Anda di halaman 1dari 27

KERJA SAMA ANTARA WALI KELAS DAN ORANG TUA DALAM

PROSES PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI KELAS 3A SD


MUHAMMADIYAH 3 BANDUNG

Laporan Mini Riset ini disusun untuk memenuhi tugas individu


Mata Kuliah : Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu : 1. Dr. Hj. Teti Ratnasih, M.Ag, CIPS., C.Ht.
2. Nisyya Syarifatul Husna, M.Pd.

Disusun Oleh :
Sem.II/PMTK-C
Nama : Nabila Nur Afifah
NIM : 1222050095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................... i
RINGKASAN ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 2
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ............................... 4
A. Kajian Teori ............................................................................................ 4
B. Uraian Permasalahan ............................................................................... 7
C. Subjek Penelitian .................................................................................... 8
D. Assesment Data....................................................................................... 8
BAB III METODE PELAKSANAAN.............................................................. 10
A. Metode Penelitian ................................................................................. 10
B. Langkah Penelitian ................................................................................ 10
C. Teknik Pengumpulan Data..................................................................... 11
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 12
A. Analisa Pembahasan .............................................................................. 12
B. Kekuatan Penelitian............................................................................... 18
C. Kelemahan Penelitian ............................................................................ 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 20
A. Kesimpulan ........................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21
LAMPIRAN BIODATA .................................................................................. 22
LAMPIRAN PENELITIAN ............................................................................. 24

i
RINGKASAN
Salah satu tugas utama dan tugas pokok guru sebagai pendidik profesional
adalah melaksanakan bimbingan bagi peserta didik. Selain itu, tidak hanya guru
yang berhak memberi bimbingan kepada peserta didik. Peran orang tua dalam
memberikan bimbingan kepada anak di rumah tak kalah penting. Kerja sama antara
guru wali kelas dengan orang tua dapat membantu peserta didik untuk meraih
prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan dalam
pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kerja
sama antara wali kelas dan orang tua dalam proses pelaksanaan bimbingan dan
konseling. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan induktif dengan
metode kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa kerja sama dengan orang tua
dalam proses bimbingan untuk anak sudah terlaksana dan terkoordinir dengan baik.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai
orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik, serta sebagai evaluator.
Sebagai seorang guru, kedudukan utamanya tidak lain adalah sebagai
pengajar dan pendidik. Berdasarkan kedudukan utamanya itulah maka
seorang guru harus menunjukkan perilaku yang layak bagi semua orang
terutama untuk peserta didiknya menurut harapan masyarakat.
Harapan-harapan masyarakat tentang perilaku guru menjadi
pedoman bagi seorang guru. Guru memperhatikan tuntutan masyarakat
tentang perilaku yang layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma
perilaku dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar sekolah. Ini akan
terjadi bila guru menerapkan norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari
kepribadiannya.
Salah satu tugas utama dan tugas pokok guru sebagai pendidik
professional adalah melaksanakan bimbingan bagi peserta didik. Oleh
karena itu, agar seorang guru dapat melaksanakan tugas membimbing
dengan benar, maka perlu menguasai dasar ilmu bimbingan, memiliki sikap
sebagai seorang “pembimbing”, dan memiliki keterampilan melaksanakan
bimbingan. Dengan demikian, maka guru wali kelas pun tidak hanya
mampu mengajarkan materi tetapi juga harus bisa melakukan suatu
bimbingan terutama kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
dan memiliki permasalahan baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun
di masyarakat.
Dengan adanya bimbingan yang diarahkan kepada peserta didik
yang mengalami permasalahan, peran guru wali kelas sangatlah penting
yaitu dengan memberi nasehat atau solusi supaya peserta didik mampu
terbimbing menuju jalan yang benar. Ditambah lagi jika permasalahan itu
sedang dialami oleh peserta didik yang menginjak usia remaja dengan
kondisi kejiwaan yang masih bisa dikatakan labil atau sedang mencari jati
diri.

1
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam melaksanakan program bimbingan kepada peserta didik,
dapat dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling, guru wali kelas, kepala
sekolah, ataupun wakil kepala sekolah bagian kesiswaan sesuai dengan
kebutuhan siswa. Jika sekolah tidak memiliki guru Bimbingan Konseling
maka peran ini dapat digantikan oleh wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan. Wakil kepala sekolah (wakasek) bidang kesiswaan dapat
memberikan pengarahan kepada peserta didik melalui guru wali kelas atau
guru mata pelajaran supaya ketika menangani persoalan-persoalan yang
sedang dialami oleh peserta didik dapat dilaksanakan secara optimal. Guru
wali kelas atau guru mata pelajaran juga harus melaksanakan program
bimbingan dan konseling agar semua permasalahan yang dihadapi siswa
dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak akan mengganggu proses
kegiatan belajar mengajar.
Selain itu, tidak hanya guru yang berhak memberi bimbingan kepada
peserta didik. Peran orang tua dalam memberikan bimbingan kepada anak
di rumah tak kalah penting. Kerja sama antara guru wali kelas dengan orang
tua dapat membantu peserta didik untuk meraih prestasi belajar secara
optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan dalam pembelajaran.
B. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat beberapa tujuan dan
manfaat, diantaranya yaitu :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
2. Menggali informasi mengenai aspek kerja sama wali kelas dengan
orang tua peserta didik dalam proses pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di kelas 3A SD Muhammadiyah 3 Bandung

