penelitian, peneliti
menemukan permasalahan bahwa siswa umum belum sepenuhnya menerima
keberadaan ABK sehingga BK sering menerima aduan dari ABK.
2. Penyajian Data
Penyajian data menurut Miles dan Huberman merupakan sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian kualitatif ini, penyajian data
dilakukan dalam uraian singkat dan hubungan antar kategori. Model penyajian
data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan salah satu model
menurut Miles dan Huberman (Muhadjir, 2010) yaitu model kedelapan adalah
menyusun daftar kejadian selama penelitian kemudian disusun kronologis atau
dikategorikan. Mulai dari data observasi di SMP Al Islam 1 Surakarta,
wawancara dengan guru BK Bapak Ari Effendi Wibowo, S.Pd dan
dokumentasi dicatat secara keseluruhan informasinya, selanjutnya
dikategorikan berdasarkan rumusan dan tujuan masalah penelitian dalam
bentuk narasi deskripsi.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Simpulan adalah intisari dari temuan penelitian yang menggambarkan
pendapat terakhir berdasarkan uraian atau keputusan yang diperoleh
berdasarkan metode berpikir induktif atau induktif yang relevan dengan
rumusan masalah, tujuan, dan temuan penelitian yang telah dilakukan
interpretasikan dan pembahasan. Simpulan dalam penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Penarikan
simpulan penelitian ini menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak
awal. Dengan temuan berupa deskripsi atau gambaran yang sebelumnya belum
jelas atau angan-angan setelah diteliti menjadi jelas dan dapat berupa hipotesis.
Pada analisis data ini juga menggunakan model alir (Miles dan Huberman)
yang melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan secara
bersamaan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. BIODATA NARASUMBER
Narasumber : Pak Ari Effendi Wibowo, S.Pd
Jabatan : Guru BK Umum
Sekolah : SMP 1 Al Islam Surakarta

B. INTERVIEWER
Interviewer wawancara ini adalah anggota kelompok 3 mata kuliah Pendidikan
Inklusif Semester 3 Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS, yaitu sebagai
berikut.
1. Alexandrin Farah Diba (K5121008)
2. Ashrifa Fuadini (K5121015)
3. Fadilla Afifah Nurjanah (K5121028)
4. Laras Rositanti (K5121040)
5. Alfi Nur Hidayat (K5121086)

C. HASIL
1. Instrumen Wawancara
a. Bagaimana pemahaman guru BK terhadap Anak Berkebutuhan Khusus?
b. PDBK apa saja yang ada di SMP 1 Al Islam?
c. Permasalahan apa yang ditemukan oleh guru BK pada Anak Berkebutuhan
Khusus?
d. Apa yang menjadi tantangan guru dalam menghadapi Anak Berkebutuhan
Khusus?
e. Hambatan apa yang dikeluhkan oleh para guru dalam mengajar dan
menghadapi PDBK?
f. Bagaimana model layanan yang sekolah kembangkan untuk PDBK?
g. Jenis bimbingan apa saja yang dilakukan sekolah bagi PDBK (bimbingan
akademik, individu, keluarga) ?
h. Apakah ada kelas tambahan atau kelas terpisah bagi PDBK di SMP 1 Al
Islam?
i. Apakah ada guru pendamping bagi PDBK di SMP 1 Al Islam?
j. Bagaimana cara guru BK menghadapi permasalahan PDBK dalam
bersosialisasi?
k. Apakah ada PDBK yang suka melanggar aturan kelas maupun sekolah?
l. Apakah ada PDBK yang suka membangkang?
m. Jika ada, bagaimana tindakan yang dilakukan oleh guru BK dalam
menghadapi hal tersebut?
n. Menurut guru BK, bagaimana cara menghadapi PDBK baik dalam belajar,
dalam berinteraksi dengan PDBK, dalam mendampingi PDBK?

2. Hasil Wawancara
Hasil wawancara dengan guru BK, Bapak Ari Effendi Wibowo, S.Pd

NO PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana pemahaman guru Menurut saya, anak berkebutuhan khusus adalah anak
BK terhadap Anak yang memiliki kecenderungan lain-lain, seperti lambat
Berkebutuhan Khusus? bicara, membaca, ada pula yang dari program khusus
autis itu termasuk ABK. Namun, ABK sebenarnya bisa
menyesuaikan nilai yang relatif tinggi, namun nilai
ketuntasan minimal dibuat berbeda. Misal main basket,
anak pada umumnya harus bisa memasukkan bola ke
ring namun, ABK bisa memantulkan di lantai itu sudah
tuntas.

