Anda di halaman 1dari 27

PERADABAN ISLAM PADA MASA TIGA KERAJAAN

BESAR: TURKI USMANI, SAFAWI, DAN MUGHAL

MAKALAH
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam)

Dosen Pengampu:
Asep Andi Rahman, M.Ag

Disusun Oleh:

1. Mecha Herdina (1222050083/1C)


2. Nabila Nur Afifah (1222050095/1C)
3. Nabilah Ulfah (1222050098/1C)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Peradaban
Islam Pada Masa Tiga Kerajaan Besar: Turki Usmani, Safawi, dan Mughal” dapat
kami selesaikan dengan baik. Kami harap makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca tentang perkembangan, masa kejayaan,
kehancuran dan kemunduran, hukum dan pendidikan dari kerajaan Turki Usmani,
Safawi, dan Mughal. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang
Allah SWT karuniakan kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media
internet.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan makalah
ini. Kepada dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, Bapak Asep Andi
Rahman, M.Ag. dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu
kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di
dunia, melainkan Allah SWT Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang kami paparkan pada
makalah ini, kami mohon maaf. Kami menerima kritik dan saran seluas-luasnya
dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan
berikutnya.

Bandung, 20 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan sejarahnya, Islam pernah mengalami zaman
keemasan, diantaranya ditandai dengan tiga dinasti besar, yakni dinasti
Usmani di Turki, dinasti safawi di Persia, dan dinasti Mughal di India.
Setelah Dinasti Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara
Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis.
Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang
satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya
dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol
yang terus berekspansi terhadap kekuasaan Islam.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami
kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga dinasti besar
tersebut. Akan tetapi, kemajuan tiga dinasti itu tidak bertahan lama karena
adanya kerusakan internal dan serangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu
berjatuhan dan digantikan oleh kekuatan lain.
Makalah ini akan membahas lebih detail mengenai tiga dinasti
besar tersebut, yakni dinasti Turki Usmani, dinasti Safawi di Persia, dan
dinasti Mughal di India. Perihal yang akan dipaparkan adalah tentang
pembentukan ketiga dinasti tersebut, masa kemajuannya, masa
kemunduran dan kehancurannya, serta hukum dan pendidikan yang
diterapkan di tiga dinasti tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembentukan kerajaan Turki Usmani, kerajaan
Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India?
2. Bagaimana kemajuan peradaban islam pada masa kerajaan Turki
Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India?
3. Bagaimana proses kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki
Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India?
4. Bagaimana hukum dan pendidikan yang diterapkan pada masa
kerajaan Turki Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan
Mughal di India?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembentukan kerajaan Turki Usmani,
kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India
2. Untuk mengetahui kemajuan peradaban islam pada masa kerajaan
Turki Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India
3. Untuk mengetahui proses kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki
Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India
4. Untuk mengetahui hukum dan pendidikan yang diterapkan pada masa
kerajaan Turki Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan
Mughal di India
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Turki Usmani