2
3. Memahami tentang bentuk kerja sama wali kelas dengan orang tua,
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Teori
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang di
dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966)
mengemukakan bahwa guidance berasal dari kata guide yang artinya to
direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur,
atau mengemudikan). Sedangkan menurut W. S. Winkel (1981)
mengemukakan bahwa guidance memiliki hubungan dengan guiding :
“showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin),
conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk),
regulating (mengatur), governing (mengarahkan), dan giving advice
(memberikan nasehat) (Soeharto & Sutarno, 2009).
I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa
bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus
dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya
(self understanding), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction), dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah
dan masyarakat (Sudrajat A. , 2008).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa,
bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu, agar
ia dapat mandiri dengan menggunakan bahan berupa interaksi, gagasan,
dan asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku (Soeharto
& Sutarno, 2009).
2. Pengertian Konseling
Smith, dalam Shertzer & Stone (1974) mengemukakan bahwa
konseling adalah suatu proses dimana konselor membantu konseli
membuat interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan

4
pilihan, rencana, atau penyesuaian yang perlu dibuatnya (Soeharto &
Sutarno, 2009).
Mac Lean, dalam Shertzer & Stone (1974) mengemukakan
bahwa konseling adalah proses yang terjadi dalam hubungan tatap
muka antara seorang individu yang terganggu oleh masalah yang tidak
dapat diatasinya sendiri, dan seorang pekerja professional yaitu orang
yang telah terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai
pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi
(Soeharto & Sutarno, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa,
konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
konselor kepada konseli yang mengalami suatu masalah yang bermuara
pada teratasinya masalah yang sedang dihadapi oleh konseli (Soeharto
& Sutarno, 2009).
3. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bantuan
kepada peserta didik secara perorangan maupun kelompok agar mampu
mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pengembangan
kehidupan pribadi, sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan
norma-norma yang berlaku (Soeharto & Sutarno, 2009).
4. Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Di sekolah, penyelenggaraan kegiatan bimbingan sudah
seharusnya dilakukan dengan sebaik mungkin, mengingat fungsi dari
sekolah itu sendiri dalam pelaksanaan dan penyelenggara pendidikan.
Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan tentunya tak lepas atas kerja
dan peran dari satu pihak saja tetapi juga karena peran serta kerja sama
yang bai kantar semua pihak. Kegiatan bimbingan dan konseling di
sekolah tidak hanya menjadi peran dan tugas organisasi bimbingan dan
konseling saja tetapi juga menjadi peran dan tugas dari semua civitas
yang ada di sekolah seperti guru wali kelas, guru mata pelajaran, bahkan
hingga kepala sekolah. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di

5
sekolah, memerlukan kerja sama dari seluruh pihak tersebut agar bisa
berjalan dengan baik dan semaksimal mungkin. Tak lupa juga peran
orang tua dalam proses pelaksanaan bimbingan dan konseling di
lingkungan keluarga peserta didik.
a. Peran Wali Kelas dalam Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan
konseling, wali kelas berperan (Sudrajat A. , n.d.) :
1) Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-
tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung
jawabnya.
2) Membantu guru mata pelajaran melaksanakan peranannya
dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas
yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi
siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya,
untuk mengikuti/menjalani layanan dan atau kegiatan
bimbingan dan konseling.
4) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan
konseling, seperti konferensi kasus, dll.
5) Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
b. Peran Orang Tua dalam Bimbingan dan Konseling di SD
Peran orang tua dalam bimbingan dan konseling tidak dapat
dilepaskan dari peranan guru dalam hal yang sama, mengingat
peran dari kedua subjek tersebut bermuara pada tujuan yang sama,
yaitu tercapainya perkembangan individu siswa secara optimal.
Dengan kata lain, ada hubungan peran yang kuat di antara orang
tua dan guru dalam bimbingan dan konseling di SD (Ilahiyah, n.d.).
Peran yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua siswa dalam
bimbingan dan konseling di SD meliputi berikut ini :
1) Mengadakan konsultasi dengan guru tentang anak.
2) Memberikan balikan kepada guru tentang anak.

