Anda di halaman 1dari 32

1

TIGA KERAJAAN BESAR

MAKALAH

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Disusun Oleh:

Firda Ayu (11470100)

Kartika Sukmawati (11470100)

Susan Kamelia (1147010066)

Jurusan Matematika

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2017
KATA PENGANTAR

Dengan ucapan puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
segala kesempatan dan kemudahan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
walaupun masih banyak kekurangan dari berbagai segi. Shalawat dan salam
kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang telah merubah budaya adat
dan tingkah laku yang konservatif dan tercela kedunia yang penuh norma toleran,
mulia dan modern.

Berikut ini, penulis menngucapkan penghormatan kepada dosen pengasuh dalam


program studi Sejarah Peradaban Islam , yaitu bapak Dr. H. Aep Saepuloh.,
S.Ag, M.Si yang akan membibing dalam proses belajar. Dalam makalah ini
penulis akan membahas tentang Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Tiga
Kerajaan Basar (Usmaniah, Safawiyah, dan Mughal).

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik
dari segi penulisan maupun kutipan, untuk itu segala kritikan dan saran yang
bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Wassalam,

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISIii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KERAJAAN USMANIAH

2.1.1 Asal-Usul dan Pembentukan

2.1.2 Perkembangan

2.1.3 Kemajuan

2.1.4 Kemunduran dan Kehancuran

2.2 KERAJAAN SAFAWIYAH

2.2.1 Pendirian

2.2.2 Kondisi Poitik dan Sosial Kerajaan Safawi

2.2.3 Kondisi Keagamaan

2.2.4 Kondisi Ekonomi

i
2.2.5 Kondisi Bidang Ilmu Pengetahuan

2.2.6 Kemajuan

2.2.7 Kemunduran dan Kehancuran

2.3 KERAJAAN MUGHAL

2.3.1 Asal Usul Kerajaan Mughal

2.3.2 Raja Kerajaan Mughal

2.3.3 Kejayaan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan

2.3.4 Kemunduran dan Kehancuran

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Islam pada zaman tiga kerajaan merupakan islam periode pertengahan, fase tiga
kerajaan ini berlangsung selama 625 tahun ( 1299-1924). Tiga kerajaan yang
dimaksud adalah Keajaan Usmani di Turki ( 1290- 1924), Kerajaan Safawi di
Persia (1501-1736), dan Kerajaan Mughal di India (1526- 1858). Setelah Dinasti
Abbassiyah di Bagdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik
Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-
cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling
memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang
hancur akibat serangan bangsa Mongol yang terus berekpansi terhadap kekuasaan
Islam.

Keadaan politik ummat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan


kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajan besar tersebut. Akan
tetapi, kemajuan tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan
internal dan serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan
kekuatan lain : Kerajaan Usmani digantikan oleh republic Turki (1924), Safawi di
Persia digantikan oleh Dinasti Qajar (1925), dan Kerajaan Mughal digantikan oleh
penjajah Inggris (1875- 1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk
memajukan ummat islam tidak berhasil dan ummat islam mengalami fase

i
kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai
tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan merumuskan dasar masalah
sebagai berikut:

a. Bagaimana sejarah peradaban Islam pada masa kerajaan Usmaniah,


Safawiyah, Mughal.
b. Bagaimana proses kepemimpinan pada masa kerajaan Usmaniah,
Safawiyah, dan Mughal.
c. Bagaimana fase kemunduran dan kehancuran yang di alami oleh kerajaan
Usmaniah, Safawiyah, dan Mughal.

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ininadalah:

a. Untuk mengetahui proses kepemimpinan pada masa kerajaan Usmaniah,


Safawiyah, dan Mughal.
b. Untuk mengetahui apakah pada masa itu mempunyai hasil dalam
memimpin ummat islam baik pada masa kerajaan Usmaniah, Safawiyah
maupun kerajaan Mughal.

i
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KERAJAAN USMANIAH

2.1.1 Asal-Usul dan Pembentukan


Bangsa Turki Usmani berasal dari keluarga Qabey atau dengan nama lain Kayi,
salah satu klan dari federasi suku al-Ghaz Turki atau suku Qayigh Oghuz, yang
mendiami daerah Turkistan di masa kekuasaan Raja Bighu. Karena wilayah
mereka bertetangga dengan Dinasti Samani dan Dinasti Ghaznawi, lambat-laun
keturunan Turki ini memeluk Islam. Bangsa Turki merupakan bangsa petualang
yang gemar mengembara (Nomad). Ketika singgah di Khurasan, mereka menetap
dan minta perlindungan kepada raja khawarizmi, Jalaluddin Mangubirti. Ketika
tentara Mongol menyerang dan menghancurkan Dinasti Khawarizmi, bangsa
Turki di bawah pimpinan Sulaiman menyingkir dan mengembara menuju Asia
dalam. Di tengah perjalanan, Sulaiman meninggal dunia karena hanyut akibat
banjir bandang di sungai Eufrat, dekat Aleppo pada tahun 1228 M.

Rombongan Bangsa Turki akhirnya terpecah dua, sebagian kembali ke Khurasan


dan sebagian lagi sekitar 400 keluarga di bawah pimpinan Erthogrol, putra ketiga
Usman, melanjutkan perjalanan menuju Asia Kecil dan bergabung dengan raja
Salajikah, Alauddin II, menghadapi peperangan melawan kerajaan Bizantium
untuk merebut wilayah perbatasan Syria-Asia Kecil. Peperangan ini dimenangkan
pihak Salajiqah dan Erthogrol diberi hadiah Sogud yaitu wilayah di perbatasan
Bizantium hasil jarahan ini serta memberikan wewenang untuk mengadakan

i
ekspansi. Kemudian Erthogrol membangun daerah tersebut dengan Syukut atau
Sukut sebagai ibukotanya. Sepeninggal Erthogrol tahun 1289 M, atas persetujuan
Sultan Alaudin II, kedudukan Erthogrol digantikan oleh putranya, Utsman, yang
memerintah Turki Utsmani antara tahun 1290-1326 M.

