Anda di halaman 1dari 34

EKSISTENSI BK DAN KEDUDUKAN

BK DI SEKOLAH

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Bimbingan dan Konseling (BK)

Oleh

KELOMPOK I

AMINAH DAULAY 19006006

UNIVERSITAS NEGERI

PADANG 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya
makalah tentang “ Eksistensi dan Kedudukan BK di Sekolah” ini selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah BIMBINGAN
KONSELING. Didasari pula dalam makalah ini terdapat banyak kendala dalam pembuatannya
sehingga makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu segala saran dan kritikan dalam
membangun sangat dibutuhkan agar makalah ini dapat menjadi lebih sempurna untuk
selanjutnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membantu dan semua pihak
yang telah membantu proses penyelesaian makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan menambah pengetahuan bagi yang menulis maupun pembaca
makalah.

Padang, 23 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................4
A. Eksistensi BK di Sekolah.................................................................................................................4
B. Kedudukan BK di sekolah...............................................................................................................6
1. Landasan Yuridis Formal........................................................................................................6
2. Landasan Yuridis Informal....................................................................................................20
BAB III PENUTUP......................................................................................................................................32
A. Kesimpulan....................................................................................................................................32
B. Saran..............................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ditinjau dari segi psikologis, sebenarnya peserta didik adalah pribadi yang sedang
berkembang menuju ke masa kedewasaannya. Proses perkembangan itu jelas dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Dalam kenyataan yang kita
jumpai ternyata tidak semua siswa mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ia temui
sendiri. Mereka kurang sanggup mencari jalan keluar untuk memecahkan kesulitannya.
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita,
mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan
dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa khususnya di
sekolah. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai
potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan. Dengan melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang baik, maka
setiap peserta didik diharapkan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan setiap
potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga mereka dapat menemukan
kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian dapat juga dikatakan
bahwa program pelayanan bimbingan dan konseling berusaha untuk dapat
mempertemukan antara kemampuan individu dengan cita-citanya serta dengan situasi dan
kebutuhan masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Eksistensi bimbingan konseling di sekolah?
2. Bagaimana Kedudukan BK disekolah haik secara yuridis maupun non-yuridis?
C. TUJUAN
1. Bagaimana Eksistensi bimbingan konseling di sekolah?
2. Bagaimana Kedudukan BK disekolah haik secara yuridis maupun non-yuridis?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. EKSISTENSI BK DI SEKOLAH
Bimbingan dan konseling secara umum yaitu suatu kegiatan pemberian layanan
bimbingan atau bantuan kepada individu maupun kelompok agar dapat mengenali dan
memahami dirinya dan seluruh potensi yang ada pada dirinya sehingga mampu
mengembangkannya seoptimal mungkin guna menghadapi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang ditempatinya.
Ditinjau dari segi psikologis, sebenarnya peserta didik adalah pribadi yang sedang
berkembang menuju ke masa kedewasaannya. Proses perkembangan itu jelas dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam dipengaruhi oleh
pembawaan dan kematangan, sedangkan dari luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Perkembangan dapat berhasil dengan baik jika kedua faktor tersebut saling melengkapi.
Untuk mencapai perkembangan yang baik dan optimal harus ada asuhan yang terarah.
Asuhan yang terarah dalam proses belajar sering disebut dengan pengajaran.
Dalam kenyataan yang kita jumpai ternyata tidak semua siswa mampu mengatasi
kesulitan-kesulitan yang ia temui sendiri. Mereka kurang sanggup mencari jalan keluar
untuk memecahkan kesulitannya. Hal ini bukan berarti mereka tidak bisa menyelesaikan,
melainkan semata-mata hanya karena belum menemukan jalan keluar dari masalah yang
dihadapi tersebut. Untuk itu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain yang
berpengalaman dan orang yang professional. Bimbingan tersebut kita kenal dengan
bimbingan dan konseling yang selalu dan harus ada dalam suatu instansi atau lembaga
khususnya lembaga pendidikan atau sekolah.
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita,
mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan
dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa khususnya di
sekolah. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai
potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan.
Dengan melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang baik, maka setiap
peserta didik diharapkan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan setiap potensi
yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga mereka dapat menemukan kebahagiaan
pribadi dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa program
pelayanan bimbingan dan konseling berusaha untuk dapat mempertemukan antara
kemampuan individu dengan cita-citanya serta dengan situasi dan kebutuhan masyarakat.
Maka dengan adanya bimbingan dan konseling diharapkan siswa akan mengasah
bakat yang terpendam dalam dirinya atau mencari pendidikan yang sesuai dengan cita-
citanya. Serta siswa juga akan mencari sesuatu yang ada dalam dirinya yang dapat
berguna bagi masyarakat luas. Masalah-masalah yang biasa dihadapi siswa secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi empat sesuai bidang bimbingan, yaitu masalah
pendidikan/belajar, masalah pribadi, masalah sosial dan masalah pekerjaan/karir.
Masalah pendidikan adalah masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam hubungannya
dengan masalah pendidikan, termasuk masalah belajar merupakan bagian dari masalah
pendidikan. Masalah belajar misalnya sukar berkonsentrasi dalam belajar, kebiasaan
belajar yang buruk dan sebagainya yang mungkin itu semua disebabkan karena tidak
adanya motivasi pada siswa dalam belajar.
Masalah pribadi dan masalah sosial juga akan sangat mempengaruhi siswa dalam
mengembangkan potensinya. Masalah-masalah seperti kecewa ditinggal si pacar, sukar
bergaul dengan kawan, merasa rendah diri, masalah kenakalan remaja dan sebagainya
secara langsung atau tidak langsung akan mengganggu dan menghambat
perkembangannya potensi siswa khususnya dalam pendidikan, termasuk kurangnya
motivasi dalam belajar yang pada akhirnya menurunkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, seorang guru pembimbing dapat
memberikan bimbingan belajar/pendidikan untuk mengatasi, menghadapi dan
memecahkan kesulitan-kesulitan dalam bidang pendidikan termasuk kesulitan dalam
belajar. Untuk masalah pribadi dan sosial dapat diberikan bimbingan pribadi-sosial yang
merupakan bimbingan pada siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial.
B. KEDUDUKAN BK DISEKOLAH
1. LANDASAN YURIDIS FORMAL
a. UU NO. 20 TAHUN 2003
Secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional
dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi
guru, dosen, pamong, dan totur. Guru dan konselor adalah pendidik yang pada
hakikatnya bekerja secara bersama-sama dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasioanal yang telah dituangkan kedalam UU Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut guru dan konselor
harus menjalankan konteks tugas mereka masing-masing secara professional.
Guru BK memegang peran penting dalam proses perkembangan peserta didik
menuju sebagai individu yang mandiri dan mampu mengembangkan potensinya
dalam suatu bidang keahlian/profesi/pekerjaan yang berguna bagi pelaksanaan
pembangunan nasional dalam upaya mewujudkan visi Indonesia maju.
Guru BK mengemban tugas untuk memberikan fasilitasi kepada setiap
peserta didik berupa pelayanan bimbingan dan konseling agar mereka mampu
mengikuti pembelajaran secara maksimal dengan memanfaatkan sumber belajar
dalam upaya mengembangkan potensinya menuju terwujudnya kepemilikan
suatu keahlian tertentu yang dibutuhkan masyarakat global. Kedudukan guru
BK sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan penguasaannya terhadap
standar kompetensi bidang bimbingan dan konseling, memiliki sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan dalam
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang berdaulat dan bermartabat.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, memberikan peluang dan
ruang yang sangat terbuka bagi peran bimbingan dan konseling dalam
keseluruhan pendidikan nasional, termasuk menerapkan kurikulum yang sedang
berjalan. Ini berarti bahwa keberadaaan guru BK baik didalam pendidikan
formal, non-formal dan informal merupakan konsekuensi logis yang dikuatkan
berdasarkan landasan hukum. Dengan kata lain kedudukan guru BK merupakan
bagian integral dari keseluruhan program pendidikan.
Adapun tujuan khusus dari bimbingan dan koseling disekolah adalah:

1) Adanya suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh guru bidang
studi sehingga bimbingan dan konseling lah yang menangani.
2) Memfasilitasi semua personel yang ada disekolah, maksudnya adalah
siwa dan siswa, guru dan siswa, dan lain-lain.
3) Untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa seperti bakat,
minat, motivasi dan lain sebagainya.
4) Membantu kepala sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
5) Membantu guru-guru di dalam proses belajar mengajar.
6) Membantu orang tua untuk mengarahkan bakat dan minat anaknya.
Terdapat beberapa butir tugas guru BK yang bersifat wajib bagi semua
guru BK, 1 butir tugas guru BK yang bersifat sebagai hak bagi semua guru BK
yaitu tugas menjadi pengawas asesmen proses dan hasil belajar pada tingkat
satuan pendidikan dan tingkat nasional , dan 1 butir tugas guru BK yang bersifat
sebagai hak bagi guru BK dengan jabatan fungsional guru muda, guru madya,
dan guru utama yaitu tugas membimbing program induksi bagi guru pemula,
dan 1 butir tugas guru BK yang bersifat wajib bagi guru BK dengan jabatan
fungsional guru pertama golongan IIIb, guru muda, guru madya, dan guru
utama yaitu melakukan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif.
Dari penjelasan diatas terdapat permasalahan bimbingan dan konseling
disekolah sesuai dengan pengalaman-pengalaman peserta didik yaitu,
1) banyakanya siswa yanng belum bisa mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya dan belum maksimalanya pelaksanaan BK disekolah baik
dalam layanan bimbingan maupun pada saat konseli menunjukan
rendahaya kemampuan guru BK yang ada di sekolah. Untuk mengatasi
hal tersebut dalam upaya peningkatan profesionalitas guru BK tentunya
dapat dilakukan dengan mengikuti seminar, work shop yang menambah
pengetahuan tentang bimbingan konseling dan kegiatan lain yang
berkenaan dengan bimbingan konseling.
2) yaitu Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah
sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata
tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan
”barang siapa di antara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin
sekolah harus berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor
sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian.
Konselor ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang
untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu
(cenderung menghukum siswa yang bermasalah) . Konselor didorong
untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia
telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya. Berdasarkan
pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada
konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor
berarti menunjukkan aib, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat
negatif lainnya. Padahal sebaliknya, dari segenap anggapan yang
merugikan itu, di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan
kepercayaan siswa. Disamping petugas-petugas lainnya di sekolah,
konselor hendaknya menjadi tempat pencurahan kepentingan siswa, apa
yang terasa di hati dan terpikirkan oleh siswa. Petugas bimbingan dan
konseling bukanlah pengawas atau polisi yang selalu mencurigai dan
akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan
konseling adalah kawan pengiring petunjuk jalan, pembangun kekuatan,
dan Pembina tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan
dankonseling hendaknya bisa menjadi konselor pengayom bagi siapa
pun yang dating kepadanya. Dengan pandangan, sikap, ketrampilan, dan
penampilan konselor siswa atau siapapun yang berhubungan dengan
konsellor akan memperoleh suasana nyaman.
3) Ketidak berdayaan guru BK dibanding dengan kekuasan kepala sekolah
yang terkadang menganggap BK sebagai bagian dari pengajaraan
sehingga dengan keterpaksaan guru BK mengajar dalam mata pelajaran
yang itu merupakaan bukan dari bidang keahliannya dan hal ini
diperkeruh dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
yang semakin membunuh tugas seorang guru Bk dari memandirikan
menjadi mengajar. Untuk mengatasi hal tersebut sangat lah sulit akan
tetapi salah satu cara unutk mengatasi hal tersebut guru BK harus bisa
mejelaskan fungsi, tugas, peran seorang konselor sekolah dengan
harapan pihak sekolah dapat mengerti tugas konselor sesungguhnya dan
tentunya disertai sikap tegas seorang konselor dalam sertiap kebijkakan
yang dilauar fungsi, peran, tugas seorang guru BK. Oleh karenanya, agar
bimbingan dan konseling ini lebih efektif dan berkembang lebih baik,
maka problematika dan alternatif pemecahan masalahan yang ada dalam
konseling tersebut harus diselesaikan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kesalahpahaman pemaknaan yang tentu saja akan
berdampak pada praktiknya. Oleh karena itu, semuanya harus dipahami
secara utuh agar pelaksanaanya bisa lebih optimal.