6
3) Menjadi sumber belajar bila diperlukan.
4) Berbagi informasi tentang membimbing anak.
5) Mengetahui jadwal belajar anak.
6) Mengetahui kondisi sekolah dan lingkungan sekitar.
7) Berdialog dengan anak.
8) Memberi ganjaran atau balikan kepada anak.
9) Memberikan bantuan atau dukungan yang dibutuhkan oleh
anak.
10) Mengembangkan kebiasaan belajar yang baik.
11) Berupaya memenuhi perlengkapan belajar.
12) Memperlakukan anak sesuai dengan norma sosial.
Hal-hal di atas adalah hal yang perlu digarisbawahi oleh orang tua
siswa dalam bekerja sama dengan seorang guru siswa, tidak bisa
salah satu pihak bersikap mendominasi, merasa lebih baik atau
lebih unggul.
B. Uraian Permasalahan
Kerja sama antara guru wali kelas dan orang tua sangatlah penting
dalam proses bimbingan dan konseling untuk anak. Peran dari kedua subjek
tersebut bermuara pada tujuan yang sama, yaitu tercapainya perkembangan
individu siswa secara optimal. Tetapi, ada beberapa permasalahan yang
mungkin terjadi dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Adapun masalah yang mungkin terjadi adalah:
1. Kurangnya tenaga pendidik profesional khususnya di bidang
Bimbingan dan Konseling. Ada beberapa sekolah dasar yang pada saat
ini tidak memiliki BK karena minimnya tenaga pendidik professional
di bidang tersebut. Jadi, tugas-tugas umum BK pun pada akhirnya
dilimpahkan kepada wakil kepala sekolah bidang kesiswaan atau guru
wali kelas.
2. Terjadinya miskomunikasi antara wali kelas dan orang tua. Ini adalah
hal sangat sering terjadi dalam kerja sama yang melibatkan dua orang
atau lebih. Ketika koordinasi antara kedua pihak kurang baik, maka
kesalahpahaman ini dapat terjadi.

7
3. Kurangnya pemahaman orang tua tentang cara mendidik yang
dilakukan oleh wali kelas. Ada beberapa orang tua yang merasa bahwa
anaknya tidak dididik secara benar di sekolah karena menurut mereka
cara mengajarnya tidak sama dengan yang mereka ketahui. Padahal di
zaman yang semakin berkembang ini, makin banyak variasi dan inovasi
yang dilakukan oleh guru ketika mendidik para siswanya.
4. Keterbatasan tenaga, pikiran dan waktu yang dimiliki oleh wali kelas.
Wali kelas adalah seorang guru yang bertanggung jawab terhadap suatu
kelas. Maka dengan banyaknya jumlah anak di dalam kelas tersebut,
wali kelas tidak dapat memperhatikan setiap anak dengan seksama atau
memberi perhatian secara individual kepada mereka.
5. Timbul rasa ketidakpercayaan orang tua terhadap guru. Ketika guru
menegur atau kemudian menghukum seorang anak, tak jarang orang tua
yang malah menjadi tidak percaya menitipkan anaknya untuk belajar di
sekolah. Padahal pendisiplinan itu perlu diterapkan sejak dini agar
siswa menjadi terbiasa dan tidak akan mengulangi kesalahannya
kembali. Pemberian hukuman juga harus tetap dalam batas wajar, tidak
boleh sampai melukai fisik atau mental seorang anak.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang guru wali kelas yang
berinteraksi penuh dengan peserta didik di kelas 3A, berikut biodata
singkatnya :
Nama : Debi Rosdiani
Jabatan : Guru Wali Kelas 3A
D. Assesment Data
Data dikumpulkan melalui wawancara kepada seorang guru wali
kelas di SD Muhammadiyah 3 Bandung. Terdapat beberapa susunan
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti saat di lapangan, diantaranya yaitu :
1. Apakah di sekolah ini ada BK? Jika tidak ada, boleh dijelaskan
alasannya?

8
2. Bagaimana caranya menangani anak yang bermasalah jika tidak ada
BK? Apakah hanya anak yang berprestasi saja yang mendapat
perhatian?
3. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, apakah ada kendala atau
hambatan?
4. Jika ada anak yang melanggar peraturan, siapakah yang berwenang
untuk memberi hukuman?
5. Bagaimana untuk kerja sama wali kelas dengan orang tua perihal anak
yang bermasalah?
6. Bagaimana perlakuan wali kelas terhadap anak yang tidak memiliki
kasus? Kemudian, bagaimana juga terhadap anak yang sering
bermasalah? Apakah sama atau dibedakan?
7. Apakah tujuan BK (meski tidak ada BK) untuk meningkatkan bakat dan
minat disini sudah tercapai?
8. Peraturan apa yang sering dilanggar oleh anak-anak?
9. Apakah di sekolah ini wali kelas bertanggungjawab untuk
meningkatkan kompetensi pada bidang akademik?
10. Apakah kemudian ada penanganan khusus untuk anak yang tidak
mencapai kompetensi?
11. Apakah ada kerja sama antara wali kelas dengan guru yang lain untuk
penilaian sikap siswa?

