Anda di halaman 1dari 43

TIGA KERAJAAN ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu:
H. Dendi Yuda SAg MPd

Disusun Oleh:

1. Alfin Ahmad Al Farizi


2. Muhammad Fakhreja

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami haturkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah ini membahas mengenai “Dinasti Turki Usmani, Dinasti Safawi, Dinasti
Mughal”. Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
akhir zaman yaitu Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat, dan
seluruh umatnya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam”. Kami juga berharap semoga
pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
wawasan dan pengetahuan. Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami ucapakan terimakasih kepada Bapa
Haji Dendi Yuda selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut
membantu memberikan referensi buku.
Sebagaimana pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak maka satupun
manusia yang tak luput dari kesalahan, oleh karena itu kami berharap pemberian
maaf yang sebesarnya-besarnya. Kami sangat menyadari apa yang kami susun ini
sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat kami
harapkan agar kami dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

Tasikmalaya, 21 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Turki Usmani hingga Mustafa Kemal (1300-1992 M)...............................3
B. Dinasti Safawi (1501-1732 M)...................................................................6
C. Dinasti Mughal India hingga Terbentuknya Bangladesh (1482 M)...........14
D. Kemunduran Tiga Kerajaan Besar (1700-1800 M)
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR RUJUKAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perjalanan sejarah islam selalu mengalami pasang surut. Pada periode
tertentu islam mengalami pertumbuhan dan perkembangan, kemudian pada
pada periode selanjutnya islam mengalami kemajuan dan kejayaan dan setelah
itu islam mengalami kemunduran bahkan kehancuran. Diantara beberapa
sejarah peradaban islam, peradaban islam yang cukup menarik yaitu pada
masa pertengahan khususnya pada abad ke 17. Pada abad tersebut terdapat
tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki Kerajaan Syafawi di
Persia, Kerajaan Mughal di India. Oleh sebab itu perlu adanya kajian tentang
peradaban islam pada masa tiga kerajaan besar tersebut.
Kerajaan-Kerajaantersebut merupakan tiga kerajaan terbesar pada masa
itu. Dan keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami
kemajuan yang di capai oleh Kerajaan Usmani terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566M), puncak kemajuan
Kerajaan Safawi pada masa pemerintahan Abbas I (1588-1628 M), dan
puncak kemajuan Kerajaan Mughal pada masa Sultan Akbar (1542-1605 M).
Setelah masa tiga orang raja besar di tiga kerajaan tersebut, kerajaan
tersebut mulai mengalami kemunduran. Akan tetapi, proses kemunduran itu
berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Di Kerajaan Mughal,
setelah Akbar, untuk beberapa lama pemerintahan masih di pegang oleh raja-
raja besar, yaitu Jehengir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M) dan
Aurangzeb (1658-1707 M). Ketiga raja Mughal ini masih dapat
mempertahankan kemajuan yang di capai pada masa Akbar. Baru setelah
Aurangzeb, Kerajaan Mughal mengalami kemunduran yang agak drastis.
Kerajaan ini berakhir pada tahun 1588 M.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kerajaan Turki Usmani hingga Mustafa Kemal?
2. Bagaimana sejarah dinasti Mughal India hingga terbentuknya Bangladesh?
3. Bagaimana sejarah dinasti Syafawi?
4. Bagaimana kemunduran Tiga Kerajaan besar?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan sejarah kerajaan Turki Usmani hingga Mustafa
Kemal.
2. Untuk mendeskripsikan sejarah dinasti Mughal India hingga terbentuknya
Bangladesh.
3. Untuk mendeskripsikan sejarah dinasti Syafawi
4. Untuk mendeskripsikan kemunduran Tiga Kerajaan besar

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Turki Utsmani hingga Mustafa Kemal


1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Pendiri kerajan Usmani adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang
mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam waktu tiga
abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk
Islm sekitar abad ke sembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia
Tenggara.1 Dibawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan
Bizantium. Berkat bantuan mereka Sultan Alauddin mendapat kemenangan.
Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil
yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah
barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.
Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan
Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam
beberapa kerajaaan kecil. Usmani kemudian menyatakan kemerdekaaan dan
berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah Kerajaan Usmani
dinyatakan berdiri. Penguasa pertama adalah Usmani yang disebut juga
dengan Usmani I. Setelah Usmani I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah
Al-Usman (Raja besar keluarga Usman) tahun 699 H / 1300 M setapak demi
setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan
Binzatium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun 1326
M dijadikan sebagai ibukota kerajaan Turki Usmani.
Pada masa pemerintahan Orkham (1326-1359 M) Turki Usmani dapat
menaklukan Azumia (1327 M), Tasasyani (1330M), Uskandar (1328M),
Ankara (1354M), Gallipoli (1356M). Daerah ini bagian bumi Eropa yang
pertama kali diduduki Kerajaan Turki Usmani.2 Ketika Murad I berkuasa
(1359-1389M) selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia menaklukan
perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukan Adrianopel,
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 130
2
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 131

6
Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa
cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan
semangat perang. Sejumlah pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul
mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria.
Namun Sultan Bayazid I (1389-1403M) pengganti Murad I dapat
menghancurkan pasukan sekutu kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini
merupakan catatan sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.
Turki Usmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat
menaklukan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Binzatium, yaitu
Konstatinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal dengan Sultan Muhammad
Al- Fatih (1451-1484M) dapat mengalahkan Binzatium dan menaklukan
Konstatinopel pada tahun 1453 M.3 Ibu kota Binzantium itu akhirnya dapat
ditaklukan oleh pasukan Turki Usmani pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, sang penakluk. Telah berulang kali
pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukan Konstatinopel,
tetapi selalu gagal karena kokohnya bentteng di kota tua itu. Dengan
terbentukkan kota Konstatinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan
Binzantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa.
Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena
ekspansi turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu
gerbang kota Wina, Australia.
Pada pemerintahan Sultan salim I (1512-1520M) ia mengalihkan
pemerintahan ke arah timur dengan menaklukan Persia, Syiria, dan Dinasti
Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim ini dikembangkan oleh Sultan
Sulaiman Al-Qunani (1520-1566M). Sulaiaman berhasil menundukkan Irak,
Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budhapest dan Yaman. Dengan demikian,
luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni
mencangkup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia,
Mesir, Libia, Tunis dan Aljzair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia,
Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.

3
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1985),
hlm. 84

7
Setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan
kekuasaan antra putra-putranya, yang mkenyebabkan Kerajaan Turki Usmani
mundur. Akan tetapi, meskipun mengalami kemunduran kerajaan ini untuk
masa abad masih dipandang sebagai negara kuat, terutama dalam bidang
militer. Kerajaan Turki Usmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya
(1299-1924M).
Kejayaan Turki Usmani dialami pada abd ke 16, ketika Dinasti Turki
Usmani mencapai kejayaan daerah kekuasaanya itu membentang dari Selat
Persia di Asia sampai pintu gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut
Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat. Penduduk Dinasti Turki
Usmani terdiri dari bangsa Eropa yang berasal dari Hongaria dan bahkan
yang beragama Nasrani dan mereka ini pula yang melanjutkan pengaruh Barat
menjangkit kepada minoritas Turki yang ada di tempat itu. Kemajuan dan
perkembangan ekspansi Turki Usmani yang sedemikian luas dan berlangsung
dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang kehidupan,
termasuk dalam aspek peradaban.
2. Peradaban Islam di Turki
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Turki
Usmani dalam perluasan wilayah Islam, dan antara lain (1) kemampuan
orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita
memperoleh ghanimah, harta rampasan perang; (2) sifat dan karakter orang
Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam, serta gaya hidupnya yang
sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan; (3) semangat
jihad dan ingin mengembangkan Islam; (4) letak Istambul yang sangat
strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan
perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan
dua selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat
kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun
kebudayaan Romawi Timur; (5) kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang
kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi Kerajaan Turki Usmani
berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang

8
politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai negara
besar. Hal ini berkaitan erat dengan sistem pemerintahan yang diterapkan para
pemimpin dinasti ini. Selain itu, tradisi yang berlaku saat itu telah membentuk
stratikasi yang membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa
(small group of rulers) dan rakyat biasa (large mass). Penguasa yang begitu
kuat itu bahkan memiliki keistimewaan, seperti (1) pengakuan dari bawahan
untuk loyal pada sultan dan negara, (2) penerimaan dan pengamalan, serta
sistem berpikir dalam bertindak dalam agama yang dianut merupakan
kerangka yang integral, (3) pengetahuan dan amalan tentang sistem adat yang
rumit. Yang terpenting adalah bahwa para pejabat dalam hal apapun tetap
sebagai budak sultan. Tugas utama seluruh warga negara, baik pejabat
maupun rakyat biasa adalah mengabdi untuk keunggulan Islam,
melaksanakan hukum serta mempertahankan keutuhan imperium. Sebagai
struktur masyarakatnya sangat heterogen, Dinasti Usmani mempunyai
kekuasaan yang menentukan nasib warga Timur Tengah dan Balkan, sampai
pada tingkat yang luar biasa. Dinasti Usmani mendominasi, mengendalikan,
dan membentuk masyarakat yang dikuasainya.
Salah satu konsep utama yang diterapkan oleh Usmani adalah perbedan
antara askeri dan ri’aya, yakni antara kalangan elit penguasa dan yang
dikuasai, elit pemerintah dan warga negara, antara tentara dan pedagang,
antara petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. Bahkan, untuk menjadi
kelas penguasa seseorang harus dididik dalam kebahasaan dan tata cara yang
khusus yang disebut dengan tata cara Usmani. Seseorang dapat menjadi elit
Usmani melalui keturunan atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan,
kemiliteran, atau pendidikan keagamaan.4
Perkembangan lainnya adalah bahwa kerajaan Turki Usmani telah
mampu menciptakan pasukan militer yang mampu mengubah Negara Turki
menjadi mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang
amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non
Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak- anak Kristen diasramakan

4
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.
496-497.