Serangan Mongol terhadap Seljuk pada tahun 1300 M menyebabkan Sultan


Alaudin II dinasti ini terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan Kecil. Dalam
kondisi kehancuran Seljuk inilah, Utsman mengklaim kemerdekaan secara penuh
atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamasikan berdirinya kerajaan
Turki Utsmani. Ibu kotanya dipindahkan dari Syukut atau Sukut ke Qurah Hishar
atau Karajahishar. Kekuatan militer Utsman menjadi benteng pertahanan sultan
dinasti-dinasti kecil dari ancaman bahaya serangan Mongol. Secara tidak
langsung, mereka mengakui Utsman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar
Padiansyah Ali Utsman. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia Kecil dan daerah
Trace (1354 M), selat Dardaneles (1361 M), Casablanca (1389 M), menaklukkan
kerajaan Romawi (1453 M) dan dinasti Mamalik (1517 M).

2.1.2 Perkembangan
Turki Usmani yang didirikan Usman Ibn Erthogrol ini selanjutnya diperintah oleh
36 sultan keturunannya. Empat sultan diantaranya paling terkenal dalam
penjarahan ke berbagai daerah yaitu Muhammad II (1451-1481 M), Salim I
(1512-1520 M), dan Sulaiman II (1520-1566 M). Oleh karena itu, masa
pemerintahan Usman I sampai Sulaiman I dikenal sebagai masa penaklukan dan
perluasan daerah kekuasaan.

Pemerintahan yang dijalankan Turki Usmani menurut Hitti dan Lapidus bercorak
militer. Sementara itu, Hodgson menyebutnya dengan aliansi antara syariah dan
militer. Ketika Sultan Salim I berhasil menaklukan Mesir tahun 1517 M dari
tangan pemerintahan Mamluk, khalifah Abbasiyah terakhir yang bernama
Mutawakkil menyerahkan jabatan khalifah kepadanya. Sejak saat itu, Turki
Usmani di samping sebagai sebuah kesultanan sekaligus juga kekhalifahan yang
membawa aspek syariah. Sultan Salim I dan sultan-sultan sesudahnya memegang

i
jabatan rangkap yakni sebagai Sultan dan Khalifah. Jabatan rangkap tersebut
mereka sandang hingga Kemal Attaturk menghapuskannya pada tahun 1924 M.

2.1.3 Kemajuan

2.1.3.1 Bidang Militer dan Perluasan Wilayah


Setelah perang dengan Bizantium, khalifah Orkhan mendirikan sebuah kesatuan
militer bernama Jenissari atau Inleisariyah (Arab) sebagai pusat pendidikan dan
pelatihan militer. Kebijakan kemiliteran ini dikembangkan pengganti Orkhan,
yaitu Murad dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang Yeniseri.
Kekuatan militer Jenissari ini berhasil mengubah negara Utsmani yang baru lahir
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan sangat besar
bagi penaklukan negeri-negeri non-Muslim.

Pada tahun 1365, Andriannopel ditaklukkan kemudian kota Macedonia, Bulgaria


dan Serbia. Dari antara 37 penguasa yang memimpin Turki Utsmani, Sultan
Muhammad II pantas untuk menyandang gelar al-Fatih (sang penakluk) atas
keberhasilannya menaklukkan kekuatan terakhir imperium Romawi Timur yang
berpusat di kota Konstantinopel pada tahun 1453. Pertahanan istana hancur dan
sang kaisar terbunuh bersama sejumlah pasukannya. Muhammad al-Fatih
kemudian melanjutkan penaklukkan ke semenanjung Maura, Serbia, Albania
sampai ke perbatasan Bundukia.

2.1.3.2 Bidang Pemerintahan


Bentuk kerajaan Turki Utsmani didasarkan kepada sistem feodal yang ditiru
langsung dari kerajaan Bizantium. Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah
penguasa tertinggi dalam bidang agama, politik, pemerintahan bahkan masalah-
masalah perekonomian. Pelantikan sultan mengikuti sistem feodal. Pada mulanya
sultan-sultan ini terdiri dari amir-amir yang menjadi tuan tanah pada masa
kerajaan Seljuk yang berpusat di Konya. Orkhan adalah salah seorang dari amir-
amir itu yang kemudian memproklamasikan dirinya sebagai seorang sultan.
Setelah itu, Bayazid I juga bergelar dengan Sultan ar-Rum, pemimpin negara
Islam. Murad II misalnya telah menggunakan gelar Sultan al-Barrain wal

i
Bahrain (sultan di dua benua dan lautan). Murad I menggelari dirinya dengan
Khalifah Allah di Bumi setelah berhasil menaklukkan Andrianopel.

Orang kedua yang berkuasa adalah wazir besar. Ia adalah ketua badan penasihat
kesultanan yang membawahi semua wazir dan amir. Sebagai simbol
kekuasaannya, ia diangkat sebagai wakil sultan. Di samping itu, di setiap daerah
ada seorang qadi, pimpinan agama yang mempunyai kekuasaan untuk
menjalankan hukum pidana dan perdata menurut syariat Islam berdasarkan
Alquran dan al-Hadis. Sejak masa pemerintahan Salim I dibentuk pula Majelis
Syeikhul Islam (Mufti) yang berkedudukan di Istambul. Tugas utamanya adalah
memberikan fatwa dalam semua permasalahan agama, termasuk keputusan perang
terhadap sesama muslim. Misalnya, Mufti Sultan Salim I membenarkan
peperangan menentang orang Islam Mesir. Mufti juga diberi hak untuk melantik
pegawai-pegawai istana di ibu kota Istambul.