9
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu jenis
penelitian yang tidak menggunakan prosedur statistic di dalamnya. Metode
ini lebih mengarah kepada analisis atau pendeskripsian secara rinci dan
mendalam mengenai masalah yang diteliti. Menurut Creswell dalam
(Nugrahani & Hum, 2014) penelitian kualitatif menggunakan cara pandang
induktif, berfokus pada makna individual serta menerjemahkan pada
kompleksitas suatu permasalahan. Penelitian ini juga menggunakan
pendekatan induktif yaitu menerapkan penalaran dari permasalahan-
permasalahan khusus menjadi sebuah kesimpulan atau pernyataan yang
bersifat umum (Wahyu Setiawan & Ariani, 2022).
B. Langkah Penelitian
1. Menentukan lokasi dan subjek penelitian
Hal ini menjadi salah satu yang sangat penting sebelum melakukan
penelitian, karena jika terlalu banyak hal yang ingin digali maka akan
semakin bingung ketika melakukan penelitian.
2. Persiapan dan persetujuan
Menyiapkan panduan wawancara yang jelas dan dapat dipahami oleh
partisispan. Ajukan permintaan persetujuan dan pemberian informasi
yang diperlukan sebelum melakukan wawancara.
3. Identifikasi partisipan
Memilih salah satu guru yang ada di lokasi tersebut untuk
diwawancarai.
4. Rancang wawancara
Menentukan tujuan wawancara dan identifikasi pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan topik penelitian.
5. Melakukan wawancara
Peneliti mewawancarai narasumber sesuai dengan rancangan yang
telah dibuat dan peneliti mempersilakan narasumber menjawab sesuai
dengan apa yang terjadi di lapangan.

10
6. Transkripsi dan analisis
Setelah wawancara selesai, transkripsi rekaman suara dengan teks.
Kemudian melakukan analisis data dengan mengidentifikasi tema yang
muncul dari wawancara.
7. Penarikan kesimpulan
Membuat kesimpulan yang berdasar pada data kualitatif yang diperoleh
dari wawancara.
8. Pelaporan hasil.
C. Teknik Pengumpulan Data
Subjek penelitian ini adalah seorang guru wali kelas 3A di SD
Muhammadiyah 3 Bandung yang terletak di Jl. Phh. Mustofa, RT 03 RW
02, Padasuka, Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat 40125. Peneliti
melakukan observasi langsung ke SD Muhammadiyah 3 Bandung pada hari
Jumat, 19 Mei 2023. Peneliti mengumpulkan data dengan cara wawancara
secara langsung atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada wali kelas
tersebut. Sumber data lainnya diambil dari Google Scholar dan dokumentasi
pada saat observasi.
Peneliti menggunakan handphone untuk merekam suara dan
mengambil dokumentasi saat wawancara berlangsung. Selain itu, peneliti
juga menggunakan laptop untuk mencari jurnal-jurnal yang berkaitan
dengan tema penelitian. Kemudian data-data tersebut dikaji dan dianalisis
untuk menemukan permasalahan-permasalahan khusus yang selanjutnya
disimpulkan menjadi sebuah pernyataan yang bersifat umum.

11
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Pembahasan
Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu Debi Rosdiani :
No Pertanyaan Jawaban
1. Apakah di sekolah ini ada Kalau disini tidak ada BK, tapi ada
BK? Jika tidak ada, boleh beberapa guru yang kebetulan keluaran
dijelaskan alasannya? dari psikologi, ada Ibu Rika dan Ibu
Fani. Kalau kenapa BK di SD tidak ada,
karena biasanya kalau di SD kan
cenderungnya guru kelas, jadi sistem
penanganannya lewat guru kelas serta
bantuan dari wakil kepala sekolah
bagian kesiswaan.
2. Bagaimana caranya Kalau tidak ada BK, menangani anak
menangani anak yang bermasalah biasanya tangani dulu
bermasalah jika tidak ada sendiri, kalau masih bisa diatasi maka
BK? diatasi sendiri. Kalau tidak bisa diatasi
sendiri, jalin komunikasi dengan orang
tua. Kalau jalin komunikasi dengan
orang tua masih tidak menumbuhkan
solusi, bisa dibantu oleh wakasek bagian
kesiswaan.
3. Apakah hanya anak-anak Oh, tidak. Kalau di Muhammadiyah
yang berprestasi saja yang tidak hanya anak berprestasi yang
mendapat perhatian di mendapat perhatian dari guru. Anak
sekolah? yang bermasalah juga mendapat
perhatian dari guru.
4. Dalam pelaksanaan Kalau disebut ada kendala, di dalam
Bimbingan dan Konseling pembelajaran pasti ada kendala. Kalau
sendiri apakah ada kendala misalnya pembelajaran tidak ada
atau hambatan? kendala, maka tidak akan ada variasi
untuk mengajar. Nah, setiap anak itu
unik kan ya, berbeda-beda, ada anak
yang diam, ada anak yang aktif , sebisa
mungkin kita cari solusi dan
penanganan dalam pembelajaran.
Karena anak-anak sekarang itu tidak
semua pembelajarannya sistemnya diam
di tempat, tapi ada juga yang kinestetik,