1. Pembentukan
Dalam catatan sejarah, bangsa Turki memiliki peran yang
sangat besar terhadap perkembangan dan peradaban islam.
Keberhasilan ini disumbangkan oleh Dinasti Seljuk dan Turki Usmani.
Kerajaan Turki Usmani berdiri setelah hancurnya Turki Seljuk yang
telah berkuasa selama kurang lebih 250 tahun (1055-1300 M).
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah
Oghuz (ughu) yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina,
yang kemudian pindah ke Turki, Persia, dan Irak. Mereka mulai
memeluk islam sekitar abad 9 atau 10, yaitu ketika menetap di Asia
tengah (Al-Azizi, 2017).
Kemudian pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari
bangsa Mongol, sehingga mereka meminta perlindungan kepada
dinasti Seljuk. Saat itu, dinasti Seljuk berada di bawah kepemimpinan
Sultan Alauddin Kaikobad. Ertuğrul yang merupakan pemimpin Turki
Usmani pada masa itu berhasil membantu sultan Seljuk dalam
menghadapi Byzantium yang akhirnya mendapatkan kemenangan.
Atas jasa inilah, ia mendapatkan penghargaan dari sultan berupa
sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Sejak
itu, mereka terus membangun dan membina wilayah barunya dan
memilih Syukud sebagai ibu kota. Selain itu, Ertuğrul juga diberi
wewenang untuk memperluas wilayahnya (Megawati, 2020).
Ertuğrul meninggal dunia pada tahun 1280 M dan
kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Usman.
Kemudian pada tahun 1300 M, Seljuk mendapat serangan dari bangsa
Mongol sehingga Sultan Alauddin II terbunuh. Keturunannya tidak ada
yang layak untuk menggantikannya. Maka dari itu, tidak lama setelah
ia wafat wilayahnya terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan kecil.
Sejak saat itulah Usman memproklamasikan berdirinya kerajaan Turki
Usmani dengan penguasa pertama yaitu Usman yang dalam sejarah
dikenal dengan Usman I. Ia mendapat dukungan dari berbagai lapisan
pembesar Seljuk, maka seluruh bekas wilayah Seljuk menjadi wilayah
kerajaan Turki Usmani dan menjadikan Broessa sebagai ibu kota resmi
pada tahun 1326 M.
Inilah asal mula mengapa akhirnya dinasti tersebut kemudian
dikenal dengan Dinasti Usmani. Dengan demikian, putra Ertuğrul
inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Turki Usmani. Ia
memerintah pada tahun 1290 M sampai 1326 M (Siddiq, 2017).
2. Kemajuan Peradaban Islam
Kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin
dalam mempertahankan kerajaan Turki Usmani membawa dampak
yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah
Turki Usmani dapat diraih dengan cepat. Dengan taktik yang
dilakukan oleh beberapa penguasa Turki seperti Sultan Muhammad
yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar
keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II
(1421-1451 M) sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan
pada masa Muhammad II (1451-1484 M).
Usaha ini kemudian diteruskan oleh raja-raja berikutnya dan
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Beliau tidak
mengarahkan ekspansinya ke satu arah timur atau barat, melainkan ke
seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani, sehingga
Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia Kecil.
Perkembangan ekspansi Turki Usmani yang sangat luas dan
berlangsung dengan cepat diikuti oleh kemajuan-kemajuan di berbagai
bidang kehidupan, di antaranya:
a. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Salah satu alasan yang menyebabkan keberhasilan ekspansi
Turki Usmani adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan, dan
kekuatan militernya yang sanggup bertempur dimana saja dan
kapan saja. Ini disebabkan oleh tabiat bangsa Turki sendiri yang
bersifat militer, disiplin, dan patuh pada aturan.
Sejak masa kepemimpinan Ertuğrul sampai Orkhan adalah
masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Byzantium
merupakan awal dibentuknya pusat pendidikan dan pelatihan
militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut
dengan Jennisari atau Inkisyariah.
Selain itu, keberhasilan ekspansinya juga didukung oleh
jaringan pemerintahan yang teratur. Kerajaan Turki Usmani
membuat struktur pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di
tangan Sultan yang dibantu oleh Shadr al-Azham (perdana menteri)
yang membawahi para Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai
daerah tingkat I dan di bawah gubernur terdapat al-Awaliyah atau
bupati.
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara dibentuklah
undang-undang atau qanun pada masa Sulaiman I yang diberi
nama Multaqa Al-Abhur. Undang-undang ini menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi
pada abad 19. Karena jasanya ini, Sulaiman I mendapatkan gelar
al-Qonuni dan undang-undang ini merupakan undang-undang
pertama di dunia (Siddiq, 2017).
b. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan berbagai
macam kebudayaan di antaranya adalah kebudayaan Persia,
Byzantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak
mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana.
Kemudian organisasi pemerintahan dan kemiliteran diserap dari
Byzantium, serta ajaran-ajaran tentang prinsip ekonomi, sosial dan
kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka ambil dari Arab.
Pada masa Sulaiman I banyak dibangun masjid, sekolah,
rumah sakit, gedung-gedung, pemakaman, saluran air, villa, dan
pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu
dibangun oleh koordinator Mimar Sinan, seorang arsitek yang
berasal dari Anatolia.
Selain itu, mereka juga mengembangkan seni arsitektur
berupa bangunan masjid yang indah. Misalnya Masjid Al-
Muhammadi atau Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih,
Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Ayyub Al-Anshari yang
semula adalah gereja Aya Sophia. Semua masjid ini dihiasi oleh
kaligrafi yang indah.
Kemajuan di bidang intelektual pada masa pemerintahan
Turki Usmani memang tidak menonjol, meskipun demikian tetap
ada perubahan pada masa ini. Pada saat itu, ada dua buah surat
kabar yang muncul, yaitu berita harian Feka (1831 M) dan jurnal
Tafsiri efkyar (1862 M). Kemudian juga terjadi transformasi
pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan
menengah pada tahun 1881 M dan perguruan tinggi pada tahun
1869 M, juga mendirikan fakultas kedokteran dan fakultas hukum.
Para pelajar yang berprestasi akan dikirim ke Prancis untuk
melanjutkan studinya, yang sebelumnya tidak pernah terjadi (Al-
Azizi, 2017).
3. Kemunduran dan Kehancuran
Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah meninggalnya
Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan
sepeninggal Sulaiman I salah satunya adalah perebutan kekuasaan
yang terjadi di antara putra beliau sendiri. Para pengganti yang
sebagian besar adalah orang yang lemah dan mempunyai kepribadian
yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan para
prajurit Turki Usmani yang menyebabkan kekalahan saat peperangan
dan ekonomi yang semakin memburuk serta sistem pemerintahan tidak
berjalan dengan semestinya.
Faktor-faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Turki
Usmani dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
Adapun faktor internal yang menyebabkan runtuhnya kerajaan
Turki Usmani, yaitu:
1. Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan
yang berada di bawah tangan orang-orang yang tidak cakap,
hilangnya keadilan, korupsi semakin merajalela, dan meningkatnya
kriminalitas.
2. Heterogenitas penduduk dan agama.
3. Para pemimpin dan penguasa yang hidup dalam gelimang harta
dan bermewah-mewahan.
4. Merosotnya perekonomian negara akibat Turki mengalami
kekalahan dalam beberapa peperangan.
Sementara itu, faktor eksternal yang menyebabkan runtuhnya
kerajaan Turki Usmani, yaitu:
1. Timbulnya gerakan nasionalisme dari bangsa-bangsa yang berada
di bawah kekuasaan Turki Usmani, sehingga banyak yang mulai
memerdekakan diri.
2. Terjadinya kemajuan teknologi di Barat, khususnya pada bidang
persenjataan. Sedangkan Turki Usmani sendiri mengalami stagnasi
ilmu pengetahuan sehingga ketika terjadi perang Turki selalu
mengalami kekalahan.
Perang Dunia I juga melengkapi proses kehancuran kerajaan
Turki Usmani. Pada Desember 1914 M, Turki Usmani melibatkan diri
dalam Perang Dunia I dan berpihak pada Jerman dan Austria. Bantuan
militer dan ekonomi dari Jerman, kekuaatan terhadap kekuatan Rusia,
serta keinginan untuk menyelamatkan kembali kendali Turki Usmani
menjadi alasan atas keterlibatan Turki Usmani pada peristiwa tersebut.
Pada tahun 1918 M, aliansi bangsa-bangsa Eropa berhasil
mengalahkan aliansi militer Jerman, Turki dan Austria. Memasuki
tahun 1920 M, Turki Usmani kehilangan seluruh provinsi yang berada
di Semenanjung Balkan, kemudian Mesir menjadi negara protektorat
Inggris dan bebas secara total dari kekuasaan kerajaan Turki Usmani.
4. Hukum dan Pendidikan
a. Hukum
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan
besar dalam lingkup sosial dan politik. Masyarakat digolongkan
berdasarkan agama dan kerajaan sendiri sangat terikat oleh syariat
sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ajaran-ajaran
tarekat pada akhirnya berkembang dan juga mengalami kemajuan
di kerajaan Turki Usmani. Para mufti yang berperan sebagai
pejabat tertinggi dalam urusan agama mempunyai wewenang
memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi
dalam masyarakat. Tanpa legitimasi mufti maka keputusan hukum
kerajaan tidak bisa berjalan.
b. Pendidikan
Di era Usmani, pendidikan sudah dimulai ketika anak-anak
menginjak usia lima tahun. Setiap anak mengenyam pendidikan
dan pengajaran dasarnya di sekolah yang disebut dengan sibyan
mektepleri atau sekolah dasar. Sekolah dasar ini merupakan
lanjutan dari sekolah yang dikenal dalam islam sebagai kuttab.
Pada periode klasik, sekolah dasar umumnya didirikan oleh
para elite, seperti pejabat atau sultan dan dibangun dalam kompleks
masjid. Kehadiran sekolah itupun akhirnya menyebar hingga ke
berbagai penjuru desa lantaran pembangunannya tidak butuh dana
yang terlalu besar. Anak laki-laki dan perempuan ditempatkan
pada ruangan yang berbeda dan setiap anak muslim memiliki hak
untuk bersekolah. Saat itu, tidak ada prosedur pendaftaran di
sekolah dasar. Sekolah dikelola dan dijalankan melalui lembaga
wakaf dan guru yang boleh mengajar adalah mereka yang telah
lulus dari madrasah.