2.1.3.3 Bidang Agama dan Budaya


Kehidupan keagamaan merupakan nbagian dari sistem sosial dan politik Turki
Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan
masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti keputusan
hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini kehidupan tarekat
berkembang pesat. Al-Bektasi dan Al-Maulawi merupakan dua ajaran tarekat yang
paling besar. Al-Bektasi merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap
tentara Yeniseri, sedangkan Al-Maulawi berpengaruh besar di kalangan penguasa
sebagai imbangan dari kelompok Yeniseri Bektasi.

2.1.3.4 Bidang Intelektual


Kemajuan bidang intelektual Turki Utsmani tampaknya tidak lebih menonjol
dibandingkan bidang politik dan kemiliteran. Aspek-aspek intelektual yang
dicapai adalah:

a. Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa ini, yaitu: 1) Berita
harian Takvini Veka (1831) dan 2) Jurnal Tasviri Efkyar (1862) dan
Terjumani Ahval (1860).

i
b. Pendidikan, terjadi transformasi pendidikan dengan mendirikan sekolah-
sekolah (madrasah) dasar, menengah (1861) dan perguruan tinggi (1869)
fakultas kedokteran dan fakultas hukum serta mengirimkan para pelajar
yang berprestasi ke Prancis untuk melanjutkan studinya yang sebelumnya
tidak pernah terjadi. Ulama dan karyanya yang dihasilkan pada masa Turki
Usmani: 1). Mustafa Ali (1541-1599 M), ahli sejarah, karyanya antara lain
Kunh al-Akhbar, tentang sejarah dunia sejak Adam As sampai Yesus,
sejarah Islam awal hingga Turki Usmani; 2). Evliya Chelebi (1614-1682
M), ahli ilmu sosial, karyanya antara lain Seyabat Name (Buku Pedoman
Perjalanan), tentang masyarakat dab ekonomi Turki Usmani; 3). Arifi (w.
1561 M), sejawan istana, karyanya antara lain Shah-name-I-Al-I Osman,
cerita tentang keluarga raja-raja Usmani.
c. Sastra dan Bahasa, munculnya sastrawan-sastrawan dengan hasil karyanya
setelah menamatkan studi di luar negeri seperti Ibrahim Shinasi pendiri
surat kabar Tasviri Etkyar. Di antara karya yang dihasilkannya adalah The
Poets Wedding (komedi). Salah seorang pengikutnya adalah Namik Kemal
dengan karyanya Fatherland atau Silistria. Di samping itu, terdapat
Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales dan Mehmed Taufiq dengan
Year in Istanebul.

2.1.4 Kemunduran dan Kehancuran


Setelah pemerintahan Sulaiman I, Dinasti Turki Usmani mengalami masa
kemunduran disebabkan karena dinasti ini hanya memperkuat benteng pertahanan
dari serangan-serangan Barat. Kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) telah
dianggap oleh ahli sejarah sebagai titik permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan
berakhirnya zaman keemasannya. Hal ini ditandai dengan lemahnya semangat
perjuangan prajurit Utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam
pertempuran menghadapi musuh-musuhnya.

Pada tahun 1663, tentara Utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan


Hongaria, tahun 1676 Turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria dan
dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 yang berisi

i
pernyataan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia
kepada penguasa Uenetia dan tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid,
terpaksa menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan
kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di Laut
Hitam serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi selat antara Laut
Hitam dengan laut Putih.

Pada tahun 1772 Mamalik berhasil menguasai Mesir kembali, Syiria dan Lebanon
memberontak dipimpin oleh Druz dan Fahruddin. Di Arabia, timbul gerakan
pemurnian Muhammad bin Abdul Wahab bergabung dengan kekuatan Ibnu Saud
yang berhasil memperluas wilayah kekuasaan di sekitar Jazirah Arab. Pada perang
dunia I tahun 1918, Turki bergabung dengan Jerman dan mengalami kekalahan
sehingga harus menyerahkan semua wilayahnya kepada pemenang perang. Yunani
hendak menjajah, namun Mustafa Kemal Attaturk berhasil mengusirnya dan
membentuk Negara Republik Turki (1924) serta menghapus kekhilafahan
Islamiyah Turki Utsmani.

Faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani mengalami kemunduran


dan akhirnya mengalami kehancuran yaitu:

a. Faktor Internal
Luasnya wilayah kekuasaan.
Heterogenitas penduduk.
Kelemahan para penguasa.
Budaya pungli.
Pemberontakan tentara Jenniseri.
Merosotnya ekonomi.
Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
b. Faktor-faktor Eksternal
Timbul gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk pada
kerajaan Turki selama berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti
tersebut. Kekuasaan Turki atas mereka bermula dari penaklukan dan
penyerbuan. Meskipun Turki telah berbuat sebaik mungkin kepada
pihak yang dikuasai, mereka beranggapan bahwa Turki adalah orang

i
asing yang menaklukkan mereka. Ketika Turki melemah, mereka
bangkit untuk melepaskan diri dari cengkraman kerajaan tersebut.
Terjadinya kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam bidang
persenjataan. Sementara itu, di Turki terjadi stagnasi ilmu pengetahuan
sehingga ketika terjadi kontak senjata antara kekuasaan Turki dengan
kekuatan dari Eropa, Turki selalu menderita kekalahan karena masih
menggunakan senjata tradisional sedangkan Eropa telah menggunakan
senjata modern.