12
terus harus audio visual atau hanya
visual aja, banyak macamnya.
5. Jika ada anak yang melanggar Kalau untuk kelas saya pribadi, dari
peraturan, siapakah yang awal masuk kita sudah bekerja sama
berwenang memberi dengan anak. Jadi kalau misalnya ada
hukuman? anak-anak yang melakukan
pelanggaran, apa konsekuensi yang
harus diberikan. Dari mereka biasanya
ada yang minta, “Ibu, aku mau push up”
atau “Ibu, aku mau squat jump” bahkan
ada yang meminta, “Ibu, aku mau beres-
beres kelas”. Sebisa mungkin
diobrolkan dengan anak, jadi anak
punya komitmen, punya tanggung
jawab ketika dia berbuat suatu
kesalahan maka konsekuensinya adalah
melaksanakan apa yang telah dia
katakan.
6. Bagaimana untuk kerja sama Kalau sekolah biasanya informasi dari
wali kelas dengan orang tua wali kelas. Kalau pribadi, saya sendiri
perihal anak yang sebagai wali kelas biasanya saya
bermasalah? mencari dulu karakter anaknya seperti
apa. Kalau bisa dibenahi ya kita benahi,
kalau tidak pasti harus ada informasi
dari orang tua mengenai bagaimana
kondisi anak di rumah, apakah sama
atau tidak dengan di sekolah. Jadi, kita
bisa mengatasinya kerja sama dengan
orang tua.
7. Bagaimana jika orang tua Berarti kita yang harus cari tahu, missal
siswa kurang kooperatif? mengobrol dengan rekan yang lain atau
dengan psikolog sendiri juga bisa.
8. Bagaimana jika wali kelas Kebetulan kalau di kelas saya tidak ada
sudah memberi informasi orang tua yang menyalahkan sekolah.
kepada orang tua, tetapi orang Karena pada dasarnya ketika mereka
tua tidak percaya dengan memasukkan anak ke sekolah sudah ada
informasi tersebut dan malah obrolan, “Mangga bu, di sekolah mah
menyalahkan pihak sekolah? tanggung jawab guru, jadi mau seperti
apapun kita nyerahin ke sekolah”. Jadi
kalau di kelas saya tidak ada yang
sampai menyalahkan guru. Terus kalau
ke anak juga tidak langsung menjudge,

13
tapi dilihat dulu kondisi anaknya seperti
apa. Tapi, pasti ada anak yang jail dan
itu akan menjadi memori buat mereka
ke depan.
9. Kalau semisal ada kasus yang Kebetulan kalau di kelas saya kasusnya
lumayan berat, dari wali kelas rada berat, karena kelas saya itu terkenal
sendiri tanggapannya ribut, berisik, suka main bola. Ya itu
bagaimana? tadi, kembali lagi pada komitmen di
awal untuk diterapkan pada siswa.
Kalau misalnya kita tidak menerapkan
komitmen, pasti anak akan terus
melanggar. Jadi ajak ngobrol, ingatkan
kembali komitmen anak, maka akhirnya
lama kelamaan akan terbiasa dan
berkuranglah siswa yang kadang suka
main bola, ribut, dll.
10. Bagaimana perlakuan wali Justru belum tentu anak yang baik-baik
kelas terhadap anak yang aja itu dia baik-baik aja. Kadang ada
tidak memiliki kasus? tipikal anak yang memendam. Ketika
kita lihat dia terlihat biasa aja, tapi kita
bisa tau dari raut wajah dia, apakah dia
sedih atau dia senang, itu bisa kelihatan.
Saya rasa tidak ada anak yang “baik-
baik aja”, jadi harus digali, diajak
ngobrol, apakah dia senang atau tidak.
Kalau raut wajahnya senang berarti dia
memang aman, tapi kalau dari raut
wajahnya ada kesedihan, kita kan tidak
tahu apa anak baik-baik atau anak
tertekan jadinya di sekolah dia diam.
Anak diam belum tentu dia baik-baik
saja.
11. Kemudian, bagaimana juga Sama sih. Cuman, kalau untuk anak
terhadap anak yang sering yang bermasalah kita harus tetap
bermasalah? Apakah sama waspada juga. Jangan sampai dia
atau dibedakan? berlaku lagi. Tapi, jangan
mendiskriminasi, maksudnya kita
jangan terlalu fokus terhadap anak yang
bermasalah sementara anak yang lain
dibiarkan. Jadi sebisa mungkin
memanfaatkan waktu, dan anak yang

