Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

“SEJARAH PERADABAN ISLAM”


Masa Kerajaan Turki Usmani (1300-1924 M)

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Salik, M.Ag

Oleh :

Andi Malanti K. Paerah


NIM : F02318071

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji dan puja hanya milik Allah SWT, atas
limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya memberikan kesempatan dan kemampuan
berfikir bagi penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Masa
Kerajaan Turki Usmani (1300-1924 M)”. Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sejarah Peradaban Islam”
(SPI) semester 1. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih
terdapat banyak kekurangan, yang olehnya itu, demi kesempurnaan makalah ini
kami sebagai penulis berharap jika terdapat kesalahan baik dalam format penulisan,
kutipan dan lain sebagainya mohon untuk segera diinformasikan melalui email
kami. Adapun manfaat dari makalah ini, sekiranya dapat memberikan informasi dan
wawasan ilmu kepada pembaca dan tentunya juga bagi penulis terkait tiga dinasti
besar di abad pertengahan yang dikenal dengan “The Golden Age of Islam”.
Kami pun tak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang telah terlibat dalam penulisan
makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

andypaerah14@gmail.com
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL LUAR ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Awal Berdirinya Kerajaan Turki Usmani ................................................. 3


B. Kemajuan Kerajaan Turki Usmani ........................................................... 5
1. Awal Kemengan Militer Utsmani ...................................................... 5
2. Kemiliteran Masa Turki Utsmani ....................................................... 14
3. Kebudayaan Masa Turki Utsmani ...................................................... 15
4. Bidang Keagamaan Masa Turki Utsmani .......................................... 17
5. Prinsip Sukses Kerajaan Utsmani ...................................................... 17
6. Legitimasi Dinasti Utsmani ................................................................ 19
C. Kemunduruan Kerajaan Turki Usmani .................................................... 20
D. Hierarki/Potret Para Khalifa Turki Utsmani ............................................ 25

BAB 3 PENUTUP................................................................................................ 34

A. Kesimpulan ............................................................................................ 34
B. Saran ...................................................................................................... 36

REFERENSI ........................................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perjalanan sejarah Islam, masa keemasan Islam dimulai pada periode
dinasti Umayyah dan Abbasiyah, setelah runtuhnya dinasti Abbasiyah di Bagdad
pada tahun 1258 M akibat serangan tentara Mongol yang dimulai dari Asia Tengah
sangat berpengaruh dan mengubah daerah yang luas dari Timur jauh ke Balkan,
sehingga dunia Islam mengalami ancaman dan kemunduran yang sangat serius
ketika itu, terutama dalam bidang politik, Islam mengalami kemunduruan yang
sangat signifikan yang menyebabkan beberapa wilayah menjadi kerajaan-kerjaan
kecil dan saling serang untuk mempertahankan kekuasaan masing-masing.1 Setelah
runtuhnya dinasti tersebut, maka muncul kekuatan baru di dunia Islam, yaitu
kekuatan Turki Utsmani di (Turki), Safawi (Persia) dan Mughal (India),
kemunculan tiga kekuatan ini, memberikan tanda bahwa eksistensi dari kekuasan
Islam akan kembali bangkit dan menyelamatkan wilayah kekuasan serta
mengembangkan peradaban dari dinasti-dinasti sebelumnya. Periode ini disebut-
sebut sebagai masa keemasan Islam jilid II (The Golden Age of Islma).2 Masa
keemasan pada periode ini tentu memberikan daya tarik tersendiri untuk dilakukan
kilasan historical tentang kemajuan peradaban Islam di Turki (Istambul sekarang).
Kerajaan Turki Utsmani muncul 1300 M di Asia kecil barat tidak jauh dari
kota modern Istambul, dalam proses perkembangannya kerajaan ini telah
melebarkan sayap atau wilayah kekuasaannya di bagian barat dan timur dengan
mengalahkan Bizantium yang telah berkuasa selama seribu tahun, kerajaan Serbia
dan Bulgaria serta kerajaan nomaden di Anatolia (Asia Kecil) dan kesultanan
Mamluk yang berkuasa di Mesir. Pada abad ke-17 perluasan terus dilakukan sampai
ke Asia Barat, Afrika Utara dan Eropa Tenggara. Kerajaan Turki Utsmani ini adalah

1
Sulaiman Rusydi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2015) hal. 270.
2
Harun Nasution, sejarah Islam dalam tiga periode : Periode Klasik (650-1250 M), Periode
Pertengahan (1250-1800 M) dan Periode modern (1800-sampai saat ini). Islam Ditinjau dari
berbagai Aspeknya, jilid I. Cet. V. Jakarta: UI-Pres, 1985).

1
salah satu kerajaan yang terbesar, paling luas dan terlama dalam sejarah dunia. Dari
penjelasan di atas, makalah ini mencoba untuk mengurai kembali tentang sejarah
Islam, khususnya historical kerajaan Turki Utsmani dengan fokus pembahasan
pada sejarah beridirinya kerjaaan, perkembangan hingga runtuhnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Awal Berdirinya Kerajaan Turki Usmani ?
2. Bagaimana Kemajuan Kerajaan Turki Usmani ?
3. Penyebab Runtuhnya Kerajaan Turki Usmani ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Turki Usmani
2. Untuk mengetahui kemajuan Kerajaan Turki Usmani
3. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya Kerajaan Turki Usmani

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Awal Berdirinya Kerajaan Turki Usmaniah


Berdirinya kerajaan Usmaniah ini yaitu bermula dari keluarga atau kabilah
Qabey yang merupakan bangsa yang mendiami Turki yang dikenal dengan bangsa
atau suku Badui yang merasa memiliki kemampuan dan suka berperang (al-Ghaz
al-Turki) yang dipimpin oleh seseorang yang bernama Arthogrol. Menurut silsila
Usmaniayah Arthogrol ini adalah putra dari Sulayman Shah pemimpin suku Kayi
dari Turki Oghuz yang melarikan diri dari Iran timur ke Anatoli. Awal mulanya
bangsa Turki dari kabilah Oghus yang tinggal di daerah Mongol dan utara negeri
Cina ini mendapat intimidasi atau tekanan dari Mongol pada abad ke-13 M, karena
merasa tertekan akibat serangan-serangan Mongol, maka kabilah ini lantas
melarikan diri ke daerah barat untuk mencari tempat pengungsian dan juga
perlindungan kepada siapa yang bisa melindungi mereka, dan di sanalah mereka
bertemu dengan orang-orang Turki Seljuk di dataran tinggi Asia kecil (Anatoli).
Pada masa itu pula sedang terjadi peperangan antara Sultan Seljuk atau Alaudin II
penguasa Anatolia dengan Bizantium atau Roamawi Timur, dengan bantuan
kabilah Qabey di bawah pimpinan Arthogrol akhirnya Sultan Alaudin memperoleh
kemenagan dari Bizantium yang selama ini selalu mengusik keamanan dan
kenyamanan Anatolia. Setelah kemenangan yang diperoleh itu, akhirnya Sultan
Alaudin memberikan anugerah kepada Arthogrol berupa pemukiman di Asia kecil
yang berbatasan dengan Binzatium (sekitar 50 mil dari laut Harmora dan 10 mil
dari Eski Shahr) sebagai bentuk balas jasa atas perjuangannya bersama kabilahnya.
Di daerah inilah Arthogrol dan kabilahnya melangsungkan kehidupan dengan
fasilitas yang diberikan Sultan Alaudin, dengan kehidupan yang dilengkapi fasilitas
tersebut mereka kemudian terus membina dan menjaga wilayah barunya itu dengan
menjadikan Syukad sebagai ibu kota.

3
Kemudian dengan berjalannya waktu Arthogrol dikarunia seorang putra
bernama Utsman yang lahir pada tahun 1258, sejak kecil dia dididik dan dilatih oleh
ayahnya dengan harapan kelak dewasa nanti menjadi seorang pemuda yang tangguh
dan gagah perkasa. Kisah Usman sebagai seorang pangeran pemuda yang gagah
perkasa dan dikenal luas karena kesalehannya, kalah itu sering mengunjungi orang
suci atau pemuka agama setempat yang namanya Syhekh Edebali untuk menimbah
ilmu, akibatnya benih-benih cinta pun tumbuh di antara Usman dan putri dari Syekh
(Mal Hatun), kedekatan mereka terbaca oleh Syekh, karena perbedaan posisi di
mana Usman seorang pangeran menjadikan Syekh menolak atas hubungan tersebut.
Akibat penolakan tersebut, Usasman menjadi kecewa. Pada saat yang sama pula
seorang pemuda pemimpin Eskisehir (salah satu Provinsi di Turki Barat) jatuh cinta
kepada anak Syekh, akan tertapi Syekh pun menolaknya, namun karena Usman
memiliki hubungan erat dengan Sheikh Edebali, akhirnya juga putrinya di nakahi
oleh Usman. Sebuah kisah muncul dari beberapa penulis sejarah Turki Usmani
terkait mimpi yang dialami Usman ketika tinggal di rumah Syekh. Mimpinya
adalah “Dia melihat bahwa bulan muncul dari dada pria suci itu dan mulai
tenggelam di dadanya sendiri. Sebuah pohon kemudian tumbuh dari pusarnya dan
bayangannya memadati dunia. Di bawah naungan ini ada gunung-gunung, dan
aliran-aliran mengalir keluar dari kaki setiap gunung, kemudian beberapa orang
minum dan yang lain menyirami kebun dengan air itu, sementara yang lainnya
menjadi air mancur yang mengalir”. Ketika terbangun, dia kemudian menceritakan
mimpinya tersebut kepada pemuka agama itu (Syhekh) yang juga sebagai ayah dari
sang isteri, kata Syekh “Usman putraku, selamat atas mu karena Tuhan telah
memilih engkau dan memberikan kekaisaran kepadamu dan keturunan serta
putriku Malhun menjadi isterimu.”3 Kisah ini menggambarkan sebuah mimpi yang
dialami oleh Usman saat tinggal dirumah sang tokoh agama tersebut, di mana ia
melihat visi metaforis yang memprediksi pertumbuhan dan kemakmuran sebuah
kerajaan yang akan diperintah olehnya dan keturunannya nanti. Kisah ini muncul

3
Finkel, Caroline, Osman's Dream: The Story of the Ottoman Empire, 1300-1923 (2005), Basic
Books. p. 2., citing Lindner, Rudi P, Nomads and Ottomans in Medieval Anatolia, (Bloomington:
Indiana University Press, 1983), hal. 37.

4
pada abad ke-15, lebih dari seratus tahun setelah kematian Usman. Interpretasi dan
kritik dari kisah yang telah dituliskan di atas menunjukkan bahwa para penulis
sejarah Usman membangun sebuah mitologi mendasar bagi kekaisaran dan untuk
menjelaskan keberhasilannya, karena penulis melihat bahwa kisah tersebut tidak
relevan dengan masa Usman dan juga ditulis 100 tahun setelah kematiannya.
Terlepas dari mimpi tersebut, bahwa harapan sang ayah pun menjadi
kenyataan, Usman telah benar-benar menjadi pemuda yang gagah dan berani
dengan kemampuan dan keberanian sang anak (Utsman) kekuasan Anatolipun
dapat diperluas dengan menduduki benteng-benteng Binzantium yang berdekatan
dengan kota Broessa dan sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa Utsman, Sultan
Alaudin II kemudian memberikan hak istimewa kepada Utsman berupa pemberian
hak untuk mencetak uang sendiri dan menyebut namanya di samping nama Sultan
pada setiap khotbah jumat. Dalam pada itu tepatnya pada tahun 1289 M, ayah
Utsman (Arthogrol) meninggal dunia, sehingga komando kabilah dilanjutkan oleh
sang anak. Di bawah komando Utsman inilah Anatolia (Asia Kecil) terus meluas.
Setelah kepergian sang ayah, berselang 10 tahun kemudian (1299) kerajaan Seljuk
mendapat serangan dari bangsa Mongol akibat dari penyerangan itu, Sultan Alaudin
akhirnya terbunuh, kematian Sultan tidak hanya membawa duka mendalam bagi
kerajaan, namun berdampak pada terpecahnya kerajaan Seljuk ini menjadi beberapa
kerajaan kecil dan pada saat itu pula Utsman juga menyatakan kemerdekaan dan
berkuasa penuh atas wilayah yang didudukinya saat itu dengan nama Kesultanan
Utsmani yang diambil dari namanya seindiri. Sejak itulah kerajaan Utsmani
dinyatakan berdiri dan rajanya adalah Utsman atau dikenal dengan Utsman I.
B. Kemajuan Kerajaan Turki Usmani
1. Awal Kemenagan Militer Usmani
Sejak Utsman memproklamirkan kemerdekaan atas wilayah yang
dikuasainya dan menjadi raja besar dalam keluarga Usman (Padisyah al Usman )
1300 M, maka pada 1302 setelah mengalahkan pasukan Bizantium di dekat Nireca
Usman mulai menempatkan pasukannya lebih dekat lagi ke daerah-daerah yang
dikuasai Binzantium. Khawatir dengan pengaruh Usman yang semakin besar,
Binzantium secara bertahap melarikan diri dari pedesaan Anatoli, sehinga