Pada awalnya, yang diajarkan di sekolah dasar adalah
dasar-dasar ilmu keislaman. Mulai dari membaca Al-Qur’an,
menghafal surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an, dasar aritmatika,
hingga puisi Arab dan Persia. Pada periode ini belum jelas apakah
sudah ada kurikulum resmi atau belum. Yang jelas, sistem
pendidikan dasar di era Usmani mulai berubah ketika Sultan
Mahmud II berkuasa.
Sultan Mahmud II mengeluarkan maklumat tentang
pendidikan dasar. Sejak itu di sekolah dasar juga sudah mulai
dikenalkan seluk beluk kemiliteran. Sultan mewajibkan orang tua
untuk menyekolahkan anak-anaknya paling tidak sampai mereka
mengalami masa pubertas. Maklumat itu berlaku di Istanbul dan
akan ada sanksi bagi yang mengabaikannya.
Reformasi kembali dilakukan oleh Sultan Mahmud II.
Perubahan itu antara lain, yaitu mewajibkan kehadiran siswa di
kelas, dibuatnya sistem kelas, membuka sekolah asrama bagi anak-
anak yatim, dan mengawasi kualitas guru.
B. Kerajaan Safawi di Persia
1. Pembentukan
Kerajaan Safawi berdiri secara resmi di Persia pada 1501 M.
Namun kerajaan ini tidak berdiri sendiri.peristiwa tersebut berkaitan
dengan peristiwa peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang
hampir sama dengan usia kerajaan Safawi.
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar
Islam lainnya (kerajaan Turki Usmani dan Mughal). Kerajaan Safawi
menyatakan Syi'ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh
karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama
terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang
berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan (Badri Yatim, 2000:138).
Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi
Al-Din (1252-1334 M), salah satu keturunan Imam Syi'ah yang
keenam “Musa alKazim”. Nama Safawi terus dipertahankan sampai
Tarekat ini menjadi gerakan politik (Jaih Mubarok, 2004:132).
Gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M)
yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Sejak kecil ia sudah
menggemari amalan keagamaan dan kehidupan sufistik.“Pada usia 25
tahun ia belajar pada seorang sufi bernama Zahid alGilani, di Jailan
dekat laut Kaspia. Kurang lebih selama 25 tahun,kemudian beliau
diangkat menjadi menantu, setelah gurunya wafat ia mengantikan
kedudukan gurunya sebagai guru tarekat, tarekat inikemudian dikenal
Tarekat Safawi yang berpusat di Ardabil”. (KafrawiRidwan, 1994 :
17).
Sebelum menjadi kerajaan, Safawi mengalami dua fase
pertumbuhan, yaitu fase dimana Safawi bergerak di bidang keagamaan
(kultural) dan fase sebagai gerakan politik (struktural).
Pada tahun 1301-1447 M gerakan Safawi masih murni gerakan
keagamaan dengantarekat Safawiyah sebagai sarana yang bertujuan
memerangi orang-orang yang ingkar dan memerangi orang-orang ahli
bid'ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah
bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal
menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria
dan Anatolia. Di negeri-negeri di luar Ardabil, Safi al-Din
menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil
itu diberi gelar “khalifah” (Hamka, 1981:60).
2. Kemajuan Peradaban Islam
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di
bidang politik. Di bidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak
kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bidang Ekonomi
Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata
telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah
kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun di ubah menjadi
Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, maka salah satu jalur
dagang laut antara Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh
Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik Kerajaan
Safawi. (Yatim, 2000:144).kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di
sektor pertanian, terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent).
b. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang
berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh Karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi
tradisi keilmuan terus berlanjut.Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir
di majelis istana, yaitu Baha al-Din al-Syaerazi (generalis ilmu
pengetahuan), Sadar al-Din alSyaerazi lebih dikenal dengan Mulla
Shadra (Filosof), dan Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad (Filosof,
ahli sejarah, teolog), beliau pernah melakukan observasi tentang
kehidupan lebah. Dalam bidang ini, Kerajaan safawi dapat dikatakan
lebih berhasil dari dua kerajaan besar Islam, yaitu Turki Usmani dan
Mughal. (Mubarok, 2004:133)
c. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan,
ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota tersebut,
berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah seperti masjid-masjid,
rumah-rumah sakit, sekolah, istana raja, dan jembatan berdiri megah di
Isfahan. Pada masa pemerintahan Dinasti Safawi, di Isfahan terdapat 162
masjid. 48 akademi (sekolah), 1800 penginapan, dan 273 tempat
pemandian umum (hamam).
Dalam bidang seni, gaya arsitektur bangunan-bangunan dari era