14
lain pun mendapatkan porsi belajar yang
sesuai.
12. Untuk anak yang tidak Di kelas saya kebetulan karakter
memiliki kasus dan terlihat diamnya, pertama yang saya temukan
pendiam, apakah ada yang adalah memang sudah sifat bawaan
ternyata mengalami broken karakteristik mereka. Terus yang kedua,
home? ada juga anak yang ekspresif, jadi kalau
dia lagi sedih ya kelihatan, kalau dia lagi
happy ya happy. Diam emang pendiam
tapi wajahnya tidak bisa dibohongi.
Karena dia akan menunjukkan ekspresi
dia.
13. Untuk kasus tantrum, apakah Pernah menemukan, tapi sekarang
pernah terjadi di kelas ini? anaknya sudah bisa diatasi. Dia tantrum
kalau dari rumahnya dia sudah
badmood, jadi datang ke sekolah pun
terbawa emosi kepada teman-temannya.
Tapi Alhamdulillah sekarang sedikit
demi sedikit in syaa Allah bisa diatasi.
14. Apakah tujuan BK (meski Balik kepada anaknya, dia
tidak ada BK) untuk cenderungnya dimana, bakatnya
meningkatkan bakat dan dimana. Kalau disebut sudah tercapai, in
minat disini sudah tercapai? syaa Allah sudah. Banyak juga anak
yang berprestasi di bidang yang lain.
Kondisi faktor otak juga mempengaruhi
sepertinya, dominan otak kanan atau
dominan otak kiri. Karena ya itu tadi,
anak kan unik.
15. Apakah sekolah memberi Biasanya suka ada. Kalau misalnya
dukungan terhadap anak yang tidak ada guru khusus maka akan
memiliki bakat di bidang diberikan guru-guru yang kompeten di
tertentu? Seperti melukis bidangnya. Karena setiap guru pasti
misalnya. punya keahlian lain selain di bidang dia
ngajar. Ada yang pintar menyanyi,
menari, dll. Maka bisa dibantu oleh
guru-guru tersebut.
16. Peraturan apa saja yang sering Kompleks ya, hampir sama dengan
dilanggar oleh anak? semua orang. Datang ke sekolah masih
terlambat, pakai baju seragam kadang
masih ada yang atributnya lupa tidak
dipakai. Umumnya seperti itu sih.

15
17. Bagaimana komunikasi wali Saya sudah bertanya ke anak-anak, agar
kelas dengan orang tua terkait anak-anak belajar mandiri, menyiapkan
menyiapkan baju seragam? barang-barangnya sendiri. Kalau untuk
di rumah kita kan tidak tahu ya apakah
masih disiapkan atau gimana. Tapi
banyak juga laporan dari anak-anak
yang sudah menyiapkan pakaiannya
sendiri.
18. Apakah di sekolah ini wali Ya, bertanggungjawab. Tapi kembali
kelas bertanggungjawab lagi ke kondisi anak-anaknya. Karena
untuk meningkatkan tidak semua anak bisa di jalur akademik.
kompetensi pada bidang Kita tidak bisa memaksakan anak yang
akademik? akademiknya kurang, tapi kita harus cari
kemampuan dia dimana. Diarahkan
menuju bakatnya dia.
19. Apakah kemudian ada Ada sih penanganan. Biasanya ada
penanganan khusus untuk belajar tambahin, tapi kembali lagi
anak yang tidak mencapai kepada anaknya, kalau missal dari
kompetensi? belajar tambahin dia mampu berarti dia
memang bisa mengikuti jalur. Kalau
misalnya tidak mampu sekuat tenaga
anak itu berusaha, belajar sampai
shubuh mungkin atau apapun kalau
misalnya tidak berarti kan dia
mempunyai kekurangan dan saya yakin
dibalik kekurangannya itu pasti ada
kelebihan. Cuman kita tidak tahu
kelebihannya dimana. Ada anak yang
mungkin akademiknya tidak bagus tapi
di olahraga dia jago.
20. Kalau untuk masalah Banyak sih kalau untuk akademik.
akademik, koordinasi dengan Misalnya tugas harus dikerjakan, atau
orang tua bentuknya seperti menambah hafalan. Secara tidak
apa? langsung itu bentuk dari BK juga ya,
misalnya “Ibu, ini anak ibu
kemampuannya di bidang ini kurang,
bisa dibantu di rumah”, seperti itu bisa
dikomunikasikan dengan orang tua.
21. Apakah ada kerja sama antara Ya, ada. Apalagi visi misi kita
wali kelas dengan guru Muhammadiyah ya, Muhammadiyah
pelajaran yang lain untuk kan berakhlaqul karimah, jadi penting
penilaian sikap siswa? untuk penilaian akhlak. Kadang kita