5
pemimpin Binzantium berusaha untuk mengekang laju ekspansi yang dilakukan
Usman bersama pasukannya, tetapi upaya yang dilakukan pemimpin Binzantium
tidak terorganisir secara baik dan tidak efektif, sehingga peluang ini dimanfaatkan
oleh Usman untuk mengerahkan pasukannya dalam melakukan ekspansi
keberbagai daerah dekat Binzantium, dengan bekal kepiawaiannya ia kemudian
memperluas kerajaan sampai ke perbatasan Bizantium dan menaklukan kota
Broessa (salah satu kota besar dan terpadat di Turki yang terletak di Anatolia barat
laut, dan masuk dalam wilayah Marmara) tahun 1317 M. Penaklukan kota tersebut
merupakan kemenangan yang sangat berarti bagi Usman walaupun secara fisik dia
tidak terlibat dalam pertempuran tersebut, karena kota ini akan berfungsi untuk
dijadikan tempat/benteng melakukan perlawanan kepada Binzantium di
Konstantinopel.
Diakhir masa pemerintahannya sebelum penaklukan Broessa, ekspansi
dilakukan ke dua arah yaitu ke utara sepanjang jalan sungai sakara dan barat daya
menuju laut mamora, pada tahun yang sama Usman dan pasukannya menaklukan
kota Efesus di Binzantium dekat lau Aegea.4 Pada tahun 1326 kota Broessa
dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaan. Utsman kemudian menyurati
kepada raja-raja kecil untuk memberitahukan bahwa sekarang dia adalah raja yang
agung dan dalam isi suratnya tersebut juga berupa warning atau peringatan kepada
raja-raja kecil itu bahwa mereka harus memilih salah satu di antara tiga pilihan
yakni menerima Islam sebagai agama mereka atau pilihan kedua membayar Jaziah,
atau pilihan terakhir yaitu perang. Sebagian dari raja-raja kecil itu memilih untuk
memeluk Islam dan sebagian yang lain membayar Jaziah. Raja-raja yang tidak mau
memeluk Islam dan membayar Jazia mendapat gangguan dari Utsman sehingga
mereka harus meminta bantuan kepada bangsa Tartar, akan tetapi bangsa Tartar pun
tidak mampu melawan gempuran dari tentara Utsman dan akhirnya merekapun
jatuh ke dalam penguasaan Utsman.
Menjelang kematiannya, Utsman kemudian melepaskan tongkat estafet
kepada salah seorang prajuritnya yang bernama Orkhan yang tidak lain adalah

4
Stanford Shaw, History of the Ottoman Empire and Modern Turkey (Cambridge: University
Press, 1976), Vol. 1, hal. 13-14

6
anaknya yang berusia 42 tahun kala itu sebagai penggantinya nanti. Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah, mengapa Utsman tidak mengangkat putra tertuanya
sebagai penggantinya, tapi justru adiknya? jawabannya, karena Orkhan jauh lebih
muda dari putra pertamanya dan merupakan prajurit terbaik yang dimungkinkan
dapat mempertahankan dan memperluas kerajaan nanti, Utsman memilihnya
sebagai penggantinya karena kemampuan dari segi militer pada saat penaklukan
Broessa. Apa yang dipikirkan oleh Utsman akhirnya pun terbukti, pada awal
pemerintahannya, Orkhan memfokuskan kekuatan pasukannya untuk menaklukan
sebagian besar Anatoli barat laut, karena sebagian besar wilayah ini berada di
bawah kekuasaan Binzantium dan pertempuran pertama pun terjadi di Pelekanon
(10-11 Juni 1329) antara pasukan ekspedisi Binzantium yang dipimpin Andronikos
III dan tentara Kerajaan Usmani yang dipimpin oleh Orkhan. Akhirnya,
pertempuran tersebut dimenangkan oleh Orkhan dan pasukannya, Orkahn pun
berhasil menduduki tanah Karasids di Balikesir dan Ahis di Ankara. Orkhan
kemudian memberi perintah pada putra sulungnya Suleyman Pasha untuk
memimpin operasi pengepungan kota Nicaea dan pada tahun 1331 setelah
pengepungan yang dilakukan selama tiga tahun akhirnya kota tersebut menyerah
kepadanya, menyusul kota Nicomedia (sekarang Izmit) yang juga dapat direbut
oleh Orkhan pada tahun (1337).
Pada akhir invasi oleh pasukan kerajaan Turki Usmani/Ottoman, terjadi
pertarungan dua orang pangeran dari kerajaan Karesi yang dipimpin oleh Emir
Turki, dan salah satu dari keudanya tewas dalam pertarungan tersebut dan lainnya
ditangkap, sehinga Orkhan menganeksasi wilayah di sekitar Pergamun dan
Palaeocastro (Balikesir). Penaklukan ini sangat penting bagi Orkhan karena
memudahakan Orkhan ke Canakkale (kota dan pelabuahn laut pantai selat Asia) sisi
Anatolia dari selat Dardanelles, dengan penaklukan Karesi hampir seluruh Anatoli
barat laut dimasukan ke dalam kerajaan Turki Usmani dan menjadiakan empat kota
(Boerssa, Nicomedia izmit, Nicaea dan Pergamun atau Bergama) sebagai basis atau
benteng pertahanan. Selama masa pemerintahannya mampu untuk melakukan
ekspansi keberbagai wilayah dan beberapa daerah dibagian benua Eropa pun
mampu dikuasainya seperti daerah (Azmir, 1327 M; Thawasyanli, 1330; Uskandar,

7
1338 M; Ankara, 1354 M dan Galipoli, 1356 M). Setelah memerintah selama 36
tahun, pada tahun 1362 Orkhan pun meninggal dunia (di usia ke 80) disebabkan
karena kesehatannya yang terus memburuk setelah kematian putra tertua yang
kemungkinan menjadi pewaris kerajaan (Sulayman Pasha).
Tampuk kepemimpinan kerajaan Turki Ustmani kemudian beralih ke
Murad I pengganti Orkhan yang memerintah 1359 M-1389 M, selama masa
kepemipinan Murad I, kerajaan ini terus mengalami perkembangan dengan
memperluas daerah-daerah taklukannya lagi sampai ke benua Eropa seperti
Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Murad berperang melawan Beylik (kerajaan kecil di Anatoli) di bawah pimpinan
Beys dari Karaman dan melawan Serbia, Albania, Bulgaria dan Hungaria di Eropa.
Secara khusus, sebuah ekspedisi Serbia untuk mengusir orang-orang Turki dari
Adrianopel yang dipimpin oleh Raja Vukasin dan Despot Ugljesa, dikalahkan pada
1371 oleh Lala Sahin Pasa (gubernur pertama dari Rumeli). Pada tahun 1385 Sofia
jatuh ke tangan kerajaan Usmani dan pada tahun 1389, pasukan Murad
mengalahkan tentara Serbia dan sekutu-sekutunya di bawah kepemimpinan Lazar
pada pertempuran Kosovo, namun Sultan Murad terbunuh dalam pertemuran itu.5
Ekspansi besar-besaran yang terus dilakukan Murad I kalah itu membuat Paus
(pemimpin Khatolik) gentar dan cemas, sehingga Paus pun meminta bantuan
kepada sekutu-sekutu untuk memberikan perlawanan dan menghantam mundur
Turki Utsmani. Akan tetapi apa yang dilakukan Paus untuk mengelorakan semangat
perlawanan menjadi sia-sia, karena Sultan Bayazid I pengganti Murad I dapat
menghancurkan sekutu-sekutu Kristen Eropa saat itu. Dari tahun 1389 hingga 1395
Bayazid menaklukan Bulgaria dan Yunani utara dan tahun 1394 Bayazid
menyeberangi sungan danube untuk menyerang Wallachia yang saat itu dipimpin
oleh Mircea the Elder, dalam pertempuran Rovine pasukan Bayazid dikalahkan
para Wallachian sehingga pasukan Bayazid tidak dapat melampaui Danube.6 Pada
tahun yang sama pula Bayazid mengepung Konstantinopel ibu kota kekaisaran
Binzantium, namun dengan benteng yang kokoh menyulitkan pasukan Bayazid

5
Fine, John, The Balkans of the Middle Ages, (University of Michigan Press, 1994), hal. 410
6
John VA Fine, The Late Medieval Balkans, (The University of Michigan Press, 1994), hal. 424.

8
untuk menembus pertahanan Binzantium, pengepungan pun berlanjut sampai pada
1402, Bizantium mendapat penangguhan dari pengepungan itu karena pada waktu
itu Bayazid bertempur melawan kekaisaran Timurid di Timur, dengan pasukan
terbaik di dunia Islam kalah itu, Bayazid mampu memperluas daerah kekuasaannya
sampai ke pegunungan Taurus di bagian Turki Selatan.
Perluasan daerah kekusaan oleh kerajaan Utsmani sempat terhenti beberapa
lama ketika ekspansi ditujukan ke Konstantinopel waktu itu, bersamaan dengan itu
tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil.
Pada tahun 1402 M terjadi pertempuran sengit di Angkara, kerajaan Turki Utsmani
yang dipimpin Bayazid tidak mampu mempertahankan kerajaannya dan akhirnya
mengalami kekalahan, Bayazid dan putranya (Musa) pun ditawan dan kemudian
wafat dalam penahanan tahun 1403 M. Akibat kekalahan tersebut berdampak buruk
bagi Turki Utsmani, karena raja-raja Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari
kerjaan Turki Utsmani. Dalam pada itu, putra-putra dari Bayazid saling berebut
kekuasan. Namun situasi tersebut kembali membaik setelah Sultan Muhammad I
(1403-1421 M) dapat mengatasinya dan berusaha menyatukan kembali daerah-
daerah yang terpecah sehingga menjadi berjaya kembali seperti sebelumnya. Turki
Utsmani berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasan Mongol, kesempatan
tersebut digunakan ketika raja Mongol Timur Lenk wafat (1405 M) dan kesultanan
Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putra-putranya, akibat dari pembagian itu
maka terjadi perselisihan di antara putra-putrnya. Namun sesuatu hal sangat
disayangkan dari upaya untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol, pada saat
yang sama pula terjadi peselisihan perebutan kekuasaan di antara putra-putra
Bayazid yaitu Muhammad, Isa dan Sulaiman. Perselisihan tersebut berlangsung
kurang lebih 10 tahun lamanya yang pada akhirnya dimenangkan oleh putra
pertama Bayazid yaitu Muhammad. Setelah kemenangan itu, langkah pertama yang
dilakukan Muhammad adalah melakukan perbaikan-perbaikan dari setiap segi dan
memperkuat pertahanan dan keamanan kerajaan. Usaha yang dilakukan
Muhammad untuk mengembalikan kejayaan kemudian diteruskan oleh Murad II
(1421-1451 M). Pemerintahan Murad II ditandai dengan perang panjang selama 25
tahun yang ia perjuangkan melawan penguasa feodal kristen Balkan dan beylik