9
dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Ketika terjadi
konflik di tubuh militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan
pembaharuan yang dimulai dari pemimpin-pemimpin personel militer.
Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru
yang disebut dengan pasukan Janissari atau Inkisyariyah. Pasukan inilah yang
dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan
memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri non Muslim.
Selain itu, ada juga tentara feodal yang dikirim kepada pemerintah
pusat,pasukan ini disebut dengan tentara atau kelompok militer Thaujiah.
Keberhasilan ekspansi wilayah dibarengi dengan terciptanya jaringan
pemerintah yang teratur. Di masa Sulaiman I, disusun sebuah kitab undang-
undang (qonun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur. Kitab ini menjadi
pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi
abad ke-19. Selain itu Pengelolaan administrasi pemerintah tidak hanya
terbatas sampai ketingkat propinsi, tetapi selanjutnya diefektifkan dengan
membentuk daerah-daerah tingkat II yang dikepalai oleh masing-masing
kepala daerah (sanjaks). Di tingkat pusat di samping ada Sultan ada juga
grand vizier (perdana menteri) yang dibantu oleh beberapa pembantu, di
antaranya para ulama yang berfungsi sebagai lembaga pemberi fatwa atau
dewan pertimbangan.
Sebuah administrasi birokratik sangat diperlukan dalam pengkajian
militer budak. Orkhan (1324-1360) melantik seorang wazir untuk menangani
administrasi dan kemiliteran pusat dan mengangkat sejumlah gubernur sipil
untuk sejumlah provinsi yang ditaklukkan. Kepala-kepala jabatan disatukan
dalam sebuah dewan kerajaan. Lantaran Dinasti Usmani semakin meluas,
beberapa provinsi yang semula merupakan daerah jajahan yang harus
menyerahkan upeti digabungkan menjadi sebuah sistem administrasi. Unit
provinsial yang terbesar dinamakan baylerbayliks, dibagi menjadi sanjak-
bayliks dan selanjutnya dibagi-bagi menjadi timarliks, distrik tersebut
diserahkan kepada pejabat-pejabat militer sebagai pengganti gaji mereka.
Pada abad ke-16, term vali telah menggantikan baylerbayliks dengan
pengertian seorang gubernur, dan istilah eyelet digunakan dengan arti propinsi

10
di Eropa, yakni Rumania dan Transilvania, Krimea, dan beberapa distrik di
Anotalia yang berada dalam pengawasan masyarakat Kurdi dan Turki tetap
berlangsung sebagai semi provinsi mereka yang wajib menyerahkan upeti.
Selanjutnya perkembangan dalam bidang pendidikan, Dinasti Turki
Usmani mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan
madrasah yang tersebar luas. Madrasah Usmani pertama didirikan di Izmir
pada tahun 1331, ketika itu sejumlah ulama didatangkan dari Iran dan Mesir
untuk mengembangkan pengajaran Muslim di beberapa teri torial baru.20 Tapi
hal ini tidak begitu berkembang, karena Turki Usmani lebih memfokuskan
kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sehingga dalam khazanah
intelektual Islam kita tidak menjumpai ilmuwan terke muka dari Turki
Usmani.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, memang kerajaan Turki Usmani
tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di
masa Daulah Abbasiyah. Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fikih, ilmu
kalam, tafsir dan Hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang
berarti. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan
hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik yang telah ada. Namun,
dalam bidang seni arsitektur, Turki Usmani banyak meninggalkan karya-karya
agung berupa bangunan yang indah, seperti Masjid Jami’ Muhammad al-
Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al-Anshary dan masjid
yang dulu asalnya dari Gereja Aya Sophia. Masjid tersebut dihiasi dengan
kaligrafi oleh Musa Azam. Pada masa Sulaiman, di kota-kota besar lainnya
banyak dibangun masjid, sekolah rumah sakit, gedung, makam, jembatan,
saluran air, villa, dan pemandian umum. Karena Turki mengusai beberapa
kota pelabuhan utama, seperti pelabuhan-pelabuhan sepanjang Laut Tengah
(Afrika Utara), pelabuhan Laut Merah, Teluk Persia, pelabuhan di Siria
(pantai Libanon sekarang), pantai Asia Kecil, dan yang paling strategis adalah
pelabuhan Internasional Konstantinopel yang menjadi penghubung Timur dan
Barat waktu itu, maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut
pajak (cukai) pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi
Turki.

11
Keberhasilan Turki Usmani dalam memperluas kekuasaan dan penataan
politik yang rapi, berimplikasi pada kemajuan sosial ekonomi Negara, tercatat
beberapa kota industri yang ada pada waktu itu, antara lain (a) Mesir yang
memperoleh produksi kain sutra dan katun, (b) Anatoli memproduksi bahan
tekstil dan wilayah pertanian yang subur. Kota Anatoli merupakan kota
perdagangan yang penting di rute timur dalam perindustrian dalam hasil
industri dan pertanian di Istambul, Polandia, dan Rusia. Para pedagang dari
dalam maupun dari luar negeri berdatangan sehingga wilayah Turki menjadi
pusat perdagangan dunia pada saat itu. Selain dari sumber perdagangan, Turki
Usmani memiliki sumber keuangan negara yang sangat besar, yaitu dari harta
rampasan perang, upeti tanda penaklukkan negara-negara yang ditundukkan,
serta dari orang-orang zhimmi.
Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I Kerajaan Turki Usmani
berada di tengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan Kerajaan
Syafawi di Asia. Setelah wafatnya Sulaiman I dan digantikan oleh Salim II,
Kerajaan Usmani semakin melemah. Pengganti kepemimpinan ternyata tidak
mampu menghadapi kondisi tersebut. Pada awal abad ke-19 para sultan tidak
mampu mengontol wilayah kekuasaannya. Melemahnya militer Turki Usmani
berakibat munculnya pemberontakan-pemberontakan di beberapa wilayah
kekuasaan Turki Ustmani. Beberapa wilayah berangsur-angsur mulai
memisahkan diri dan mendirikan pemerintah yang otonom.
Di Mesir, kelemahan Kerajaan Turki Usmani membuat Mamalik
bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M
Mamalik kembali berkuasa di Mesir sampai datang Napoleon Bonaparte dari
Perancis tahun 1798 M. Demikian pula pemberontakan-pemberontakan yang
terjadi di Lebanon dan Syiria, sehingga kerajaan Turki Usmani mengalami
kemunduruan, bukan saja wilayah-wilayah yang tidak beragama Islam, tetapi
juga di wilayah yang berpenduduk Muslim. Demikian seterusnya sampai
Turki memasuki masa reformasi, masa modern, era kontemporer, di mana
Turki mulai lagi bangkit dengan sistem pemerintahan yang baru, yakni sistem
demokrasi dalam bentuk negara Republik Turki.
3. Kemunduran Turki Usmani

12
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki
Usmani memulai memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah
kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak terlangsung
terlihat. Sultan Sulaiman AL-Qunani diganti oleh Sultan Salim II (1566-
1573M). Dimasa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut
kerajaan Usmani dengan armada laut kristen yang terdiri dari angkatan laut
Spanyo, angkatan Hundukia, angkatan laut Sri paus dan sebagian kapal para
pendeta Malta yang dipimpin Donjuan dari Spanyol. Pertemuan ini terjadi di
selat Likonto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami
kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada
Sultan berikutnya, Sultan Murad III pada tahun 1575M Tunisia dapat direbut
kembali.
Menurut Badriyatim bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan
Turki Usmani mengalami kemunduran adalah sebagai berikut:5
a. Wilayah kekuasaannya yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas
wuilayahnya sangat rumit dan kompleks. Sementara administrasi
pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres dipihak lain para penguasa
sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas sehingga mereka
terlibat terang dengan bangsa lain secara terus menerus.
b. Heteroginitas penduduk
Sebagai kerajaan besar Turki Usmani menguasai wilayah yang
sangat luas. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar
diwilayah yang luas itu diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang
teratur.
c. Kelemahan para penguasa
Sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni kerajaan Turki Usmani diperintah
oleh Sultan-Sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam
kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau.
d. Budaya korupsi

5
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 160

13
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam
kerajaan Usmani. Budaya korupsi ini mengakibatkan dekadensi moral
yang merajalela yang membuat pemerintah semakin rapuh

e. Merosotnya perekonomian
Akibat perang yang tidak berhenti perekonomian negara merosot.
Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar termasuk
untuk biaya perang.
f. Terjadinya staknasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan
teknologi, karena hanya mengutamakan pengemabangan kekuatan militer.
Karena faktor-faktor tersebut Turki Usmani menjadi lemah dan
kemudian mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode
selanjutnya dimasa modern kelemahan kerajaan Usmani ini menyebabkan
kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah
muslim yang dulu nya di bawah kekuasaan Turki Usmani, terutama di Timur
Tengah dan Afrika Utara.