Kerajaan Safawi sangat kentara, misalnya Masjid Shah (Masjid-I Shah),
Masjid Syaikh Lutf allah, dan Jembatan Khaju yang dibangun pada masa
Syah Abbas I. Seni lukis mulai dirintis pada masa Syah Tahmasp.
3. Kemunduran dan Kehancuran
Setelah Abbas I, Kerajaan Safawi mengalami kemunduran.
Sulaiman, Pengganti Abbas I, melakukan penindasan dan pemerasan
terhadap Ulama sunni dan memaksakan ajaran syiah kepada mereka.
Penindasan Semakin parah terjadi pada zaman sultan Husein, pengganti
Sulaiman. Penduduk Afghan (saat itu bagian Persia), dipaksa memeluk syiah
dan Diintimidasi. Penindasan ini melahirkan pemberontakan yang dipimpin
Oleh Mahmud Khan (Amir Kandahar), sehingga berhasil menguasai Herat,
Masyhad, dan kemudian merebut Isfahan (1772 M). Setelah itu, Kerajaan
Safawi diserang oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah Armenia dan
Beberapa wilayah Azerbaijan direbut Turki Usmani; sedangkan beberapa
Wilayah profinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran, dan Asterabad direbut
Oleh Rusia.
Setelah sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Usmani
dan Rusia, Nadir Syah (Dinasti Ashfariyah), karena mendapat dukungan dari
Suku Zand di Iran Barat, menundukkan Kerajaan Safawiyah. Nadir Syah
(bergelar Syah Iran) memadukan sunni-syiah, untuk mendapat dukungan
Dari Afghan dan Turki Usmani; dan ia mengusulkan agar mazhab fiqih Ja’far
(Syiah), dijadikan mazhab hukum yang kelima oleh ulama sunni. Kerajaan
Safawi pimpinan Nadir Syah, kemudian ditaklukan oleh Dinasti Qajar.
(Mubarok, 2004: 133).
Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi
adalah sebagai berikut:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani
Berdirinya Kerajaan Safawi yang bermazhab Syiah merupakan sebuah
Ancaman Bagi Kerajaan Usmani sehingga tidak pernah ada Perdamaian
antara kedua kerajaan besar ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin Kerajaan
Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran Kerajaan ini.
Kerajaan Sulaiman pecandu narkotik dan menyenangi Kehidupan malam
selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun Menempatkan diri menangani
pemerintahan, begitu pula dengan Syah Husein.
3. Pasukan Ghulam yang di bentuk Abbas I ternyata tidak memiliki
Semangat perjuangan yang tinggi seperti QizilBash. Hal ini diKarenakan
mereka tidak memiliki ketahanan mental kerena tidak diPersiapkan
secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani.kemorosotan aspek
kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya Terhadap lenyapnya ketahanan
dan pertahanan kerajaan Safawi.
4. Sering terjadinya konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan Di
kalangan keluarga Islam.
5. “Ulama mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun
Temurun, sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran Islam Syiah”.
(Ira M. Lapidus, 2000: 465).
4. Hukum dan Pendidikan
Pada periode Syah Abbas I merupakan puncak kejayaan Dinasti
safawi. Sejarah mencatatnya sebagai bangkitnya kembali kejayaan lama
Persia. Sikap Syah Abbas I terhapa pengembangan keilmuan dan pendidikan
dapat dilihat dari fisik material, keberhasilannya ditunjukkan dengan
dibangunnya 162 masjid dan 48 pusat pendidikan, versi lain menyebut 162
masjid dan 446 sekolah. ( Lapidus, 2003: 453).
Catatan lain menunjukkan bahwa jumlah sekolah/perguruan tersebut
sebagian didirikan atas inisiatif ( atau perintah ) para kerabat kerajaan.
Beberapa diantaranya adalah Dilaram Khanum ( nenek dari Syah Abbas II )
yang mendirikan madrasah “Nenek Kecil” ( small grandmother ) pada tahun
1645-1646 dan madrasah "Nenek Besar" ( Large grandmother ) pada tahun
1647-1648. Kedua madrasah ini diwakafkan sebagai dedikasinya pada dunia
pendidikan. Terdapat pula putrid Syah Safi yakni Maryam Begun yang
mendirikan madrasah pada tahun 1703-1704. Sahr Banu, adik perempuan
Syah Husain mendirikan madrasah bagi para pangeran pada tahun 1694-
1722.
Disamping didirikan oleh kerabat kerajaan, juga didirikan oleh para
hartawan Dinasti Safawi, dua diantaranya adalah Zinat Begum, isteri seorang
fisikawan Hakim al-Mulk Ardistani, mendirikan madrasah Nim Avard pada
tahun 1705-1706. Izzat al-Nisa Khanum, putri pedagang dari Qum Mizra
Khan juga isteri Mirza Muhammad Mandi yang mendirikan madrasah Mirza
Husain pada tahun 1687-1688. (Fauzan, 2005:139-140).
Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini khusus pada
bidang pemikiran Teosofi dan filsafat, bukan ilmu pengetahuan dalam
pengertian sains secara umum. Pemikiran teosofis dan filsuf tersebut lebih
ditujukan sebagai penyatuan antara sufisme Ghnostik dengan beberapa
kepercayaan Syi’i. Proses penyatuan tersebut berlangsung dalam rentang
abad 16 dan 17 tersebut. Hal itu dapat dipahami manakala Syah Ismail pada
mula pembentukan dinastinya, yang menjadikan teologi Syi'I sebagai teologi
Negara. Dengan demikian pembangunan pusat-pusat pendidikan yang
dilakukan tentu juga dalam tujuan yang sama, yakni pendidikan yang
diarahkan sebagai penguatan akidah dan desiminasi Syi’ah khususnya Syi’ah
dua belas. Ismail menyadari bahwa pengikut alirannya merupakan golongan