9
Turki di Anatoli. Pada masanya dibentuklah pasukan baru yang disebut Azap
(kelompok milisi petani, dari pemuda-pemuda yang belum menikah) pada tahun
1421 dan menuju kekaisaran Binzantium dalam rangka pengepungan
Konstantinopel, namu sangat disayangkan pada saat itu pula terjadi pemberontakan
yang dilakukan oleh saudaranya, sehingga konsentrasi Murad tertuju pada
saudaranya tersebut dan barhasil menangkap dan mengeksekusinya. Akibat dari
pemberontakan saudaranya banyak daerah-daerah di Anatoli akhirnya berani untuk
menentang Murad.
Murad II kemudian menyatakan perang melawan Venesia, Karamanid
Emirat, Serbia dan Hongaria, perang pun dimenangkan oleh Murad dan pada tahun
1441 kekaisaran Romawi suci dan Polandia bergabung sebagai koalisi dari
Hongarian, namun lagi-lagi Murad memenangkan pertempuran Varna yang terjadi
tahun 1444. Murad II kemudian melepaskan tahtanya kepada putranya Muhammad
II pada 1444, tetapi sebuah pemberontakan tentara Jannissary di kekaisaran
memaksanya untuk kembali. Pada tahun 1448 ia mengalahkan koalisi kristen pada
pertempuran kedua Kosovo (yang pertama terjadi tahun 1389). Ketiak Balkan
diamankan, Murad II berfokus ke timur untuk mengalahkan putra Timur, Shah
Rokh, emirat Karamanid dan Corum-Amasya. Pada tahuan 1450 Murad II
memimpin pasukannya ke Albania, namun tidak berhasil mengepung Kasdtil Kruje
dalam upaya untuk mengalahkan perlawanannya disamping Skanderberg. Pada
musim dingin Murad II kemudian jatuh sakit dan meninggal di Edirne (kota di barat
laut Turki). Kepemimpinan dilanjutkan lagi oleh putranya Muhammad II atau yang
dikenal dengan Al-Fathi (penakluk konstantinopel).
Puncak kejayan Turki Utsmani yaitu pada masa pemerintahan Muhammad
Al-Fatih (1451-1481). Pada masa kepemimpinannya, ia mengabdikan dirinya untuk
memperkuat angkatan laut Turki Usmani dan membuat persiapan serangan
terhadap Konstantinopel. Pada awal April tahun 1453 Muhammad Al Fathi
memulai pengepungan dengan pasukan berjumlah kurang lebih 80.000 dan 200.000
pasukan yang terdiri dari 70 artileri dan 320 kapal, karena Konstantinopel
dikelilingi laut dan daratan maka armada perang Al-fathin berada di depan pintu
masuk Bosphorus dan membentang dari pantai ke pantai berbentuk bulan sabit,

10
sebagai strategi untuk menghalangi atau mengusir jika ada bantuan yang datang
dari laut. Sekitar satu bulan kemudian dengan berbagai macam cara untuk
menaklukan Konstantinopel, akhirnya pada 29 Mei mimpi Al-Fathi pun untuk
menaklukan Konstantinopel menjadi nyata. Setelah penaklukan tersebut
Muhammad al Fathi memindahkan ibukota Turki Usmani yang sebelumnya di
Adrianopel pindah ke Konstantinopel dan kemudian mulai menyusun strateginya
untuk menaklukan Serbia. Pada masa kepemimpinan Brankovic, Serbia hanya
bertahan selama dua tahun dari kemerdekaannya, ketika kekaisaran Usmani secara
resmi mencaplok wilayahnya menyusul pertikaian di antara jandanya dan tiga putra
Brankovic yang tersisa. Dalam kekacauan yang terjadi, saudara tertua Stefan
Brankovic memperoleh tahta tetapi digulingkan pada maret 1459, setelah itu tahta
Serbia ditawarkan kepada Stephen Tomasevic, raja masa depan Bosnia. Hal
tersebut membuat marah sultan Muhammad dan dia mengirimkan pasukannya
untuk menangkap Smederevo pada bulan Juni 1459, mengakhiri keberadaan
Serbia.7 Selain Konstantinopel dan Serbia yang telah disebutkan sebelumnya masih
terdapat beberapa negeri yang ditaklukan oleh al Fathi yaitu penaklukan Morea
(1458-1460), penaklukan di pantai laut hitam (1460-1461), penaklukan Bosnia
(1463), penaklukan Karaman (1464-1473), penaklukan Albania (1466-1478) dan,
penaklukan Genoese Crimea dan aliansi dengan Crimean Khanate (1475).
Sejak penaklukan Konstantinopel (Istambul saat ini) memberikan jalan
mulus bagi Al-Fatih untuk memperluas ekspansi sampai ke Benua Eropa. Namun
pada masa Sultan Salim I naik tahta dan memerintah dari tahun 1512-1520 M,
perluasan Islam lebih ke arah Timur dan beberapa wiyah dapat ditaklukan seperti
Persia, Syiria, dan dinasti Mamalik di Mesir.8 Turki Utsmani mencapai puncak
keemasan pada abad ke- 16 di bawah pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanani
yang bergelar Sultan Agung (1520-1566). Setelah kematian ayahnya Salim 1,
Sulaiman memasuki Konstantinopel dan naik ke tahta sebagai sultan kerajaan
Usmaniah yang kesepuluh. Langkah awal ketika Sulaiman naik tahta yaitu dengan

7
Miller, William, Balkans: Roumania, Bulgaria, Servia and Montenegro, (London: GP Putnam's
Sons, 1896) diakses 20-12- 2018.
8
Syafiq A. Mughi, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Cet. II; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), hal. 54-66.

11
segera membuat persiapan untuk penaklukan Belgrade dari kerajaan Hongaria,
yang dahulu pernah menjadi tujuan penaklukan dari kakenya Muhammad II, namun
gagal mencapai pertahanan yang kuat John Hunyadi di wilayah tersebut. Sulaiman
mengepung Belgrade (kota terbesar di Serbia terletak di pertemuan sungai Sava dan
Danube) dan mulai melancarkan serangan demi serangan dari sebuah pulau di
Danube, dan akhirnya pada Agustus 1521 Belgrade jatuh dan dikuasai kerjaan
Turki Ustmani. Jatuhnya benteng besar kekristenan menebar ketakutan di seluruh
Eropa tengah karena membuka jalan ke Hungaria dan Austria, namun kalah itu,
sultan Sulaiman lebih mengalihkan perhatiannya ke Pulau Rhodes Mediterania
Timur, setelah pengepungan yang berlangsung selama lima tahun, akhirnya Rhodes
jatuh ke dalam penguasaan Sulaiman. Setelah itu, baru kemudian Sulaiman
melanjutkan ekspansinya ke Eropa tengah dan pada 1526 ia mengalahkan Louis II
dari Hongaria pada pertempuran Mohac, pertempuran tersebut merupakan salah
satu pertempuran paling konsekuensial dalam sejarah Eropa Tengah dan menandai
berakhirnya abad pertengahan di Hongaria. Runtuhnya kekuatan Hongaria
menjadikan kekaisaran Turki Usmani/Ottoman menjadi kekuatan terbesar di Eropa
Tengah, namun kabar buruk dari Anatoli tengah mendatangi Sulaiman yang lagi
berfokus pada kekuatan di Hongaria yaitu terjadi pemberontakan dari suku-suku
Turkmen di bawah kepemimpinan Kalender Celebi.9 Makalah ini tidak membahas
terkait penumpasan pemberontak tersebut, akan dibahas pada tulisan yang lain.
Setelah penaklukan Hongaria, Sultan Sulaiman berfokus pada ancaman
yang sering kali ditimbulkan dari dinasti Shyi’a Safavid dari Persia. Peristiwa yang
memunculkan ketegangan antara Sulaiman dan Safavid yaitu pertama, para
penguasa Persia (Iran sekarang) diperintahakan untuk membunuh gubernur
Baghdad yang setia kepada Sulaiman dan diganti dengan Shah atau penguasa
Persia, kedua, gubernur Bitlis yang telah membelot menentang Sulaiman dan
bersumpah setia kepada kerajaan Safawi. Akibat dari ketegangan itu, Sulaiman
memerintahkan Wazir Agung Pargali Ibrahim Pasha untuk memimpin pasukan ke
Asia Timur tempat ia merebut kembali Bitlis dan menduduki Tabriz, ketika pada

9
N. Ciachir, Soliman Magnificul (Soliman the Magnificent), (Bucharest, 1972), Editura
Wikipedia, hal. 157

12
tahun berikutnya Sulaiman memperluas ekspansinya dan berhasil membuka pintu
masuk ke Bagdad.10 Di Samudra Hindia, Sulaiman memimpin angakatan lautnya
untuk melawan Portugis dalam upaya untuk menyingkirkan mereka dan mebangun
kembali perdagangan dengan India, dengan kontrol yang kuat di laut merah,
Sulaiman berhasil mengatur perselisihan rute perdagangan India ke Portugis dan
mempertahankan tingkat perdagangan yang signifikan dengan kekaisaran Mughal
di Asia Selatan sepanjang abad ke-16. Dari tahun 1526 hingga 1543, Sulaiman
menempatkan lebih dari 900 tentara Turki untuk berperang bersama Kesultanan
Adal Somalia yang dipimpin oleh Ahmad ibn Ibrahim al-Ghazali selama
penaklukan Abyssinia. Setelah perang Portugis pertama, kekaisaran Usmani dapat
menguasai kesultanan Adal yang terus melemah. Perluasan ini menjadi sangat
penting di Somalia dan Tanduk Afrika, karena akan meningkatkan pengaruhnya di
Samudra Hindia untuk bersaing dengan kekaisaran Portugis dengan sekutu
dekatnya kekaisaran Ajuran.11 Pada 1564, Sulaiman menerima sebuah kedutaan
dari Aceh (kesultanan di Sumatra, di Indonesia modern), meminta dukungan
kerajaan Turki Usmania untuk melawan Portugis. Akibatnya, ekspedisi Usmania
ke Aceh diluncurkan, yang mampu memberikan dukungan militer yang luas kepada
masyarakat Aceh.12
Al-Qananni dalam memperluas daerah kekuasannya tidak hanya melakukan
ekspansi ke arah Barat ataupun Timur saja, tetapi seluruh wilayah yang berada di
sekitar Turki Utsmani (Irak, Balgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan
Yaman), sehingga cakupan wilayah Turki Utsmani pada masa pemerintahan
Sulaiman Al-Qanani ini mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hejaz dan
Yaman di Asia; Mesir, Libiya, Tunis dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani,
Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.13 Setelah Sultan Sulaiman
meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasan antara putra-putranya dan juga

10
Burak, Guy, Second Establishment of Islamic Law: afanafī School in the Early Modern Ottoman
Empire. (Cambridge: University Press, 2015), hal. 1.
11
Clifford, EHM, "The English Ethiopian Somaliland Boundary". (Geographical Journal, 1936),
87 (4), hal. 289.
12
Black, Jeremy, Atlas of War Illustrated Cambridge: Renaissance to Revolution, 1492-1792,
Volume 2. (Cambridge University Press, 1996), hal. 17.
13
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT GrafindoPersada, 2013). hal. 132.

13
mengalami kekalahan dalam perang melawan beberapa bangsa Eropa, yang
berakibat pada kemunduran kerajaan Turki Utsmani. Adapun kekalahan yang
dialami kerjaan Turki Utsmani dalam melawan bangsa Eropa yaitu kelemahannya
pada bidang sains dan teknologi yang belum mampu bersaing dengan pihak lawan
yang telah menggunakan peralatan canggih/modern saat itu. Awal masuk abad ke-
17 para pembaharu kerajaan ini mulai mempertentangkan atau saling adu pendapat
terkait bagaimana cara terbaik dalam melakukan suatu perubahan dengan intergrasi
politik dan efektifitas kekuatan dalam bidang militernya.
2. Kemiliteran masa Turki Utsmani
Pada masa kepemimpinan Utsman kekuatan militer kerajaan ini mulai
diorganisasi dengan baik, teratur dan menjadi kuat, sehingga kemenangan-demi
kemenangan pun dicapai. Akan tetapi setelah beberapa kemenangan yang diraih
akhirnya kekuatan militer yang besar ini dilanda gejolak. Kesadaran para prajurit
menurun, karena mereka merasa sebagai pemimpin-pemimpin yang pengabdian
mereka perlu ada timbal balik keuntungan yaitu dengan meminta gaji, namun
gejolak tersebut tidak berlangsung lama setelah Orkhan (pengganti Utsman)
mampu meredahnya dan kemudian mengambil langkah cepat dengan melakukan
perombakan besar-besaran ditubuh militer.14 Pembaharuan dalam tubuh militer
oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutasi personal-personal pemimpin, tetapi
juga perombakan dilakuakan pada keanggotaan tingkat bawah. Bangsa-bangsa
yang bukan dari kalangan Turki dimasukan sebagai anggota militer bahkan anak-
anak dari kalangan kristen yang masik kecil-kecil diasramakan dan dilatih,
dibimbing secara Islami untuk menjadi prajurit-prajurit yang terlatih. Apa yang
dilakukan Orkhan ini ternyata membuahkan hasil maksimal, dengan terbentuknya
kekuatan militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah ini, maka
negara Usmani menjadi negara yang memiliki kemampuan yang luar biasa dengan
mesing perang yang sulit tertandingi yang menaklukan wilayah-wilayah di luar
Islam.15 Selain kelompok perang Jenissari adalagi kelompok perang yang disebut