Kerajaan Syafawi berdiri sejak tahun 1503-1722 M. Kerajaan ini


berasal dari sebuah gerakan tarekat yag berdiri di Ardabil, sebuah kota di
Azerbaijan. Tarekat ini dikenal dengan nama Syafawiyah, yang diambil dari
nama pendirinya, yaitu Safi Al-Din dan nama Syafawi terus dipertahankan
sampai tarekat ini menjadi gerakan politik kemudian berhasil mendirikan
kerajaan.
Sementara itu di Persia muncul dinasti yang merupakan suatu kerajaan
besar di dunia. Dinasti tersebut berasal dari seorang sufi Syekh Ishak
Saifuddin dari Ardabil di Azerbaijan. Saifuddin berasal dari keturunan yang
berbeda dan meilih sufi sebagi jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah
yang enam, Musa Al-Kazim. Oleh karena itu kerajaan Syafawi menggunakan
aliran Syiah sebagai madzhab negara. Sehingga Syekh Ishak Saifuddin yang
beraliran Syi’ah mempunyai pengaruh besar di daerah Persia. Karena itu

14
kerajaan ini dianggap sebagi peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran
sekarang ini.6
1. Kondisi politik dan sosial Kerajaan Syafawi
Kedaan politik dan sosial Kerajaan Syafawi mulai bangkit setelah raja
kelima kerajaan Syafawi naik tahta. Abbas I naik tahta pada tahun 1587-
1629. Adapun langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam
memulihkan politik Kerajaan Syafawi adalah:7
a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan
pengontrolan dari pusat.
b. Pemindahan ibu kota ke Isfahan
c. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan
Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya
terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa
Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I.
d. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
e. Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada
2. Kondisi keagamaan
Pada masa Abbas, kebijakan agama tidak seperti khalifah sebelumnya
yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia
menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, Abbas terhadap politik
keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang amat
besar. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang sunni dapat
hidup bebas mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja, pendeta
nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluasa
sebab sudah banyak bangsa Armenia yang menjadi penduduk setia kota
Isfahan.
3. Kondisi ekonomi
Stabilitas politik pada masa Abbas I memacu pada perkembangan
perekonomian kerajaan Syafawi. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz
dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Dengan
dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat
6
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 254
7
Badri Yatim, (1997), hlm. 142

15
yang biasanya diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis
sepenuhnya menjadi milik kerajaan Syafawi.8
Di samping pada sektor perdagangan, kerajaan Syafawi juga
mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit
subur (fortile crescent). Namun setelah Abbas I digantika oleh Syafi Mirza
perekonomian Syafawi lambat laun mengalami kemunduran. Pada masa
itu rakyat cenderung masa bodoh atas penindasan yang dilakukan oleh
Syafi Mirza, sehingga saudagar asing banyak yang berdiam di Iran dan
mengendalikan kegiatan ekonomi.
4. Kondisi bidang ilmu pengetahuan
Dalam sejarah islam, bangsa Persia terkenal sebagai bangsa yang
berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila pada masa
kerajaan Syafawi, khususnya pada masa Abbas I berkuasa, tradisi
keilmuan terus berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan masa
kerajaan Syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum
Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum
Syi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya.
Ilmuan yang melestarikan pemikiran Aristoteles, Al-Farabi, dan
Suhrowardi pada abad ke 17 di kerajaan Syafawi adalah Mullah Sadr dan
Mir Damad. Selain itu ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di majlis
istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi seorang filosof dan Muhammad
Bagir Ibn Muhammad Damad adalah seorang filosof ahli sejarah, teolog,
dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan
lebah.
Di bidang seni, kemajuan tampak begitu jelas dari gaya arsitektur
bangunannya, seperti terlihat pada masjid Syah yang dibangun pada tahun
1603 M. Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan seperti,
karpet, permadani, pakaian, tenun, tembikar, dan sebagainya. Seni lukis
mulai dirintis pada masa Tamasp I, Raja Ismail pada tahn 1522 M,
membawa seorang pelukis Timur ke Tabriz yang bernama Bizhard.

8
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 170

16
Menurut Hamka pada zaman Abbas I berkembanglah kebudayaan,
kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan
sebagainya. Diantara pujangga yang gemerlapan bintangnya, ialah
Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, ahli filsafat dan ilmu pasti.
Bahkan Abbas tidak segan mengadakan penyelidikan sendiri. Beliau tidak
lengah menggerakkan kemajuan pengetahuan-pengetahuan khusus
mengenai agama, terutama ilmu fiqh. Diantara ulama besar yang terkenal
pada waktu itu adalah Baharuddin Al-Amili yang juga seorang ahli
kebudayaan. Pada waktu itu hidup juga filosof Shadaruddin Asyaerozi ahli
filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruh timbulnya paham bahai.
Demikian puncak keemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Syafawi pada
masa Abbas I abad ke 17 dan setelah beliau wafat, kondisi ilmu
pengetahuan dan seni mengalami banyak kemunduran.

B. Dinasti Syafawi
Kerajaan Syafawi berdiri sejak tahun 1503-1722 M. Kerajaan ini
berasal dari sebuah gerakan tarekat yag berdiri di Ardabil, sebuah kota di
Azerbaijan. Tarekat ini dikenal dengan nama Syafawiyah, yang diambil dari
nama pendirinya, yaitu Safi Al-Din dan nama Syafawi terus dipertahankan
sampai tarekat ini menjadi gerakan politik kemudian berhasil mendirikan
kerajaan.
Sementara itu di Persia muncul dinasti yang merupakan suatu kerajaan
besar di dunia. Dinasti tersebut berasal dari seorang sufi Syekh Ishak
Saifuddin dari Ardabil di Azerbaijan. Saifuddin berasal dari keturunan yang
berbeda dan meilih sufi sebagi jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah
yang enam, Musa Al-Kazim. Oleh karena itu kerajaan Syafawi menggunakan
aliran Syiah sebagai madzhab negara. Sehingga Syekh Ishak Saifuddin yang
beraliran Syi’ah mempunyai pengaruh besar di daerah Persia. Karena itu
kerajaan ini dianggap sebagi peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran
sekarang ini.9

9
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 254

17
5. Kondisi politik dan sosial Kerajaan Syafawi
Kedaan politik dan sosial Kerajaan Syafawi mulai bangkit setelah raja
kelima kerajaan Syafawi naik tahta. Abbas I naik tahta pada tahun 1587-
1629. Adapun langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam
memulihkan politik Kerajaan Syafawi adalah:10
f. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan
pengontrolan dari pusat.
g. Pemindahan ibu kota ke Isfahan
h. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan
Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya
terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa
Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I.
i. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
j. Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada
6. Kondisi keagamaan
Pada masa Abbas, kebijakan agama tidak seperti khalifah sebelumnya
yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia
menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, Abbas terhadap politik
keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang amat
besar. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang sunni dapat
hidup bebas mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja, pendeta
nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluasa
sebab sudah banyak bangsa Armenia yang menjadi penduduk setia kota
Isfahan.
7. Kondisi ekonomi
Stabilitas politik pada masa Abbas I memacu pada perkembangan
perekonomian kerajaan Syafawi. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz
dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Dengan
dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat
yang biasanya diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis
sepenuhnya menjadi milik kerajaan Syafawi.11
10
Badri Yatim, (1997), hlm. 142
11
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 170

18
Di samping pada sektor perdagangan, kerajaan Syafawi juga
mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit
subur (fortile crescent). Namun setelah Abbas I digantika oleh Syafi Mirza
perekonomian Syafawi lambat laun mengalami kemunduran. Pada masa
itu rakyat cenderung masa bodoh atas penindasan yang dilakukan oleh
Syafi Mirza, sehingga saudagar asing banyak yang berdiam di Iran dan
mengendalikan kegiatan ekonomi.
8. Kondisi bidang ilmu pengetahuan
Dalam sejarah islam, bangsa Persia terkenal sebagai bangsa yang
berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila pada masa
kerajaan Syafawi, khususnya pada masa Abbas I berkuasa, tradisi
keilmuan terus berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan masa
kerajaan Syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum
Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum
Syi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya.
Ilmuan yang melestarikan pemikiran Aristoteles, Al-Farabi, dan
Suhrowardi pada abad ke 17 di kerajaan Syafawi adalah Mullah Sadr dan
Mir Damad. Selain itu ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di majlis
istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi seorang filosof dan Muhammad
Bagir Ibn Muhammad Damad adalah seorang filosof ahli sejarah, teolog,
dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan
lebah.
Di bidang seni, kemajuan tampak begitu jelas dari gaya arsitektur
bangunannya, seperti terlihat pada masjid Syah yang dibangun pada tahun
1603 M. Unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan seperti,
karpet, permadani, pakaian, tenun, tembikar, dan sebagainya. Seni lukis
mulai dirintis pada masa Tamasp I, Raja Ismail pada tahn 1522 M,
membawa seorang pelukis Timur ke Tabriz yang bernama Bizhard.
Menurut Hamka pada zaman Abbas I berkembanglah kebudayaan,
kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan
sebagainya. Diantara pujangga yang gemerlapan bintangnya, ialah

19
Muhammad Bagir Ibn Muhammad Damad, ahli filsafat dan ilmu pasti.
Bahkan Abbas tidak segan mengadakan penyelidikan sendiri. Beliau tidak
lengah menggerakkan kemajuan pengetahuan-pengetahuan khusus
mengenai agama, terutama ilmu fiqh. Diantara ulama besar yang terkenal
pada waktu itu adalah Baharuddin Al-Amili yang juga seorang ahli
kebudayaan. Pada waktu itu hidup juga filosof Shadaruddin Asyaerozi ahli
filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruh timbulnya paham bahai.
Demikian puncak keemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Syafawi pada
masa Abbas I abad ke 17 dan setelah beliau wafat, kondisi ilmu
pengetahuan dan seni mengalami banyak kemunduran.