minoritas di lingkup wilayah daulah Islamiyah, Dia tidak segan-segan untuk
mendatangkan (mengimpor) para sarjana dan ulama yang akan berperan
sebagai guru/pendidik sekaligus propagandis dan penanam credo Syi’ah dua
belas. Mereka dari wilayah-wilayah Syi’ah dari bagian selatan Lebanon,
Ulama Syiah dari Syria, Bahrain, dan Arabia Utara. Untuk melengkapi
system pendidikan Syi’ah dua belas ini , maka buku-buku referensi sebagai
kurikulum sekolah juga dimpor dari berbagai daerah tersebut. Lengkaplah
system pendidikan.
Pada masa dinasti Safawi ini sebagai prototype system pendidikan
Syi’ah. (Fauzan, 2005: 141-142) Sultan terbesar, Abbas yang agung, naik
tahta dalam usia 17 tahun dan memerintah dari tahun 1558-1620 M. Sultan
Abbas memindahkan ibukota ke Isfahan yang dihiasi dengan istana-istana,
masjidmasjid, jembatan dan taman bunga. Pada zamannya berkembanglah
kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Diantara ilmuan yang terkenal adalah
Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad, seorang ahli filsafat dan ilmu
pasti. Sultan sendiri ikut dan terlibat dalam penelitian- penelitian ilmu ini.
Selain itu dikembangkan pula ilmu pengetahuan agama terutama ilmu fikih,
karena menurut anggapan kaum Syi'ah pintu ijtihad tidak pernah tertutup,
mujtahid tidak terputus selamanya. Diantara ulama yang ternama adalah
Bahau ad-Din , dan seorang filosof Shadr al-Din asy-Syirozi. Kota Qumm
dijadikan pusat kebudayaan dan penyelidikan mazhab syiah terbesar
(Sunanto, 2003: 257-258).
Pada priode Syah Abbas II kemerdekaan berpikir atau liberalitas
intelektual pernah memperoleh momentumnya. Liberalitas Abbas II
ditunjukkan saat memberlakukan “kebijakan toleransinya” yakni toleransi
bukan hanya antar sekte Syi’ah melainkan juga toleransi antar agama.
Seluruh perbedaan paham yang terdapat dalam masyarakatnya diletakkan
dibawah supremasi keadilan, yang sangat bersesuaian dengan salah satu
prinsip dasar dalam ajaran mazhab Syi’ah yakni prinsip al-adl. Pada masa
Abbas II ini, wanita memperolh kebebasan dalam berekpresi/ memainkan
perannya dalam segala bidang termasuk dunia pendidikan. Kesejajaran para
wanita pada masa ini seperti terlukiskan pada ilustrasi yang ada pada
manuskrip Shahnama ( yang digambarkan sebagai puisi terpanjang yang ada
sepanjang sejarah dunia kesusateraan). Dimana para wanita sengaja
dilukiskan secara terpisah dengan kaum lak-laki (biasanya dipisahkan oleh
gambar tenda). Pemisahan ini dapat ditafsirkan bahw apara wanita
didudukkan secara setara dan diberi ruang partisipasi dalam mengelola
aspek-aspek kehidupan secara sama. lingkungan sosial yang tergambarkan
dalam manuskrip tersebut oleh beberapa ahli dimaknai bahwa para wanita
masa Safawi memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh
pendidikan sains, keagamaan dan seni. (Fauzan, 2005: 143-144).
C. Kerajaan Mughal di India
1. Pembentukan
Kerajaan Mughal merupakan kerajaan islam yang berdiri
sekitar tahun 1526 – 1858 M di anak benua India dan beribukota di
Delhi. Kerajaan ini berdiri seperempat abad setelah kerajaan Safawi
berdiri di Iran (1501 M), sementara kerajaan Turki Usmani sudah dua
abad sebelumnya (1300 – 1918 M). Oleh karena itu, di antara tiga
kerajaan besar pada periode pertengahan ini, kerajaan Mughal
merupakan kerajaan yang paling muda. Kerajaan Mughal ini juga
bukan kerajaan islam pertama di anak benua India, karena pada masa
Khalifah al – Walid dari Dinasti Bani Umayyah sudah mulai
membentuk kekuasaan islam di wilayah India yang dipimpin oleh
Muhammad Ibn Qasim dan Qutaibah ibn Muslim serta dilakukan
penaklukan wilayah oleh 6.000 pasukan tentara Bani Umayyah.
Merekapun berhasil menaklukan India bagian barat, yaitu Pakistan,
Bukhara, Kandahar, Samarkhan, dan Sind (Nasution, 2013). Namun,
pada masa ini seluruh India belum dapat ditaklukan.
Kemudian dilanjutkan oleh dinasti Ghaznawi pada fase
desintegrasi dibawah pimpinan Sultan Mahmud Al–Ghaznawi dengan
tujuan mengembangkan kekuasaannya di India. Pada tahun 1020 M, ia
berhasil menaklukkan kerajaan Hindu di wilayah ini dan berhasil
menyebarkan islam di seluruh wilayah benua India karena tercatat
dalam sejarah bahwa ia pernah melakukan ekspansi ke India selama
tujuh kali berturut – turut serta menjalankan misinya yaitu
menghancurkan berhala – berhala yang ditemukannya sehingga ia
mendapat sebutan sebagai “Sang Penghancur Berhala”. Sepanjang
sejarah Islam, dia adalah orang pertama yang berhasil taklukan
wilayah India yang begitu luas dan meninggalkan jejak paling kuat di
India. Perlu diingat, bahwa ia tidak pernah melakukan pembunuhan
massal di setiap peperangan. Salah satu berhala yang pernah
dihancurkannya adalah Berhala Pagoda di Somuath, dimana itu
merupakan berhala terbesar dan terindah pada masa itu.
Kekuasaan dinasti Ghaznawi inipun akhirnya dijatuhkan oleh
pengikut – pengikut Ghaur Khan yang berasal dari salah satu suku
bangsa Turki. Setelah dinasti Ghaznawi hancur, muncullah dinasti –
dinasti kecil seperti dinasti Mamluk (1206 – 1290 M), Khalji (1296 –
1316 M), Tuglug (1320 – 1413 M), dan dinasti – dinasti lainnya.
Kemudian Babur datang pada awal abad XVI dan membentuk kerajaan
Mughal di India (Fu'ad, 2016).