14
Ibid., hal. 40.
15
Syed Mahmudunnasir, Islam Its Consepts and History (New Delhi: Kitab Bahavan, 1981), hal.
282.

14
kelompok militer Thaujiah kelompok ini adalah bentukan dari tentara kaum feodal
yang dikirim kepada pemerintah pusat.16 Agar supaya kekuatan militer Turki
Utsmani ini terus kuat, maka perombakan pun dilakukan pada angkatan perang
(AL) karena angkatan ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam ekspansi
untuk memperluas kekuasan kerajaan Turki, sehingga pada abad ke-16 angkatan
laut kerajaan Turki mencapai puncak kejayaannya dibarengi dengan kekuatan
militer yang super power yang dengan cepat mampu menguasai wilayah yang
sangat luas mulai Asia, Afrika dan Eropa. Kemajuan dalam bidang militer ini tidak
terlepas dari budaya bangsa Turki yang memiliki tabiat kemiliteran yang memiliki
disiplin tinggi dan kepatuhan terhadap setiap aturan yang diwariskan oleh leluhur
mereka dari Asia Tengah.
3. Kebudayaan masa Turki Utsmani
Kebudayaan Turki Utsmani merupakan perpaduan bermacam-macam
kebudayaan diantaranya kebudayaan Bizantium, Persia dan Arab. Dalam
genggaman Turki Utsmani, kebudayaan yang ditinggalakn bangsa Romawi,
Bizantium dan Persia dapat terakomodasi dengan baik, hal tersebut dapat dilihat
dari kebijakan pemerintah saat itu yang inklusip terhadap kebudayaan lokal, tanpa
meninggalkan corak khas Islam, misalnya saja dalam kebudayaan Persia mereka
banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tatakrama dalam istana raja-raja,
dalam bidang kemiliteran, arsitektur bangunan dan tata kota mengambil
kebudayaan Bizantium dan Romawi, sedangkan prinsip-prinsip ekonomi, sosial
kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan dari kebudayaan bangsa Arab. 17 Orang-
orang Turki Utsmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah
berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka menerima kebudayaan luar. Hal ini
mungkin karena masih miskin kebudayaan.18 Salah satu bukti intensitas Sultan
dalam mengembangkan kebudayaan Islam, dengan apa yang dilakukan Sultan

16
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam : Imperium Turki Utsmani, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1988), hal. 2.
17
Ira M, Lapidus, A History of Islamic Societies, (London: Cambridge University Press, 1991),
hal. 335.
18
Yatim Badri, op., cit, Hal. 136.

15
Sulaiman yang agung. Pada masa pemerintahannya, peradaban Usmaniah
memperoleh bentuk, terutama dibidang seni, dan kesusastraan.19
Pada masa dinasti Turki Utsmani perekembangan seni arsitektur banyak
diperngaruhi dan berasimilasi dengan kebudayaan lokal. Fenomena ini terjadi
karena para arsitektur muslim belum dapat melepaskan diri dari pengaruh corak
arsitektur bangunan tradisional Bizantium dan Romawi yang demikian termasyur
sebelum datangnya Islam ke Turki. Adapun beberapa corak seni arsitektur pada
masa dinasti Usmaniah yaitu Pertama, corak seni yang dapat dilihat pada
bangunan-bangunan masjid pada masa dinasti Usmani yang mengambil tiga bentuk
yaitu tipe masjid lapangan, masjid madrasah, dan masjid kubah. Setiap masjid
memiliki corak yang berbeda dan memiliki simbol yang berbeda pula, seperti
masjid Sulaiman yang ada di Istambul yang memiliki corak dengan menara yang
langsing dan tinggi menjulang, dibangun pula kolam hias yang sangat indah dan di
dalam masjid terdapat empat ruang yaitu mihrab, mimbar, iwan dan sahwan dan
beberapa masjid lagi yang tidak kalah menakjubkan, seperti masjid Masjid Ayah
Sophia, masjid Muhammad Al-Fatih. Masjid-masjid tersebut melambangkan
kebesaran Sultan sebagai penguasa dan keagungan masjid sebagai sarana
keagamaan.20 Kedua¸arsitektur Istana bentuk bangunan istana pada masa ini
memiliki bentuk yang ornamen arabesk dengan hiasan geometris marmer yang
berwarna. Dalam istana terdapat hiasan berupa lukisan-lukisan yang
menggambarkan mahluk hidup, bahkan terkadang dilukiskan dalam bentuk relief.21
Ketiga, corak arsitektur bangunan rumah sakit dan sekolah dibentuk dengan corak
khusus dan sesuai bayangan masjid, setiap pintunya dibentuk melengkung seperti
kubah. Bangunan tersebut memberikan corak arsitektur yang bernuansa islami.22

19
Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya, (jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 31.
20
David Tablot Rice, Islamic Art, (London: Thames and Hudson, 1993), hal. 187.
21
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 1, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeven,
1994), hal 207.
22
Bernard Lewis, The World of Islami; Faith, People, Culture, (London: Thames and Huston Ltd.
1994), hal. 111.

16
4. Bidang Keagamaan masa Turki Utsmani

Dalam bidang keagamaan, ulama mempunyai otoritas yang tinggi dalam


negara dan masyarakat. Para ulama yang diketuai Syakh al-Islam atau Mufti sebagai
salah seorang pejabat tinggi agama dan berwenang membuat dan menyampaikan
fatwa resmi mengenai kebijakan (policy) dan memiliki kekuatan hukum yang
dengan itu suatu kebijakan dapat berjalan. Pada masa ini, tarekat mengalami
perkembangan dan yang paling mengalami perkembangan adalah tarekat bektasyi
dan tarekat maulawi. Kedua tarekat tesebut banyak dianut kalangan sipil dan
militer. Tarekat bektasyi mempunyai pengaruh yang sangat kuat di kalangan militer
Jenissari, sehingga mereka sering disebut tentara bektasyi. Sedangkan tarekat
maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari
bektasyi.23 Pada masa Turki Utsmani kajian-kajian ilmu keagamaan seperti Fiqih,
ilmu kalam, tafsir dan hadis justru tidak mengalami perkembangan yang signifikan,
karena para sultan lebih cenderung untuk menegakkan satu paham (mazab)
keagamaan dan menekan mazab lainnya. Sultan Abd Al- Hamid II, misalnya, begitu
fanatik terhadap aliran Asy’ariyah dengan mempertahankan aliran tersebut dari
kritikan-kritikan aliran lain. Sampai-sampai sang Sultan menyuruh Syaikh Husein
Al-Jisri untuk menulis kitab Al-Hushun Al-Hamidiyah untuk melestarikan aliran
tesebut. Akibat fanatik yang berlebihan ini, maka ijtihad tidak berkembang pula,
karena ulama hanya suka menulias buku dalam bentuk syarah (penjelsan) dan
hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.24

5. Prinsip Kesuksesan Turki Utsmani


Keberhasilan kerajaan Turki Usmani memegang puncak kekuasan selama
lebih dari enam abad, pada prinsipnya melalui suksesi kemampuan keluarga yang
menjadi jantung keberhasilan kerajaan untuk mempertahankan dan meningkatkan
legitimasinya sendiri melalui banyak permutasi dan transformasi mendasar dari
struktur kerajaan. Secara global, keluarga kerajaan telah menggunakan prinsip-
prinsip perempuan dan laki-laki atau secara ekslusif laki-laki sebagai jantung

23
Binnaz Toprak, Islam and Political Development in Turkey, (Leiden: E.J Brill, 1981), hal 43.
24
Yatim Badri, op. cit., hal. 137.

17
kesuksesan, karena laki-laki sebagai pewaris tahta yang potensial terutama anak
sulung, jika memiliki kemampuan dari saudaranya yang lain. Kesuksesan tersebut
sama dengan awal modern seperti Perancis monarki modern (where the salic lau
prevailed), tetapi berbeda dengan kerajaan Rusia dan Inggris modern. Dari awal
para Sultan Turki Usmani mengikuti tradisi Asia tengah dengan mengirim putra-
putra mereka ke Provinsi-provinsi sebagai gubernur untuk mencari pengalaman
administratif, di sana mereka ditemani oleh pendamping dan pelatih mereka, ada
juga yang menjabat sebagai komandan militer. Dalam sistem ini, semua anak
memiliki klaim sebagai pemegang tahta, ketika sultan meninggal langsung
digantikan oleh anak-anaknya yang lebih berpengalaman, sehingga kadang terjadi
perebutan kekuasan. Anak pertama biasanya langsung bermanuver untuk mencapai
ibu kota/pusat kerajaan dan berusaha memenangkan dan mendapat pengakuan oleh
pengadilan dan pasukan kekaisaran sebagai seorang penguasa baru. Cara ini bukan
cara yang baik, namun itu dilakukan sebagai bentuk promosi siapa yang paling
berpengalaman ketika menjadi gubernur dan siapa yang paling memiliki hubungan
kedekatan yang baik dengan kekaisaran.25
Pada masa Sultan Salim II, suksesi kerajaan mengalami perubahan. Sultan
Salim hanya mengirimkan putra tertuanya (Murad III) ke pos administrasi di
Provinsi Manisa di Anatolia Barat. Pada masa pemerintahan Murad III, ia pun
hanya mengirimkan putra tertuanya (Muhammad III) sebagai gubernur Manisa.
Masa pemerintahan Muhammad III adalah sultan yang terakhir mepraktekan sistem
seperti itu. Selanjutnya masa pemerintahan berikutnya, ketika sultan meninggal
maka yang menggantikan adalah anak sulung. Begitupun ada sistem suksesi
kerajaan dengan cara fraticide atau praktik berdarah yaitu dengan mengeksekusi
semua saudara laki-lakinya dan yang pertama mempraktekan cara tersebut adalah
Sultan Muhammad Sanga Penakluk. Namun pembunuhan yang dilakukan
Muhammad bukan berarti tidak beralasan, semua adalah kepentingan untuk
menjaga stabilitas kerajaan dan juga tanah air mereka serta mempertahankan
kekuasan, maka sesiapa yang mengganggu keamanan kerajaan maka akan dibunuh

25
Donald Quataert, The Ottoman Empire 1700-1922, Second Edition, (Cambridge: University
Press, 2005) h 90

18
sekalipun saudaranya sendiri. Selama kurang lebih 1 abad lamanya praktek tersebut
dilakukan.26
6. Legitimasi Dinasti
Sebagai pemimpin kerajaan, para sultan bekerja dengan melakukan
sejumlah langkah besar maupun kecil untuk mempertahankan kendali mereka atas
masyarakat dan juga struktur politik/kekuasaan yang ada. Para sultan bekerja
dengan penuh kehati-hatian dan menunjukkan bahwa kekuasan yang mereka
peroleh bukan hanya dari pasukan dan birokrat yang mereka perintah tetapi juga
dari proses negosiasi yang terus dilakukan antar dinasti, rakyat dan juga pemegang
kekuasaan lainnya, baik di pusat maupun di Provinsi. Para sultan menggunakan
sejumlah instrumen untuk melegitimasi posisi mereka, mulai dari perayaan yang
sifatnya umum dari setiap generasi kerajaan dan ketika naik tahta upacara
pengakuan pun diadakan di dalam kompleks istana, memberikan hadiah, upacara
kembang api, parade yang menampilkan kemewahan dll. Selama berabada-abad
para sultan melakukan hal tersebut, dan seringkali mengasosiasikan putra sultan
dengan putra-putra rakyat, dinasti serta membayarkan khitan untuk anak laki-laki
dari kalangan rakyat miskin disertai kembang api, permainan berkuda, berburu,
menari dll. Pada tahun 1704 juga menyelenggarakan festival besar untuk
merayakan puteri pertama kesultanan acara tersebut sebagai bentuk pengakuan atas
peran seorang wanita dalam keluarga kerajaan. Setiap jumat, ketika berdoa nama
sultan yang berkuasa dibacakan keras-keras di masjid-masjid di seluruh kekaisaran
seperti di Belgrade, Sofia, Basra atau Kairo. Jadi dilakukannya hal tersebut adalah
untuk mendapat pengakuan sebagai seorang sultan yang memiliki kerajaan besar
dan kedaulatan tinggi. Dalam membangun ratusan bangunan untuk kepentingan
umum, fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sebagai bentuk kebaikan
sultan dan untuk mengingatkannya, semua itu dilakukan dengan pembiayaan uang
pribadi, selama berabad-abad secara rutin keluarga kerajaan membiayai
pembangunan dan pemeliharaan masjid-masjid, taman-taman yang ada di
kekaisaran, mereka membiayai bukan dengan uang negara tetapi milik pribadi

26
Donald Quataert, The Ottoman Empire 1700-1922, Second Edition, (Cambridge: University
Press, 2005) h 91.

19
mereka, walaupun memang antara pribadi sultan dan negara susah untuk dibedakan.
Semua itu dilakukan sebagai bentuk tindakan atau perbuatan saleh dan juga
menegaskan kembali hak mereka untuk memerintah, yang akhirnya kepatuahan pun
didapat dari rakyat yang dipimpin.27
7. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani

Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat pada tahun (1566 M) kerajaan


Turki Utsmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi sebagai sebuah
kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan
Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M). Pada masa
pemerintahannya, telah terjadi peperangan antara armada laut kerajaan Usmani
dengan armada laut kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, Bundukia, dan
angkatan laut Sri Paus, serta sebagian kapal laut para pendeta Malta yang dipimpin
Don Juan dari Spanyol. Peretempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam
pertempuran ini Turki Utsmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia
dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III,
pada tahun (1575 M) Tunisia dapat direbut kembali dan berhasil menyerbu
Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kemabli Tabriz
ibu kota Safawi, menaklukan Gerogia, mencampuri urusan Polandia dan
mengalahkan Gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.28 Namun sangat disayangkan
dibalik prestasi sang Sultan itu, tersimpan kepribadian yang kurang baik dan suka
mengikuti hawa nafsunya, akibatnya menimbulkan kekacauan dalam negeri.
Kekacauan tersebut diperparah lagi dengan hadirnya penggatin Murad III
yaitu Sultan Muhammad III (1595-1603 M) yang membunuh semua saudara laki-
lakinya yang berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya
berjumlah 10 orang demi kepentingan pribadinya.29 Dalam keadaan kacaubalau
itulah, dijadikan kesempatan oleh musuh-musuh Islam dan salah satunya Austria

27
Donald Quataert, The Ottoman Empire 1700-1922, Second Edition, (Cambridge: University
Press, 2005) h 93-95
28
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hal.
339.
29
Carl Brockkmann, History of the Islamic Peoples, (London: Routledge dan Kegan Paul, 1982),
hal, 328.

