Anda di halaman 1dari 19

MEMAHAMI AGAMA DAN PSIKOLOGI SEBAGAI

LANDASAN DALAM MELAKSANAKAN BIMBINGAN DAN


KONSELING

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu:
1. Dr. Hj. Teti Ratnasih, M.Ag.
2. Nisyya Syarifatul Husna, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 5
Mirnawati NIM. 1222050084
Muhammad Fairuz Firjatulloh NIM. 1222050088
Nabila Nur Afifah NIM. 1222050095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan. Sholawat serta salam semoga
senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad Saw., aamiin.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Dr. Hj. Teti Ratnasih, M.Ag
dan ibu Nisyya Syarifatul Husna, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah
Bimbingan Konseling yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandung, 22 Maret 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4

A. Latar Belakang .................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4

C. Tujuan ................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 5

A. Peranan Agama dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling ................ 5

B. Peranan Psikologi dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling ............. 8

D. Test Psikologi merupakan Bagian dari Bimbingan dan Konseling ............. 13

BAB III PENUTUP........................................................................................ 18

A. Kesimpulan ............................................................................................. 18

B. Saran ....................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 19

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan konseling merupakan bagian fundamental dari pendidikan
Indonesia dalam mewujudkan upaya pemfasilitasan siswa agar mencapai
perkembangan yang optimal sesuai dengan potensinya. Pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara pihak
sekolah,yaitu kepala sekolah, guru, konselor, dan pengawas. Bimbingan
konseling mengarah pada penuntutan pusat perhatian untuk siswa dalam
memasuki dunia Pendidikan guna membantu siswa dalam beradaptasi sebagai
fasilitas untuk kebutuhan siswa dalam menjalankan pendidikannya. Bimbingan
konseling ini meliputi sikap mental, kemandirian, dan pengarahan dalam
pendidikan (Dini, 2021).
Dalam upaya pengembangan potensi siswa dan membantu pemecahan
masalah yang dihadapinya., perlu ada kegiatan layanan bimbingan dan
konseling yang terorganisir, terprogram dan terarah. Disamping itu, dituntut
keahlian dari konselor dalam menangani para siswa. Penguatan landasan
mengenai pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan untuk
mencapai target yang tepat sasaran. Agama dan psikologi yang merupakan
landasan utama dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling perlu didalami
untuk optimalisasi pelaksanaan bimbingan dan konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan agama dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling?
2. Bagaimana peranan psikologi dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling?
3. Apakah test psikologi merupakan bagian dari bimbingan dan konseling?
C. Tujuan
1. Mengetahui peranan agama dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
2. Mengetahui peranan psikologi dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling.
3. Menganalisis test psikologi sebagai bagian dari bimbingan dan konseling.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Agama dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling
Landasan agama membahas tentang kemuliaan manusia sebagaimana
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah agama yang harus dikembangkan dan
dimuliakan. Segala tindakan dan kegiatan bimbingan dan konseling selalu
diarahkan pada tujuan pemuliaan kemuliaan manusia. Menurut sifat hakiki
manusia, manusia sebagai makluk beragama (homo religus), makluk yang
mempunyai fitrah untuk memamhami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang
bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama sebagai
rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia
adalah makluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan
untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahan inilah yang
mambedakan manusia dengan hewan di samping akal manusia, dan juga
mengangkat harkat martabatnya atau kemuliaannya di sisi Tuhan (Basuki, n.d.).
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk
tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan
mental rohani yang sehat. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan
pola-pola tingkah laku yang akan memberikan, tuntunan bagi arti, tujuan, dan
kesetabilan hidup umat manusia. Kehidupan yang efektif menuntut adanya
tuntuanan hidup yang mutlak.
Berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup
menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi
yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan
juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat maupun dalam memecahkan
permasalahan (problem solving).Dengan kata lain manusia diharapkan saling
memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu
sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam
menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya (Vianda, n.d.).
Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan
sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW,
menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran
5
Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan
(guidance) dalam pandangan psikologi. Dalam hal ini Islam memberi perhatian
pada proses bimbingan,. Allah Swt. menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau
petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji
(Nashrullah, 2017).
“Dan hendaklah ada diantara kamu suatu umat yang menyeru berbuat
kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yang benar, serta melarang yang
mungkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan.” (Ali Imran: 104)
Dan berilah peringatan kepada kerabat- kerabatmu yang terdekat” (Asy-
Syu’ara:214)
Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap
individu/siswa, konselor harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga
pemberian solusi akan sesuai dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip agama yang mereka anut. Seorang konselor sangatlah
penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor tidak
hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan
kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral,
tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga
kepribadian serta sikap jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya
dengan cara yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan aganmanya. Landasan
religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok,
yaitu:
1. Manusia sebagai makhluk Tuhan.
2. Sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan
ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
3. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara
optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan

6
kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan
masalah.
Melalui pendekatan agama seorang konselor Insya Allah akan mampu
mengatasi permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya. Karena agama
mengatur segala kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana supaya hidup
dalam ketentraman batin/jiwa atau dengan kata lain bahagia di dunia dan
akherat. Pandangan Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari peranan
Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan
obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat
dalam diri manusia (rohani).
2. Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam
menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.
3. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan
keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin. Bagi seorang mukmin
ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab
keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan
pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Pemahaman agama di sekolah sangat penting untuk pembinaan dan
penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan
agama mempunyai dua aspek penting.
Aspek pertama dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada jiwa
atau pembentukan kepribadian. Siswa diberi kesadaran akan adanya Tuhan, lalu
dibiasakan melakukan perintahperintah Tuhan dan meninggalkan larangan-
larangan-Nya. Dalam hal ini siswa dibimbing agar terbiasa kepada peraturan
yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama, seperti yang diberikan oleh
keluarga yang berjiwa agama.
Aspek kedua dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada pikiran
atau pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan
sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betul.
Pendidikan agama yang diberikan sejak kecil akan memberikan kekuatan yang

7
akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi tingkah laku dan jalan
hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/ganguan jiwa.
Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis
dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap,
kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja
keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang
telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah.
Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut
memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut
(Nurmelly, n.d.):
1. Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman
kepada Allah SWT.
2. Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada Malaikat.
3. Memiliki Prinsip Kepemimpinan, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4. Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-Qur’an
Al Karim.
5. Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6. Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Dari paparan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang
manusia diharapkan saling memberi bimbingan satu sama lain sesuai dengan
kemampuan dan keahlian manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling
agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi masalah yang ada di depan
mata kita. Agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dan
membimbing manusia kearah yang baik. Menyuruh manusia untuk
menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam sesuai dengan apa yang
diketahui, walaupun satu ayat yang dipahaminya
Penyusun : Muhammad Fairuz Firjatulloh
B. Peranan Psikologi dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling
Pada sub materi ini, pembahasan mengarah pada dua topik utama yakni
psikologi dan bimbingan konseling. Untuk mengetahui kausalitas antara

8
keduanya, akan dipaparkan mengenai bahasan-bahasan pokok mengenai
psikologi dan bimbingan konseling.
Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang
jiwa atau ilmu jiwa. Dalam (Andriyani, 2019), ada beberapa pengertian
psikologi yang dikemukakan menurut para ahli yang dikutip oleh Safwan Amin,
antara lain:
1. Woodworth dan Marquis, psikologi suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang aktivitas atau tingkah laku individu dalam
hubungannya dengan alam sekitar.
2. Crow dan Crow, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang
perilaku manusia dan hubungan manusia dengan yang lainnya.
Psikologi merupakan ilmu mengenai tingkah laku yang mencari
jawaban mengenai sebab-sebab kemunculan satu bentuk tingkah laku.
Psikologi mempelajari semua bentuk tingkah laku yang merupakan kegiatan
individu, baik yang bersifat motorik (berjalan, berbicara dan sebagainya),
maupun yang bersifat kognitif (berpikir, menghayal, dan sebagainya), dan
bersifat emosional (bahagia, sedih, menangis, marah dan sebagainya) atau
semua kegiatan psikis manusia.
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang
dengan memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya
sendiri dan mengatasi permasalahan-permasalahan sehingga mereka dapat
menentukan sendiri jalan hidupnya, dan bertanggung jawab tanpa tergantung
orang lain. Bimbingan merupakan proses bantuan kepada seseorang dengan
tujuan kemandirian di mana seorang pembimbing membawa orang yang
dibimbing untuk mengenal potensinya, sehingga siswa mampu
mengembangkan dirinya sendiri dan mampu menghadapi segala bentuk
permasalahan yang dihadapinya. Konseling secara etimologi, berasal dari
bahasa latin yaitu “onsiliun” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang
dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa
Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti
“menyerahkan” atau “menyampaikan”. Konseling merupakan situasi