b. PERMENDIKBUD NO 111 TAHUN 2014


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No
111 Tahun 2014 merupakan sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh
Permendikbud dalam mempertegas Bimbingan Konseling Pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah. Permendikbud No 111 Tahun 2014 terdapat
14 pasal yang mengatur ketegasan BK disekolah. Ke-14 pasal ini mengatur
diantaranya fungsi Layanan BK, Asas BK, Prinsip BK, 4 Komponen layanan
BK, Strategi Layanan BK, dan Mekanisme Layanan BK.
Berikut Permendibud No 111 Tahun 20141

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 111 TAHUN 2014

TENTANG

BIMBINGAN DAN KONSELING


PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pengembangan kompetensi hidup, peserta didik memerlukan sistem layanan
pendidikan di satuan pendidikan yang tidak hanya mengandalkan layanan pembelajaran mata
pelajaran/bidang studi dan manajemen, tetapi juga layanan bantuan khusus yang lebih bersifat psiko-
edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling;
b. bahwa setiap peserta didik satu dengan lainnya berbeda kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi
fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajar yang menggambarkan adanya perbedaan
masalah yang dihadapi peserta didik sehingga memerlukan layanan Bimbingan dan Konseling;
c. bahwa Kurikulum 2013 mengharuskan peserta didik menentukan peminatan akademik, vokasi, dan
pilihan lintas peminatan serta pendalaman peminatan yang memerlukan layanan bimbingan dan
konseling;
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan

1
Jdih.kemdikbud.go.id>arsip pdf salinan peraturan menteri pendidikan. Diakses pada tanggal 5 september 2020
pukul 10.00 WIB
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014;
5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014;
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Konselor;
7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah;
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG BIMBINGAN
DAN KONSELING PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH.

Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram
yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan
peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.
2. Konseli adalah penerima layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan.
3. Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1)
dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru Bimbingan dan
Konseling/konselor.
4. Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana
Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang
Bimbingan dan Konseling.
5. Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa
(SD/MI/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMP/MTs/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas Luar
Biasa (SMA/MA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan/Sekolah
Menengah Kejuruan Luar Biasa (SMK/MAK/SMKLB).

Pasal 2
Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Konseli pada satuan pendidikan memiliki fungsi:
a. pemahaman diri dan lingkungan;

b. fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan;

c. penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan;

d. penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;

e. pencegahan timbulnya masalah;

f. perbaikan dan penyembuhan;


g. pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan diri Konseli;

h. pengembangan potensi optimal;

i. advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif; dan

j. membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program dan aktivitas pendidikan
sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan
Konseling.

Pasal 3

Layanan Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan membantu Konseli mencapai perkembangan optimal dan
kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial, dan karir.

Pasal 4
Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dengan asas:
a. kerahasiaan sebagaimana diatur dalam kode etik Bimbingan dan Konseling;
b. kesukarelaan dalam mengikuti layanan yang diperlukan;
c. keterbukaan dalam memberikan dan menerima informasi;
d. keaktifan dalam penyelesaian masalah;
e. kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. kekinian dalam penyelesaian masalah yang berpengaruh pada kehidupan Konseli;
g. kedinamisan dalam memandang Konseli dan menggunakan teknik layanan sejalan dengan
perkembangan ilmu Bimbingan dan Konseling;
h. keterpaduan kerja antarpemangku kepentingan pendidikan dalam membantu Konseli;
i. keharmonisan layanan dengan visi dan misi satuan pendidikan, serta nilai dan norma kehidupan yang
berlaku di masyarakat;
j. keahlian dalam pelayanan yang didasarkan pada kaidah-kaidah akademik dan profesional di bidang
Bimbingan dan Konseling;
k. Tut Wuri Handayani dalam memfasilitasi setiap peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan
yang optimal.
Pasal 5
Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. diperuntukkan bagi semua dan tidak diskriminatif;

b. merupakan proses individuasi;

c. menekankan pada nilai yang positif;

d. merupakan tanggung jawab bersama antara kepala satuan pendidikan, Konselor atau guru Bimbingan
dan Konseling, dan pendidik lainnya dalam satuan pendidikan;

e. mendorong Konseli untuk mengambil dan merealisasikan keputusan secara bertanggungjawab;

f. berlangsung dalam berbagai latar kehidupan;

g. merupakan bagian integral dari proses pendidikan;

h. dilaksanakan dalam bingkai budaya Indonesia;

i. bersifat fleksibel dan adaptif serta berkelanjutan;

j. dilaksanakan sesuai standar dan prosedur profesional Bimbingan dan Konseling; dan

k. disusun berdasarkan kebutuhan Konseli.

Pasal 6
1) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup:
a. layanan dasar;
b. layanan peminatan dan perencanaan individual;
c. layanan responsif; dan
d. layanan dukungan sistem.
2) Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup:
a. bidang layanan pribadi;
b. bidang layanan belajar;
c. bidang layanan sosial; dan
d. bidang layanan karir.
3) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan bidang layanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam program tahunan dan semester dengan
mempertimbangkan komposisi dan proporsi serta alokasi waktu layanan baik di dalam maupun di luar
kelas.
4) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diselenggarakan di dalam
kelas dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu.
5) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diselenggarakan di luar
kelas, setiap kegiatan layanan disetarakan dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu.

Pasal 7
1) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling dibedakan atas:
a. jumlah individu yang dilayani;
b. permasalahan; dan
c. cara komunikasi layanan.
2) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan jumlah individu yang dilayani sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui layanan individual, layanan kelompok, layanan
klasikal, atau kelas besar.
3) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilaksanakan melalui pembimbingan, konseling, atau advokasi.

4) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan cara komunikasi layanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui tatap muka atau media.

Pasal 8
1) Mekanisme layanan Bimbingan dan Konseling meliputi:

a. mekanisme pengelolaan; dan

b. mekanisme penyelesaian masalah.

2) Mekanisme pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan langkah-langkah
dalam pengelolaan program Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan yang meliputi langkah:
analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan
program.

3) Mekanisme penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan langkah-
langkah yang dilakukan oleh Konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada Konseli atau
peserta didik yang meliputi langkah: identifikasi, pengumpulan data, analisis, diagnosis, prognosis,
perlakuan, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan.
4) Program Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi untuk mengetahui
keberhasilan layanan dan pengembangan program lebih lanjut.

Pasal 9
1) Layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh Konselor atau Guru
Bimbingan dan Konseling.

2) Tanggung jawab pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.

3) Pada satuan pendidikan yang mempunyai lebih dari satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
kepala satuan pendidikan menugaskan seorang koordinator.

4) Tanggung jawab pengelolaan program layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan
dilakukan oleh kepala satuan pendidikan.