C. Dinasti Mugal India hingga Terbentuknya Bangladesh


1. Sejarah Berdirinya kerajaan Mughal India
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya
Kerajaan Safawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar islam, kerajaan inilah
yang termuda. Kerajaan mughal bukanlah kerajaan islam pertama di anak
benua india . Awal kekuasaan islam di india terjadi pada masa khalifah al-
Walid dari Dinasti Umayyah. Penalukan wilayah ini dilakukan oleh tentara
bani umayyah dibawah pimpinan Muhammad Ibnu Qasim.12
Pada masa Mu’awiyah I, terjadi perampokan terhadap orang-orang
Islam di India. Atas izin Khalifah Al-Walid, ia mengirim Muhammad Ibn
Qasim (usianya 17 tahun), untuk memimpin pasukan. Dalam waktu 4
tahun lebih, Sind dan Punjab dapat ditaklukkan dan dikuasai. Muhammad
Bin Qasim menjadi gubernur yang menjalankan pemerintahan dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi. Riwayatnya berakhir tragis akibat pertikaian
politik, setelah itu ada 9 orang gubernur tetap berkuasa di wilayah itu
sampai datangnya dinasti Ghazni. Pada tahun 1206 M berdirilah
kesultanan Delhi yang meliputi : Dinasti Mamluk (1206-1290 M), Khalji
(1290-1320 M), Tughlug (1320-1414 M), Sayyed (1414-1451 M), dan
Lodi (1451-1526 M).

12
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 145

20
Dinasti Mamluk didirikan oleh seorang budak yang bernama
Altamasy. Altamasy berhasil memperluas kekuasaan Islam ke sebelah
utara (Malawa) dan menyelamatkan negerinya dari serangan Mongol.
Setelah itu ia menunjuk anak perempuannya, Raziya, sebagai pengganti
badri dengan alasan semua anak laki-lakinya tidak ada yang mampu.
Dalam sejarah Islam Sultan Raziya adalah perempuan pertama yang
berkuasa. Pada tahun 1240 M terjadi pemberontakan untuk menolak sultan
perempuan yang menjatuhkan Raziya oleh Bahram Shah, putra dari
Iltutmish, namun Bahram Shah tidak mampu memimpin , akhirnya pada
tahun 1246 M pamannya, Nasiruddin Mahmud naik tahta, kemudian ia di
gantikan oleh Balban. Dengan dukungan para pembesar istana, Jalaluddin
Khalji naik tahta pada tahun 1290M. Setelah itu Alauddin naik tahta berkat
dukungan para bangsawan. Pengganti Alauddin Khalji adalah
Quthubuddin Mubarak Khalji. Lima bulan kemudian Ghazi Malik
Tughlaq, gubernur Depalpur, dapat menguasai Delhi dengan membunuh
Khusru.
Ghazi Malik menduduki tahta dengan gelar Ghiyasuddin Tughlug.
Ghiyasuddin Tughlug meninggal dunia pada tahun 1325 M. Juna Khan
terpilih sebagai pengganti Sultan ia naik tahta dengan gelar Muhammad
Ibn Tughlug. Ia wafat pada tahun 1351 M ketika negara dilanda
pemberontakan. Fihruz Shah, sepupunya, naik tahta setelah meredam
pemberontakan di Sind dan penyerangan Mongol. Setelah kematian Fihruz
pada tahun Shah pada tahun 1388 M penggantinya tidak ada yang mampu.
Nashiruddin Muhammad Tughluq adalah orang terakhir dalam Dinasti
Tughlug. Pada tahun 1414 M, Khizir Khan, utusan Timur di Debalpur dan
Multan dapat menguasai politik di Delhi.
Khizr Khan merupakan pendiri dari Dinasti Sayyid. Ia meninggal
dunia pada tahun 1421 M. Kemudian Mubarak Shah naik tahta, namun ia
terbunuh pada tahun 1434 M. Keponakan Mubarak, Muhammad Shah,
naik tahta. Muhammad Shah memimpin selama 12 tahun, ia di gantikan
oleh anaknya, Alauddin Alam Shah. Bahlul Lodi naik tahta pada tahun
1451 M. Ia bertahta selama 38 tahun dan meninggal pada 1389 M. Nizam

21
Khan, putra kedua Bahlul Lodi naik tahta dengan gelar Sikander Lodi. Ia
meninggal dunia pada tahun 1517 M setelah berhasil memimpin selama 28
tahun. Akhirnya, Ibrahim Lodi, naik tahta. Tetapi terjadi pemberontakan di
Jalal Khan. Ia banyak memenjarakan bangsawan yang menentang. Hal ini
memicu lebih banyak pemberontakan.
Pada 21 April 1526 M terjadi pertempuran yang dahsyat di Panipat
antara Babur dan Ibrahim Lodi. Pasukan Lodi berjumlah 100.000 kekuatan
tentara dengan 1000 pasukan gajah, sedangkan tentara Babur hanya
berjumlah 25.000.47 Ibrahim Lodi beserta ribuan tentaranya terbunuh
dalam pertempuran itu.13 Walaupun pasukannya lebih kecil jumlahnya,
barangkali karena keperkasaan yang diwarisi leluhurnya serta prajuritnya
yang terlatih dan loyal, Babur berhasil tampil sebagai panglima yang
memenangkan pertempuran. Setelah Babur memperoleh kemenangan ia
beserta pasukannya memasuki kota Delhi untuk menegakkan
pemerintahan. Dengan ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi,
maka berdirilah kerajaan Mughal di India pada tahun 1526 M.
2. Para Penguasa Kerajaan Mughal India
a. Babur ( 1526-1530)
Babur bernama lengkap Zahiruddin Muhammad Babur. Babur
merupakan cucu Timur Lenk dari pihak ayah dan keturunan Jenghiz
Khan dari pihak ibu. Ayahnya Umar Mirza, merupakan seorang
penguasa Ferghana.14 Masa pemerintahan Babur ditandai oleh dua
persoalan besar yakni bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu yang
mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Islam, mereka memberontak
antara tahun 1526 dan 1527 M dan munculnya penguasa muslim yang
mengakui pemerintahannya di Afghanistan yang masih setia kepada
keluarga Lodi. Namum Babur dapat menyelesaikan semua persoalan
tersebut.
b. Humayun (1530-1540 M Dan 1556 M)

13
Kerajaan Mughal di India, (Surabaya: digilib.uinsby.ac.id/366/9.pdf, 2015), hlm. 5
14
Supardi, Pengaruh Islam di Asia Selatan, (Yogyakarta:
staffnew.uny.ac.id/upload/132304486.pdf, 2018), hlm. 8

22
Babur digantikan oleh putra sulungnya, Humayun yang bernama
lengkap Naseeruddin Humayun. Ia adalah seorang raja yang
dermawan, ramah dan suka memaafkan. Pada awal pemerintahannya,
Humayun mengalami kesulitan karena perilaku dari saudara-
saudaranya yang menuntut hak untuk memerintah. Pada 1540 M,
terjadi perang antara Mughal dengan orangorang Afghan di Qanuj.
Namun sayang, keberuntungan tidak lagi berpihak kepada Mughal, dan
mereka kalah. Humayun mencoba kembali merebut kekuasaannya di
Delhi. Pada tahun 1555 M ia menyerbu Delhi yang saat itu diperintah
Sikandar Sur (dari Dinasti Sur 1540-1555). Akhirnya ia bisa memasuki
kota ini dan ia bisa memerintah kembali sampai tahun 1556 M. Pada
tahun 1556 M, ia meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya
Jalaludin Muhammad Akbar.
c. Akbar (1556-1605 M)
Sepeninggal Humayun, tahta kerajaan Mughal dijabat oleh
putranya Akbar. Ia bergelar Sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan.
Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan
kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti Islam yang besar di India. Di
awal masa pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-
sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab.
Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai
menyusun program ekspansi. Keberhasilan ekspansi militer Akbar
menandai berdirinya Mughal sebagai sebuah kesultanan besar. Di
samping itu Akbar menerapakan politik “Sulh-e-Kul” atau toleransi
universal, yang memandang semua rakyat sama derajatnya, mereka
tidak dibedakan sama sekali oleh ketentuan agama atau lapisan sosial.
Pada tahun 1605 M, raja Mughal yang sangat mashur ini wafat.15

d. Jehangir (1605-1627 M)
Setelah Akbar, yaitu anaknya Jehangir. Masa pemerintahan
Jehangir kurang lebih selama 23 tahun. Ia adalah penganut ahl al-