9
pertemuan tatap muka antara konselor dengan klien (siswa) yang berusaha
memecahkan masalah dengan mempertimbangkannya secara bersama sehingga
klien dapat memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan sendiri.
Dalam bahasan kali ini, bimbingan konseling adalah salah satu
komponen dari pendidikan sekaligus kegiatan bantuan dan tuntunan yang
diberikan kepada siswa di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan. Tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu
peserta didik untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan,
minat, pribadi, hasil belajar serta kesempatan yang ada, membantu individu,
dalam penyesuaian diri terhadap dirinya maupun lingkungannya serta
mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Selain itu,
bimbingan dan konseling juga membantu siswa untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapinya dan membantunya untuk memahami dirinya. Dengan demikian
individu yang dapat memahami pribadinya serta kehidupannya akan menjamin
kehidupannya yang lebih efektif dan lebih berbahagia.
Berbicara mengenai psikologi sebagai landasan bimbingan dan
konseling pendidikan, diperlukan analisis mengenai psikologi sebagai landasan
dalam pendididikan. Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan
dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan
manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi
manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Dalam (Wiwik Eka Putri,
2019), menurut Tirtarahaja kajian psikologi yang erat hubungannya dengan
pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar,
sedangkan menurut Pidarta landasan psikologis pendidikan merupakan suatu
landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang
kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan
aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk
mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang

10
penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam
menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta
didik.
Bimbingan konseling sangat erat kaitannya dengan psikologi. Psikologi
merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan, dan
kadang mengubah perilaku. Peran psikologi dalam bimbingan konseling ialah
membantu individu yang bermasalah sehingga melegakan jiwanya dan
membantu mengambil suatu keputusan atau perilaku sebagai proses
penyelesaian masalahnya. Pada keilmuan psikologi dimana menggabungkan
antara jiwa dan perilaku manusia, konseling dalam psikologi diharapkan
mampu membantu individu yang bermasalah sehingga melegakan jiwanya dan
juga membantu mengambil suatu keputusan atau perilaku sebagai proses
penyelesaian dari masalahnya. Psikologi dalam bimbingan konseling adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Dalam (Syafriana Nasution &
Abdillah, 2019), menurut Syaiful Akhyar (2015: 27-30), ada beberapa tujuan
dari konseling yang apabila kita lihat indikator ketercapaiannya adalah hal-hal
mengenai psikologi yaitu:
1. Menyediakan fasilitas untuk perubahan tingkah laku.
2. Meningkatkan hubungan antar perorangan dan pembinaan kesehatan
mental.
3. Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi masalah.
4. Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan.
5. Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan.
Psikologi berperan sebagai suatu komponen yang menunjang
pelaksanaan bimbingan konseling. Dengan psikologi, maka tujuan bimbingan
konseling akan tercapai yakni membantu maupun membimbing konseli dalam
menyelesaikan permasalahannya. Untuk mencapai tujuannya, bimbingan
konseling tidak mungkin bisa dilepaskan dari aspek psikologi ini karena solusi
yang akan ditawarkan pada saat bimbingan merupakan buah dari analisis

11
psikologi konseli itu sendiri. Psikologi adalah landasan dalam melaksanakan
bimbingan konseling.
Psikologis sebagai landasan dalam bimbingan dan konseling mencakup
pemberian pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling
adalah perilaku konseli, yaitu perilaku konseli yang perlu di ubah atau
dikembangkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Tingkah laku individu
tidak terjadi dalam keadaan kosong, melainkan mengandung latar belakang,
latar depan, sangkut paut dan isi tertentu. Tingkah laku berlangsung dalam
lingkungan tertentu yang didalamnya terdapat unsur waktu, tempat, dan
berbagai kondisi lain. Tingkah laku merupakan perwujudan hasil interaksi
antara keadaan intern dan ekstern. Landasan psikologis merupakan landasan
yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu
yang menjadi sasaran layanan. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling,
beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang
motif dan motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu,
belajar, dan kepribadian. Adapun konsep-konsep kepribadian ialah:
1. Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2. Temperamen yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3. Sikap sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negative atau
ambivalen.
4. Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaaknya tersinggung, sedih,
atau putus asa.
5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
6. Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