16
saling tanya, “Di pelajaran Bahasa Arab
gimana nih anak-anaknya?” atau dengan
guru mata pelajaran lainnya,
22. Jika terjadi miskomunikasi Karena saya berprinsip bahwa setiap
antara kesiswaan, wali kelas anak itu bisa berkamuflase. Ada anak
dan orang tua terkait sikap yang di rumahnya diam tapi di sekolah
anak itu bagaimana? lincah. Ada anak yang di sekolahnya
lincah tapi di rumah juga diam. Karena
faktor lingkungan pun mempengaruhi.
Misal di sini teman-temannya ceria,
maka anak terbawa ceria. Datang ke
rumah semua pada diam jadi anak pun
ikut diam. Sekarang di rumah anak
ramai, berisik, datang ke sekolah
mungkin dia kurang pede akhrinya
diam. Jadi jangan sampai terlalu
beranggapan negatif dulu, karena
dibalik itu pasti mungkin ada positifnya.
Terus juga jangan terlalu menghina
karena dari kekurangan pasti ada
kelebihannya.

Berdasarkan tabel di atas didapat analisa data yaitu di SD


Muhammadiyah 3 Bandung memang tidak ada BK. Jadi tugas dan
wewenang BK diberikan kepada Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang
Kesiswaan. Untuk penanganan anak yang bermasalah, wali kelas biasanya
menanganinya secara pribadi terlebih dahulu. Ketika dirasa memang
masalahnya berat dan tidak mampu ditangani sendiri, maka wali kelas akan
meminta bantuan kepada Wakasek Bidang Kesiswaan atau tenaga
profesional (psikolog).
Saya menemukan hal unik pada kelas 3A ini. Ketika anak
melakukan pelanggaran, bukan dari guru atau Wakasek Kesiswaan atau
bahkan kepala sekolah yang akan memberi mereka hukuman. Tetapi mereka
diajarkan untuk menentukan hukuman bagi diri mereka sendiri. Hal ini
sangat bagus karena dapat melatih komitmen anak serta pembiasaan sejak
dini untuk melakukan apa yang telah mereka katakan. Namun, sistem ini

17
hanya berlaku untuk pelanggaran-pelanggaran kecil, tidak untuk kasus
pelanggaran peraturan yang berat.
Melihat dari jawaban yang diberikan wali kelas, kerja sama dengan
orang tua dalam proses bimbingan untuk anak sudah terlaksana dan
terkoordinir dengan baik. Tidak ada orang tua yang tidak percaya kepada
sekolah atau menyalahkan sekolah karena dari awal mereka memang sudah
sepakat untuk menitipkan anaknya sekolah di SD Muhammadiyah 3
Bandung. Ketika orang tua kurang kooperatif pun, wali kelas juga cepat
tanggap mencari solusi lain agar program bimbingan dapat terlaksana tanpa
hambatan. Wali kelas juga tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap
siswa yang berprestasi maupun siswa yang bermasalah. Tetapi, kepada
siswa yang bermasalah memang perlu perhatian khusus agar mereka tidak
mengulangi kesalahannya lagi.
Wali kelas juga menganggap bahwa setiap anak itu unik. Mereka
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka ketika anak
memiliki masalah, tidak boleh langsung dihakimi atau disimpulkan secara
sepihak. Harus dicari terlebih dahulu penyebabnya, dalam hal ini juga peran
orang tua sangat penting sebagai informan mengenai perilaku anak di rumah
karena bisa saja perilaku anak ketika di sekolah dan di rumah berbeda.
Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku anak.
Wali kelas 3A ini juga berprinsip bahwa setiap anak dapat
berkamuflase, maksudnya adalah kita tidak boleh lengah terhadap anak.
Bisa jadi anak yang diam saja, terlihat baik-baik saja, ternyata sedang
memendam masalah yang lumayan serius, seperti broken home, bullying,
dan lain sebagainya. Sebagai wali kelas harus melakukan pendekatan
kepada anak agar mengetahui permasalahan apa saja yang sedang mereka
alami. Tidak kepada semua anak bisa diberlakukan cara pendekatan yang
sama, harus disesuaikan juga dengan karakter masing-masing anak.
B. Kekuatan Penelitian
Penelitian dalam riset ini memiliki kekuatan yaitu informasi yang
sangat penting, karena dalam penelitian ini membahas tentang kerja sama

18
wali kelas dan orang tua dalam proses pelaksanaan bimbingan dan
konseling. Dan perlu kita ketahui bahwa ada hubungan peran yang kuat di
antara orang tua dan guru dalam proses bimbingan dan konseling untuk
siswa SD.
C. Kelemahan Penelitian
Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu melibatkan sampel yang
relative kecil dan terbatas pada wilayah atau sekolah tertentu, terbatasnya
waktu yang tersedia untuk penelitian ini dan mempengaruhi jumlah data
yang dapat dikumpulkan atau kedalaman analisis yang dilakukan,
perubahan kondisi atau faktor lingkungan yang mempengaruhi penelitian
dapat terjadi. Hal ini dapat mempengaruhi validitas dan relevansi temuan
penelitian jika kondisi atau konteks berubah seiring waktu.