2. PDBK apa saja yang ada di


SMP 1 Al Islam?
No Kelas Jenis Kebutuhan Khusus

1. 9F Slow Learner (Tunagrahita Ringan)

2. 9D Cerebral Palsy (Tunadaksa Ringan)

3. 9H Cerebral Palsy (Tunadaksa Ringan)

4. 9I Slow Learner (Tunagrahita Ringan)

5. 9I Cerebral Palsy (Tunadaksa Sedang)

6. 8A Autism Hyperactive

7. 7F Disleksia

8. 7F Agresif, Attention Defisit Disorder

9. 7F Retardasi Mental Ringan

10. 7E Attention Defisit Disorder

3. Permasalahan apa yang Guru BK menemukan adanya masalah akademik pada


ditemukan oleh guru BK PDBK, dimana PDBK kurang dapat mengikuti
pada Anak Berkebutuhan pelajaran dan batas ketuntasan normal, sehingga
Khusus? diperlukan adanya penyesuaian batas ketuntasan. Guru
BK juga menemukan adanya kesulitan sosialisasi
dimana walau siswa tersebut memiliki banyak teman
namun ternyata terdapat beberapa teman yang kurang
menyukai siswa tersebut.

4. Apa yang menjadi tantangan Guru harus sabar. Siswa autis di kelas terlalu aktif.
guru dalam menghadapi Selalu ingin berpendapat dan menjelaskan materi di
Anak Berkebutuhan Khusus? depan kelas. Siswa menjelaskan terlalu lama dan
kurang. Siswa akan diminta duduk agar guru dapat
menerangkan. Siswa menurut.
5. Hambatan apa yang Guru tidak banyak mengeluh dalam mengajar PDBK,
dikeluhkan oleh para guru hanya saja cukup sulit untuk mengembangkan
dalam mengajar dan kemandirian dan mewadahi minat bakat siswa di
menghadapi PDBK? sekolah inklusi.

6. Bagaimana model layanan Pada kelas 8 ABK (Autis) terdapat pendamping saat
yang sekolah kembangkan pembelajaran. Dalam mengerjakan ujian, PDBK yang
untuk PDBK? membutuhkan pendampingan diizinkan untuk
didampingi oleh orang tua, guru, maupun orang
terdekat lainnya yang dapat membantu. Bentuk
pendampingan adalah pengajar/pendamping masuk
ketika UAS untuk membacakan soal. Pendampingan
dari orang tua. Selain itu, batas nilai ketuntasan bagi
PDBK juga disesuaikan dengan kemampuan tiap-tiap
ABK. Dalam hal ini, misal dalam ujian siswa biasa dan
PDBK di ruang kelas yang sama, soal sama, namun
KKM beda.
Bentuk layanan lain misal penyesuaian ruang kelas.
Untuk siswa lumpuh kelasnya tidak berubah, tetap di
lantai 1.
Saya pribadi, justru lebih menyarankan agar ABK
bersekolah di sekolah khusus (SLB). Karena mereka
bisa mendapat pelayanan secara maksimal dan tepat
sasaran, sebab SLB memiliki guru dan fasilitas yang
lebih memadai.

7. Jenis bimbingan apa saja Terdapat bimbingan oleh masing-masing guru BK yang
yang dilakukan sekolah bagi telah dibagi. Guru BK melayani berbagai macam
PDBK (bimbingan akademik, bimbingan.
individu, keluarga)?
Setiap hari, siswa dipantau oleh guru BK yang
menangani ABK. 1 orang didampingi oleh 1 guru BK.

8. Apakah ada kelas tambahan Tidak ada tambahan.


atau kelas terpisah bagi
PDBK di SMP 1 Al Islam?
9. Apakah ada guru Dalam melayani ABK terdapat guru BK tersendiri yang
pendamping bagi PDBK di menanggungjawabi. 1 guru mendampingi 1 PDBK.
SMP 1 Al Islam?