20
berhasil memukul mundur Kerajaan Utsmani, namun sempat bangkit kembali
ketika Sultan Ahmad naik tahta (1603-1617 M) menggantikan Muhammad III
dengan memperbaiki situasi dalam negeri. Akan tetapi kejayaan kerajaan Usmani
di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar. Setelah naiknya Mustafa I
menggatikan Sultan Ahmad I, situasi dalam negeri semakin kacau, karena gejolak
politik tak dapat diatasi dan berlangsung selama masa pemerintahannya yang
pertama (1617-1618) dan yang kedua (1622-1623 M). Dalam keadaan seperti itu,
Syaikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahtanya dan sebagai
penggantinya Usman II (1618-1622 M). Pada masa kepemimpinannya ia tidak
mampu mengembalikan situasi, sehingga bangsa Persia memanfaatkan kelemahan
ini untuk mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali dan pada akhirnya
wilayah tersebut dapat direbut kembali. Setelah Usman II memerintah lalu
kemudian digantikan Murad IV (1623-1640 M) langkah-langkah perbaikan pun
mulai dilakukan dimulai dengan menyusun dan menertibkan pemerintahan.
Pasukan Jenissari yang pernah memberontak Usman II dapat bersatu kembali,
namun masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil memulihkan situasi
negara secara keseluruhan.30 Keadaan politik yang semakin membaik itu, kembali
menjadi kacau setelah Ibrahim naik tahta (1640-1648 M) pada masa
pemerintahannya, orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan Turki
Usmani dan akhirnya mereka mampu mengusir orang-orang Turki dari Cyprus dan
Creta pada tahun 1645 M.
Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Asia Kecil)
menjadi perdana menteri dengan kekuasan absolut dan ia berhasil mengembalikan
peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara saat itu. Ia kemudian
meninggal pada tahun (1661 M) dan digantikan oleh putranya (Ibrahi), pada masa
pemerintahannya ia kemudian melakukan penyerangan terhadap Hongaria dan
mengancam keutuhan Vienna dan mengalami kekalahan yang luar biasa.
Kekalahan tersebut akibat rapuhnya kekuatan militernya yang sebenarnyaa belum
sama sekali pulih waktu sang ayah memerintah. Akibat kekalahan yang dialami

30
Yatim Badri, op. cit., hal.164

21
terus-menerus, menyebabkan beberapa daerah Turki Usmani jatuh ke tangan Eropa
yang saat itu baru mulai menunjukkan kekuatannya, dan pada tahun 1699 M
terjadilah suatu perjanjian (Perjanjian Karlowith) yang secara terpaksa Sultan
Ibrahim harus menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia, dan
Croasia kepada Hapsburg dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea dan sebagian
Dalmatia kepada orang-orang Venetia.31 Setelah mengalami kekalahan dari
Hongaria dan harus melepaskan beberapa wilayah Turki, maka pada tahun 1770 M
kembali mengalami kekalahan armada dari Rusia pertempuran ini terjadi di
sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi Sultan Mustafa III pengganti Sultan
Ibrahim mampu mengkonsolidasi kekuatannya lagi pada masa pemerintahannya
dan berhasil mengalahkan kembali tentara Rusia pada tahun (1757-1774 M).
Kemudian selama 17 tahun masa pemerintahannya, ia pun digantikan oleh
saudaranya (Sultan Abd Al-Hamid) yang memerintah dari tahun (1774-1789 M).
Pada masa pemerintahan saudara dari Mustafa III ini terbilang lemah, akibat dari
kelemahannya ini terjadilah perjanjian antara Sultan Abd Al-Hamid dengan
Catherine II dari Rusia, perjanjian itu disebut ‘Perjanjian Kinarja’ yang isinya
antara lain adalah : (1) Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang
berada di laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk
melintasi selat yang menghubungkan laut hitam dan laut putih dan, (2) Kerajaan
Usmani harus mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).32
Kekalahan demi kekalahan yang diterima kerajaan Turki Usmani membuat
satu per satu daerah-daerah di Eropa yang dikuasainya melepaskan diri dan bahkan
beberapa wilayah Timur Tengah juga ikut memberontak. Akibat kelemahan
kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit dan kembali berkuasa di Mesir pada
tahun 1770 M, sampai datangnnya Napolen Bonaparte dari Perancis tahun 1798 M.
Di Libanon dan Syiria, Fakhr Al-Din seorang pemimpin Druze berhasil menguasi
Palestinan dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus.
Fakhr Al-Din baru menyerah pada tahun 1635 M, begitupun di Persia, kerajaan
Safawi saat masih berjaya beberapa kali malakukan perlawanan dan menang

31
Hasan Ibrahim Hassan, loc. cit.
32
Yatim Badri, op.,cit.,hal 166.

22
terhadap kerjaan Usmani. Tidak jauh berbeda dengan di Arabia ada kekuatan baru
yang coba melakukan perlawanan yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad
ibn Abd Al-Wahhab atau yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan
penguasa lokal Ibnu Sa’ud, karena persatuan mereka yang begitu kuat, akhirnya
mereka mampu menguasai beberapa wilayah yang ada di Jazira Arab dan sekitarnya
di awal paroh kedua abad ke-18 M.33 Pemberontakan demi pemberontakan yang
terus dilancarkan pada saat kerajaan Usmani mengalami kemunduruan, itu tidak
hanya terjadi di wilayah-wilayah yang berpenduduk bukan muslim, tetapi
wilalayah-wilayah muslim juga terus melakukan perlawanan dan meminta untuk
merdeka. Gerakan-gerakan itu terus berlanjut sampai pada masa sesudah
kepemimpinan Usmani yaitu pada abad ke-19 dan ke-20. Akhir dari kerajaan
Usmani ditandai dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M dengan
melakukan gerakan pembaharuan politik di pusat pemerintahan. Keruntuhan
kerajaan Usmani ini, disebabkan oleh beberapa faktor penting diantaranya yaitu :
(1) Pemberontakan tentara Jenissari/Inkisyariyyah, yang notabenenya adalah
pasukan terkuat yang dimiliki kerjaan Usmani yang dalam beberapa pertempuran
dan perluasan daerah kekuasan tidak dapat terkalahkan dan telah berjasa dalam
raihan kejayaan Turki Usmani. Pemberontakan tentara Jenissari ini terjadi
dimungkinkan kerena kelompok tentara Jenissari ini berasal dari rekrutan anak-
anak kristen yang kemudian diasramakan dan dilatih, mereka sama sekali tidak
diperbolehkan berhubungan dengan keluarganya, kemudian pertama kali
pemerintah mengadakan pemilihan calon perwira itu berasal dari anak orang-orang
kristen.
Pemberontakan pasukan Jenissari terjadi sebanyak 4 kali yaitu pada tahun
1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M, sehingga akhirnya, Sultan memerintahkan
kepada pasukan Thoujiyah yang dibantu para ualam dan mahasiswa untuk
menumpas pasukan pemberontak ini sampai ke akar-akarnya, (2) Akibat
peperangan yang terus menerus menyebabkan perekonomian kerajaan Usmani
semakin meresot, karena harus mengeluarkan biaya perang yang tidak sedikit dan

33
Hassan Ibrahim Hassan, op., cit., hal 342.

23
belanja negara lainnya, sementara pendapatan negara berkurang, (3) Para pemimpin
yang lemah, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanani kerajaan Usmani dipimpin oleh
sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadiannya maupun dalam
kepemimpinannya, sehingga berdampak pada sistem pemerintahan yang kacau
balau dan tidak dapat teratasi dengan baik bahkan terus memperparah keadaan
kerajaan, (4) Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang tidak berkembang, kerajaan
Usmani termasuk gagal dan tidak mampu menyesuaikan perkembangan zaman
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu, kerajaan ini hanya terfokus
pada penguatan dari pertahanan negara yang dalam hal ini kekuatan militernya.
Akibatnya, perkembangan militer yang tidak diimbangi dengan pengetahuan dan
teknologi justru menjadi mala petaka bagi kerajaan Usmani, karena musuh-musuh
dengan persenjataan lengkap dengan kemampuan ternologi yang mereka miliki
sulit tertandingi oleh pasukan militer Usmani yang masih menggunakan
persenjataan yang bisa dikatakan masih tradisional. Ketertinggalan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi masa Usmani, tentu tidak terlepas dari cara berfikir
umat Islam yang masih begitu tradisional saat itu.34

34
Yatim Badri, op., cit., hal. 167-168.

24
HIERARKI/POTRET PARA KHALIFA TURKI UTSMANI
(1300-1924)
No Nama/Masa Keterangan
Pemerintahan
Usman I Usman/Osman Ghazi adalah anak dari Ertugrul dan Halime, dengan
isteri bernama Malhun Hatun (isteri pertama) dan Rabia Bala Hatun
(isteri kedua). Dia merupakan pendiri dan sekaligus pemimpin pertama
Kerajaan Turki. Penaklukan pertama yang dilakukan Usman adalah
1 menaklukan benteng Eskisehir dan Karacahisar, kemudian ia merebut
kota penting pertama di Wilayah Yenishir yang menjadi ibu kota Turki.
Usman menghabiskan masa pemerintahannya dengan memperluas dua
arah yaitu Utara dan Barat dan mencapai tujuannya pada tahun 1308.
Penaklukan kota Bursa adalah awal melawan Binzantium di
1300-1326 M Konstantinopel.
Orkhan Orkhan lahir 1281 dan meninggal 1362 (81) adalah anak dari Usman 1
dan Malhun Hatun, dengan isteri bernama Nilufer Hatun, Aspora
Hatun, Theodora Hatun, Eftandise Hatun, Bayalun Hatun dan Maria
Hatun. Orkhan adalah raja ke dua dan merupakan Sultan yang paling
2 lama hidup dan memerintah Kerjaan Turki. Ekspansi awal yaitu dengan
bantuan komandan gazi yang memimpin pasukan berkuda ringan
memulai serangan wilayah Binzantium di Anatoli Barat laut. Kota
Nicaea dan Nicemedia berhasil ditaklukan dengan waktu selama tiga
tahun. Ekspansi tersebut berhasil dengan sebagian besar Anatoli Barat
1326-1359 M laut berada dalam kekuasan Orkhan.
Murad I Murad 1 lahir 1326 dan meninggal 1389 (62) adalah adalah anak dari
Orkhan dan Nilufer Hatun, dengan isetri bernama Gulcicek Hatun,
Thamara Hatun, Pasa Melek Hatun dan Maria Hatun. Dia mendirikan
kesultanan dengan masyarakat dan pemerintahan di kota Adrianople
3 yang baru ditaklukan dan memperluas kekuasan kewilayah Eropa.
Pada tahun 1389 pasukan Murad mengalahkan tentara Serbia dan
sekutunya di bawah kepemimpinan Lazar pada pertempuran Kosovo,
namu kemenagan itu membawa dukan bagi kerjaan karena sang raja
gugur dalam medan perang (sumber lain).
1359-1389 M
Bayazid I Bayazid 1, lahir 1354 dan meninggal 1404 (49) adalah anak dari Murad
1 dan Gulcicek Hatun, dengan isteri bernama Devlet Hatun, Fulane
Hatun, Hafsah Hatun Hatun, dan Maria Hatun. Ekspansi pada tahun
1389 hingga 1395 menaklukan Bulgaria dan Yunani Utara, 1397
4 Bayazid mengalahkan emirat Karaman di Akcay, 1398 menaklukan
emirat Djanik dan wilayah Burhan al-Din, akhirnya, Bayazid
menduduki Elbistan dan Malatya, ia juga mengepung Konstantinopel
hingga tahun 1402, namun dalam pertempuran Ankara pada 20 juli
1389-1403 M 1402 Bayazid dan tentaranya dikalahkan oleh Timur.
Muhammad I Muhammad 1, lahir 1387 dan meninggal 1421 (42) adalah anak dari
Bayazi 1 dan Devlet Hatun, dengan isteri bernama Sehzade Hatun,
Kumru Hatun, Emine Hatun. Pada masa pemerintahannya Dia
mengkonsolidasikan kekuatannya dan menaklukan bagian-bagian
5 Albania, emirat Jandarid, kerajaan Kilikia Armenia dan Mamluk (di

25
Mesir). Pemerintahan Muhammad 1 sebagai sultan kerajaan yang
bersatu kembali hanya berlangsung delapan tahun sebelum
kematiannya.