12
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya
memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani maka
konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi
yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya. Selain itu, seorang
konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan
menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian
hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan
kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut
untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar
yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian
klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan
kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat
menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi
yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi
perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi
kepribadian (Syafriana Nasution & Abdillah, 2019).
Penyusun : Mirnawati
D. Test Psikologi merupakan Bagian dari Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Tes Psikologi
Menurut Irfan dalam (Aulia Raganiz, 2021), kata tes dalam bahasa
Inggris biasa dikenal dengan test, sedangkan dalam bahasa Latin biasa
dikenal dengan sebutan testum yang berarti wadah atau mangkok untuk
memeriksa logam atau alat untuk menentukan mutu. Tes juga dapat
diartikan sebagai ujian untuk mengukur atau menilai hasil kinerja
(performance), kapabilitas, dan sifat seseorang.
Kata psikologi secara bahasa artinya ilmu tentang jiwa atau ilmu
yang mempelajari jiwa. Adapun menurut Glassman dan Hadad dalam
(Aulia Raganiz, 2021), psikologi adalah perilaku overt dan pengalaman
sadar yang antara lain terdiri dari pikiran dan perasaan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes psikologi
adalah kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-

13
tugas yang harus dikerjakan dan akan memberikan informasi mengenai
aspek psikologis tertentu berdasarkan dari jawaban individu terhadap
pertanyaan-pertanyaan atau cara individu melakukan tugas-tugas tersebut.
Tes psikologi merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
penilaian terhadap individu sesuai dengan tujuan dari diberikannya tes
tersebut. Tes psikologi ini pada dasarnya tidak sama dengan tes atau ujian
pada umumnya karena dalam tes ini tidak memiliki arti lulus atau tidak,
tetapi tes psikologi ini dapat meramalkan atau mendeteksi individu tersebut
sesuai atau tidak menempati suatu posisi berdasarkan hasil dari tes
psikologi.
2. Kedudukan Tes Psikologi dalam Bimbingan dan Konseling
Konselor Sekolah/Guru Bimbingan dan Konseling mempunyai
peranan yang besar dalam membantu peserta didik mencapai perkembangan
yang optimal dalam empat bidang yaitu Pribadi, Sosial, Akademik dan
Karier. Dipertegas kembali menurut Prayitno dan Amti dalam (Wahidah et
al., 2019) bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu
individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang
yang ada serta sesuai dengan tuntunan positif lingkungannya. Perlu digaris
bawahi bahwa pemberian bimbingan ini akan efektif jika didasarkan pada
data yang akurat. Jika konselor ingin melakukan kegiatan bimbingan yang
efektif, maka konselor harus mengetahui segala sesuatu yang ada pada
konselinya. Semakin banyak informasi yang diketahui oleh konselor, maka
konselor akan dapat bekerja lebih baik kepada konselinya.
Oleh karena itu, sebelum konselor memberikan penyelesaian
masalah kepada konseli, terlebih dahulu perlu dilakukan evaluasi atau
asesmen, yaitu menilai konseli secara mendalam dari beberapa aspek. Ini
sangat penting karena semakin banyak konselor mengenal konselinya maka
semakin sukses juga peran seorang konselor tersebut. Setiap konselor tidak
dibenarkan untuk menangani persoalan yang dialami konseli secara terburu-
buru sebelum mengenal konselinya secara rinci serta memahami persoalan
yang sedang dihadapinya (Wahidah et al., 2019).