15
Yatim, Sejarah Peradaban......., hlm. 148 - 149

23
sunnah wa al jama‟ah, sehingga Din-i-Ilahi yang dibentuk ayahnya
menjadi hilang pengaruhnya. Pemerintahan Jehangir juga diwarnai
dengan pemberontakan di Ambar yang tidak mampu dipadamkan.
Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh
Kurram, putranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar,
Kurram menangkap dan menyekap Jehangir. Berkat usaha permaisuri,
permusuhan ayah dan anak ini dapat dipadamkan. Pada masa
kepemimpinannya, Jehangir berhasil menundukkan Bengala, Mewar,
dan Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang
ia lakukan mempertegas kenegarawan yang diwarisi oleh ayahnya,
Akbar.
e. Syah Jehan (1627-1658 M)
Syah Jehan tampil menggantikan pemerintahan Jehangir. Syah
Jehan adalah seorang yang terpelajar, ia memiliki bakat kepemimpinan
dan memiliki jiwa intelektual dan seni. Bibit-bibit disintegrasi mulai
tumbuh pada pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian
terhadap politik toleransi Mughal. Dalam masa pemerintahannya
terjadi dua kali pemberontakan. Tahun pertama masa
pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak
dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Pada akhirnya
Darsyikuh dibunuh oleh Aurangzeb. Syah Jehan meninggal dunia pada
1657 M, setelah menderita sakit keras
f. Aurangzeb / Alamghir I (1658-1707 M)
Aurangzeb bergelar Alamghir Padshah Ghazi. Ia penguasa yang
berani dan bijak, kebesarannya sejajar dengan Akbar, Pendahulunya.
Pada tahun 1668 M, menyuruh perusakan kuil-kuil Hindu yang
disalahgunakan untuk kegiatan-kegiatan politik dan mensponsori
pengkodifikasian hukum Islam yang di kenal dengan Fatawa-I,
Alamgiri. Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan orang-
orang Hindu. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan
di masanya. Meskipun pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat
dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika

24
Aurangzeb meninggal pada 1707 M, banyak provinsi-provinsi yang
letaknya jauh dari pusat kerajaan memisahkan diri
g. Pemerintahan Pasca-Aurangzeb
Sepeninggal Aurangzeb pada tahun 1707 M, kesultanan Mughal
di perintah oleh generasi-generasi yang lemah. Sampai tahun 1858 M
sultan-sultan Mughal tidak mampu lagi mengendalikan wilayah yang
cukup luas dan kekuatan lokal Hindu yang cukup dinamis, di samping
karena konflik di antara mereka sendiri yang berebut kekuasaan.
Sultan-sultan penerus Aurangzeb yaitu : Bahadur Syah (1707-1712
M), Azimusyah (1712-1713 M), Farukh Siyar (1713-1719 M),
Muhammad Syah (1719-1748 M), Ahmad Syah (1748-1754 M),
Alamghir II (1754-1759 M), Syah Alam (1761-1806 M), Akbar II
(1806-1837 M), dan Bahadur Syah II (1837-1858 M).16
3. Proses Kemundurannya Kerajaan Mughal India
Setelah satu setengah abad dinasti mughal berada dipuncak
kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan
kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-
18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan
politiknya mulai merosot. Suksesi kepemimpinan ditingkat pusat menjadi
ajang perebutan, ajang sparatis hindu din india tengah, sikh di belahan
utara dan islam di bgian timur semakin lama semakin mengancam.
Sementara itu para pedagang inggris yang untuk pertama kali diizinkan
oleh Jehangir menanamkan modal di india dengan di dukung oleh
kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai pantai.
Pada masa Aurangzeb , pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
memang sudah muncul tapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aunrangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran
puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak
mampu menghadapi masalah yang ditinggalkan.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh
Muazzam, putratertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di

16
Kerajaan Mughal......., hlm. 15

25
Kabul. Putra Aurangzeb ini kemudian bergelah BahadurSyah (1707-1712
M). Ia menganut aliran Syi‟ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan
selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat
dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk
Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi‟ah
kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup
lama, terjadi perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Bahadur
Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya
ditentang oleh zulfiqar Khan, putra Azad Khan, wazir Aurangzeb.Azimus
Syah meninggal tahun 1712 M dan diganti oleh putranya, Jihandar Syah
yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar
Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyartahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan
kelompok sayyid, tapi tewas ditangan para pendukungnya sendiri (1719
M). Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah Asyfar di bawah
pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan
kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syahuntuk menundukkan
kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali
memberikan bantuan kepada pemberontak Afghaan di Persia.Oleh karena
itu pada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang
kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku
tunduk pada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi
setelah ia bersedia memberi hadiah yang sangat banyak kepada Nadir
Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama
setelah jabatan wazir dipegang Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk
(1722-171732 M) karenamen dapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi,
tahun 1732 Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabad dan
menetap di sana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan
terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu persatu melepaskan
loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi

26
pemerintahannya masing-masing. Hiderabad dikuasai Nizam Al-Mulk,
Marathas dikuassai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan
sendiri di bawah pemerintahan Jai Singh dan Amber, Punjab dikuasai oleh
kelompok Sikh, Oudh dikuasai oleh Sadat Khan, Bengal dikuasai Syuja‟
Al-Din, menantu Mursyid Qulli, penguasa Bengal yang diangkat
Aurangzeb. Sementara wilayah-wilayah pantai banyak yang dikuasai oleh
para pedagang asing, terutama EIC dari Inggris.Disintegrasi wilayah
kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang
disamping melepasakan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka
senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi dinasti Mughal itu
sendiri
Setelah Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh
Ahmad Syah (1754-1759 M), kemudian diteruskanoleh Al-Maghir
II(1754-1759 M), dan kemudian dilanjutkan oleh Syah Alam (1761-1806
M). padatahun 1761 M, kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan
Durranidari Afghan, kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejakitu
Mughal berada dibawah kekuasaan Afghan. Meskipun Syah Alam tetap
diizinkan memakai gelar Sultan.
Ketika kerajaan memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada
tahun itu juga, perusahaan inggris (EIC) yang sudah sangat kuat
mengangkat senjata melawan pemerintah kerjaan Mughal. Peperangan
berlangsung larut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai
dengan menyerahkan Oudh, Bengal, dan Orisa kepada Inggris. Sementara
itu, Najib Al-Daula, wazir Mughal dikalahkan oleh aliansi Hindu,
sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Marathas. Akan tetapi, Sindhia dapat
dihalau kembali oleh Syah Alam dengan bantuan Inggris (1803 M).
Syah Alam meninggal tahun 1806 M. Tahta selanjutnya kemudian
dipegang oleh Akbar II (1806-1837 M). Pada masa pemerintahan Akbar
memberi konsekuensi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di
anak benua India sebagaimana yang diinginkan Inggris, tapi perusahaan
harus menjamin kehidupan raja dan keluarga di istana. Dengan demikian,
kekuasaan sudah berada ditangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar

27
sultan dipertahankan. Bahadur Syah (1837-1858 M), penerus Akbar, tidak
menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya yaitu, sehingga terjadi
konflik antara kedua kekuasaan tersebut
Pada waktu yang sama, pihak EIC mengalami kerugian, karena
penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal
mereka harus tetap menjamin kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian
sekaligus mememnuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang
tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat
merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam
bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahdur
Syah untuk menjadi lambing perlawanan itu dalam rangka mengembalikan
kekuasaan Kerajaan Mughal di India. Dengan demikian terjadilah
perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857
M.
Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris
mendapatkan dukungan dari beberapa penguasa local Hindu dan Muslim.
Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap
pemberontak.Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak
yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, Raja terakhir Mughal, diusir dari
istana (1858 M). Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti
Mughal di daratan India dandan tinggallah di sana umat Islam yang harus
berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Ada beberapa factor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal
itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada
kehancurannya pada tahun 1858 M. yaitu:
a) Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi
militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau
oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat.
Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan
buatan Mughal sendiri
b) Kemrosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang
mengakibatkan pemborosan dalam pengunaan uang Negara

28
c) Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalammelaksanakan
ide-ide puritan dan kecenderung anaksetisnya, sehingga konflik antar
agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya
d) Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang
lemah dalam bidang kepemimpinan.17
4. Proses Terbentuknya Bangladesh
Masa kemunduran terjadi karena ketidak stabilan kekuasaan di
dalam, kepemimpinan pusat menjadi ajang perebutan, di samping itu
didukung oleh faktor eksternal. Berbagai gerakan separatis muncul dan
semakin mengancam diantaranya gerakan separatis Hindu di India tengah,
Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur. Faktor eksternal yang
mendukung runtuhnya Mughal adalah datangnya IEC (perusahaan asing
Inggris) yang hampir menguasai wilayah India. Ketika posisi kerajaan
Mughal yang semakin melemah, pada saat itu juga, perusahaan IEC yang
sudah kuat mengangkat senjata melawan pemerintah kerajaan Mughal.
Akhirnya, Syah Alam sebagai sultan pada masa itu membuat perjanjian
damai dengan menyerahkan sebagian wilayah kepada Inggris.18
Pada tahun 1930 Muhammad Iqbal ( 1875-1938) dan Muhammad
Ali Jinnah (1876-1948) dari Liga Muslim menyerukan pembuatan negara
Muslim yang terpisah. Pada tingkat itu terdapat tiga posisi Muslim yang
saling berbeda mengenai kemerdekaan dan nasionalisme. Pertama,
Menurut para pemuka agama yang tradisional semacam Maula Abul. Ala
Al Maududi mengemukakan argumentasi bahwa nasionalisme dan Islam
merupakan dua ideologi yang saling berlawanan. Nasionalisme adalah
bentuk partikularisme yang berlawanan dengan universalisme Islam.
Nasionalisme lahir dari Barat yang berakar pada perasaan nasional yang
sempit, rasial, geografis yang merupakan karakteristik Barat. Oleh karena
itu, seluruhnya termasuk dalam kesatuan masyarakat yang universal di
bawah kekuasaan hukum Tuhan. Dan barang siapa menerima prinsip Islam
tidak bisa terbagi oleh perbedaan nasionalitas, baikpun nasionalisme
Muslim, dinyatakan melawan Islam dan ditolak. Kedua, posisi Muslim
17
Yatim, Sejarah............, hlm. 159-163
18
Ibid........, hlm. 160