Berikut adalah beberapa sultan yang memerintah kerajaan


Mughal di India, yaitu:
1) Zahiruddin Muhammad Babur
Nama lengkap dari seorang pendiri kerajaan Mughal ini
adalah Zahiruddin Muhammad Babur. Ia merupakan seorang
penguasa Ferghana (1482 – 1530 M), dimana ia mewarisi daerah
Ferghana dari ayahnya yang bernama Umar Mirzha (seorang
penguasa Ferghana) saat ia masih berumur 11 tahun. Ia juga
merupakan seorang penziarah dari Asia Tengah yang juga
merupakan cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol dan keturunan
Jengis Khan yang sudah masuk islam dan pernah memegang kuasa
di Asia Tengah pada abad ke 15. Kerajaan ini menjadi bagian dari
negara – negara adikuasa di dunia seperti kerajaan Turki Usmani
dan kerajaan Safawi karena mereka berhasil menguasai
perekonomian, politik serta militer dan mengembangkan
kebudayaan.
Babur memiliki ambisi untuk menguasai kota penting di
Asia Tengah yaitu Samarkand, tapi perjalanannya tidaklah mudah,
ia mengalami kekalahan oleh kekuatan Urbekistan. Melihat hal
tersebut, Raja Safawi, Ismail I (1500 – 1524 M) membantu Babur
dan pada akhirnya Samarkand berhasil ditaklukan olehnya pada
tahun 1494 M. pada tahun 1498 M, Ferghana berhasil direbut oleh
saudara dan sepupunya yaitu Ali dan Jehangir. Baburpun dengan
rela melepaskan kekuasaan itu dan segera meninggalkan tanah
airnya karena harapannya untuk menguasai Ferghana telah hilang.
Iapun mencoba pergi ke daratan sebelah selatan, Pegunungan
Hindukush. Kemudian pada tahun 1504 M, ia berhasil merebut
Kabul, ibu kota Afganistan dan Ghazni (Kusdiana, 2013).
Baburpun memperluas ekspansinya ke India sebelah Timur.
Pada masa itu, Ibrahim Lodi, penguasa India, di landa krisis
sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam khan,
paman Ibrahim dan Daulah Khan, Gubernur Lahore membangkang
terhadap pemerintahan Ibrahim Lodi (1524 M), kemudian meminta
Babur untuk merebut Delhi. Dari tiga kekuatan tersebut untuk
menyerang Ibrahim, ternyata tidak mendapatkan hasil
kemenangan. Dari hal tersebut, mereka berpikir bahwa Babur tidak
sungguh – sungguh dalam membantu mereka dan ingin melakukan
penyerangan kembali terhadap Babur. Akhirnya, Daulah Khan dan
Alam Khan pun kalah, Lahore berhasil ditaklukan pada tahun 1525
M. dari Lahore ia melanjutkan perjalanannya ke Selatan dan
berhasil menaklukan Panipat. Disinilah terjadi pertempuran hebat
antara Babur dan Ibrahim, dimana Ibrahim beserta pasukannya
yang lebih banyak dibandingkan pasukan Babur berhasil terbunuh
dalam pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai
pemenang dan menegakkan pemerintahannya di sana. Baburpun
menggantikan Ibrahim Lodi dan segera naik tahta. Dari situlah
berdirinya kerajaan Mughal di India.
Pada awal kekuasaannya, Babur masih mendapatkan
berbagai ancaman dan rintangan dari penguasa Hindu bernama
Rana Sangram yang lebih dikenal dengan Rana Sanga dari Rajput
yang didukung oleh para kepala suku India Tengah dan umat islam
yang belum tunduk pada pemimpin baru mereka karena mendengar
Proklamasi yang berhasil dikumandangkan pada tahun 1526 M.
Tantangan itupun berhasil dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret
1527 M di Khanus dekat Agra sehingga ia memperoleh
kemenangan dan Rajput jatuh dalam genggamannya (Zubaidah,
2016).
Seteah Rajput ditaklukkan, Baburpun beralih pandangan ke
Afganistan yang saat itu dipimpin oleh Mahmud Lodi, saudara
Ibrahim Lodi. Namun, lagi – lagi dengan mudahnya Babur
mematahkan kekuatan Mahmud pada tahun 1529 M, sehingga
Gogra dan Bihar juga jatuh dalam genggamannya. Tepat satu tahun
kemudian, tahun 1530 m Babur wafat dalam usia 48 tahun setelah
memerintah selama 30 tahun dengan meninggalkan kejayaan –
kejayaan yang cemerlang. Kekuasaannya pun jatuh ke tangan
anaknya yang bernama Humayun.