2.2 KERAJAAN SAFAWIYAH

2.2.1 Pendirian
Safi al-Din (pendiri tarekat Safawiah), menurut satu riwayat adalah keturunan
Musa al-Khazim, imam ketujuh Syiah Itsna Asyariah. Tarekat ini mengubah
gerakan keagamaan menjadi gerakan politik. Gerakan politik yang pertama
dilakukan oleh Ismail Ibn Haidar (1501 M) dengan menaklukan Anatolia (ketika
itu berada di bawah kekuasaan Qara Qayunlu dan Aq-Qayanlu dari Turki). Ismail
Ibn Haidar (Ismail) adalah khalifah pertama dinasti Safawi dan menjadikan
Syiah sebagai madzhab resmi Negara. (Ratu Suntiah dan Maslani, 2017: 132)

Persaingan antara Safawi dengan Turki Usmani ditandai dengan perang


berkepanjangan. Perang berlangsung selama kepemimpinan Ismail I (1501-1524
M), Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), dan Muhammad
Khudabanda (1577-1587 M). Akhirnya, Abbas I (1588-1628 M) melakukan
perjanjian dengan Turki Usmani. Dengan perjanjian itu, Abbas I harus
menyerahkan Azerbajian, Georgia, dan sebagian Khuziztan kepada Turki Usmani;
dan kepemimpinan Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama
dalam khutbah Jumat. Masa pemerintahan Abbas I merupakan zaman keemasan
dinasti Safawi. (Ratu Suntiah dan Maslani, 2017: 132)

2.2.2 Kondisi Poitik dan Sosial Kerajaan Safawi


Keadaan politik pada masa Safawi mulai bangkit kembali setelah Abbas naik tahta
dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi Negara dengan cara yan lebih

i
baik. Kondisi memprihatinkan Kerajaan Safawi bias diatasi setelah Raja Safawi
kelima, Abbas I naik tahta, ia memerintah dari tahun 1587-1629 M. Langkah-
langkah yang ditempuh abbas I dalam rangka memulihkan politik Kerjaan Safawi
adalah:

a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan


pengontrolan dari pusat;
b. Pemindahan ibukota ke Isfahan, (Marshal G.S Hodson, t.th.: 40);
c. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas Kerajaan
safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas
budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia,
dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I;
d. Mengadakan perjanjian damai dengann Turki Utsmani;
e. Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jumat (Yatim,
1997: 142).

Reformasi politik yang dilakukan oleh Abbas I tersebut berhasil membuat


Kerajaan Safawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan
perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang.
(Yatim, 1997: 142)

Selanjutnya, perlu diketahui bahwa Kerajaan Safawi dan Turki Utsmani sebelum
abad ke-17 sudah saling bermusuhan dan Safawi mengalami banyak kekalahan,
namun setelah Abbas I naik tahta Kerajaan Safawi dalam merebut wilayah
kekuasaan Turki Utsmani banyak mengalami kemenangan. Menurut Badri Yatim,
rasa permusuhan antara dua kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak pernah
padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah
Kerajaan Sultan Muhammad III. Pasukan Abbas I menyerang dan berhasil
menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan Nakh Chivan, Erivan, Ganja,
dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-2906 M. selanjutnya, pada tahun 1622 M,
pasukan Abbas I berhasil merebut Kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan
Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas (Yatim, 1997:143)

i
Pada tahun 1902 M, pecahlah perang Turki dengan Austria dan tentara Turki yng
lain terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum terekat Jalaliah
(Maulawiyah) di Asia Kecil. Kesempatan ini diambil oleh Syekh Abbas dan
berhasil merebut kembali Tibriz dari tangan Turki. Setelah itu, dirampas juga
Sirwan dan akhirnya diambilnya Baghdad kembali yang sudah berkali-kali jatuh
ke tangan Turki (Hamka, 1981: 69).

Kemudian, ia sanggup menaklukan negeri Kauskasus dan diperkuatnya batas-


batas kekuasaan sampai ke Balakh dan Merv. Pada bulan Maret 1622 M. Ia dapat
pula merampas pulau Hurmuz yang telah sekian lama menjadi pangkalan
kekuatan bangsa Portugis (Hamka, 1981: 69). Sesudah Syah Abbas I, tidak ada
lagi Raja Safawi yang kuat dan akhirnya kerajaan ini dapat dijatuhkan oleh Nadhir
Syah (Nasution, 1985: 85).

2.2.3 Kondisi Keagamaan


Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khalifah-khalifah
sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syiah menjadi agama Negara,
tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, terhadap politik
keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang amat besar.
Paham Syiah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas
mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani
diperbolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluasa sebab sudah
banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan
(Hamka, 1981: 70).

2.2.4 Kondisi Ekonomi


Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu
perkembangan perekonomian Safawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai
dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya
Bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa
diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik
Kerajaan Safawi (Yatim, 1997: 144).

i
Di samping sector perdagangan, Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di
sector pertanian terutama di daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Namun,
setelah Abbas I mangkat perekenomian, Safawi lambat laun mengalami
kemunduran dan puncak kemundurannya terjad pada masa kekuasaan Syafi
Mirza. Pada masa itu, rakyat cenderung masa bodoh karena mereka sudah banyak
memperoleh penindasan dari Syafi Mirza, tetapi saudagar-saudagar bangsa asing
banyak berdiam di Iran dan mengendalikan kegiatan ekonomi (Hamka, 1981: 72).

2.2.5 Kondisi Bidang Ilmu Pengetahuan


Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban
dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi, khususnya ketika Abbas I
berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang.

Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Safawi tidak lepas dari suatu
doktrin mendasar bahwa kaum Syiah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad
selamanyaa terbuka. Kaum Syiah tidak seperti kaum Sunni yang mengatakan
bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum Syiah tetap
berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya (Hamka, 1987: 70)

Ilmuan yang melestarikan pemikiran-pemikiran Aristosteles, Al-Farabi, dan


Suhrowardi pada sekitar abad ke-17 di Kerajaan Safawi adalah Mullah Sadr dan
Mir Damad. Dalam keterangan lain disebutkan, ada beberapa ilmuan yang selalu
hadir di majelis istana, yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, filosof dan Muhammad
Bagir Ibn Muhammad Damad, filosof ahli sejarah, teolog, dan ia adalah seorang
yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Kota Isfahan juga
diperindah dengan taman-taman yang ditata secara baik dan ketika Abbas wafat,
beliau meninggalkan 162 masjid, 48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273
pemandian yang ada di Isfahan (Marshal G.S. Hodson, t.th.: 40).