5) Dalam melaksanakan layanan, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat bekerja sama
dengan berbagai pemangku kepentingan di dalam dan di luar satuan pendidikan.

6) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mendukung pelaksanaan layanan
Bimbingan dan Konseling yang dilakukan dalam bentuk antara lain: mitra layanan, sumber
data/informasi, konsultan, dan narasumber melalui strategi layanan kolaborasi, konsultasi, kunjungan,
ataupun alih-tangan kasus.

Pasal 10
1) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling.

2) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau yang
sederajat, dan SMK/MAK atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling melayani 150 orang Konseli
atau peserta didik.
Pasal 11
1) Guru Bimbingan dan Konseling dalam jabatan yang belum memiliki kualifikasi akademik Sarjana
Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan kompetensi Konselor, secara bertahap
ditingkatkan kompetensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Calon Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki kualifikasi akademik Sarjana
Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru
Bimbingan dan Konseling/Konselor.

Pasal 12
1) Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2) Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu diatur lebih rinci dalam
bentuk panduan operasional layanan Bimbingan dan Konseling.

3) Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 13
Semua ketentuan tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam
Peraturan Menteri yang sudah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
1) ISU BK SAAT INI BERDASARKAN PERMENDIKBUD NO 111 TAHUN
2014

Dengan adanya Permendibud ini maka kedudukan BK di sekolah SD


dan sekolah menegah makin diperjelas. Peraturan ini menjadi pijakan bagi
guru BK dalam melaksanakan tugasnya. Berikut isu BK saat ini
a) Permendikbud No 111 ini mempertegas posisi BK dalam Sekolah SD
maupun menengah. Tetapi selama ini BK hanya ditemukan di sekolah
Menengah saja, baik sekolah menengah Pertama maupun Atas. Dengan
tidak adanya BK disekolah Dasar maka secara Yuridis itu sudah
menyalahi aturan Permendikbud No 111 ini. hal ini telah di atur pada
pasal 10 ayat 1 yang mengatakan bahwa “ Penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling pada SD/MI atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling”. Walaupun begitu sampai saat
sekarang ini BK tidak juga merambah ke Sekolah Dasar.
Kenyataan Sekolah dasar adalah sekolah yang paling membutuhkan
layanan Bimbingan Konseling ini. karena dalam menentukan jati diri dan
pembentukan sikap tidak hanya dimulai ketika memasuki usia remaja tetapi
hal ini dipupuk dari usia dini. Ditambah lagi BK juga berfungsi dalam
perkembangan biologis, kepribadian, pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya. 2 Maka dalam hal ini
peran guru BK di Sekolah dasar sangat penting karena dalam pasal 3
dijelaskan bahwa tujuan BK membantu Konseli mencapai perkembangan
optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial,
dan karir, hal ini seharusnya dilakukan sejak dini. Pentingnya BK disekolah
dasar ini memilii dasar sebagai berikut:3
i. Peserta didik membutuhkan persiapan yang sangat mantap sejak
dini untuk melanjutkan hidup dan menjalankan hadangan yang
lebih menantang kedepannya.

2
Hamdan dan Dessi. 2018. Penyelenggara Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Jurnal pendidikan volume 3
No 4 halaman 447-452
3
ibid
ii. Peserta didik sekolah dasar belum bisa memahami diri sendiri serta
lingkungan dan juga belum memiliki pengetahuan dan pengalaman
hidup untuk menentukan arah hidupnya.
iii. Perkembangan teknologi yang sangat cepat dapat membuat
penggunaan teknologi dengan tidak bijak oleh anak dibawah umur
yang berakibat kepada perilaku menyimpang, maka hal iini perlu
pengawasan dan pemahaman secara profesional
iv. Tuntunan hidup yang semakin besar dimasa yang akan datang bisa
membuat peserta didik stress jika tidak dibekali dari ini.
v. Kegagalan peserta didik pada masa sekolah dasar dalam
mengemban tugas perkembangan akan menimbulkan dampak yang
berkelanjutan.
Saat ini banyak terjadinya kenalakan remaja. Kenakalan remaja ini
tidak bisa di antisipi dengan penanganan ketika remaja saja tetapi harus di
antisipasi semenjak dini, maka peran guru BK di sekolah dasar sangat besar
untuk membimbing siswa dan mengontrol siswa serta memberikan
pelayanan bantuan khusus yang lebih bersifat psiko-edukatif. Sehingga pola
pikir, prilaku siswa di diarahkan kejalan yang postif bagi kehidupan peserta
didik. Selama ini peran ini diambil oleh wali kelas, padahal dasarnya hal ini
sharusnya dilakukan oleh profesional dibidang nya sebagaimana dicetuskan
baik pada pasal 1 ayat 4 maupun pasal 10 ayat 1. Lalu solusi untuk masalah
ini adalah, sekolah harus benar-benar menjalan permendikbud ini
sebagaimana mestinya dan kementrian pusat harus menyoroti kebutuhan
Seolah dasar baik secara Psiko-educatif karena hal ini memang sangat
dibutuhkan terlebih lagi anak remaja sekarang mudah menerima budaya
luar tanda adanya filterisasi sehingga disini BK bisa benar-benar berperan
penting. Penanaman karakter sangat penting mulai dari dini, pendidikan
karakter ini dijalankan oleh sekolah untuk menghasilkan siswa yang benar-
benar baik. Pada masa Sekolah dasar iini lah penanaman karakter harus
benar-benar berhasil dan peran itu jyga dipegang penting oleh guru BK.4