10. Bagaimana cara guru BK PDBK cukup dekat dengan para guru BK. Terutama
menghadapi permasalahan bagi siswa yang banyak bicara, sering ke ruang BK dan
PDBK dalam bersosialisasi? sering menghampiri guru BK tertentu.
Namun, permasalahan seringkali ada pada siswa yang
sekelas dengan PDBK yang mana mereka merasa
bahwa PDBK seringkali diperlakukan “berbeda” dan
“spesial” . Dalam menangani hal tersebut guru BK
selalu memberi pengertian kepada semua siswa.

11. Apakah ada PDBK yang PDBK sangat sering melanggar peraturan sekolah,
suka melanggar aturan kelas hingga para guru sudah memaklumi. Pelanggaran yang
maupun sekolah? dilakukan adalah dimana siswa datang seperempat jam
setelah bel. Para guru beranggapan bahwa apabila
PDBK diminta terlalu disiplin mereka akan “bubar”.

12. Apakah ada PDBK yang Tidak ada, semua PDBK mudah diberi pengertian dan
suka membangkang? patuh pada guru.

13. Jika ada, bagaimana tindakan Jika siswa mengalami masalah maka akan didekati, dan
yang dilakukan oleh guru BK diberi pengertian.
dalam menghadapi hal Suatu ketika siswa kelas 8A pernah tantrum. Guru BK
tersebut? kemudian menanganinya, melalui teman-temannya
yang memanggil guru BK.

14. Menurut guru BK, Guru BK melakukan pembekalan tentang ABK.


bagaimana cara menghadapi Pernah terdapat laporan oleh PDBK, “saya diece” yaitu
PDBK baik dalam belajar, siswa diejek oleh teman-temannya. Siswa kemudian
dalam berinteraksi dengan dihibur dan didekati, beruntungnya siswa sangat dekat
PDBK, dalam mendampingi dengan wali kelas dan guru BK.
PDBK?

15. Penjelasan tambahan Terdapat tes pengetahuan ABK dari dinas terkait anak
ABK. Tes tersebut gunanya untuk mengetahui kondisi
ABK apakah keadaannya (hambatan dan
perkembangan) masih sama seperti waktu pertama kali
masuk sekolah atau terdapat perkembangan.

D. PEMBAHASAN
1. Pemahaman Guru BK Terkait Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut guru BK di SMP Al Islam 1 Surakarta Pak Ari, Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kecenderungan yang
berbeda-beda, seperti lambat bicara, membaca. Contohnya adalah anak autis,
anak tunadaksa, dan lain sebagainya. Namun menurutnya, walau memiliki
hambatan ABK sebenarnya bisa menyesuaikan nilai yang relatif tinggi, namun
membutuhkan nilai ketuntasan minimal yang dibuat berbeda. Misal dalam
pembelajaran bola basket, anak pada umumnya harus bisa memasukkan bola ke
ring namun, ABK bisa memantulkan di lantai itu sudah tuntas.
Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan
atau penyimpangan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan baik berupa
fisik, mental, dan emosional. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dibandingkan
dengan anak normal pada umumnya mereka memerlukan pelayanan pendidikan
khusus (Jannah & Darmawanti, 2004 :15). Menurut (Sabra : 2010) dalam
(Ratnasari:2013) pada umumnya anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan
pendidikan yang berbeda dengan anak-anak normal lainnya.
2. Permasalahan Pada Anak Berkebutuhan Khusus
SMP Al Islam 1 Surakarta memiliki Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
sebagai berikut.

No Kelas Jenis Kebutuhan Khusus

1. 9F Slow Learner (Tunagrahita Ringan)

2. 9D Cerebral Palsy (Tunadaksa Ringan)

3. 9H Cerebral Palsy (Tunadaksa Ringan)

4. 9I Slow Learner (Tunagrahita Ringan)

5. 9I Cerebral Palsy (Tunadaksa Sedang)