1402-1421 M
Murad II Murad II, lahir 1404 dan meninggal 1451 (46) adalah anak dari
Muhammada I dan Emine Hatun, dengan isteri Yeni Hatun, Halime
Hatun, Huma dan Despina Hatun. Tahun 1421 dia membentuk pasukan
yang disebut Azap (milisi petani dari pemuda-pemuda yang tidak
6 menikah) dan mengepung Konstantinopel. Dia kemudian menyatakan
perang melawan Venesia, Karamanid Emirar, Serbia dan Hongaria.
Kekalahan Karamanid (1428) dan mundurnya Venesia (1432) dan
menyusul kekalahan Tesalonika (1430), sehingga merebut wilayah
yang luas di Balkan dan berhasil mencaplok Serbia (1439).
1421-1451 M
Muhammad II Muhammad II/Al-Fatih, lahir 1432 dan meninggal 1481 (49) adalah
anak dari Murad II dan Huma Hatun, dengan isteri bernama Gulbahar,
Gulsah, Sittisah, Cicek dan Hatice Hatun. Pada masa pemerintahannya,
dan di usia 21 tahun dia berhasil menaklukan Konstantinopel (Istanbul
7 sekarang) sekaligus penanda berakhirnya kekaisaran Binzantium.
Selain Konstantinopel beberapa wilayah yang juga ditaklukan oleh Al-
Fatih antara lain yaitu; penaklukan Serbia (1454-1459), Morea (1458-
1460), pantai Laut Hitam (1460-1461), Wallachia (1459-1462), Bosnia
1451-1481 M (1463), Venesia (1463-1479), Moldavia (1475-1476) dll.
Bayazid II Bayazid II, lahir 1447 dan meninggal 1512 (64) adalah anak dari
Muhammad II dan Gulbahar Hatun, dengan isteri Nigar, Sirin, Gulruh,
Bulbul, Husnusah, Gulbahar dan Muhtereme. Saat naik tahta pada
tahun 1481 ia bekerja keras untuk memastikan kelancaran politik
8 domestik, sepanjang pemerintahannya ia terlibat dalam berbagai
kampanye untuk menaklukan milik Venetian di Morea karena dia
beranggapan wilayah tersebut sebagai kunci kekuatan angkatan laut
Turki/Ottoman di Mediterania Timur. Berakhirnya perang pada tahun
1501 dengan penguasaan Bayazid II di seluruh Peloponnese.
1481-1512 M
Salim I Salim I, lahir 1470 dan meninggl 1520 (49) adalah anak dari Bayazid
II dan Gulbahar, dengan isteri Hafssa dan Ayse Hatun. Setelah naik
tahta tantangan pertamanya adalah terjadi ketegangan antara dirinya
dan Shah Ismail (raja Safawi) karena Shah Ismail mengubah agama
9 dari Islam Sunni ke Islam Syiah dan menjadi ancaman bagi Muslim
Sunni Barat. Pada tahun 1514, Salim menyerang kerajaan Ismail untuk
menghentikan penyebaran Shiisme ke dalam kekuasaannya dan
terjadilah pertempuran di Chaldiran dan dimenangkan oleh Salim. Ibu

26
kota Iran Tabiz dikuasi dan terus berlanjut dalam penaklukan
kesultanan mamluk (Mesir) 1516-1517.

1512-1520 M
Sulaiman I Sulaiman I, lahir 1494 dan meninggal 1566 (71) adalah anak dari Salim
I dan Sultan Hafsa, dengan isteri Huren Sultan (istri sah) dan
Mahidevran Sultan. Pada masa pemerintahannya melakukan persiapan
untuk menaklukan Belgrade dari kerjaan Hongaria. Penaklukan
10 benteng tersebut sekitar tujuh hari (1521), tertembusnya benteng
tesebut membuka jalan ke Hungaria dan Austria serta menebar
ketakutan di seluruh Eropa tengah. Penaklukan selanjutnya terfokus ke
pulau Rhodes Mediterania Timur setelah lima tahun pengepungan
1520-1566 M akhirnya Rhodes menyerah pada tahun (1522).
Salim II Salim II, lahir 1524 dan meninggal 1574 (50) adalah anak dari
Sulaiman I dan Hurrem, dengan isteri Nurbanu Valide Sultan (istri sah)
dan beberapa istri yang diisukan. Salim naik tahta setelah terjadi
perselisihan antara saudaranya dan intrik. Pada masa pemerintahannya
melakukan ekspedisi ke Hijaz dan Yaman lebih berhasil, tetapi
11 penaklukan Siprus pada (1571) menyebabkan kekalahan angkatan laut
melawan Spanyol dan negara-negara Italia dalam pertempuran Lepanto
pada tahun yang sama. Armada hancur dan Kekaisaran segerah
dipulihkan selama enam bulan, dan kembali mempertahankan kontrol
1566-1574 M dari Mediterania Timur serta menguasai kembali Tunis dari Spanyol.
Murad III Murad III, lahir 1546 dan meninggal 1595 (48) adalah anak dari Salim
II dan Sultan Nurbanu, dengan isteri Sultan Safiye, Semsiruhsar Hatun,
dan Sahihuban. Selama pemerintahaannya batas utara dengan Monarki
Habsburg dipertahankan oleh Bosnia Gubernur Hasan Predojevic.
12 Peperangan yang dilakukan cukup melelahkan di Barat dan Timur
kekaisaran, selanjutnya mengalami kekalahan dari pertempuran Sisak.
Pada tahun 1577 Murad menyatakan perang dengan Safawi (1578-
1590). Masa pemerintahannya tekanan keuangan yang begitu
1574-1595 M signifikan, karena pembiayaan untuk kemiliteran.
Muhammad III Muhammad III, lahir 1566 dan meninggal 1603 (37) adalah anak dari
Murad III dan Sultan Safiye, dengan istri Sultan Handan dan Sultan
Halime. Pada masa pemerintahannya terjadi peperang melawan Austor
di Hongaria (1593-1606). Tahun 1596 menaklukan Eger dan
13 mengalahkan pasukan Habsburg dan Transylvania dalam pertempuran
di Keresztes. Peristiwa lain dari masa pemerintahannya yaitu terjadi
pemberontakan Jelali di Anatolia. Karayazici Abdulhalim mantan
pejabat kerajaan yang merebut kota Urfa diperintahkan oleh
1595-1603 M Muhammad III untuk dicari dan dihancrukan (1601).

27
Ahmad I Ahmad I, lahir 1590 dan meninggal 1617 (27) adalah anak dari
Muhammad III dan Sultan Handan, dengan isteri Sultan Valide Kosem
(isteri sah) dan Mahfiruz Hatun. Setelah naik tahta ia menunjuk
Cigalazade Yusuf Sinan Pasha sebagai komandan tentara Timur. Pada
14 tahun 1605 Sinan Pasha bersiap untuk merebut Tabriz di Azerbaijan,
tetapi pasukannya dirusak komandan-komandan pasukan yang
akhirnya harus melarikan diri dan sebagian ditawan kerajaan Safawi
perang Turki Usmania dengan Safawi terjadi (1604-1606).
Selanjutnya, perang juga terjadi dengan Habsburg pada tahun yang
1603-1617 M sama, dan berhasil merebut kembali Pest dan Vac di Hungaria.
Mustafa I Mustafa I, lahir 1591 dan meninggal 1639 (47) adalah anak dari
Muhammad III dan Sultan Halim, sultan yang ke 15 ini tidak memiliki
isteri karena tidak ada sumber yang menjelaskan. Pemerintahan
pertama tahun (1617-1618) dan pemerintahan kedua tahun (1622-
1623). Masa pemerintahannya terjadi perebutan kekuasan dan banyak
15 yang meragukan kepemimpinan Mustafa karena kondisi mentalnya
yang tidak stabil dan terjadi kudeta. Pada masa pemerintahan keduanya
dia mulai dengan mengeksekusi semua orang yang terlibat dalam
pembunahan Usman II, seperti pemimpin para pemberontak Kizlar
Agha Sulaiman, wazir Dilaver Pasha dll. Masa pemerintahan keduanya
ini, Mustafa dijadikan sebagai boneka kekuasaan oleh ibu dan saudara
1617-1618 M iparnya.
Usman II Usman II, lahir 1604 dan meninggal 1622 (17) adalah anak dari Sultan
Ahmad I dan Mahfiruz Hatice, dengan isteri Ayse, Akile dan
Meleksima. Usman II naik tahta pada usia 14 tahun karena sang paman
Mustafa I dikudeta. Walaupun dengan usia yang sangat mudah, namun
dia tetap menunjukkan kekuasannya, dan mengamankan perbatasan
16 timur kekaisaran dengan menandatangani perjanjian damai dengan
Safawi di Persia. Dan kemudian ia memimpin invasi ke Polandia
selama perang Magnate Moldavia. Dalam pertempuran Chotin dia
dipaksa untuk menandatangani perjanjian damai dengan Polandia.
Pada bulan september-oktober 1621 dia pulang ke Konstantinopel
dengan rasa malu dan menyalahkan Janissari sebagai pengecut. Dan
1618-1622 M akhirnya dia dibunuh dengan dicekik oleh pasukan Janissari.
Murad IV Murad IV, lahir 1612 dan meninggal 1640 (27) adalah anak dari
Ahmad I dan Kosem, dengan isteri Ayse. Pada mada pemerintahannya
dia mencoba untuk memadamkan korupsi yang merajalela pada masa
pemerintahan sultan sebelumnya. Pelarangan atas perdagangan
17 alkohol, tembakau dan kopi dan siapa saja yang melanggar harus
dieksekusi. Sang raja selalu berpatroli dan menyamar untuk mengawasi
yang berjualan alkohol dan jika ditemukan maka dia sendiri yang akan
memenggal kepalanya. Pada masanya terjadi perang melawan Safawi
(yang kini Iran) dan menduduki Azerbaijan, Tabriz, Hamadan dan
1623-1640 M merebut Bagdad pada tahun 1638.
Ibrahim Ibrahim, lahir 1615 dan mininggal 1648 (32) adalah anak dari Ahmad
I dan Kosem, dengan isteri Valide Turhan Hatice, Muazez, Asub,

