Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Sitti Rahmah, M. Si

Disusun Oleh:
1. Andien Nabilla Elfira
2. Khairalina Permana Putri

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIM KASIM
T.P 2023/2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan judul
„„Kemunduran Tiga Kerajaan Besar”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Pekanbaru, Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2

2.1 Kemunduran kerajaan Usmani .................................................................................. 2


2.2 Kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ......................................................... 6
2.3 Kemunduran dan runtuhnya kerajaan Mughal .......................................................... 9

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerajaan Turki Usmani, Safawi, dan Mughal di India adalah tiga kerajaan besar yang pernah
diakui kebesarannya oleh negara- negara di dunia. Kerajaan-kerajaan ini sempat mengalami
masa kejayaan dalam waktu yang tidak sama, tetapi masih dalam abad sekitar 15-16 M.
Nama kerajaan Turki Usmani berasal dari kabilah Oghus (bangsa turki) yang mendiami
daerah sebelah utara Tiongkok. Mereka meninggalkan daerahnya berpindah ke negeri bagian
Turkistan dan tinggal disana sampai abad ke-13 M. Sedangkan kerajaan Safawi muncul ketika
Turki Usmani telah mencapai kejayaannya. Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat di
Ardabil (Azerbaijan). Tarekat ini dinamakan tarekat Safawiyah yang diambil dari nama
pendirinya, yaitu Saifudin As-Safawi, keturunan orang yang berada yang memiliki jalan hidup
dengan aliran sufi. Berbeda dengan kerajaan Mughal yang sejak zaman jahiliyah mempunyai
semangat yang besar untuk menghancurkan kerajaan Islam. Akan tetapi, setelah mereka
memeluk Islam dengan menganut paham Syi‟ah timbul semangat untuk menaklukkan India yang
Islam. Pada saat itu umat Islam India tidak mempunyai pemimpin yang kuat setelah
meninggalanya Muhammad Taglak (1351 M). Dalam situasi seperti ini bangsa Mughal Islam
datang ke India untuk menyelamatkan keadaan agar lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah


A. Kemunduran kerajaan Turki Usmani
B. Kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi
C. Kemunduran dan runtuhnya kerajaan Mughal

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kemunduran kerajaan Usmani


Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dan kabilah Oghus yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke
Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10, ketika
mereka menetap di Asia Tengah.
Daulah ini berasal dari suatu kabilah yang hidup di Turkistan., di bawah pimpinan
Sulaiman Syah. Kabilah Turki ini berpindah dari suatu tempat ke tempat lain menghindari
bangsa Mongol. Akhirnya sampai di Asia kecil dibawah pimpinan Usman, dan mendirikan
daulah baru pada tahun 1300 M. Usman inilah pendiri daulah Usmaniyah yang didirikan di atas
puing-puing keistanaan Saljuk. Dengan timbulnya daulah Usmaniyah barulah Islam dapat
menunjukkan kegagahperkasaannya yang luar biasa dan dapat menyambung usaha dan
kemegahan yang lama sampai permulaan XX ini. Seratus tahun yang lalu, negeri-negeri Eropa
Timur (Balkan) bernaung di bawah pemerintahan Usmaniyyah, kekuasaannya meluas kemana-
mana menjulang di langit bekas kekuasaan kerajaan Byzantium. Setelah negeri besar itu
ditaklukkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih tahun 1453. Sulaiman Al-Qanuni pernah pula dua
kali menyerang kota Wina, pusat kerajaan Austria.
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai
memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran ini tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-
1573 M). Di masa pemerintahannya, terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani
dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia,
angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari
Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki
Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada
masa sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.

2
Walaupun Sultan Murad III ( 1574-1595) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa
nafsunya, Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan merebut Tiflis di
Laut Hitam (1577), merampas kembali Tabris, ibukota Safawi, menundukkan Georgia,
mencampuri urusan dalam negeri Poiandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun
1593M.[3]Kehidupan moral sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III (1595-1603 M),
pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan
menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi.
Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Meskipun Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk
memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa
Eropa sudah memulai memudar. sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617), situasi semakin
memburuk dengan naiknya Mustafa I karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa
diatasi. Selanjutnya Syaikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti
oleh Usman II (1618-1622), tetapi Usman II juga tidak mampu memperbaiki keadaan, akhirnya
bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Langkah-langkah
perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M), ia mencoba
menyusun dan menertibkan pemerintahan. Akan tetapi masa pemerintahannya berakhir sebelum
ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan. Pada masa pemerintahan Ibrahim
(1640-1648 M), situasi politik kembali menurun karena ia juga termasuk orang yang lemah,
kekalahan tersebut membawa Muhammad Koprulu yang diberi kekuasaan absolute. Ia berhasil
mengembalikan peraturan dan mengkondisikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu
meninggal pada tahun 1661 M, jabatannya diganti oleh anaknya Ibrahim. Ibrahim menyangka
kekuatan militernya sudah pulih kembali, oleh karena itu ia menyerbu Hongaria, akan tetapi
dugaan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Untuk selanjutnya
wilayah Turki Usmani yang luas, sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya dan direbut
oleh negara-negara Eropa.