14
Asesmen merupakan kegiatan yang sangat penting dalam layanan
Bimbingan dan Konseling (BK). Setiap kegiatan layanan BK sebaiknya
berdasar pada informasi atau data hasil dari asesmen yang memadai. Data
ini nantinya akan menjadi dasar dalam melakukan bantuan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Dengan asesmen yang baik dapat mewujudkan
program BK yang berkualitas dan mampu mencapai tujuan layanan, baik
dalam fungsi kuratif, preservatif, developmental, maupun preventif. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa asesmen mutlak diperlukan dalam program
layanan BK.
Salah satu teknik dalam asesmen yaitu teknik tes. Teknik tes
dilakukan dengan cara menyelenggarakan testing untuk mengetahui
potensi, kemampuan, dan kondisi lainnya yang ada pada konseli.
Disebutkan dalam kode etik profesi BK bahwa dalam Bimbingan dan
Konseling terdapat layanan informasi, testing, dan riset. Dengan demikian,
testing termasuk dalam aspek yang secara professional diakui dan
dipandang perlu untuk dilakukan guna melengkapi data dan informasi hasil
asesmen non-tes (Adi Sancaya et al., 2017).
Asesmen dalam kerangka kerja bimbingan dan konseling memiliki
kedudukan yang strategis, karena posisinya adalah sebagai dasar dalam
perencanaan program bimbingan dan konseling yang sesuai dengan
kebutuhan, yang mana kesesuaian program serta gambaran kondisi konseli
dan lingkungannya dapat mendorong pencapaian tujuan layanan bimbingan
dan konseling. Tes psikologi adalah salah satu dari jenis asesmen yang
dilakukan dalam bimbingan dan konseling. Tes psikologi ini termasuk
dalam asesmen teknik tes (Wahidah et al., 2019).
Hasil tes biasanya dijadikan sebuah acuan data yang akan digunakan
untuk membantu para siswa dalam meningkatkan pemahaman diri,
penilaian diri, dan penerimaan diri. Hal ini juga bertujuan agar siswa dapat
meningkatkan persepsi tentang dirinya secara optimal dan dapat
mengembangkan eksplorasi dalam berbagai bidang.

15
Dalam hal ini, tes psikologi menjadi suatu hal yang mendasar dalam
proses penentuan layanan bimbingan dan konseling karena tes ini
merupakan hal yang sentral (Sinta Dewi & Firmansyah, 2022).
3. Tujuan Penggunaan Tes Psikologi dalam Bimbingan dan Konseling
Penggunaan tes psikologi dalam pelayanan bimbingan dan
konseling bertujuan untuk (Sinta Dewi & Firmansyah, 2022):
a. Mendapatkan informasi diagnostic pra-konseling.
b. Mendapatkan informasi yang akan digunakan untuk mengarahkan proses
konseling berikutnnya.
c. Mendapatkan informasi yang berkaitan dengan keputusan klien pasca
konseling.
d. Agar siswa mampu mengenal aspek-aspek dirinya (kemampuan, potensi,
bakat, minat, sikap dan sebagainya.)
e. Dengan mengenal aspek-aspek dirinya, siswa diharapkan dapat
menerima keadaan dirinya secara objektif.
f. Membantu siswa untuk mengemukakan berbagai aspek dalam dirinya.
g. Membantu siswa untuk dapat mengelola informasi dirinya dan dapat
menggunakan informasi itu sebagai dasar perencanaan dan pembuatan
keputusan masa depan.
4. Kode Etik Penggunaan Tes dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut Goldman (1971) yang dikutip oleh Adi Sancaya dkk,
konselor sekolah perlu: a) menyesuaikan data untuk memprediksi potensi
konseli; b) melengkapi data non-tes dengan data tes; c) menginterpretasi
data untuk membantu konseli dalam proses pengambilan keputusan.
Tuntutan seperti ini tetap harus merujuk pada kode etik yang telah
ditetapkan sehingga malpraktik bisa dihindari.
Dalam keadaan dan maksud pengetesan apapun, kode etik yang
berlaku harus dipatuhi oleh tester. Beberapa kode etik yang wajib
diperhatikan oleh konselor (Adi Sancaya et al., 2017):
a. Pemilihan Tes
1) Konseli sebaiknya dilibatkan dalam proses pemilihan tes supaya
tidak adaa unsur keterpaksaan dalam pemberian tes oleh konselor.

16
2) Alasan para konseli untuk menginginkan tes hendaknya dieksplorasi.
3) Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada konseli
mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan
masalah konseli. Hasilnya harus disampaikan kepada konseli dengan
disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
4) Konselor seharusnya menjelaskan tujuan tes dan menunjukkan
keterbatasan tes.
5) Testing diperlukan apabila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri
kepribadian subyek untuk kepentingan layanan.
6) Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman
atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
b. Wewenang Pemberian Tes
Suatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang
menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor yang berwenang
adalah konselor yang telah menempuh pendidikan sertifikasi tes dalam
bimbingan dan konseling. Dalam memberikan tes, konselor harus sadar
bahwa hasil tes bukan hanya skor, tetapi terlebih maknanya yang harus
digali dalam menafsirkan hasil. Konselor juga harus bersifat netral,
menahan diri dari memberi penilaian sebanyak mungkin dan
membiarkan konseli merumuskan makna serta kesimpulan mereka
sendiri.
c. Penggunaan Hasil Tes
1) Data hasil testing wajib diperlakukan setara dengan data dan
informasi lain tentang konseli. Dalam hal ini data hasil testing wajib
diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari
konseli sendiri atau dari sumber lain.
2) Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh
pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan
kepada konseli dan tidak merugikan konseli.
Penyusun : Nabila Nur Afifah