28
Mahienver, Sacbagi, Sivekar dan Humasah. Pada masa
pemerintahannya dia dibantu oleh Mustafa Pasha seorang petinggi
18 militer kerajaan dan sebagai negarawan (karena sang raja kurang
berpengalaman), selama empat tahun masa pemerintahannya dia
memperbahuri perjanjian dengan Austria dan pada tahun yang sama
memulihkan Azov (di Rusia) dari Cossack, kemudian menstabilkan
ekonomi dan mengurangi jumlah tentara janissari serta mengantisipasi
kekuatan-kekuatan gubernur yang tidak taat pada sultan.
1640-1648 M
Muhammad IV Muhammd IV, lahir 1642 dan meninggal 1693 (51) adalah anak dari
Ibrahim dan Turhan Hatice, dengan isteri Gulnus sultan (isteri sah),
Siyavus, Afife, Rabia, Kaniya, Gulbeyaz, Rukiye, Cihansah, Durriye
dan Nevruz. Pada masa pemerintahannya terkenal dengan kebangkitan
kerajaan Turki yang dipimpin oleh Koprulu Muhammad dan putranya
19 Fazil Ahmad, mereka berhasil mengambil kembali pulau-pulau Aegea
dari Venesia dan Kreta selama perang Kreta (1645-1669), mereka juga
berjuang dan berhasil melawan Transylvania (1660) dan Polandia
(1670-1674). Pemerintahannya diperluas samapai ke Podolia dan
Ukraina, namun pada pertempuran Wina di Kahlenberg Heights
1648-1687 M mengalami kekalahan dari pasukan Polandia-Lithuania.
20 Sulaiman II Sulaiman II, lahir 1642 dan meninggal 1691 (49) adalah anak dari
Ibrahim dan Asub, dengan isteri Hatice Kadin, Behzad, Ivaz, Suglun,
Sehsuvar dan Zeyneb Kadin. Tak lama setelah menduduki tahta,
kesultanan Ustmani mengalami kekalahan dari pertempuran Mohori
kedua pada tahun 1687. Pada tahun 1688 Sulaiman II meminta bantuan
melawan Austria yang maju pesat, tetapi tidak mendapatkan bantuan.
Pada tahun 1689 menunjuk Koprulu Fazil Mustafa Pasha sebagai
1687-1891 M perdana menteri, dan berhasil menaklukan kembali Beograd pada
tahun 1690 serta menghancurkan pemberontakan di Makedonia dan
Bulgaria dalam pertempuran melawan pemberontak tersebut akhirnya
Koprulu Fazil Mustafa terbunuh oleh pasukan Austria.
Ahmad II Ahmad II, lahir 1643 dan meninggal 1695 (51) adalah anak dari
Ibrahim dan Sultan Muazzez, dengan isteri bernama Rabia dan sayeste
Kadin. Selama masa pemerintahannya yang singkat yang dibantu
Kopruluzade Fazil Mustafa Pasha (perdana menteri), sultan
21 menfokuskan perhatiannya pada perang melawan Habsburg dan
kebijakan negeri terkait masalah pemerintahan dan ekonomi terutama
reformasi pajak dengan sistem pajak seumur hidup perubahan tersebut
akibat perang. Pada 1690 berhasil merebut kembali Belgrade (Serbia
Utara), namun pada tahun 1691 mengalami kekalahan dalam
1891-1695 M pertempuran Slankamen (barat laut Belgrade).
Mustafa II Mustafa II, lahir 1664 dan meninggal 1703 (39) adalah anak dari
Muhammad IV dan Emetullah Rabia Gulnus, dengan isteri Saliha
Valide, Sehsuvar, Alicenab, Afife, Ivaz, dan Batiyar. Selama masa
pemerintahannya terjadi perang Turki yang dimulai pada tahun 1683,
22 setelah kegagalan pengepungan di Wina (1683), Liga Suci (Aliansi

29
yang diorganiasi oleh Paus) telah merebut sebagian besar wilayah
kekaisaran di Eropa. Kemudian Mustafa II bertekad untuk merebut
kembali wilayah-wilayah yang hilang di Hongaria. Pertama merebut
kembali pulai Chios (1695), mengalahkan tentara Habsburg dalam
pertempuran Ula dan Cenei (1696) dan merebut Timisoara (Rumania).

1695-1703 M
Ahmad III Ahmad III, lahir 1736 dan meninggal 1736 (62) adalah anak dari
Muhammad IV dan Emetullah Rabia Gulnus, dengan isteri Mihrisah
dan Sermi Kadin. Pemerintahan Ahmad III selama 27 tahun dan
berhasil memulihkan Azov dan Morea dan menaklukan bagian dari
23 Persia serta berhasil mengimbangi wilayah Balkan yang diserahkan
kepada Monarki Habsburg melalui perjanjian Passarowitz setelah
kekaisaran Ottoman dikalahkan dalam perang Austro-Turki (1716-
1718). Ahmad III meninggalkan keuangan kekaisaran dalam kondisi
yang berkembang yang diperoleh tanpa prosedur perpajakan atau
1703-1730 M melalui pemerasan.
Mahmud I Mahmud I, lahir 1696 dan meninggal 1754 (58) adalah anak dari
Mustafa II dan Sultan Saliha, dengan isteri bernama Alicenab,
Mihrisah, Vuslat, Hatime, Verdinaz dan Rami Kadin. Mahmud I adalah
kakak dari Usman III. Pada masa pemerintahannya berusaha
24 membersihkan pemberontak Patrona Halil dan Janissari yang dahulu
menghasut rakyat untuk mentang Ahmad III. Pada sisa
pemerintahannya didominasi perang Persia dengan runtuhnya dinasti
Safawi dan naiknya Nader Shah (penguasan terkuat dalam sejarah
Iran). Mahmud juga menghadapi perang di Eropa yaitu Austro-Rusia-
1730-1754 M Turki (1735-1739).
Usman III Usman III, lahir 1699 dan meninggal 1757 (58) adalah anak dari
Mustafa II dan Sehsuvar, dengan isteri Leyla, Zevki, Nefise dan
Ferhunde. Usman III adalah adik dari Mahmud I dalam masa
pemerintahannya yang singkat, dia melihat bahwa terjadi intoleransi
terhadap non-Muslim (Kristen dan Yahudi diharuskan mengenakan
25 pakaian atau lencana khas) dan juga terjadi kebakaran di
Konstantinopel. Usman III menjalani sebagian besar hidupnya sebagai
tawanan di Istana dan sebagai konsekuensi untuk menjadi sultan, ia
memiliki perilaku aneh, ia membenci musik dan mengusir semua
1754-1757 M
musisi dari istana.
Mustafa III Mustafa III, lahir 1717 dan meninggal 1773 (56) adalah anak dari
Ahmad III dan Mihrisah, dengan isteri bernama Mihrisah, Aynulhayat,
Adilsah, dan Rifat. Pada saat naik tahta dia mengambil beberapa
langkah untuk meningkatkan kemakmuran di Istanbul. Ia mengatur
26 mata uang, membangun toko biji-bijian besar, memperbaiki saluran air
dan menetapkan kebijakan fiskal yang ketat. Pada tahun 1761 membuat
perjanjian damai dengan Rusia. Pada tahun 1768-1774 terjadi perang

30
antara Rusia dan Turki dan perang itu membawa malapetaka bagi
kerjaan Usmani, karena tentara Rusia berhasil menduduki Krime (di
Eropa Timur), Rumania dan sebagian Bulgaria.

1757-1774 M
Abdul Hamid I Abdul Hamid I, lahir 1725 dan meninggal 1789 (64) adalah anak dari
Ahmad III dan Sermi Kadin, dengan isteri Ayse, Ruhsah, Sineperver,
Binnaz, Mehtabe, Humasah, Sebsafa dan Naksidil. Pada masa
pemerintahannya dia mereformasi pasukan bersenjata kekaisaran dan
27 merenovasi pasukan Janissari serta angkatan laut dan mendirikan korps
artileri baru. Abdul Hamid berusaha memperkuat pemerintahaan atas
Suriah, Mesir dan Irak, namun sedikit keberhasilan melawan
pemberontak di Suriah dan Morea dibandingkan dengan hilanggnya
Krimea yang dikendalikan Rusia. Pada tahun 1787 kekaisaran Ottoman
1773-1789 M menyatakan perang terhadap Rusia, namun pada akhirnya kalah.
Salim III Salim III, lahir 1761 dan meninggal 1808 adalah anak dari Mustafa III
dan Sultan Mihrisah, dengan isteri bernama Safizar, Aynisafa, Zibifer,
Tabisafa, Refet, Nurusehms dan Husnumah. Pada tahun 1798 pasukan
Perancis mendarat di Mesir dan Salim menyatakan perang terhadap
Perancis. Dalam persekutuan dengan Rusian dan Inggris, orang-orang
28 Turki berada dalam konflik periodik dengan Perancis di daratan dan
lautan sampai 1801, dan pada tahun 1802 terjadilah perjanjian damai.
Pasa masa pemerintahaannya berambisi untuk membentuk korps
infantri yang sepenuhnya baru terlatih dan dilengkapi dengan
persenjataan standar Eropa baru. Pada tahun 1806 jumlah tentara baru
yang telah direkrut sebanyak sekitar 23,000 pasukan, dan menjadi
1789-1807 M
ketakutan bagi Jannisari untuk kemerdekaan mereka.
29 Mustafa IV Mustafa IV, lahir 1779 dan meninggal 1808 (29) adalah anak dari
Abudl Hamid I dan Sineperver, dengan isteri bernama Sevkinur dan
Seyyare. Pemerintahan singkat Mustafa bergolak, segera setelah naik
tahta, Jannisari mengamuk di seluruh Konstantinopel, menjarah dan
membunuh siapa saja yang mendukung Salim. Perebutan tahta oleh
Mustafa dan menempatkan dirinya sebagai satu-satunya pewaris
Usman dan memerintahkan agar Salim dan saudaranya Mahmud
dibunuh. Kegagalan pemerintahannya karena tidak ada perubahan ke
arah reformasi. Mustafa kemudian dibunuh atas perintah Mahmud.
1807-1808 M
Mahmud II Mahmud II, lahir 1784 dan meninggal 1839 (54) adalah anak dari
Abdul Hamid I dan Naksidil, dengan isteri benama Kamerfer,
Mislinayab, Nevifidan, Dilseza, Hosyar, Asubcan, Nurtab, Bezmialem,
Ebrureftar, Pertevniyal, dll. Pada masa pemerintahannya terjadi perang
30 melawan Arab Saudi (akibat pelarangan kekaisaran Ottoman

31
memasuki kota suci) dan berhasil merebut kembali kota-kota suci
Madinah (1812) dan Mekah (1813) dari Negara Saudi Pertama. Perang
kemerdekaan Yunani, dan menghancurkan Korps Jannisari (1826)
serta reformasi militer secara besar-besaran.

1808-1839 M
Abdul Majid I Abdul Majid I, lahir 1823 dan meninggal 1861 (38) adalah anak dari
Mahmud II dan Bezmialem, dengan isteri antara lain Servetseza,
Sevkefza, Verdicenan dll. Ketika naik tahta kondisi kerajaan dalam
keadaan kritis. Langkah-langkah yang dilakukan untuk memulihkan
31 kerajaan antara lain adalah, reorganisasi tentara termasuk pengenalan
wajib militer, reorganisasi sistem keuangan sesuai dengan model
Perancis, reorganisasi sistem pengadilan, pembentukan kementerian
pendidikan, penghapusan pasar budak, penghapusan pajak kapitasi
1839-1861 M yang mengenakan tarif lebih tinggi pada non-Muslim (1856) dll.
Abdul Aziz Abdul Aziz, lahir 1830 dan meninggal 1876 (46) adalah anak dari
Mahmud II dan Pertevniyal, dengan isteri bernama Durrunev Kadin,
Edadil dan Nesrin dll. Prestasinya pada masa pemerintahannya antara
lain modernisasi angkatan laut kerajaan Usmani dan merupakan
32 angkatan laut terbesar ketiga di dunia setelah angkatan laut Inggris dan
Perancis. Sulatan yang pertama kali mendirikan jaringan kereta api
kerajaan Usmani (1858), dan Sultan pertama yang melakukan
perjalanan ke Eropa Barat dalam rangka kunjungan ke beberapa
negara. Akhir kematian sultan diduga bunuh diri dengan menggunting
1861-1876 M pegelangan tangannya.
Murad V Murad V, lahir 1840 dan meninggal 1904 (63) adalah anak dari
Abdulmajid I dan Sevkefza, dengan isteri bernama Elaru, Reftaridil,
Sayan dll. Murad menjadi sulta ketika pamannya (Abdulaziz)
digulingkan, Murad sangat dipengaruhi oleh budaya Perancis dan
33 liberal. Ia memerintah hanya selama 93 hari sebelum digulingkan
karena dianggap sakit jiwa, dan ketidakstabilan politik terjadi serta
pemindahan kekaisaran lebih dekat ke bencana perang antar Rusia.
Murad V adalah orang pertama dan satu-satunya keluarga sultan dari
1876 Grand Lodge of Free and Accepted Masons of Turkey.
Abdul Hamid II Abdul Hamid II, lahir 1842 dan meninggal 1918 (75) adalah anak dari
Abdul Majid I dan Tirimujgan, dengan isteri bernama Nazikeda,
Bedrifelek, Nurefsun dll. Abdul Hamid naik tahta setelah deposisi
saudaranya Murad. Masa pemerintahannya terjadi gejolak ekonomi
34 dan politik serta perang lokal di Balkan dan juga perang Rusia-Ottoman
(1877-1878) yang diakhiri dengan kemenangan Rusia, dan lepasnya
Rumania, Serbia dan Montenegro dan memberikan otonomi ke
Bulgaria. Pemberontakan Armenia tidak terhindarkan dan sultan secara