3
Tentara Rusia pada tahun 1770 M mampu mengalahkan tentara armada Usmani, di
sepanjang pantai Asia kecil. Akan tetapi tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan
Mustafa III (1757-1774 M), yang segera mengkonsolidasi kekuatannya. Elanjutnya Sultan Abd
Al-Hamid (1774-1789 M) tidak lama naik tahta di Kutchuk Kinarja, ia mengadakan perjanjian
Kinarja dengan Catherine II dan Rusia. Sejak tahun 1920, Mustafa Kemal Phasa menjadi
angkara sebagai pusat aktivitas politiknya. Setelah Istambul, Inggris menciptakan kevakuman
politik dengan menahan banyak penjahat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa
sehingga khalifah dan pemerintahannya berhenti. Kehancuran Kerajaan Turki Usmani ini,
membuat bangsa-bangsa eropa semakin mudah menguasai dan menjajah wilayah-wilayah yang
dulu diduduki oleh Usmani yang mayoritas muslim. Maka sejak itulah umat Islam berada dalam
situasi dijajah oleh bangsa non Muslim.
Demikian proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Usmani selama dua abad lebih
ditinggal oleh Sultan Sulaiman AL-Qonuni. Dengan demikian pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi di kerajaan Usmani ketika sedang mengalami kemunduran, bukan saja terjadi di
daerah-daerah yang tidak beragama Islam, tetapi di daerah-daerah yang berpenduduk Muslim.
Hal ini dianggap sebagai titik klimaks revolusi Mustafa Kemal Pasha dan menjadi akhir dari
kerajaan Usmani.
Faktor-faktor kemunduran kerajaan Usmani antara lain:
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu Negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit
dan kompleks. Sementara pemerintahan kerajaan Turki Usmani tidak beres. Di pihak lain, para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang
terus menerus dengan berbagai bangsa.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai Kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup
Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di
Afrika. Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang

4
luas itu didiami oleh penduduk yang beragam baik dari segi agama, ras, etnis maupun adat
istiadat.
3. Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal Sulaiman Al Qonuni, kerajaan Usmani diperintah oleh Sultan-sultan yang
lemah, baik dalam kepribadian terutamanya dalam kepemimpinannya. Akibatnya, pemerintahan
menjadi kacau.
4. Budak Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan Usmani. Setiap
jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang
berhak memeberikan jabatan. Adanya budaya pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian
merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
5. Pemberontak tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari.
Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M,
1727 M, 1826 M.
6. Merosotnya Ekonomi
Akibat perang yang tak pernah berhenti, perekonomian Negara merosot. Pendapatan
berkurang, sementara belanja Negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya
mengutamakan pengembangan kekeuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh
kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan
musuh dari Eropa yang lebih maju.