29
diwakili oleh Abdul Kalam Azad (1888-1958), tokoh teoritikus terbesar
dalam Gerakan Khilafat, yang masih mendukung partai kongres, bahkan
menjabat sebagai presidennya. Sejak berakhirnya gerakan Khilafat, filsafat
politiknya beralih kepada “composite nationalism”, yang terdiri dari
masyarakat Hindu dan Muslim yang saling bekerja sama. Walaupun
dengan alasan yang berbeda, ia lebih conderung sepakat dengan al
Maududi dan pemuka keagamaan tradisonal yang menentang
pembentukan Pakistan sebagai negara Muslim. Ketiga, posisi Muslim
yang diwakili Muhammad Iqbal dan Ali Jinnah. Keduanya lebih memilih
untuk memisahkan diri dan mendirikan negara Muslim. Karena banyak
pertimbangan-pertimbangan. Diantaranya, munculnya konflik-konflik
komunal antara Muslim dan Hindu menyebabkan bangkit prihatin bahwa
perpisahan antara Muslim-Hindu niscaya akan mengandung efek yang
serius terhadap hah-hak Muslim sebagai penduduk minoritas dalam sebuah
negara yang didominasi oleh Hindu.
Bagi sosok seperti Iqbal dan Ali Jinnah, pembaharu agama dan
politikus sekuler, awalnya memilih jalan kemerdekaan nasionalisme India.
Kemudian beralih pada Nasionalisme Muslim dan mendirikan sebuah
negara Muslim yang terpisah. Pada tanggal 20 Maret 1940, Muslim
League mengadakan sidang tahunan memutuskan sebuah resolusi
menyerukan penciptaan negara Muslim dalam wilayah barat laut (lembah
Indus) dan wilayah belahan timur (Bengala) tempat kediaman mayoritas
Muslm. Pada 16 Desember tahun 1971 adalah awal dari cikal bakal
terbentuknya negara Bangladesh. Dua pekan setelah India menginvasi
wilayah bagian Timur Pakistan, kenyataan pahit harus diterima Pakistan.
Tentara mereka yang berjumlah 90 ribu harus menyerah terhadap pasukan
India di wilayah tersebut. Kekalahan itu begitu menyakitkan bagi Pakistan.
Pasalnya, kekalahan tersebut berakibat pada langkah Pakistan Timur yang
resmi memisahkan diri dari negaranya dan mendeklarasikan diri sebagai
Bangladesh. Semenjak Inggris mengakhiri kekuasaannya pada 1947 dari
Barat dan Timur Pakistan kerap berseteru. Perbedaan budaya serta adanya

30
negara India yang memisahkan barat dan timur ini semakin memicu dan
membakar semangat Timur Pakistan untuk merdeka.
Sebenarnya sebelum peperangan itu pecah, pada Bulan Maret tentara
Pakistan Timur sudah memploklamirkan negara Bangladesh. Tapi hal itu
tak berlangung lama, Pakistan segera mengambil tindakan dan melakukan
serangan ke daerah itu. Namun, Bangladesh tampaknya harus banyak
berterima kasih kepada India. Kalau tidak ada bantuan dari negara tersebut
sulit rasanya negara Bangladesh bisa berdiri sampai sekarang ini. Walau
mendapat bantuan India, jalan panjang tetap harus dilalui Bangladesh,
banyak warga terbunuh jutaan orang mengungsi menjadi harga mahal
yang harus di bayar Bangladesh.Tetapi perjuangan Bangladesh akhirnya
membuahkan hasil. Pada 1974 Pakistan akhirnya resmi mengakui
kemerdekaan dan kedaulatan negara Bangladesh.19
5. Peninggalan Dinasti Moghul
a. India sebagai negara merdeka
Kebesaran dinasti Moghul tidak hanya ditunjukkan luasnya
daerah yang disatukan dalam satu imperium, tetapi juga berbagai
pembaharuan sistem politik. Apabila dicermati, penetrasi politik Islam
pada masa sebelum dinasti Moghul masih memiliki ikatan kuat dengan
dinasti Islam di Asia Barat. Dinasti Moghul dengan raja pertamanya
Kutbu’ddin Aibak telah mendirikan dasar pemerintahan Islam secara
merdeka di India, lepas dari kesultanan di Asia Barat. Hal ini sebagai
hal yang unik mengingat wilayah Asia Selatan (India) bergandengan
langsung dengan wilayah Asia Barat, walaupun secara geografis
dipisahkan oleh pegunungan yang sulit dilalui Sebagai sebuah negara,
wilayah kesultanan Moghul mencapai wilayah terluas di India
sepanjang sejarah sejajar dengan masa pemerintahan Ashoka.
b. Pembagian wilayah kerajaan
Kerajaan Moghul memiliki pemerintah pusat yang beribukota di
Delhi, sedangkan wilayah-wilayah di bawahnya identik dengan sistem
propinsi dengan raja muda yang mengepalainya. Hal ini sebagai
19
Pujiatun Patmasari, Adab Sejarah Kebudayaan Islam, (Palembang:
eprints.radenfatah.ac.id/632/1.pdf, ), hlm. 20

31
bentuk langsung pengaruh sistem pemeintahan Islam di Asia Barat.
Gelar Sultan juga sebagai bentuk nyata pengaruh sistem politik Islam
di Asia Barat. Walaupun secara politik kerajaan Moghul tidak
memiliki ikatan secara langsung, tetapi hukum Islam yang diterapkan
di berbagai kerajaan Islam memiliki peran kuat dalam sistem
pemerintahan Moghul. Sebagai bentuk dinasti, kerajaan Moghul
memiliki kelemahan seperti halnya sistem kedinastian lain. Dalam
kerajaan berbentuk dinasti, penguasa tertinggi dilakukan turun-
temurun. Akibatnya keadaan kerajaan sangat tergantung pada
kecakapan seorang raja dalam memerintah Hal ini dapat dilihat dalam
perjalanan sejarah kerajaan Moghul. Sultan Akabar dapat dinilai
sebagai raja yang cakap dalam memantapkan stabilitas pemerintahan
dan melakukan akomodasi berbagai kekuatan politik yang
menyebabkan perpecahan
c. Sumber pendapatan Negara
Pajak merupakan salah satu sumber utama keuangan kerajaan.
Pada masa pemerintahan Islam di India jizya diterapkan sejak
pemerintahan Dinasti Taghluk (1321 – 1388). Jizya adalah pajak
kepala untuk orang-orang non muslim. Sementara untuk orang Islam
zakat merupakan bentuk pajak menurut syariat Islam. Dengan
demikian pada dasarnya baik muslim maupun non muslim memiliki
tanggungjawab sama dalam masalah pajak. Kaum non muslim tetap
mendapat perlindungan dari kerajaan dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari maupun dalam menjalankan ibadahnya. Pada masa Sultan
Akbar, jizya ini dihapuskan dan digantikan dengan pajak tanah.
Dengan dibantu seorang Hindu bernama Raja Todar Mall Sultan
Akbar menerapkan pajak tanah yang nilainya disesuaikan dengan
tingkat kesuburan dan luas tanah13. Pada masa Aurangzib jizya
kembali diberlakukan.
d. Perubahan sosial
Semenjak Islam masuk ke India, pengaruh mendasar yang utama
adalah masalah penghapusan kasta yang telah mendarah daging