2) Sultan Humayun
Humayun merupakan putra sulung dari Babur yang akan
melanjutkan kedudukan ayahnya menjadi seorang pemimpin dari
kerajaan Mughal, dimana sepanjang masa kekuasaannya selama
Sembilan tahun (1530 – 1539 M), ia selalu mendapatkan tantangan
dan rintangan dalam melaksanakan pemerintahan sehingga
negaranya tidak pernah aman. Salah satu tantangan yang muncul
adalah pemberontakan dari penguasa Gujarat yang memisahkan
diri dari Delhi, Bahadur Syah yang pada akhirnya Gujarat dapat
dikuasai. Pada tahun 1540 M, terjadinya pertempuran dengan Sher
Khan di Kanauj, dimana pada masa ini Hamayun mengalami
kekalahan yang menjadikan ia melarikan diri ke Kandahar lalu ke
Persia. Di Persia, ia kembali menata tentaranya dan berhasil
menyerang serta mengalahkan musuh – musuhnya terutama Sher
Khan Shah atas bantuan raja Persia, Tahmasp, setelah hampir 15
tahun ia berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan
menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Namun,
setahun setelah itu (1556 M) ia meninggal dunia dikarenakan
terjatuh dari tangga perpustakaannya, Din Panah. Kemudian tahta
kerajaan Mughal dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Akbar.
2. Kemajuan Peradaban Islam
Puncak kemajuan pada kerajaan Mughal terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Akbar (1556 – 1605 M) dimana pada saat itu ia
berhasil menaklukkan raja – raja India yang juga masih ada pada
waktu itu. Dalam hal keagamaan, Akbar mempunyai pemikiran yang
ingin menyatukan semua agama menjadi satu bentuk agama baru yang
disebut dengan din ilahi (Zakariya, 2018). Akbar memerintah dengan
suatu system militeristik, dimana Sultan adalah penguasa diktator,
pemerintahan daerah dipegang oleh seorang kepala komandan,
sedangkan sub disktrik dipegang oleh komandan. Para pejabat bahkan
rakyat juga diharuskan mengikuti system politik ini sehingga semua
rakyat India dipandang sama dan tidak ada perbedaan etnis serta
agama. Tiga raja pengganti setelah Akbar juga turut memajukan
kerajaan Mughal yaitu Jehangir (1605 – 1628 M), Syah Jehan (1628 –
1658 M), dan Aurangzeb (1658 – 1707 M).
3. Kemunduran dan Kehancuran
Kerajaan Mughal mulai mengalami fase kemunduran dan
kehancuran sejak awal abas ke-18 Masehi, tepatnya setelah kerajaan
ini dipegang oleh sultan – sultan pasca pemerintahan Sultan
Aurangzeb. Kemunduran dan kehancuran inipun terjadi karena adanya
beberapa pemberontakan terhadap ketetapan yang ingin diterapkan
olehnya berupa pemikiran puritanisme dimana ia berusaha menjadikan
Islam sebagai “State Single Force” dan menerapkan hal – hal yang
lebih detail dalam agama islam sperti tidak boleh memutar musik di
istana, merayakan ulang tahun raja dan memusnahkan minuman
anggur. Dikarenakan hal tersebut, banyak rakyat yang tidak setuju
dengan kebijakannya. Dan yang lebih menyebabkan pemberontakan
terhadap kebijakannya itu adalah diwajibkannya membayar pajak bagi
orang – orang Hindu karena tidak diperbolehkannya menjalani ibadah
dengan agama mereka sehingga tempat – tempat peribadatan mereka
juga dimusnahkan.
Adapun beberapa factor yang menyebabkan kemunduran dan
kehancuran kerajaaan Mughal di antaranya yaitu:
1) Faktor Internal
a. Tidak adanya kejelasan lajur seleksi
Sepeninggalnya Aurangzeb, terjadinya perebutan
kekuasaan oleh tiga anaknya yang merasa mempunyai
wewenang dan kemampuan menjadi raja. Akibatnya perebutan
itu menyebabkan adanya kekerasan antar saudara sehingga
tidak ada lagi kejelasan dalam struktur pemerintahan.
b. Lemahnya para pewaris tahta kerajaan
Orang – orang yang berkuasa setelah masa
pemerintahan Sultan Aurangzeb merupakan orang – orang
yang lemah dalam kepemimpinan dan kepemerintahan
sehingga kerajaan hanya dapat di pegang dalam waktu yang
relatif singkat.
c. Pola kehidupan mewah dan boros
Para penguasa yang banyak memiliki pola hidup yang
mewah dan boros sehingga banyak membebani anggaran
belanja negara yang kemudian menyebabkan adanya kenaikan
pajak, baik terhadap petani maupun masyarakat kota.
d. Terjadinya stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer
Karena adanya perpecahan antar saudara
mengakibatkan banyaknya prajurit yang terbunuh dalam
peperangan itu, sehingga kondisi politik negara menjadi tidak
menentu. Kemerosotan kekuatan militer ini menyebabkan
operasi militer Inggris baik dari laut maupun darat tidak lagi
dapat segera dipantau dengan baik.
e. Disingkirkannya Bahadur Syah II
Bahadur Syah II merupakan raja Mughal terakhir dari
singgasananya di Delhi yang kemudian dikuasai oleh Inggris
pada tahun 1858 M. setelah itu Inggris melakukan kolonialisasi
di daerah tersebut.
2) Faktor Eksternal
Adanya serangan-serangan dari luar seperti yang dilakukan
oleh Nadir Syah pada tahun 1739 M karena menganggap kerajaan
Mughal telah banyak sekali memberikan bantuan kepada
pemberontak Afghan di daerah Persia serta datangnya kekuatan
Inggris dengan perusahaan dagangnya yaitu IEC.
4. Hukum dan Pendidikan
Pada masa Kerajaan Mughal, Pendidikan merupakan salah satu
aspek yang mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah.
Pihak kerajaan mendorong untuk menjadikan masjid selain tempat
ibadah melainkan juga dapat sebagai tempat menyalurkan ilmu agama
bagi masyarakat.Terdapat para ulama di masjid yang akan memberikan
pengajaran berbagai cabang ilmu agama. Bahkan, di masjid juga
tersedia ruangan khusus untuk para pelajar yang ingin tinggal selama
menimba ilmu. Tempat pembelajaran yang dipimpin oleh ulama atau
wali merupakan sebuah Khanqah atau pesantren yang mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan umum seperti matematika, logika, filsafat,
tafsir Qur’an, hadist, fiqih,, sejarah, dan geografi. Bahasa Persia
biasannya digunakan sebagai Bahasa pengantar dalam pengajaran
agama islam.
Terdapat dua fase dalam kegiatan Pendidikan di kerajaan
Mughal yaitu fase klasik dan fase modern. Pada fase klasik,
perkembangan Pendidikan jauh lebih kompleks, terutama di bidang
intelektual, baik ilmu keagamaan, politik, peradaban dan kebudayaan
seperti bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Pada fase modern ini,
ilmu keagamaan umat islam hanya melakukan taklid kepada imam –
imam besar yang juga lahir pada masa klasik islam. Sehingga kegiatan
ijtihad mutlak tidak lagi terlihat, maksudnya hasil pemikiran yang
bebas mandiri dan jikalau ada mujtahid maka, ijtihadnya berada dalam
biasa batas mazhab tertentu (ijtihad fil al mazhab) (Aniroh, 2021).
Diantara banyaknya ilmu yang menonjol pada zaman klasik
Mughal yaitu ilmu hadist, ilmu Al-Qur’an, tasawuf, ilmu filsafat, ilmu
pasti/ilmu binatang, al-thib, ilmu tabi’yat (ilmu hewan, ilmu alam),
ilmu kemiliteran (peperangan), ilmu berburu dan kecakapan berkuda,
serta ilmu politik dan kenegaraan.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

Al-Azizi, A. (2017). Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Noktah.


Aniroh. (2021). PENDIDIKAN ISLAM MASA PERTENGAHAN (Studi Historis
Pendidikan di Kerajaan Usmani, Kerajaan Safawi dan Kerajaan Mughal).
At-Thariq: Jurnal Studi Islam dan Budaya, 26-27.
Fu'ad, A. Z. (2016). Sejarah Peradaban Islam : Paradigma Teks, Reflektif, dan
Filosofis. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Kusdiana, A. (2013). Sejarah dan Kebudayaan Islam : Periode Pertengahan.
Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Megawati, B. (2020). KERAJAAN TURKI USMANI. TARBIYAH bil QALAM
Jurnal Pendidikan, Agama dan Sain, 4(1).
Nasution, D. (2013). Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru - Riau: Yayasan
Pusaka Riau.
Siddiq, A. A. (2017). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Lembaga Studi Islam
dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Universitas Islam Bandung.
Zakariya, D. M. (2018). Sejarah Peradaban Islam (Prakenabian hingga Islam di
Indonesia). Malang: CV. Intrans Publishing.
Zubaidah, D. (2016). Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing.

Anda mungkin juga menyukai