Di bidang seni, kemajuan tampak begitu jelas gaya arsitektur angunannya, seperti
terlihat pada Masjid Syah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya
terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karpet, permadani, pakaian,

i
tenunan, mode, embikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak
zaman Tamasp I, Raja Ismail pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis
Timus ke Tabriz, pelukis itu bernama Bizhard. Menurut Hamka (1987: 70) pada
zaman Abbas I berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan pikiran
mengenai seni lukis, pahat, syair, dan sebagainya. Di antara pujangga yang
gemerlapan bintangnya, ialah Muhammad Bagir ibn Muhammad DAmad, ahli
filsafat dan ilmu pasti. Abbas sendiri asyik dengan ilmu tersebut, bahkan tidak
segan Abbas mengadakan penyelidikan sendiri. Beliau tidak lengah
menggerakkan kemajuan pengetahuan-pengetahuan khusus mengenai agama,
terutama ilmu fiqh. Di anatara ulama besar yang sangat ternama pada waktu itu
ialah Bahrudin Al-Amili, selain seorang ahli agama beliau pun ahli kebudayaan
yang mengetahui soal-soal dari beberapa segi. Pada waktu itu, hidup juga filosof
Shadaruddin Asyaerozi, ahli filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruhi
timbulnya paham bahai yang sekarang mengakui diri merreka agama baru.
Demikian puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi pada masa Abbas
I abad ke-17 dan setelah Abbas I wafat, kondisi ilmu pengetahuan dan seni
mengalami banyak kemunduran.

2.2.6 Kemajuan
Menurut Marshal G.S. Hodgson yang dikutip Jaih Mubarok (2004: 133), pada
zaman Khudabanda (1666), Isfahan memiliki 162 masjid, 48 perguruan, 162
caravansaries (?), dan 273 tempat pemandian umum yang hampir seluruhnya
dibangun oleh Abbas I dan penggantinya, Abbas II. Pada tahun 1501 M, sekolah
seni lukis Timuriah dipindahkan dari Herat ke Tibriz. Di sekolah ini diterbitkan
buku Syah Nameh (buku tentang raja-raja) yang memuat lebih dari 250 lukisan.
Ulama yang muncul pada zaman Safawi di Persia adalah:

a. Baha al-Din al-Amili (generalis ilmu pengetahuan).


b. Sadr al-Din al-Syirazi (filosof), dikenal dengan Mulla Shadra (w. 1641 M).
92
c. Muhamad Bagir Ibn Muhammad Damad (filosof, ahli sejarah, dan teolog).
Beliau pernah melakukan penelitian (observasi) tentang kehidupan lebah.
Ia wafat pada tahun 1631 M (Ratu Suntiah dan Maslani, 2017: 133).

i
2.2.7 Kemunduran dan Kehancuran
Setelah Abbas I, dinasti Safawi mengalami kemunduran. Sulaiman, pengganti
Abbas I, melakukan penindasan dan pemerasan terhadap ulama Suni dan
memaksakan ajaran Syiah kepada mereka. Pindasan semakin parah terjadi pada
zaman sultan Husein, pengganti sulaiman. Penduduk Afgan (saat itu bagian dari
Iran) dipaksa untuk memeluk Syiah dan ditindas. Penindasan ini melahirkan
pemberontakan yang dipimpin oleh Mahmud Khan (Amir Kandahhar) sehingga
berhasil menguasai Herat, Masyhad, dan kemudian merebut Isfahan (1772 M).
Setelah itu, Safawi diserang oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah Armenia dan
beberapa wilayah Azerbaijan direbut oleh Turki Usmani; sedangkan beberapa
wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran, dan Asterabad direbut oleh
Rusia (Ratu Suntiah dan Maslani, 2017: 133).

Setelah sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Usmani dan Rusia,
Nadir Syah (dinasti Ashfariah)-karena mendapat dukunan dari suku Zand di Iran
Baratmenundukkan dinasti Safawiah. Nadir Syah (bergelar Syah Iran)
memadukan Suni-Syiah untuk mendapat dukungan dari Afgan dan Turki Usmani;
dan ia mengusulkan agar madzhab fikih Jafari (Syiah) dijadikan madzhab
hokum yang kelima oleh ulama Suni. Dinasti Safawi pimpinan Nadir Syah
kemudian ditaklukan oleh dinasti Qajar (Ratu Suntiah dan Maslani, 2017: 133).

2.3 KERAJAAN MUGHAL


Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi.
Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal
kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah al-Walid, dari
Dinasti Bani Umayyah. Penaklukkan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani
Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim.

Pada fase desintegrasi, Dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India


di bawah pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil
menaklukkan seluruh kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus mengislamkan
sebagian masyarakatnya. Setelah Dinasti Ghaznawi hancur, muncul Dinasti-

i
Dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tuglug
(1320-1412 M) dan Dinasti-Dinasti lain.

2.3.1 Asal Usul Kerajaan Mughal


Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai
ibukotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan
oleh seorang penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur
(1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan
Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada
abad ke 15. Kerajaan ini berdiri pada saat di Asia kecil berdiri tegak sebuah
kerajaan Turki Usmani dan di Persia kerajaan Safawi. Ketiganya pada saat yang
sama menjadi sebuah negara-negara adikuasa di Dunia. Mereka juga menguasai
perekonomian, politik serta militer dan mengembangkan kebudayaan

Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah


Ferghana dari orang tuanya dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun.
Setelah naik tahta ia mencanangkan obsesinya untuk menguasai seluruh Asia
Tengah, sebagaimana Timur Lenk tempo dulu. Namun, ambisinya itu terhalang
oleh kekuatan Urbekiztan, dan mengalami kekalahan Namun berkat bantuan
Ismail I (1500-1524 M), raja Safawi, Babur dapat menguasai Samarkand tahun
1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibukota Afganistan.