6. 8A Autism Hyperactive

7. 7F Disleksia

8. 7F Agresif, Attention Defisit Disorder

9. 7F Retardasi Mental Ringan

10. 7E Attention Defisit Disorder

Di SMP Al Islam 1 Surakarta, guru BK menemukan adanya masalah


akademik pada PDBK, dimana PDBK kurang dapat mengikuti pelajaran dan
batas ketuntasan normal, sehingga diperlukan adanya penyesuaian batas
ketuntasan. Guru BK juga menemukan adanya kesulitan sosialisasi dimana walau
siswa tersebut memiliki banyak teman namun ternyata terdapat beberapa teman
yang kurang menyukai siswa tersebut.
Para siswa berkebutuhan khusus cukup dekat dengan para guru BK.
Terutama bagi siswa yang banyak bicara, sering ke ruang BK dan sering
menghampiri guru BK tertentu. Sehingga para guru BK senantiasa bisa
mengetahui hambatan ataupun permasalahan yang mereka alami. Seperti pada
kejadian dimana salah seorang PDBK diejek oleh teman-temannya, ia mengadu
kepada guru BK. Kemudian guru BK dapat menghibur dan menjelaskan kepada
PDBK tersebut agar ia tidak merasa dibully, selanjutnya guru BK dapat memberi
teguran dan pengertian kepada para siswa lain.
Permasalahan lain yaitu dimana PDBK sangat sering melanggar peraturan
sekolah, hingga para guru sudah memaklumi. Pelanggaran yang dilakukan adalah
dimana siswa datang seperempat jam setelah bel. Para guru beranggapan bahwa
apabila PDBK diminta terlalu disiplin mereka akan “bubar”. Namun di luar itu,
para siswa berkebutuhan khusus tidak suka membangkang, sebaliknya mereka
justru mudah diberi pengertian dan patuh pada guru.
Permasalahan yang pernah ditemui selanjutnya adalah dimana siswa autis
pernah mengalami tantrum saat di sekolah. Para siswa kemudian memanggil guru
BK untuk menangani murid tersebut. Namun tantrum tersebut tidak sampai
melukai atau merusuh.