19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kerja sama antara wali kelas dan orang tua dalam proses bimbingan
dan konseling memiliki peran yang sangat penting untuk membantu
perkembangan anak agar berjalan dengan optimal. Keselarasan antara wali
kelas dan orang tua juga akan memberikan efek nyaman bagi anak ketika
berada di sekolah dan di rumah. Mereka akan merasa diperhatikan,
dibimbing sesuai arahan dan ketika mereka memiliki masalah tidak akan
segan untuk bercerita kepada wali kelas atau orang tua
B. Saran
Berdasarkan temuan penelitian terdapat beberapa saran yang dapat
diberikan yaitu:
1. Kepala Sekolah. Diharapkan kepada pihak sekolah, terutama kepada
kepala sekolah untuk terus mendukung program bimbingan dan
konseling di sekolah. Dapat dipertimbangkan juga untuk mengadakan
BK di sekolah.
2. Guru. Diharapkan kepada guru sebagai pendidik dan pembimbing agar
lebih memperhatikan setiap perilaku siswa di sekolah. Diharapkan juga
para guru dapat memperlakukan siswanya secara adil, tanpa pandang
bulu dan tanpa menjudge atau menghina siswa karena hal itu dapat
mengganggu kesehatan mental seorang anak.
3. Orang tua. Diharapkan kepada orang tua untuk terus mendukung
program bimbingan dan konseling yang diadakan oleh sekolah serta
menjalin kerja sama yang kooperatif dengan wali kelas dan guru-guru
yang lain agar proses bimbingan dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
4. Siswa. Bagi siswa diharapkan agar selalu berperilaku baik, tidak
melanggar peraturan yang telah ditetapkan serta menjalankan
komitmen yang telah disepakati sebelumnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ilahiyah, N. (n.d.). PERAN ORANG TUA DALAM BIMBINGAN DAN


KONSELING SD. Retrieved from nihlatu.blogspot.com

Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif.

Soeharto, & Sutarno. (2009). Bimbingan dan Konseling. Surakarta: UNS Press.

Sudrajat, A. (2008). Bimbingan dan konseling di sekolah.

Sudrajat, A. (n.d.). Peran Kepala Sekolah, Guru dan Wali Kelas dalam Layanan
Bimbingan dan Konseling. Retrieved from akhmadsudrajat:
akhmadsudrajat.wordpress.com

Wahyu Setiawan, A., & Ariani, M. (2022). Determinasi Faktor Yang


Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Barat Tahun
2015-2019. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 3(1), 1-9.
doi:https://doi.org/10.36418/jiss.v3i1.505

21
LAMPIRAN BIODATA

A. Data Pribadi
• Nama : Nabila Nur Afifah
• TTL : Surakarta, 29 Juni 2003
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Jl. Awiligar Gg. Mars Dirgahayu 8 No. 47
Bojongkacor RT 02/12 Cibeunying, Cimenyan,
Bandung
• Telepon : 082137741512
• E-mail : afhnabila06@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan Formal


• SDIP Al-Madinah Kartasura (2009-2015)
• SMP IT Az-Zahra Sragen (2015-2018)
• MAS Al-Islam Surakarta (2018-2021)
• UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Program Studi Pendidikan
Matematika (2022-sekarang)

C. Pengalaman Organisasi
• Gerakan Mengajar Desa (2022-sekarang)
Ketua Divisi Community Development Jawa Barat

22
• Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika (HIMATIKA)
(2023-sekarang)
Staff Ahli Bidang Penegakan Kode Etik dan Akhlakul Karimah
• Masyarakat Relawan Indonesia (2022)
Anggota Bidang Humas dan Media
• OSIS MAS Al-Islam Surakarta (2018-2020)
Wakil Ketua Bidang Kerohanian
• ROHIS MAS Al-Islam Surakarta (2018-2020)
Wakil Ketua Bidang Dakwah
• Dewan Ambalan MAS Al-Islam Surakarta (2018-2020)
Anggota

23
LAMPIRAN PENELITIAN

Gambar 1 : Dokumentasi saat wawancara sedang berlangsung

24

Anda mungkin juga menyukai