Dari sini ia memperluas kekuasaannya ke sebelah Timur (India). Saat itu, Ibrahim
Lodi, penguasa India, di landa krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi
kacau. Daulah Khan, Gubernur Lahore dan Alam Khan, paman Ibrahim sendiri
melakukan pembangkangan pada tahun 1524 terhadap pemerintahan Ibrahim
Lodi, dan meminta bantuan Babur untuk merebut Delhi. Tiga kekuatan itu
bersatu untuk menyerang kekuatan Ibrahim, tetapi gagal memperoleh
kemenangan. Mereka melihat bahwa Babur tidak sungguh-sungguh membantu
mereka.

Ketidakseriusan Babur menimbulkan kecurigaan di mata Daulah Khan dan Alam


Khan, sehingga keduanya berbalik menyerang Babur. Kesempatan itu tidak disia-

i
siakan Babur, ia berusaha keras untuk mengalahkan gabungan dua kekuatan
tersebut. Daulah Khan dan Alam Khan dapat dikalahkan, Lahore dikuasainya pada
tahun 1525 M. Dari Lahore ia terus bergerak ke selatan hingga mencapai Panipat.
Di sinilah ia berjumpa dengan pasukan Ibrahim maka terjadilah pertempuran yang
dahsyat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu (Holt,
1970:22). Babur memperoleh kemenangan yang amat dramastis dalam
pertempuran Panipat I (1526 M) itu, karena hanya dengan didukung 26.000
personel angkatan perang, ia dapat melumpuhkan kekuatan Ibrahim yang di
dukung oleh 100.000 personel dan 1.000 pasukan gajah. Babur memasuki kota
Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya disana. Dengan
demikian berdirilah kerajaan Mughal di India.

Kemenangannya yang begitu cepat mengundang reaksi dari para penguasa Hindu
setempat. Proklamasi 1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan
dari Rajput dan Rana Sanga didukung oleh para kepala suku India tengah dan
umat Islam setempat yang belum tunduk pada penguasa yang baru tiba itu,
sehingga ia harus berhadapan langsung dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan
tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra.
Babur memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya.

Setelah Rajput dapat ditundukkan, konsentrasi Babur diarahkan ke Afganistan,


yang saat itu dipimpin oleh Mahmud Lodi saudara Ibrahim Lodi. Kekuatan
Mahmud dapat dipatahkan oleh babur tahun 1529 M sehingga Gogra dan Bihar
jatuh ke bawah kekuasaannya. Pada tahun 1530 M Babur meninggal Dunia dalam
usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun, dengan meninggalkan
kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh
anaknya Humayun.

Humayun, putra sulung Babur dalam melaksanakan pemerintahan banyak


menghadapi tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya selama sembilan
tahun (1530-1539 M) negara tidak pernah aman. Ia senantiasa
berperang melawan musuh. Diantara tantangan yang muncul adalah
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri
dari Delhi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Bahadur Syah melarikan

i
diri dan Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran
dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini Hamayun
mengalami kekalahan. Ia terpaksa melarikan diri ke Kandahar dan
selanjutnya ke Persia. Di Persia ia menyusun kembali tentaranya.
Kemudian dari sini ia menyerang musuh-musuhnya dengan bantuan raja
Persia, Tahmasp. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan Shah setelah
hampir 15 tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan
menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Setahun setelah itu
(1556 M) ia meninggal Dunia karena terjatuh dari tangga perpustakaanya,
Din Panah (Mahmudunnasir, 1981:265-266). Sepeninggalnya kerajaan
Mughal diperintah oleh anaknya yang bernama Akbar (bab xv Kerajaan
Mughal di India Pdf hal 1-2).

2.3.2 Raja Kerajaan Mughal


Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M)

Zahiruddin Muhammad Babur adalah raja pertama sekaligus pendiri


Kerajaan Mughal. Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun
fondasi pemerintahan. Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi
ancaman pihak-pihak musuh, utamanya dari kalangan Hindu yang tidak menyukai
berdirinya Kerajaan Mughal. Orang-orang Hindu segera menyusun kekuatan
gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran.
[19] Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang
pemerintahan Babur dengan pimpinan Muhammad Lodi. Pada pertempuran di
dekat Gogra, Babur dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529. Setahun
kemudian yakni pada tahun 1530 Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun
setelah memerintah 30 tahun dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang
paling cemerlang dalam kerajan Mughal (Nasution Syamruddin.Sejarah
Peradaban Islam hal 316).

Humayun (1530-1556 M)

Sepeninggal Babur, tahta Kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya yang bemama
Humayun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad (1530-1556
M). Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi kekuatan
periode I. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan musuh,

i
Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan. Ia berhasil mengalahkan
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri
dari Delhi. Pada tahun 1540 Humayun mengalami kekalahan dalam peperangan
yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan. Ia terpaksa melarikan diri ke
Kandahar dan selanjutnya di teruskan ke Persia.

Di pengasingan ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia dipimpin oleh
penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun
kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil menegakkan
kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan
kekuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1556 Humayun
meninggal. Ia digantikan oleh putranya Akbar (NasutionSyamsudin Sejarah
Peradaban Islam hal 316-317).

Sultan Akbar I (1556-1605 M)

Sultan Akbar I memegang tampuk kekuasaan kerajaan Mughal dalam waktu yang
cukup lama (1556-1605 M). Pada masanya kerjaan Mughal memasuki puncak
kejayaan, karena semua wilayah yang lepas pada masa Sultan Humayun dapat
direbutnya kembali. Kekuatan pasukan Hemu (Menteri Hindu) pada masa Sher
Khan Shah dapat dikalahkan bala tentaranya pada pertempuran Panipat II, 5
Nopember 1556 M.