32
ratusan tahun lamanya. Islam tidak mengenal kasta, sehingga oleh
sebagian masyarakat Islam di India terutama pada kasta rendah,
kedatangan Islam disambut dengan senang hati. Dampaknya adalah
terjadinya transformasi sosial karena kesetaraan penduduk dalam
memperoleh akses ekonomi dan untuk bagian tertentu adalah menjadi
pegawaipemerintah dan tentara. Perubahan menonjol lainnya adalah
masalah kesetaraan gender. Keberadaan kaum wanita yang selama
ratusan tahun menjadi kelompok kelas dua terangkat oleh masuknya
Islam di India. Upacara Sati (menceburkan diri ke api seorang
perempuan dalam pembakaran mayat suaminya) terus terkikis oleh
pengaruh Islam di India. Namun demikian bukan berarti upacara Sati
ini terhapus begitu saja di India. Sampai dengan abad XX upacara Sati
masih dilakukan oleh sebagian masyarakat India.
Kedatangan Islam di India memang menjadi pencerahan bagi
kaum lemah seperti yang diungkapkan Hunter dalam Rychard
Symonds. Bagi orang-orang melarat ini- nelajan-nelajan, pemburu-
pemburu, perompak-perompak dan pembadjak-pembadjak tanah, dari
kasta rendah_ Islam datang sebagai kurnia dari langit. Ia merupakan
kepercayaan dari kaum yang memerintah....” Kisah yang cukup
menarik adalah munculnya empat ratu (raja perempuan) dikerajaan
Bhopal yang melepaskan diri dari Mohul abad XIX. Salah satu
darikeempat ratu tersebut adalah Syahjihan Begum (1868-1901) yang
menikah dengan seorang ulama besar Maulvi Sayid Muhammad
Shadieq Hasan Kan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh Islam di India telah
mengangkat jutaan kaum tertindas dari kasta rendah. Namun di sisi
lain kedatangan Islam menyebabkan kemunduran kebudayaan Hindu
yang telah berlangsung berabad-abad sebelum Masehi. Bahkan
beberapa sikap raja Muslim kadang menyakitkan sebagian masyarakat
Hindu. Hal ini tentu bukan disebabkan oleh ajaran Islam itu sendiri,
tetapi oleh sikap dan karakter individu raja tersebut. Sebagai contoh
adalah kebijakan yang dilakukan Aurangzib dalam memperlakukan

33
masyarakat Hindu. Misalnya ia melarang pembangunan kuil-kuil untuk
orang Hindu dan pemberlakuan pajak lebih berat pada masyarakat
Hindu.16 Hal ini sebagai salah satu penyebab semakin memudarnya
kewibawaan kesultanan Moghul
e. Seni dan bangunan
1) Karya sastra
Berbagai karya sastra banyak muncul di India pada masa Dinasti
Moghul. Dalam syariat Islam tidak ada pemisahan antara politik dan
ibadah, antara imam dan pemimpin pemerintahan. Tiap sendi
kehidupan manusia terintegrasi dalam nilai-nilai agama. Pemimpin
kerajaan bukan sekedar melaksanakan roda pemerintahan, tetapi
sekaligus sebagai imam yang berpengetahuan keagamaan tinggi dan
pantas diteladani. Tidak heran bila karya seni dan sastra yang muncul
tidak sebatas ditulis para ulama, tetapi juga para raja.
Pada masa raja Akbar riwayat dan pemikiran Sultan Akbar
ditulis oleh filosof Abul Fazl dengan judul A’ini Akbari dan Akbar-
nama. Dua kitab tersebut ditulis dalam bahasa Persi dan kini juga telah
diterjemahkan dalam Bahasa Inggris. Akbar adalah sosok pemimpin
yang berusaha menyatukan dua kekuatan penting diIndia yakni Islam
dan Hindu. Maka beliau terkenal dengan ajarannya Din-Illahi yang
hendak dijadikan agama kerajaan. Beliau juga mengambil permaisuri
seorang Hindusehingga sebagian ada yang menyangsikan kehidupan
Islam Sultan Akbar.Toleransinya sangat dikenal bahkan memberi
kebebasan para misionaris Barat untuk menyebarkan agama Kristen di
India Raja Jahangir juga meninggalkan karysa satra dengan menulis
riwayat hidupnya dalam kitab Tzuk-i-Jahangiri. Abdul Hamid Lahori,
seorang sejarawan pada masa Shah Jahan menulis riwayat hidup Shah
Jahan dalam kitab Padchah Nama.
2) Bangunan
Sultan Akbar tidak hanya terkenal sebagai raja yang disegani
karena keberaniannya dalam peperangan. Pemerintahan beliau juga

34
meninggalkan berbagai bangunan penting seperti bangunan masjid dan
istana di kota Agra
Pada tahun 1636 Sultan Shah Jahan berhasil menguasai dua
kerajaan penting berhasil dikuasai yakni Ahmadnagar dan Bijabur.
Pada saat perluasan kekuasaan tersebut permaisurinya Mumtaz-i-
Mahal meninggal tahun 1631. Begitu cintanya pada istrinya, Shah
Jahan mengenangnya dengan membuat mega proyek makam Mumtaz
Mahal yang artinya mutiara istana yang dibangun tahun 1631-1648
dengan melibatkan 20.000 pekerja.20 Bangunan makam tersebut
dilengkapi dengan masjid dan taman dengan arsitek tinggi.
Kemashurannya sampai di penjuru benua, dan saat ini merupakan
salah satu keajaiban dunia
Shah Jahan juga telah membuat rencana bangunan makam untuk
dirinya yang rencananya tidak kalah indahnya dengan Mumtaz Mahal.
Tetapi wasiat itu tidak dilaksanakan penggantinya Aurangzib yang
tidak menyukai kemegahan bangunan. Jenazah Shah Jahan
dimakamkan berdampingan dengan istri tercintanya Mumtaz Mahal.
Shah Jahan juga meninggalkan berbagai bangunan indah dan
megah lainnya seperti Masjid Ja’mi, Istana Shah Jahanabad, Masjid
Mutiara di Agra, Dewan di Delhi, Agra, dan Lahore merupakan
kekhasan bangunan dengan kreasi tinggi perpaduan arsitek Persia dan
India. Aurangzib, walaupun tidak meninggalkan bangunan sebesar
masa Shah Jahan, tetapi juga membangun masjid Badshahi di Lahor
dan Pearl Mosque di Delhi, walaupun kecil tetapi berninai arsitek
tinggi dan kemewahan bangunan.21
f. Perkembangan kepercayaan dan aliran keagamaan
Masuknya Islam di India bukan tidak menimbulkan masalah
konflik kepercayaan. Hal ini sangat wajar mengingat di wilayah
tersebut berkembang dua agama besar terutama Hindu dan Islam.
Sikap para penguasa Islam yang berusaha membuat keadilan dalam

20
Ruslan dan Feby Nurhayati, Di Balik Pesona Tujuh Keajaiban (Baru) Dunia,
(Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 23
21
Supardi, Pengaruh Islam..................., hlm. 15

35
menjalankan ibadah kadang sulit dilakukan oleh munculnya berbagai
kecurigaan dan kesalahpahaman politik. Upaya melakukan akomodasi
kedua agama ini pernah dilakukan oleh Sultan Akbar dengan
melahirkan ajaran baru Din Illahi tahun 158219, namun tidak
mendapat respon positif dari para ulama Islam. Akbar juga
memperistri seorang Hindu dengan maksud menghilangkan
pertentangan dua pemeluk agama terbesar di India tersebut.
Islam dan Hindu yang kadang memunculkan pertentangan
tersebut kemudian mendorong munculnya aliran kepercayaan baru
yang kemudian berkembang menjadi salah satu agama besar di India.
Pada abad XV muncul agama Sikh yang merupakan sinkritisme Islam
dan Hindu dengan pemimpinnya yang terkenal dengan sebutan Guru
Nanak (1469-1539). Sikh (artinya murid) terus berkembang, dan guru
Nanak laksana sebagai Rasul yang kemudian dilanjutkan oleh guru-
guru selanjutnya sampai guru ke sepuluh yakni Guru Govind Singh
(1675-1708). Agama Sikh terus berkembang dan mendapat tentangan
baik umat Islam maupun Hindu. Lambat laun penganut Sikh membuat
kelompok tersendiri dan berhasil membangun kekuatan baru di Asia
Selatan.
D. Kemunduran Tiga Kerajaan Besar
a. Kemunduran Dinasti Usmani di Turki

Faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mengalami


kemunduran yaitu: Wilayah kekuasaan yang sangat luas; kerajaan Turki
Usmani sering terlibat perang secara terus-menerus sehingga susah untuk menjaga
daerah yang telah dikuasai. Kelemahan para penguasa; Sepeninggal Sulaiman Al-
Qanuni, Dinasti Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik
kepemimpinannya maupun kepribadiannya, sehingga mudah ditaklukkan bangsa
lain. Heterogenitas penduduk; sebagai kerajaan yang sangat besar, tentunya
masyarakatnya terdiri dari berbagai agama, aras, etnis yang berbeda sehingga
diperlukan pengambilan keputusan yang benar-benar bijaksana. Budaya korupsi;
korupsi merupakan hal yang umum terjadi dalam Dinasti Usmani, sehingga
mengakibatkan rapuhnya moral pemerintah. Pemberontakan tentara Yeniseri;

36
tentara Yeniseri adalah tentara terkuat, sehingga jika para pasukan Yeniseri
memberontak pasti pemerintah kalah. Merosotnya perekonomian; akibat perang
yang tiada henti, perekonomian merosot karena penguasa hanya mementingkan
perang. Stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi; Dinasti usmani kurang
berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, sehingga tidak mampu
menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang semakin maju (Samsul Munir,
2009:208-209).