4
Anita, yetti dan Sofyan. 2014. Pengelola kegiatan bimbingan dan konseling untuk pembentukan karakter siswa
sekolah dasar. Jurnal manajeman Pendidikan. Volume 9 No 1 hal 28-39
b) Berdasarkan pasal 10 ayat 2 mengatakan bahwa satu konselor hanya
melayani 150 konseli saja. Tetapi pada fakta yang ada disekolah satu guru
BK bisa memegang satu angkatan kelas. Hal ini tentu sudah diluar hal yang
wajar, satu angkatan siswa bisa berjumlah 350-400 siswa. Tentu dengan ini
program layanan BK yang ada di sekolah sangat tidak efektif jika
dibandingan dengan ratio 1 guru dengan 150 siswa. Menindak lanjuti hal
ini maka seharusnya sekolah memperbanyak penerimaan guru BK sesuai
dengan kapasitas dan kebutuhan sekolah dengan merujuk kepada pasal ini
sehingga program layanan BK bisa dijalankan dengan maksimal.

2. LANDASAN YURIDIS INFORMAL


a. PSIKOLOGI
Landasan psikologis5 merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang, motif dan motivasi
pembawaan dan lingkungan perkembangan individu belajar; dan kepribadian.
1) Motif dan Motivasi,
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh
kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa
lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan
dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

5
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/di akses jam 09.30 WIB

20
2) Pembawaan dan Lingkungan,
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang
mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan
darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan
pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana
individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan
berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada
pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang
sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau
ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan
dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang
memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan
berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
3) Perkembangan Individu,
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)
hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :
a) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan
kultural dalam perkembangan individu
b) Teori dari Freud tentang dorongan seksual
c) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial
d) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif
e) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral

21
f) teori dari Zunker tentang perkembangan karier
g) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial
h) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan
individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai
aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.
4) Belajar,
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari
psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan
dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar
manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya.
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru
dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang
baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-
tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari
kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya. Untuk memahami tentang
hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang
bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : Teori Belajar Behaviorisme,
Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi dan Teori Belajar
Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif
konstruktivisme.
5) Kepribadian,
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan
rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu
penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S.
Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda.
Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan
satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut
pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri
individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. \
Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian
diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam
diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan
(norma) lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas
perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan
individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-
fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa
teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya, Teori
Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung,
Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori
Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi
Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,
Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu,
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian,
yang mencakup, Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan
dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang
dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan
setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang
dilayaninya (klien).
Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi
aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk
memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula,
konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif
bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan
upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami
tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang
mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien,
konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan
kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat
menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi
yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi
perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi
kepribadian.

b. SOSIAL BUDAYA
Landasan sosial-budaya6 merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya
dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang
ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang
melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga
menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan
kepribadian individu yang bersangkutan.

6
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka
tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada
akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan
perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun
sosialnya. Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara
konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar
sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003)
mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :
1) perbedaan bahasa
2) komunikasi non-verbal
3) stereotipe
4) kecenderungan menilai
5) kecemasan.

Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang


berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun
sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak
belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau
golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-
reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki
lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan
yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju
ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan
kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan
klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu
diantisipasi. Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia,
Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat
bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan
dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang
secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi
pluralistik.

c. IPTEK
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun
prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis
dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi
berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak
dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno,
2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan
karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006)
mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer
interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya
dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui
hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber
counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi
komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan
teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor
didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai
ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori
tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya
maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga
segi, yaitu:
1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
2) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
3) Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan
konseling.

Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan


perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan
dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman
lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Indonesia.

d. GLOBALISASI
Program pelayanan BK berusaha untuk dapat menemukan antara
kemampuan individu dengan cita-citanya serta dengan situasi dan kebutuhan
masyarakat. Dengan demikian, dalam kondisi yang seperti inilah dirasakan
perlunya peran BK yang memfokuskan kegiatan dalam membantu menghadapi
tantangan globalisasi dan informasi saat ini. Hal tersebut akan berdampak luas
terhadap seluruh aspek kehidupan. BK merupakan proses upaya membantu
individu untuk mencapai perkembangannya secara optimal. Yang pada intinya
BK merupakan suatu upaya bantuan terhadap individu untuk membantu
mengoptimalkan perkembangan dalam kehidupannya serta membimbing
individu agar mengetahui atau mengerti dirinya sendiri, mengarahkan,
merealisasi, mengembangkan potensi, serta mengaktualisasi dirinya sendiri dan
juga melalui tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Oleh karena itu, BK
juga memerlukan suatu penyesuaian dengan kemajuan yaitu dengan penerapan
aplikasi teknologi informasi.
1) Era Globalisasi :

Seiring kemajuan perkembangan zaman, seluruh aspek kehidupan


akan menyesuaikan dengan kemajuan tersebut agar tidak terjadi kegagalan
dalam mengikuti perkembangan zaman. Dari kemajuan tersebut lahirlah
istilah globalisasi atau era global. Globalisasi ini akan berdampak pada
kebutuhan manusia yang juga menyesuaikan dengan era global, dimana
dunia sudah tak ada lagi sekat dan semua serba dilakukan secara instan dan
efisien.

Urgensi BK mengacu pada perkembangan serta kemajuan teknologi


yang mutakhir, salah satunya adalah penggunaan alat atau media
komunikasi serta informasi elektronik baik secara on line maupun off line.
Penggunaan media teknologi yang mutakhir akan senantiasa merubah gaya
serta penerapan BK yang konvensional. Sebagaimana tujuan dari kemajuan
teknologi yaitu untuk mengefesienkan atau mempermudah akses informasi,
maka penerapannya dalam BK juga mengacu pada cara yang sama tanpa
mengubah konteks dari BK tersebut. Alat-alat atau media dalam akses
informasi di era global ini sangat beragam dan mutakhir seperti telepon,
computer, internet, dan media lainnya yang langsung atau tidak langsung.

„Maka semua media teknologi tersebut akan mempermudah akses


pemberian bantuan terhadap individu jika dimanfaatkan secara tepat guna
dan terlatih. Oleh karena itu professional di bidang BK yang selanjutnya
disebut dengan konselor, dituntut untuk dapat menggunakan serta terlatih
dalam penggunaan dan penerapan konseling melalui media teknologi. Salah
satu upaya BK yaitu memfasilitasi klien dalam mengembangkan potensi
serta memahami dirinya juga mengoptimalkan perkembangannya. Maka
dari itu, pada era global ini atau era serba teknologi ini, BK juga
dituntutuntuk menyesuaikan terhadap keadaan agar selalu dapat membantu
klien di zaman yang semakin berkembang ini. Maka dari hal tersebut,
penerapan dan pemanfaatan teknologi dalam BK menjadi suatu urgensi
tersendiri dalam penyesuaian kondisi zaman atau era yang sangat global.
Salah satu yang menjadi pertimbangan perlunya BK menyesuaikan
terhadap era yang global serta serba teknologi tersebut, yaitu pertimbangan
dampak dari era globalisasi itu sendiri. Pemanfaatan teknologi di zaman
globalisasi menjadi sangat relevan ketika diterapkan dalam kegiatan BK.
Oleh karena itu, hal ini diharapkan menjadi efektif untuk membantu
individu dalam perkembangannya secara optimal dan menyesuaikan
dengan kemajuan zaman tanpa terpengaruh oleh pengaruh negative dari
kemajuan zaman tersebut.

2) Teknologi Informasi :

Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan


komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang
cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden dan Voss, 1999)

 Peran dan Fungfi informasi dalam BK :