5
2.2 Kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722
M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut,
kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa pada kehancuran.[9]
Daulah ini berasal dari sebuah gerakan tasawuf yang di pimpin oleh Syeikh Sofidin.
Syeikh ini berasal dari tanah Arab sebelah selatan yang kemudian pindah ke Ardabil di
Azerbayen. Beliau masih keturunan Imam Syi‟ah yang ke enam, Musa Al-Kazm. Gerakannya
makin lama makin besar pengaruhnya sehingga berubah menjadi suatu angkatan perang yang
teratur, fanatik dan menantang segala orang yang tidak sama dengan paham Syi‟ah yang
dianutnya, yang dianggap sebagai perubah gerakan tasawuf menjadi satu kerajaan duniawi
adalah Ismail Ibn Haidar yang lahir tahun 1487 M. Pada waktu usianya sebagai raja besar Iran
dan pembela Madzhab Syi‟ah. Sejak itu Syi‟ah dijadikan madzhab resmi negara Iran.
As-Safawi adalah keturunan Musa Al-Khazam (seorang Syi‟ah) yang berguru kepada
Tajuddin Ibrahim Az-Zahidi (1215-1301 M) atau yang terkenal dengan julukan Zahid Al-Gilani
Safiudin yang sangat tekun menjalankan ajaran tasawufnya. Oleh karena itu, ia di angkat
menjadi menantu oleh gurunya. Kemudian ia mendirikan tarekat sendiri yang di beri nama
tarekat Safawiyah, setelah guru dan mertuanya meninggal pada tahun 1301 M. Karena
fanatiknya para pengikut tarekat ini, pada saat memasuki dunia politik, tarekat Safawiyah
merupakan kekuatan yang sangat potensial pada masa pemerintahan Jumeid (1447-1460). Dalam
perkembangannya kegiatan politik masuk ke dalam bagian kegiatan keagamaan sehingga
menimbulkan konflik antara Jumeid dan penguasa suku bangsa Turki ( Kara Konyulu atau
domba hitam). Dalam konflik ini Jumeid kalah kemudian diasingkan. Di dalam
pengasingannyaJumeid bekerja sama dengan Uzun Hasan dan mempersunting saudara
perempuannya.
Sepeninggal Abbas I, kerajaan Safawi lemah sehingga tidak mampu mempertahankan
masa kejayaan kerajaan. Safi Mirza adalah cucu dan sekaligus pengganti Abbas I. Sejak masa ini

6
wilayah Safawiyah terlepas oleh penguasa lain, misalanya kota Qandahar lepas dari kekuasaan
kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal ketika itu dipimpin oleh Sultan Syeh Jehan.
Kemudian Ervan, Tibriz dan Baghdad direbut oleh pasukan Utsman antara tahun 1635-1637 M.
Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras, sehingga ia jatuh sakit dan meninggal.
Meskipun demikian Abbas II memiliki semangat perjuangan untuk kerajaan Safawiyah dengan
bantuan wazir-wazirnya. Ia merebut kembali wilayah Qandahar dari kekuasaan Syeh Jehan,
namun upaya seperti ini tidak diteruskan oleh para penggantinya. Sulaiman seorang penguasa
yang lemah, ia bertindak kejam kepada para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintah, diganti oleh Syah Husein yang alim. Ia memberi
kekuasaan yang besar kepada para ulama‟ Syi‟ah yang sering memaksakan pendapatnya
terhadap kaum aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan,
sehingga gerakan ini mengakhiri pemerintahan Safawi di wilayah ini. Benih pemberontakan ini
telah ada semasa Sulaiman dan berubah semakin kritis pada masa Husein.[11]
Pemberontakan bangsa Afghan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang
berhasil merebut wilayah Qandahar. lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang
berhasil menduduki Mashad.Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa
Qandahar. Di bawah pimpinannya, keberhasilan menyatukan suku Afghan dengan suku Ardabil.
Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dengan merebut wilayah Afghan dari tangan Safawi. Bahkan Ia melakukan
penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut .Penyerangan demi penyerangan
ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud
diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli Khan yang berarti Budak
Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan siasatnya. Pada
1721 M Ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota Safawi itu
selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah
Husain menyerah dan 25 oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan
kemenangan.

7
Tahmasp II, putera Husein berhasil melarikan diri ke Astrabad atas bantuan dan
dukungan suku Qazar dari Rusia. Ia berhasil membangun kembali kerajaan Safawiyah pada
tahun 1722 dengan ibu kota Astrabad. Pada tahun 1726 Tahmasp II bergabung dengan Nadzir
Khan dari suku Ashfar untuk mengusir kekuasaan Afghanistan yang menduduki wilayah Isfahan
Asyraf. Dengan demikian bahwa Nadzir Khan cukup berjasa terhadap Tahmasp II dalam
membangun kembali kerajaan Safawiyah. Namun ternyata Nadzir memiliki kepentingan politik
dibalik dukungannya itu. Hal ini terbukti dengan peristiwa pemecatan Tahmasp II oleh Nadzir
Khan. Kemudian Nadzir Khan menunjuk Abbas III yang masih sangat kecil. Empat tahun
kemudian, Nadzir Khan memproklamirkan diri sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan
demikian berakhirlah kekuasaan dinasti Safawiyah. Peristiwa yang menandai berakhirnya
kerajaan Safawiyah ini terjadi pada 8 Maret 1736 M.
Sebab-sebab kemunduran kerajaan Safawi antara lain:
1. Ketidakcocokan sejumlah Raja setelah Abbas I
Ketidakcocokan yang terjadi pada Raja setelah Abbas I ini dikarenakan karena konflik
militer yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Berdirinya Kerajaan Safawiyah yang
beraliran Syi‟ah dipinang oleh kerajaan Usmani sebagai kekuatan yang mengancam
kekuasaannya.
2. Lemahnya kekuatan militer yang di bangun pasukan Ghulam yaitu pengganti pasukan pasukan
Qizilbash.
Lemahnya kekuatan ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental yang
dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Pada masa belakangan Qizilbash
tidak memiliki militansi dan semangat mereka telah luntur. Kemerosotan aspek kemiliteran ini
sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan Kerajaan Safawi.[13]
3. Konflik yang berkepanjangan antara kerajaan Safawi dengan kerajaan Usmani, Safawi
beraliran Syi‟ah menjadi ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaan Usmani.
Konflik antara kedua Kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti
sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa syah Abbas I. namun tak lama kemudian, Abbas