3. Tantangan dan Hambatan Dalam Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus


Tantangan bagi guru dalam menghadapi PDBK adalah dimana guru harus
dapat ekstra sabar dalam menghadapi PDBK sebab diperlukan penjelasan materi
secara lebih sederhana dan berulang agar siswa dapat paham, selain itu siswa juga
seringkali aktif di dalam kelas namun berlebihan sehingga mengganggu pelajaran.
Misal, siswa selalu ingin menjawab dan menjelaskan materi, namun jawaban dan
penjelasan kurang tepat dan terlalu panjang sehingga memotong waktu
pembelajaran.
Di sisi lain, para siswa yang sekelas dengan PDBK yang mana mereka
merasa bahwa PDBK seringkali diperlakukan “berbeda” dan “spesial”. Dalam
menangani hal tersebut guru BK selalu memberi pengertian kepada semua siswa.
Tantangan terbesar bagi para guru dengan setting pendidikan inklusif ini adalah
untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang turut aktif dalam melibatkan
ABK bersamaan dengan anak reguler di dalamnya. ABK di dalam kelas inklusi
juga tidak boleh terlihat berbeda dari anak pada umumnya. Ini juga menjadi
tantangan para guru untuk tidak menaruh perbedaan yang kentara pada ABK,
hendaknya di kelas tersebut tidak ada suatu apapun yang menyuratkan bahwa di
dalam kelas tersebut terdapat anak berkebutuhan khusus. Oleh karenanya, guru
semakin dituntut untuk tidak terfokus kepada beberapa siswa saja, namun kepada
semua siswa yang ada di kelas tersebut.
4. Model Layanan dan Bimbingan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Pada kelas 8 ABK (Autis) terdapat pendamping saat pembelajaran dan
ujian. Pendampingan saat pmbelajaran dilakukan oleh guru BK. Kemudian dalam
mengerjakan ujian, PDBK yang membutuhkan pendampingan diizinkan untuk
didampingi oleh orang tua, guru, maupun orang terdekat lainnya yang dapat
membantu. Bentuk pendampingan adalah pengajar/pendamping masuk ketika
UAS untuk membacakan soal.
Batas nilai ketuntasan bagi PDBK juga disesuaikan dengan kemampuan
tiap-tiap ABK. Dalam hal ini, misal dalam ujian siswa biasa dan PDBK di ruang
kelas yang sama, soal sama, namun KKM beda. Dalam pembelajaran olahraga
basket, misal siswa umum harus dapat memasukkan bola dalam ring, namun
PDBK hanya dapat memantulkan bola sudah mencapai batas nilai ketuntasan.
Pada hakikatnya evaluasi mencakup dua hal, yaitu evaluasi digunakan untuk
menilai efektivitas program dan evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam implementasi kurikulum atau pembelajaran. (Rusman, 2012).
Bentuk layanan lain misal penyesuaian ruang kelas. Untuk siswa lumpuh
kelasnya tidak berubah yaitu tetap di lantai 1. Sehingga, walau SMPI Al Firdaus
Surakarta menerapkan adanya pengacakan kelas, khusus untuk siswa lumpuh
akan terus ditempatkan di kelas lantai 1. Misal siswa cerebral palsy masuk di
kelas 9D, dimana kelas tersebut sebenarnya berada di lantai 2, namun karena
terdapat siswa cerebral palsy maka kelas 9D tersebut akan dipindah ke kelas di
lantai 1.
Para guru seringkali merasa bahwa PDBK di sekolah inklusi kurang dapat
terlayani secara maksimal sebab kurangnya pengetahuan dan kemampuan guru
mengenai anak berkebutuhan khusus (dibandingkan dengan guru SLB). Hal ini
dikarenakan tidak ada guru di SMPI Al Firdaus Surakarta yang merupakan
lulusan Pendidikan Luar Biasa, atau mendapat semacam pelatihan untuk menjadi
guru pengajar siswa kebutuhan khusus. Mereka merasa bahwa para siswa
berkebutuhan khusus dapat lebih terlayani di sekolah khusus dengan segala
fasilitas dan guru yang dapat melayani mereka secara maksimal dan menyeluruh.
Agar inklusif dilaksanakan secara efektif, sudah seharusnya kebijakan
mensosialisasikan pendidikan inklusif juga harus didukung oleh sumber daya
guru yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang mumpuni (Winter, 2006)
dan perilaku positif yang benar (Avramidis dan Norwich, 2002) agar mampu
memegang teguh perubahan pola pikir ini. Menyiapkan guru untuk pendidikan
inklusi pada umumnya diberikan sebagai sebuah pelatihan pertama atau sebagai
pembelajaran profesional yang berkesinambungan untuk guru. Pada umumnya,
pelatihan pertama terdiri dari tiga atau empat tahun atau hingga sarjana, lalu gelar
selanjutnya selama empat atau lima tahun atau gelar magister/pascasarjana dalam
pendidikannya.
Bimbingan sosial dan bimbingan individu juga senantiasa diberikan oleh
para guru BK kepada siswa berkebutuhan khusus. dimana guru selalu memberi
pemahaman dan pengertian kepada siswa umum mengenai keberadaan siswa
ABK dan selalu menghibur dan mengawasi PDBK jika diganggu dan
semacamnya. Siswa berkebutuhan khusus seringkali datang ke ruang BK untuk
bercerita, maka guru BK akan secara terbuka mendengarkan dan melayaninya.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SMP Al-Islam 1 Surakarta
dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pemahaman guru BK terhadap ABK dan penanganannya di SMP Al-Islam 1
Surakarta masih bersifat umum, guru BK sendiri mengetahui dan paham apa
itu anak berkebutuhan khusus tetapi tidak terlalu mendalam.
2. Terdapat beberapa permasalahan yang muncul pada penanganan ABK di
sekolah tersebut diantaranya dalam akademik siswa kurang dapat mengikuti
pembelajaran sehingga perlu penyesuaian; siswa seringkali aktif di dalam
kelas namun berlebihan; terdapat siswa umum yang kurang menyukai
keberadaan PDBK dan sering kali mengejek dan merasa iri apabila siswa
ABK mendapat perhatian dan perlakukan spesial; serta seringnya PDBK
melanggar peraturan sekolah berupa jam masuk yang sering terlambat.
3. Model layanan di sekolah tersebut mengizinkan pendamping orang tua saat
mengerjakan ujian, serta diberikan ketuntasan (KKM) yang berbeda sesuai
tingkat pencapaian ABK. Membantu menenangkan PDBK saat diejek siswa
lain dan memberi teguran pengertian pada siswa umum lain. Adanya
penyesuaian ruang kelas, siswa tunadaksa kelasnya tidak berubah tetap di
lantai pertama. Melakukan penyesuaian dan memahami keberadaan ABK
dengan berusaha memberi pelayanan BK sesuai dengan kebutuhan anak.
4. Bimbingan yang diberikan oleh guru BK berupa bimbingan sosial dan
bimbingan individu, dimana para guru BK selalu memberi pengertian dan
pemahaman kepada siswa umum maupun siswa berkebutuhan khusus. Guru
BK selalu terbuka untuk mendengarkan cerita siswa berkebutuhan khusus.
5. Tantangan guru dalam menghadapi ABK masih kesulitan dalam memberikan
bahan ajar dan penjelasan sederhana dan berulang, kesulitan mengembangkan
kemandirian dan mewadahi minat bakat siswa, serta siswa ABK aktif
menjawab dan ikut menjelaskan materi namun justru kurang sesuai dan
memotong pembelajaran, sehingga kurang kondusif.
6. Guru BK cukup memahami kebutuhan psikis anak berkebutuhan khusus. Guru
BK cukup dapat menguasai para siswa untuk menerima keberadaan siswa
berkebutuhan khusus di kelas.

B. SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan dari wawancara dan observasi dengan di SMP
Al-Islam 1 Surakarta, terdapat rekomendasi terkait permasalahan dan tantangan guru
BK dalam menangani ABK yaitu pada siswa umum yang masih merasa iri dan belum
bisa menerima keberadaan ABK, guru BK bisa melakukan edukasi berupa tadabur
alam atau sekedar belajar di luar kelas bersama dengan ABK agar siswa lain belajar
bagaimana memperlakukan ABK sambil guru BK memberikan pengertian dan arahan
secara langsung. Dalam pembelajaran kelas kurang kondusif karena siswa sering
banyak menjawab dan kurang tepat maka bisa menyediakan guru pendamping bagi
ABK untuk membantu mengontrol dan membimbing saat ABK kesulitan dalam
pembelajaran yang sedang berlangsung. Sehingga ABK dapat terfasilitasi dengan
baik, dan dapat menerima pelajaran secara maksimal.
Kami menyarankan agar para guru mendapatkan pelatihan, pengetahuan, dan
keterampilan guru prasekolah untuk pelaksanaan pendidikan inklusif. Pendidikan
inklusif menuntut guru-guru reguler di sekolah inklusif untuk memahami identitas
masing-masing peserta didiknya dan memahami apa itu perbedaan dengan stigma
yang positif. Guru yang sudah mengambil bidang pendidikan tertentu tentunya tidak
dapat dipaksakan untuk mengambil pendidikan pada bidang pendidikan khusus.
Namun, semua ini dapat ditanggulangi dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Guru
dituntut untuk berkomitmen mengenai penyetaraan siswa-siswinya di kelas. Atas
banyaknya tuntutan yang dimiliki seorang guru, maka guru memang harus
mendapatkan pelatihanpelatihan. Tentunya, mengadakan pelatihan memerlukan
dukungan dari berbagai pihak. Ini diwujudkan agar guru dapat menyiapkan situasi
yang nyaman saat pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Imam Yuwono, M.Pd. 2020. Mendesain Guru Inklusif. Yogyakarta: Deepublish.
Hadi, A., & Laras, P. P. B. (2021). Peran guru bimbingan dan konseling dalam pendidikan
inklusi. Jurnal Selaras: Kajian Bimbingan dan Konseling serta Psikologi
Pendidikan, 4(1), 17-24.
Witono, A. H. (2020). Peran bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Progres Pendidikan, 1(3), 154-167.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/view/37011
https://repository.uir.ac.id/4637/5/bab2.pdf
https://eprints.umm.ac.id/37194/3/jiptummpp-gdl-faradilara-48110-3-babii.pdf
LAMPIRAN

Wawancara bersama Pak Ari Effendi Wibowo, Foto bersama Pak Ari Effendi Wibowo, S.Pd
S.Pd di ruang BK

Foto bersama Pak Ari Effendi Wibowo, S.Pd


Ruang BK SMP Al Islam 1 Surakarta
Daftar Anak Berkebutuhan Khusus SMP Al Wali kelas Semester Gasal Tahun Pelajaran
Islam 1 Surakarta 2022-2023

Komponen Program BK
Daftar Masalah Bidang BK

Anda mungkin juga menyukai