Akbar I yang masih muda itu dibantu oleh Bairan Khan (wakil Sultan Akbar), ia
seorang Syiah yang setia membantu kerajaan Mughal sejak dari Sultan Babur dan
Humayun. Namun di belakang hari ia terlalu memaksakan faham Sekte Syiahnya
dalam pemerintahan Akbar I sehingga ia terpaksa diberhentikan dari jabatannya
sebagai wakil Sultan pada tahun 1561 M.

Sultan Akbar I yang perkasa itu berhasil meneruskan program ekspansinya ke


sebelah selatan, utara, barat dan timur. Ke sebelah selatan, ia berhasil
menaklukkan Malwa pada tahun 1561 M, Chundar 1561 M, Kerajaan Ghond

i
1564 M, Chitor 1568 M, Ranthabar 1569 M, Kalinjar 1569 M, Gujarat 1572 M,
Surat 1573 M, Bihar 1574 M dan Bengal 1576 M.

Kemudian, ia juga melakukan ekspansinya ke sebelah utara, sehingga Kashmir


dapat dikuasainya pada tahun 1586 M. Selanjutnya menaklukkan Shind di sebelah
barat laut Delhi pada tahun 1590 M dan Orissa di sebelah timur dapat dikuasainya
pada 1592 M. Juga kerajaan Deccan 1596 M. Narnala dikuasai pada tahun 1598
M, Ahmadnagar 1600 M dan Asitgah pada tahun 1601 M.422 Wilayah yang
sangat luas itu diperintah Sultan Akbar dengan sistem pemerintahan militeristik,
atau dengan tangan besi. Bukan itu saja semua pejabat diharuskan mengikuti
latihan kemiliteran.

Dari aspek politik, Sultan Akbar I menerapkan system politik toleransi, artinya
semua penduduk atau rakyat India, dipandang sama. Mereka tidak boleh dibeda-
bedakan karena perbedaan etnis dan agama. Tidak lama setelah Sultan Akbar
melakukan ekspansi yang sangat luas sebagai yang tersebut di atas, iapun
meniggal dunia pada tahun 1605 M, kajayaan yang telah ia capai dapat diteruskan
oleh tiga orang Sultan berikutnya (Nasution Syamsudin Sejarah Peradaban Islam
hal 317-319).

Jahangir (1605-1628 M)

Setelah Sultan Akbar meninggal, Salim kemudian naik untuk menggantikannya


sebagai sultan dengan gelar Nur Ad-Din Muhammad Jahangir Pasha Gazi. Pada
masa ini pemerintahan sudah stabil. Hanya karakteristik yang ditunjukan Jahangir
sangat berbeda dengan Sultan Akbar. Salah satu karakteristik dari Sultan Jahangir
selama memerintah adalah hanya mementingkan kehidupan yang bersifat
konsumtif dan hedonistik.

Persoalan pertama yang harus dihadapi oleh Jahangir setelah dinobatkan sebagai
Sultan Mughal adalah menghadapi pemberontakan anaknya sendiri, yang bernama
Khusru, akibat ketidakpuasannya terhadap kebiasaan dan sikap bapaknya yang
banyak dipengaruhi ibu tirinya, Nur Jahan. Khusru sendiri adalah seorang putra

i
raja yang berbudi , bijaksana dan dicintai rakyatnya. Putra mahkota ini selama 16
tahun berada dibawah pengawasan pengawal-pengawal keraton yang semuanya
berusaha untuk membinasakannya. Terlebih karena ibu tirinya, yaitu Nur Jahan,
mempunyai seorang anak kandung yang dikehendakinya dapat menjadi putra
mahkota.

Pemberontakan Khusru dapat dipadamkan. Pada tahun 1622 M, ia meninggal


dunia. Dengan meninggalny Khusru keinginan Nur Jahan untuk menjadikan
anaknya, Khuram Shah Jahan sebagai putra mahkota terlaksana.

Persoalan kedua yang diahapi Jahangir adalah pecahnya perang antara Jahangir
dengan penguasa Iran dalam usaha memperebutkan kota Kandahar. Dalam
menghadapi persoalan ini, Jahangir memerintahkan Shah Jahan untuk memimpin
tentara Kerajaan Mughal. Namun karena merasa tidak mampu melaksanakannya,
ia memberontak terhadap bapaknya,. Jahangir marah dan menjatuhi hukuman
yang mendorong Shah Jahan melarikan diri dan meminta suaka politik kepada
Mahabat Khan. Mahabat Khan berhasil menangkap Jahangir dalam perjalanan
untuk menyerang Iran (http://abahndud.blogspot.co.id/2015/05/kerajaan-mughal-
6-pemimpin-kemajuannya.html).

Syah Jihan (1628-1658 M)

Tampil meggantikan Jehangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada


pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi
Mughal. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun
pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya
memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar
Singh Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari
Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan.
Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan
inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.

Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah. Di
samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik
anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen. Tahun 1632 Shah Jahan berhasil
mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka. Shah

i
Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit keras. Setelah
kematiannya terjadi perang saudara. Perang saudara tersebut pada akhirnya
menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.

Aurangzeb (1658-1707 M)

Aurangzeb menghadapi tugas yang berat. Kedaulatan Mughal sebagai entitas


Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara. Maka pada masa
pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat Islam.
Penulis menilai periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan Mughal
sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam. Aurangzeb berusaha
mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan politik
keagamaan Akbar.

Bahadur Syah I (1707-1712 M)

Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak


mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Raja-raja sesudah
Aurangzeb mengawali kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.

Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun kemudian terjadi


perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan dalam
persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal
Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara putra
Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar, keponakannya
sendiri.

Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713, Fahrukhsiyar keluar sebagai
pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M. Sang raja
meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali.
Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Syah (1719-1748). Ia kemudian
dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya
sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini
selain memperlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus

i
secara baik.[26] Akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan
loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan pusat.

Jihandar (1712-1713 M)

Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806) Kerajaan Mughal diserang


oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan
Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan.
Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai sultan.

Akbar II (1806-1837 M)

pengganti Syah Alam, memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan


perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan
syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja dan
keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di
India.