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling memiliki beberapa landasan, beberapa
diantaranya adalah landasan agama dan landasan psikologis. Landasan agama
yang dimaksud adalah seorang manusia dapat saling memberi bimbingan satu
sama lain sesuai dengan kemampuan dan keahlian manusia itu sendiri, sekaligus
memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi masalah
yang ada di depan mata kita. Sebagai seorang muslim kita tidak boleh lupa
bahwa segala sesuatu harus disandarkan kepada syariat yang ada. Kemudian
landasan psikologi disini berarti bahwa bimbingan konseling akan selalu
berdasarkan pada aspek psikologis. Konselor dituntut untuk memahami
psikologis dari konselinya agar proses bimbingan dan konseling dapat berjalan
sesuai tujuan yang diharapkan.
Adapun tes psikologi dapat digunakan sebagai alat atau instrument untuk
memahami dan menilai diri konseli secara mendalam. Tes psikologi ini memiliki
peran yang sangat penting untuk menentukan bantuan yang akan diberikan
kepada konseli.
B. Saran
Landasan agama dan psikologi dalam bimbingan konseling harus
dipahami dengan baik oleh konselor agar kegiatan bimbingan dan konseling
dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Selain itu, kode etik dalam
pelaksanaan tes psikologi juga harus diperhatikan benar-benar agar terhindar
dari terjadinya malpraktik. Dalam penulisan makalah ini juga masih ada
informasi dari sumber yang kurang valid karena minimnya sumber yang ada
sehingga diharapkan dapat diperbaiki oleh kami sendiri dan yang membaca di
kemudian hari.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adi Sancaya, S., Yuniar Setyaputri, N., & Sukma Hanggara, G. (2017).
KEDUDUKAN TES PSIKOLOGI DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING. 1.

Andriyani, J. (2019). STRATEGI COPING STRES DALAM MENGATASI


PROBLEMA PSIKOLOGIS. JURNAL AT-TAUJIH (Bimbingan Dan
Konseling Islam), 2(2). http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Taujih

Aulia Raganiz, A. (2021). Dimensi Etis Pelaksanaan Kursus Tes Psikologis


(Psikotes). Jurnal Filsafat Indonesia, 4.

Basuki, A. (n.d.). Landasan Agama Bimbingan dan Konseling. www.uny.ac.id

Dini, I. R. (2021). Bimbingan Konseling. 1–9.

Nashrullah, G. (2017). PERSPEKTIF BIMBINGAN KONSELING DALAM


PENDIDIKAN ISLAM. Jurnal NALAR, 1(2).

Nurmelly, N. (n.d.). PERAN AGAMA DALAM BIMBINGAN KONSELING.

Sinta Dewi, C., & Firmansyah, R. (2022, June 6). Implementasi Tes Psikologi
dalam Layanan Bimbingan dan Konseling. Kompasiana.

Syafriana Nasution, H., & Abdillah. (2019). Bimbingan dan Konseling Konsep,
Teori dan Aplikasinya (R. Hidayat, Ed.). Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia (LPPPI).

Vianda, D. (n.d.). Peran Agama Dalam Bimbingan dan Konseling.

Wahidah, N., Cuntini, C., & Fatimah, S. (2019). PERAN DAN APLIKASI
ASSESSMENT DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING. FOKUS
(Kajian Bimbingan & Konseling Pendidikan), 2(2), 45–56.

Wiwik Eka Putri, N. (2019). Peran Psikologi Komunikasi dalam Mengatasi


Permasalahan Peserta Didik: Studi Kasus Proses Bimbingan Konseling di
SMK Kesehatan Widya Dharma Balu. CALATHU: Jurnal Ilmu Komunikasi,
1(1), 52–67.

19

Anda mungkin juga menyukai