b. Kemunduran Dinasti Syafawi di Persia

Setelah Abbas 1, dinasti safawi mengalami kemunduran. Sulaiman,


pengganti Abbas 1, melakukan penindasan dan pemerasan terhadap ulama sunni
dan memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka. Penindasan semakin parah terjadi
pada zaman sultan husein, pengganti sulaiman. Penduduk afgan (saat itu bagian
dari Iran) di paksa untuk memeuk syi’ah dan di tindas. Penindasan ini melahirkan
pemberontakan yang di pimpin oleh Mahmud Khan (Amir Kandahar)
sehingga berhasil menguasai Herat, Masyhad, dan kemudian merebut isfahan
(1772 M). setelah itu, safawi diserang oleh Turki Usmani dan Rusia. Wilayah
Armenia dan beberapa wilayah azerbaijan direbut oleh Turki Usmani , sedangkan
beberapa wilayah propinsi laut kaspia di jilan, mazandaran dan asteraban direbut
oleh Rusia (Ira M.Lapidus,op.cit.,:299).
Setelah sebagian besar wilayah dikuasai oleh Afghan, Turki Usmani dan
Rusia, Nadir Syah (dinasti Asfhariah) karena mendapat dukungan dari suku Zand
di Iran Barat menundukan dinasti safawiyah. Nadir Syah (bergelar Syah Iran)
memadukan Sunni-Syi’ah untuk mendapat dukungan dari Afgan dan Turki
Usmani; dan ia mengusulkan agar madzhab fiqih ja’fari (Syi’ah) dijadikan
madzhab hukum yang kelima oleh ulama Sunni. Dinasti safawi pimpinan Nadir
Syah kemudian di taklukan oleh dinasti Qajar (Ibid:300).

c. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal

37
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya,
para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah
dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini
memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi
kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis Hindu
di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama
semakin mengancam(Badri Yatim,2008:159).
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapka pemikiran
puritanisme. Setelah iya wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu
menghadapi problema yang ditinggalkan (Badri Yatim,2008:159).
Sementara itu, para pedagang inggris (EIC) untuk pertama kalinya
diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India yang didukung oleh kekuatan
bersenjata menjadi semakin kuat menguasai wilayah pantai.( Ratu Suntiah,
2010:147).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu
mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancurannya
pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi
militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh
kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan,
mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan
Mughal sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang
mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3. Pendekatan Aurangzeb yang berlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-
ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama
sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sebelumnya.

Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang


lemah dalam bidang kepemimpinan.

38
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdirinya Kerajaan Usmani berawal dari Alauddin yang memberikan
wilayah di bagian Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium kepada
Sultan Saljuk sebagai hadiah karena memenangkan peperangan Bizantium.
Raja pertama Kerajaan Turki adalah Usmani I pada tahun 699 H / 1300 M.
Setelah menjadi raja ia memperluas wilayah dengan menguasai kota
Broessa yang kemudian di jadikan ibu kota kerajaan Turki Usmani pada
tahun 1326. Kerajaan Turki Usmani mengalami kejayaan pada masa
Sultan Muhammad Al- Fatih karena mampu menakhlukkan
Konstantinopel. Kerajaan Turki mulai mengalami fase kemunduran pada
masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Adapun faktor mundurnya Turki
Usmani yaitu: wilayah kekuasaannya yang sangat luas, heteroginitas
penduduk, kelemahan para penguasa, budaya korupsi, merosotnya
perekonomian, dan terjadinya staknasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
2. Kerajaan Syafawi didirikan oleh Syekh Ishak Saifuddin dari Ardabil di
Azerbaijan pada tahun 1503-1722. Kerajaan ini mencapai kejayaan pada
masa kepemimpinan Abbas I. Baik dari segi politik, keagamaan, ekonomi,
dan ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan pada masa kerajaan
Syafawi melahirkan tokoh filosof yang terkenal yaitu Muhammad Bagir
Ibn Muhammad Damad. Kerajaan Syafawi mengalami kemunduran
setelah Abbas I wafat.
3. Berdirinya Kerajaan Usmani berawal dari Alauddin yang memberikan
wilayah di bagian Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium kepada
Sultan Saljuk sebagai hadiah karena memenangkan peperangan Bizantium.
Raja pertama Kerajaan Turki adalah Usmani I pada tahun 699 H / 1300 M.
Setelah menjadi raja ia memperluas wilayah dengan menguasai kota
Broessa yang kemudian di jadikan ibu kota kerajaan Turki Usmani pada
tahun 1326. Kerajaan Turki Usmani mengalami kejayaan pada masa
Sultan Muhammad Al- Fatih karena mampu menakhlukkan

39
Konstantinopel. Kerajaan Turki mulai mengalami fase kemunduran pada
masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Adapun faktor mundurnya Turki
Usmani yaitu: wilayah kekuasaannya yang sangat luas, heteroginitas
penduduk, kelemahan para penguasa, budaya korupsi, merosotnya
perekonomian, dan terjadinya staknasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
4. Kerajaan Mughal berdiri karena adanya peperangan antara Babur dan
Ibrahim Lodi yang dimenangkan oleh pasukan Babur. Ia memasuki kota
Delhi untuk menegakkan pemerintahan. Dengan demikian maka berdirilah
kerajaan Mughal di India pada tahun 1526 M. Kerajaan Mughal
mengalami kejayaan pada masa Sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan.
Kerajaan Mughal mengalami kemunduran pada masa Sultan Bahadur
Syah. Setelah kemunduran dinasti Moghal inilah muncul beberapa gerakan
hingga terbentuknya Bangladesh hingga sekarang.
5. Tiga kerajaan Islam penting diciptakan pada akhir abad 15 dan awal abad
16: Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Mughal di India, dan Kerajaan
Safawi di Persia. Tiga Kerajaan penting tersebut tampak lebih
memusatkan pandangan mereka pada tradisi demokratis Islam, dan
membangun imperium absolute. Hampir setiap segi kehidupan umum
dijalankan dengan ketepatan sistematis dan birokratis dan berbagai
kerajaan mengembangkan sebuah administrasi yang rumit. Ketiga kerajaan
besar ini seperti membangkitkan kembali kejayaan Islam setelah
runtuhnya Bani Abbasiyah. Namun, kemajuan yang dicapai pada masa
tiga kerajaan besar ni berbeda dengan kemajuan yang dicapai pada masa
klasik Islam.
6. Kemajuan pada masa klasik jauh lebih kompleks. Di bidang intelektual,
kemajuan di zaman klasik. Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam
sudah mulai bertaklid kepada imam-imam besar yang lahir pada masa
klasik Islam. Kalau pun ada mujtahid, maka ijtihad yang dilakukan
adalah ijtihad fi al-mazhab, yaitu ijtihad yang masih berada dalam batas-
batas mazhab tertentu. Tidak lagi ijtihad mutlak, hasil pemikiran bebas
yang mandiri. Filsafat dianggap bid’ah. Kalau pada masa klasik, umat
Islam maju dalam bidang politik, peradaban, dan kebudayaan, seperti

40
dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, pada masa tiga
kerajaan besar kemajuan dalam bidang filsafat — kecuali sedikit
berkembang di kerajaan Safawi Persia — dan ilmu pengetahuan umum
tidak didapatkan lagi. Kemajuan yang dapat dibanggakan pada masa ini
hanya dalam bidang politik, kemiliteran, dan kesenian, terutama arsitektur.
7. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak
kesalahan dan kekurangan untuk itu kritik dan saran yang kontruktif demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberi
manfaat bagi pembaca pada umumnya.

41
DAFTAR RUJUKAN

______, 2015. Kerajaan Mughal di India. Surabaya:


digilib.uinsby.ac.id/366/9.pdf.
“Islam di Asia Tenggara” dalam http://akholilashari.blogspot.com diakses pada
31 Maret 2019.
“Islam di Nusantara” dalam http://www.fiqhislam.com diakses pada 31 Maret
2019.
Achmad Firas Khudi dan Iqra Anugrah, Kajian Asia Tenggara: Antara Narasi,
Teori, dan Emansipasi, dalam Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 4, No. 2, Tahun
2013.
al-‘Usairy, Ahmad. 2012. Sejarah Islam diterjemahkan oleh Samson Rahman Cet.
II. Jakarta: Akbar Media.
Azyumardi, Azra. 1989. Perspektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Azyumardi, Azra. 2007. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana.
Hamka. 1980. Sejarah Umat Islam Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang.
Hasjmi. 1981. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Jakarta:
Al-Maarif.
Helmiati. 2014. Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPM UIN Sultan Syarif
Kasim.
Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pustaka Book Pubhlisher.
Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lapidus, M Ira. 2000. A History of Islamic Societies diterjemahkan oleh Ghufran
A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, bagian ketiga. cet. II.
Jakarta: Raja Grafindo, 2000.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I. Jakarta: UI
Press.
Patmasari, Pujiatun. Adab Sejarah Kebudayaan Islam. Palembang:
eprints.radenfatah.ac.id/632/1.pdf.
Rahmawati, “Islam di Asia Tenggara”. Jurnal Rihlah, Vol. 2, No. 1, 2014.
Ruslan, dan Feby Nurhayati. 2007. Di Balik Pesona Tujuh Keajaiban (Baru)
Dunia. Yogyakarta: Ombak.
Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Raja Grafindo
Persada.

42
Supardi. 2018. Pengaruh Islam di Asia Selatan. Yogyakarta:
staffnew.uny.ac.id/upload/132304486.pdf.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradapan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Supriyadi, Dedi. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Tjandrasasmita, Uka. 2000. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim
di Indonesia dari Abad XVII Sampai Abad XVIII Masehi. Jakarta: Penerbit
Menara Kudus.
Yatim, Badri. 1999. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press,
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

43

Anda mungkin juga menyukai