Bahadur Syah II (1837-1858 M).

Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian yang


telah disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah
dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan Mughal diusir dari
istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan
Islam Mughal di India.

2.3.3 Kejayaan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan


Kemajuan Bidang Ekonomi

Daulah Mughal dapat melaksanakan kemajuan di bidang ekonomi lewat pertanian


pertambangan dan perdagangan. Di sektor pertanian, hubungan komunikasi antara
petani dengan pemerintah diatur dengan baik. Pengaturan itu lewat lahan
pertanian. Ada yang disebut dengan Deh yaitu merupakan unit lahan pertanian
yang terkecil. Beberapa Deh bergabung dengan Pargana (desa). Komunitas petani
dipimpin oleh seorang Mukaddam. Maka melalui para Mukaddam itulah

i
pemerintah berhubungan dengan petani. Pemertintah mematok bahwa negara
berhak atas sepertiga dari hasil pertanian itu.

Hasil pertanian yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu,
sayur-sayuran, rempah- rempah, tembakau, kapas dan bahan-bahan celupan. Hasil
pertanian ini, selain untuk kebutuhan dalam negeri, juga dapat di ekspor ke luar
negeri, seperti ke Eropa, Afrika, Arabia, Asia Tenggara. Untuk meningkatkan
produksi, Sultan Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M)
mendirikan Pabrik pengolahan hasil pertanian di tanah Surat.

Kemajuan Bidang Seni dan Budaya

Kemajuan di bidang ekonomi berdampak baik bagi kemajuan di bidang seni


budaya. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan para penyair
istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang
terkenal adalah Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan
karya besar yang berjudul Padmayat berisi tentang kebajikan jiwa manusia. Pada
masa Aurangzeb muncul seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya
Aini Akhbari berisi tentang sejarah kerajaan Mughal berdasarkan
pimpinannya.

Istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan mesjid-mesjid yang indah dibangun
pada masa Aakbar dan Mesjid Taj Mahal di Agra, Mesjid Raya Delhi dan istana
indah di Lahore dibangun pada masa Syah Jehan masih ada sampai sekarang
(Ratu Suntiah dan Maslani, 2017: 134).

2.3.4 Kemunduran dan Kehancuran


Setelah satu abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh
sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa
kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di
tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah,

i
Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin
mengancam.

Pada tahun 1803 M Delhi dikuasai oleh Inggris dan penguasa Mughal dan rakyat
berada di bawah tekanan Inggris. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka
baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan.
Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan
dalam rangka mengembalikan kekuasaan Kerjaan Mughal di India. Dengan
demikian, pada tahun 1857 M, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap
penjajahan Inggris tetapi ia dapat dikalahkan Inggris karena Inggris mendapat
bantuan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim.

Sementara itu, para pedagang Inggris (EIC) untuk pertama kalinya diizinkan oleh
Jehangir menanamkan modal di India yang didukung oleh kekuatan bersenjata
menjadi semakin kuat menguasai Mughal.

Pada tahun 1858 M, Inggris menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para
pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah, banyak yang
dihancurkan

dan Bahadur II, Sultan terakhir Daulah Mughal diusir Inggris dari istananya.
Dengan dimikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal di daratan India dan
yang tinggal di sana adalah umat Islam yang mesti mempertahankan eksistensi
mereka.

Menurut Badri Yatim, faktor-faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal


itu mundur dan membawa pada kehancurannya tahun 1858 M yaitu:

a. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi


militer Inggris di wilayah-wilayah pantau tidak dapat segera dipantau oleh
kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan,
mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan
Mughal sendiri.

i
b. Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang
mengakibatkan pembirisan dalam penggunaan uang negara.
c. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-
ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik anatar agama
sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
d. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang
lemah dalam bidang kepemimpinan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Zaman ketiga kerajaan berlangsung selama 625 tahun (1299-1924).Tiga kerajaan
besar yang dimaksud itu adalah Usmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di
India. Ketiga kerajaan besar tersebut mempunyai karajaan masing-masing, masa
kepemerintahannya berlansung silih berganti, sistem kepemimpinannya berbeda-

i
beda, kemajuan ketiga karajaan tersebut terlihat dari segi politik ilmu pengetahuan
atau agama serta seni dan budaya.

Puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Usmani terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M), puncak kemajuan
Kerajaan Safawi pada masa pemerintahan Abbas I (1588-1628 M), dan puncak
kemajuan Kerajaan Maghal pada masa Karajaan Sultan Akbar (1542-1605 M).
Setelah masa tiga orang raja basar di tiga kerajaan tersebut, kerajaankerajaan itu
mulai mengalami kemunduran. Proses kemunduran itu berlangsung dalam
kecepatan yang berbeda-beda. Kemunduran itu terjadi sekitar 250 tahun ( 1250
1500 ).

Kemajuan tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal
dan serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan
lain : Kerajaan Usmani digantikan oleh republic Turki (1924), Safawi di Persia
digantikan oleh Dinasti Qaja (1925), dan Kerajaan Mughal digantikan oleh
penjajah Inggris (1875- 1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk
memajukan ummat islam tidak berhasil dan ummat islam mengalami fase
kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai
tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.

3.2 SARAN
Setiap peradaban pasti dinilai dari sisi keilmuan yang diwariskannya, walaupun
dunia islam tidak pernah sama sekali meninggalkan urusan dunia, masa kejayaan
intelektual dan pencapaain budaya terjadi dalam tiga kerajaan besar tersebut
supaya menjadi suatu literature umat muslim di berbagai Negara.

i
i
DAFTAR PUSTAKA

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2012. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Insan
Mandiri.

Nasution, Syamruddi. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Riau: Yayasan Pustaka


Riau.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Dr.Badri Yatim, M.A. 2007. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamyah II).
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang, cetakan
keempat.

Anda mungkin juga menyukai