Kedudukan teknologi informasi dalam BK berada didalam layanan
dukungan system. Ini berarti bahwa teknologi informasi menjadi salah
satu sarana untuk mendukung layanan BK, yaitu:
 Sebagai metode untuk meningkatkan skill konselor dalam
memberikan layanan sehingga klien tidak merasa bosan dan
jenuh.
 Sebagai sarana dan prasarana dukungan system terhadap
pengembangan media layanan BK.
 Sebagai pemenuhan waktu dalam memberikan layanan.
 Membantu konseling dalam pemenuhan kebutuhan informasi.
Pentingnya informasi dalam BK menuntut konselor untuk dapat
menguasai teknologi agar dapat memudahkan dalam pemberian
pelayanan konseling kepada kliennya.
 Permasalahan pemanfaatan informasi terhadap perilaku menyimpang
dan upaya BK
Pemanfaatan teknologi informasi dalam bimbingan dan konseling
memberikan dampak positif dan negative. Dampak positifnya adalah
semakin mudahnya interaksi antara konselor dengan kliennya, yang
tidak harus bertatap muka dalam pelaksanaan proses bimbingan dan
konseling. Teknologi informasi juga memudahkan klien untuk
mendapatkan informasi yang dia butuhkan pada saat itu juga. Dampak
negatif dari penggunaan teknologi informasi tersebut dengan tidak
dimanfaatkan secara tepat seperti maraknya penyalahgunaan teknologi
informasi salahsatunya internet yaitu beredarnya pornografi yang tanpa
batas atau tayangan-tayangan kekerasan yang tidak pantas untuk
disaksikan terutama oleh para remaja dan anak-anak.
Dalam proses bimbingan dan konseling masih banyak yang belum
mengetahui pemanfaatan media teknologi informasi untuk menunjang
layanan bimbingan dan konseling. Konselor sekolah tidak semuanya
mengerti atau paham tentang pengguanaan internet. Padahal internet
merupakan media yang sangat efektif dalam proses layanan bimbingan
dan konseling. Maka perlu adanya suatu sosialisasi untuk
meningkatkan kinerja konselor di sekolah dalam hal memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi agar nantinya bidang bimbingan dan
konseling tidak lagi menjadi bidang layanan yang membosankan dan
menjenuhkan. Tidak hanya konselor yang perlu diberikan sosialisasi.
Para konseli yang dalam hal ini adalah siswa juga perlu diberikan suatu
sosialisasi agar kemajuan teknologi informasi tersebut bisa
dimanfaatkan sesuai apa yang diharapkan. Dengan kata lain, teknologi
informasi tersebut tidak disalahgunakan untuk hal yang negatif.
Jika konselor dan konseli sudah paham akan manfaat dan
pentingnya teknologi informasi dalam menunjang proses layanan
bimbingan dan konseling, maka ke depannya bimbingan dan konseling
akan menjadi suatu bidang pendidikan yang inovatif dan efisien berkat
kemajuan teknologi informasi namun tetap tidak menghilangkan esensi
dari layanan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Layanan bimbingan konseling tidak selalu face to face atau tatap
muka. Terdapat layanan yang lebih mudah yaitu dengan cyber
counseling yang memungkinkan konseli tidak merasa malu/canggung
yang bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Layanan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
 Telepon  Millis
 Video-Phone  CD interaktif
 Radio dan  Web
televisi  Blog
 Email  E-Learning
 Chatting  Situs Jejaring sosial

Dengan demikian pemanfaatan teknologi informasi dalam


pengembangan layanan media BK diharapkan sebagai calon praktisi
konselor atau guru BK sekolah dapat meningkatkan kemampuannya
dalam bidang teknologi. Peningkatan kemampuan dapat dilakukan
dengan mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan atau melalui
pembelajaran mandiri.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bimbingan dan konseling secara umum yaitu suatu kegiatan pemberian layanan
bimbingan atau bantuan kepada individu maupun kelompok agar dapat mengenali dan
memahami dirinya. Bimbingan Konsling ini telah diperjelas dengan keluarnya peraturan
perundang-undangannya diantara ada UU No. 20 Tahun 2003 maupun permendikbud no
111 tahun 2014. Peraturan itu memperkuat status dan memperjelas posisi BK di sekolah.
Tetapi sayangnya masih banyak sekolah yang belum menerapkan peraturan tersebut
secara maksimal masih banyak sekolah jika dinilai dari dua peraturan hukum tersebut
tidak memenuhi standar yang seharusnya.

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan baik dalam segi materi
maupun sumber buku yang tidak mudah untuk ditemukan, sehingga penulis masih belum
mampu memaparkan materi secara lengkap. Untuk itu, penulis berharap untuk penulisan
makalah selanjutnya mampu memenuhi kekurangan yang ada pada makalah ini, agar
makalah dengan judul “Pendidikan di Era Teknologi Informasi dan Komunikasi” ini
dapat menjadi referensi yang lengkap bagi pembaca
DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/di
akses jam 09.30 WIB
Anita, yetti dan Sofyan. 2014. Pengelola kegiatan bimbingan dan konseling untuk pembentukan
karakter siswa sekolah dasar. Jurnal manajeman Pendidikan. Volume 9 No 1 hal 28-39
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Yogyakarta: Andi, 2004.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko
Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Dewa Ketut Sukardi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah,Surabaya:
Usaha Nasional, 1983.
Fiah, Rifda El. 2015. Bimbingan Konseling di Sekolah. Lampung : LP2M
Gibson, Robert L & Mitchell, Marianne H. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Hamdan dan Dessi. 2018. Penyelenggara Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Jurnal
pendidikan volume 3 No 4 halaman 447-452
Hartono, M. S. Kedudukan Dan Peran Guru Bimbingan Dan Konseling DiSekolah.
Jdih.kemdikbud.go.id>arsip pdf salinan peraturan menteri pendidikan. Diakses pada tanggal 5
september 2020 pukul 10.00 WIB
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardi, Dewa ketut. 1983. Organisasi Administrasi BK di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.

Anda mungkin juga menyukai