32
1876-1909 M membabibuta menghancurkan pemberontak dengan keras, akibat dari
kejadian tersebut 300.000 orang Armenia tewas.
Muhammad V Muhammad V, lahir 1844 dan meninggal 1918 (73) adalah anak dari
Abdulmajid I dan Gulcemal, dengan isteri bernama Kamures,
Durruaden dan Mihrengiz dll. Di bawah pemerintahannya, banyak
wilayah kerajaan Usmani yang terlepas dari kekaisaran terutama di
35 Afrika utara dan hampir semua wilayah Eropa. Tindakan politik
Muhammad V yang paling jelas adalah secara resmi menyatakan jihad
melawan Entente Powers (sekutu perang dunia 1), ini merupakan
proklamasi jihad yang terakhir dalam sejarah Khalifa berlangsung
1909-1918 M hingga 1924, namun proklamasi itu tidak memiliki efek nyata pada
perang.
Muhammad VI Muhammad VI, lahir 1861 dan meninggal 1926 (65) adalah anak dari
Abdulmajid I dan Gulustu, dengan isteri bernama Nazikede, Insirah
dan Muveddet dll. perang dunia pertama adalah bencana bagi kerajaan
Usmani. Pasukan Inggri dan sekutunya telah menaklukan Baghdad,
36 Damaskus dan Yerusalem dan sebagian besar kekaisaran dibagi di
antara sekutu Eropa. Pada Konferensi San Remo (1920) Perancis
diberikan mandat atas Suriah dan Inggris atas Palestina dan
Mesopotamia. Nasional Turki (pemerintahan baru dibentuk 1920 di
1918-1922 M bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk) menolak penyelesaian
oleh empat penandatanganan Sultan.
37 Abdulmajid II Abdulmajid II, lahir 1868 dan meninggal 1944 (76) adalah anak dari
Abdulaziz dan Hayranidil, dengan isteri bernama Mihrimah, Sehsuvar
dan Hayrunissa dll. Pada masa pemerintahannya nama Kesultanan
dihapuskan dan Abdulmajid II terpilih sebagai putra mahkota menjadi
Khlaifa oleh Majelis Nasional Turki di Ankara. Pada 3 Marert 1924,
enam bulan setelah berdirinya Republik Turki, Kekhalifahan
Utsmaniyah dihapuskan dan dinasti Ottoman digulingkan dan diusir
dari Turki. Pada 23 Agustus 1944, Abdulmajid II meninggal di
rumahnya di Boulevard Suchet Paris. Kematiannya bertepatan dengan
1922-1924 pembebasan Paris dari pendudukan Jerman. Ia dimakamkan di Madina.

33
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Awal mula berdirinya kerajaan Usmani yaitu dari salah satu kabilah yang
mendiami Turki, kabilah ini sangat terkenal dengan kemampuan berperangnya.
Kabilah Turki ini dipimpin oleh seorang yang bernama Arthogrol dan mereka
mengabdikan dirinya kepada Sultan Seljuk atau Alaudin II. Pengabdian Arthogrol
kepada Sultan Alaudin II tidak sia-sia, kelompok yang dipimpin Arthogrol dan
balatentara Sultan Alaudin II akhirnya mampu menaklukan Binzantium atau
Romawi Timur. Dari kemenangan itulah, Sultan Alaudin II memberikan
penghargaan kepada Arthogrol berupa wilayah di Asia Kecil (Anatolia) dan
wilayah tersebut dipimpin langsung oleh Arthogrol. Setelah kematian Arthogrol,
kepemimpinan dilanjutkan oleh sang putra bernama Utsman, pada masa
pemerintahan Usman inilah, Asia kecil terus memperluas daerah kekuasaannya.
Berselang 10 tahun kemudian (1299) setelah kematian Arthogrol, kerajaan Seljuk
mendapat serangan dari bangsa Mongol akibat dari penyerangan itu, Sultan Alaudin
akhirnya terbunuh, akibatnya kerajaan Seljuk ini terpecah menjadi beberapa
kerajaan kecil dan pada saat itu pula Utsman menyatakan kemerdekaan dan
berkuasa penuh atas wilayah yang didudukinya saat itu dengan nama Kesultanan
Utsmani yang diambil dari namanya sendiri. Sejak itulah kerajaan Utsmani
dinyatakan berdiri dan rajanya adalah Utsman atau dikenal dengan Utsman I.
Kemajuan kerajaan Usmani antara lain; (1) Bidang kemiliteran, masa
kepemimpinan Usmani organisasi kemiliteran terstruktur secara baik, dan pada
masa pemerintahan Orkhan terjadi pembaharuan dalam tubuh militer, di mana
bangsa-bangsa yang bukan dari kalangan Turki dan anak-anak dari kalangan
Kristen dijadikan sebagai prajurit, sehingga terbentuklah kekuatan baru yang
disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. (2) Bidang kebudayaan, orang-orang
Turki Utsmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi
dengan bangsa asing dan terbuka menerima kebudayaan luar, sehinga terjadilah
perpaduan bermacam-macam kebudayaan diantaranya kebudayaan Bizantium,

34
Persia dan Arab. Perpaduan tersebut dapat diamati dari bangunan-bangunan dan
tata kota yang ada pada masa Turki Usmani. (3) Bidang keagamaan, pada masa ini,
tarekat mengalami perkembangan dan yang paling mengalami perkembangan
adalah tarekat bektasyi dan tarekat maulawi, masa Turki Utsmani kajian-kajian ilmu
keagamaan seperti Fiqih, ilmu kalam, tafsir dan hadis justru tidak mengalami
perkembangan yang signifikan, karena para sultan lebih cenderung untuk
menegakan satu paham (mazab) keagamaan dan menekan mazab lainnya. Puncak
kejayan Turki Utsmani yaitu pada masa pemerintahan Muhammad Al-Fatih (1451-
1481). Sultan Muhammad Al-Fatih dapat menembus benteng pertahanan
Bizantium dan mengalahkan Konstantinopel (Istambul saat ini) 28 Mei 1453 M.
Turki Utsmani mencapai puncak keemasan pada abad ke- 16 di bawah
pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanani yang bergelar Sultan Agung (1520-
1566). Al-Qananni melakukan ekspansi ke wilayah Barat, Timur dan semua daerah
yang berada di sekitar Turki Utsmani.
Keberhasilan kerajaan Turki Usmani memegang puncak kekuasan selama
lebih dari enam abad, pada prinsipnya melalui suksesi kemampuan keluarga yang
menjadi jantung keberhasilan kerajaan untuk mempertahankan dan meningkatkan
legitimasinya sendiri melalui banyak permutasi dan transformasi mendasar dari
struktur kerajaan. Secara global, keluarga kerajaan telah menggunakan prinsip-
prinsip perempuan dan laki-laki atau secara ekslusif laki-laki sebagai jantung
kesuksesan, karena laki-laki sebagai pewaris tahta yang potensial terutama anak
sulung, jika memiliki kemampuan dari saudaranya yang lain, beda halnya dengan
kerajaan Rusia dan Inggris modern.
Kemunduran/runtuhnya kerajaan Usmani, bermula sejak menerima
kekalahan dari armada laut Kristen yaitu Spanyol, Bundukia, Sri Paus, dan sebagian
kapal laut para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol, peretempuran
itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Adapun faktor penting penyebab keruntuhan
kerajaan Usmani antara lain : (1) Pemberontakan tentara Jenissari/Inkisyariyyah
sebanyak 4 kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. (2)
Perekonomian kerajaan Usmani semakin meresot akibat perang, sehinga
pengeluaran dan pendapatan negara menajadi tidak seimbang. Besar pengeluaran

35
dari pendapatan negara. (3) Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanani, kerajaan Usmani
dipimpin oleh Sulatan-Sulatan yang lemah, sehingga berdampak pada sistem
pemerintahan yang kacau balau. (4) Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang tidak
berkembang disebabkan cara berfikir umat Islam yang masih begitu tradisional saat
itu.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna, mulai dari
sistematika penulisan, pengutipan, kurangnya referensi dan lain sebagainya,
sehingga diperlukan masukan dari para pembaca yang kiranya dapat memperbaiki
tulisan ini. Untuk para penulis makalah selanjutnya dengan tema yang sama,
kiranya dapat memperdalam lagi kajian historical kerajaan Turki Utsmani pada
bidang kebudayaan dan keagamaan dan juga melihat hubungan sosial masyarakat
dan keluarga kerjaan saat itu.

-----------------------------------------END-------------------------------------------

36
REFERENSI

Allouche, The Origins and development of the Ottoman-Safawid Conflict,


(Michigan: University Microfilms International, 1985).

Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam : Imperium Turki Utsmani,


(Jakarta: Kalam Mulia, 1988).

Bernard Lewis, The World of Islami; Faith People, Culture, (London:


Thames and Huston Ltd, 1994).

Binnaz Toprak, Islam and Political Development in Turkey, (Leiden: E.J


Brill, 1981).

Jeremy Black, Atlas of War Illustrated Cambridge: Renaissance to Revolution,


1492-1792, Volume 2. (Cambridge University Press, 1996).

Guy Burak, Second Establishment of Islamic Law: afanafī School in the Early
Modern Ottoman Empire. (Cambridge: University Press, 2015).

Brockelmann Carl, Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyah, (Beirut: Dar Al-‘Ilm, 1974).

Brockkmann Carl, History of the Islamic Peoples, (London: Routledge dan


Kegan Paul, 1982).

EHM Clifford, "The English Ethiopian Somaliland Boundary". (Geographical


Journal, 1936), 87 (4).

Quataert Donald, The Ottoman Empire 1700-1922, Second Edition, (Cambridge:


University Press, 2005).

Caroline Finkel, Osman's Dream: The Story of the Ottoman Empire, 1300-1923
(2005), Basic Books. p. 2., citing Lindner, Rudi P, Nomads and Ottomans
in Medieval Anatolia, (Bloomington: Indiana University Press, 1983).

John Fine, The Balkans of the Middle Ages, (University of Michigan Press, 1994).

Helius Syamsudin.,. Perdaban –peradaban Tua di Asia dan Afrika PIPS2234/2


SKS/01(Sejarah Dunia), 1.4-1.5

David Tablot Rice, Islamic Art, (London: Thames and Hudson, 1993).

Harun Nasution, Sejarah Islam Dalam Tiga Periode : Periode Klasik (650-1250 M),

37
Periode Pertengahan (1250-1800 M) dan Periode modern (1800-sampai saat
ini). Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya, jilid I. Cet. V. (Jakarta: UI-
Pres, 1985).

Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota


Kembang, 1989).

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang. Cetakan Keempat,
1981).

Ira M., Lapidus, A History of Islamic Societies, (London: Cambridge


University Press, 1991).

Fine John VA, The Late Medieval Balkans, (The University of Michigan Press,
1994).

Marshal G. S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. III, (Chicago: The


University of Chicago Press, 1981).

M. Mujib., The Indian Muslim, (London: George Alen, 1967).

William Miller, Balkans: Roumania, Bulgaria, Servia and Montenegro, (London:


GP Putnam's Sons, 1896) diakses 20-12- 2018.

Ciachir. N, Soliman Magnificul (Soliman the Magnificent), (Bucharest, 1972),


Editura Wikipedia.

P. M. Holt, dkk, (ed)., The Cambridge History of Islam, Vol. I A, (London:


Cambridge University Press, 1970).

Rusydi, S., Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2015).

Syafiq A. Mughi., Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Cetakan


Kedua. Logos Wacana Ilmu, 1999).

Syed Mahmudunnasir, Islam Its Consepts and History (New Delhi: Kitab Bahavan,
1981).

S. M. Ikram, Muslim Civilization in India, (New York: Columbia University Press).

Shaw Stanford, History of the Ottoman Empire and Modern Turkey (Cambridge:
University Press, 1976).

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 1, (Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeven, 1994)

38
W. H. Moreland, “The Mughal Empiret to the Death of Aurangzeb”, dalam M. Th.
Houtsma (ED.), First Encyclopedia of Islam, (Leiden: E. J. Brill, 1987).

Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT GrafindoPersada, 2013).

Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya, (jakarta: Bulan Bintang, 1979)

39

Anda mungkin juga menyukai