8
meneruskan konflik dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara kedua
kerajaan tersebut.
4. Dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi.
Hal ini turut mempercepat proses kehancuran Kerajaan ini. Sulaiman, di samping
pecandu narkotik juga menyenangi khidupan malam selam tujuh tahun tanpa sekalipun
menyempatkan diri mengganti pemerintahan.
5. Lunturnya semangat perang pada masa pemerintahan Abbas I oleh Ghulam (budak-budak).
Hal ini disebabkan karena pada masa masa ini pasukan tersebut tidak disiapkan secara
terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Selain itu pasukan ini juga tidak memiliki
semangat yang tinggi.
6. Perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
Pada masa ini, para Raja saling berebut kekuasaan. Hal ini dikarenakan konflik yang
terjadi di kalangan istana yaitu konflik antara keluarga istana sendiri.

2.3 Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Mughal


Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia yang
tidak dapat dihilangkan dalam lintasan sejarah peradaban umat Islam. Pendiri kerajaan ini adalah
Zahirudin Muhammad, dikenal dengan Babur yang berarti singa. Ia putera Umar Syaikh seorang
penguasa di negeri Farghanah (Asia Tengah) keturunan langsung dari Miranshah, putera ketiga
dari Timur Lang.
Babur hanya menikmati usahanya merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah
wafat (1530 M), maka pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Ia juga
menghiasi selama kepemimpinannya dengan peperangan. Salah satunya terjadi pada 1535 M di
Baksar dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan. Humayun kalah dalam pertempuran
tersebut. Pada peperangan yang kedua, kekalahan serupa dialami oleh Humayun, sehingga harta
rampasan perang dikuasai oleh Sher Khan dan Humayun melarikan diri. Sepeninggal Humayun,
puteranya Muhammad diangkat menjadi raja dengan gelar Abu Fath Jalaluddin dan gelar yang
paling terkenal adalah Sultan Akbar Agung. Ia menjadi raja terbesar diantara raja-raja Mughal di

9
India. Kekuasaannya hampir seluruh wilayah anak benua India. Setelah Sultan Akbar wafat, ia
digantikan oleh puteranya Sultan Salim yang digelari dengan Jahanggir. Jahanggir dijuluki
sebagai raja pelukis dari para pelukis. Hal ini disebabkan karya-karya lukisannya yang bagus dan
luar biasa. Setelah Jahanggir wafat, kerajaan diperebutkan puteranya, yaitu Syah Jahan dan
Ashaf Khan. Perselisihan tersebut akhirnya dapat dimenangi oleh Syah Jahan. Sementara
saudaranya ditangkap dan dan dipenjarakan dan matanya dibutakan. Dengan bantuan puteranya
Aurangzeb, ia berhasil menaklukkan Galkond, Bidar, dan Baijapur. Namun, pada akhirnya di
antara putera-puteranya terjadi perselisihan untuk menggantikan kedudukannya.
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibinaoleh sultan-sultan
sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaannya
mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan
separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian Timur semakin lama
semakin mengancam. Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzeb yang sangat keras. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata tidak mampu menghadapi
problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putera tertua
Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul. Puteranya ini kemudian bergelar
Bahadur Syah (1707-1712 M). Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selam lima tahun,
ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan
pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi‟ah
kepada mereka. Setelah Bahadur Syah meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan
istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya
ditentang oleh Zulfiqar Khan, putera Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal
tahun 1712 M dan digantikan oleh puteranya Jihandar Syah yang mendapat tantangan dari
Farukh Syiar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Syiar tahun 1713
M. Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas

10
di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah
(1719-1748). Namun, ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir
Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan
Nadzir Syah untuk menundukkan Kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini
banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak Afghan di daerah Persia.
Ketika kerajaan Mughal dalam kondisinya yang lemah sebagaimana yang digambarkan di
atas, Inggris semakin memperkuat posisinya. Dari urusan perdagangan, Inggris memperlebar
pengaruhnya dalam lapangan politik dengan dibentuknya EIC ( The East India Company).
Inggris memperkuat militernya di daerah perdagangan yang dikuasainya terutama di Bengal.
Militer Inggris berhasil menekan Syah Alam sehingga melepaskan wilayah Qudhi, Bengal dan
Orisa kepada Inggris. Akbar II (1806-1873 M), pengganti Syah Alam memberikan konsesi
kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh
pihak Inggris dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja
dan keluarga istana, Bahadur Syah pengganti Akbar II menentang isi konflik antara Bahadur
Syah dengan pihak Inggris.
Pada waktu yang sama, pihak EIC mengalami kerugian karena penyelenggaraan
administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan
istana. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan
pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara keras dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa
ditekan, maka mereka baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan
pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu
dalam rangka mengembalikan kekuasaan Kerajaan Mughal di India. Dengan demikian, terjadilah
perlawanan rakyat India terhadapa kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. perlawanan mereka
dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa
lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para
pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan
Bahadur Syah, rakja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian, berakhirlah

11
sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India dan tinggallah di sana umat Islam yang harus
berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu
setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer.
Operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh
kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil
dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik.
Hal ini mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara. Oleh karena itu,
hidup mewah yang dilakukan oleh para kalangan elit ini sangat mempengaruhi kehancuran pada
kerajaan Mughal. Dikarenakan para kalangan elit tidak memperhatikan kelangsungan hidup
pemerintahan.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar.
Dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya dalam
pendekatannya terhadap rakyat, sehingga konflik antar Agama sangat sukar di atasi oleh Sultan
sesudahnya. Oleh karena itu masalah agama adalah salah satu penyebab kehancuran yang terjadi
pada masa kerajaan ini. Konflik –konflik antar agama ini tidak dapat diatasi oleh raja-raja pada
kerajaan ini.
4. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang
kepemimpinan.
Karena lemahnya raja-raja yang memimpin pada masa kerajaan ini mengakibatkan
Kerajaan Mughal mudah dikalahkan oleh bangsa lain. Apalagi dilihat pada raja-raja yang
memimpin terakhir yang tidak memikirkan kelangsungan Kerajaan. Dan akhirnya Kerajaan ini
mengalami kemunduran.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Usmani terjadi pada masa pemerintahan
Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M), puncak kemajuan Kerajaan Safawi pada masa
pemerintahan Abbas I (1588-1628 M), dan puncak kemajuan Kerajaan Mughal pada masa
Sultan Akbar (1542-1605 M). Setelah masa tiga orang raja besar di tiga kerajaan tersebut,
kerajaan-kerajaan itu mulai mengalami kemunduran. Di kerajaan Mughal, setelah Akbar,
untuk beberapa lama pemerintahan masih dipegang oleh raja-raja besar, yaitu Jehangir
(1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Anungzeb (1658-1707 M) masih dapat
mempertahankan kemajuan yang dicapai pada masa Akbar. Kerajaan Mughal mengalami
kemunduran yang agak drastis.
Kerajaan Usmani, setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat masih tetap kuat, bahkan
masih mampu melakukan ekspansi ke beberapa daerah di Eropa Timur, meskipun banyak
mengalami kemunduran yang cukup drastis di akhir abad ke-17 dan abad ke-18 M. Ia tetap
dipandang sebagai sebuah negara yang paling disegani oleh lawan. Kerajaan ini baru
berakhir pada abad ke-20 M.
Kemunduran yang paling drastis dialami oleh Kerajaan Safawi. Setelah Abbas, raja-raja
Kerajaan Safawi adalah orang-orang yang lemah yang mengakibatkan kerajaan ini dengan
cepat mengalami kemunduran. Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas, kerajaan ini hancur.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009, hlm.
194
Sunanto Masyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media,
2003,hlm. 246
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003, hlm. 163
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007,hlm. 314-317

14

Anda mungkin juga menyukai