Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGEMBANGAN PROFESI KEGURUAN

OLEH

SINDI MELITA SARI

NIM (19571010)

Dosen Pengampuh : Dini Palupi, M.Pd

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)Curup

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.

Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Profesi Keguruan. Penulis juga berharap semoga pembuatan tugas ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Tiada gading yang tak retak, itu kata pepatah tiada satupun manusia yang luput dari
kesalahan, oleh karena itu penulis berharap pemberian maaf yang sebesar-besarnya.
Atas kekurangan dan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan agar dapat memperbaiki makalah-makalah
selanjutnya.

Curup, 31 Maret 2022


Penulis

Sindi Melita Sari


NIM 19571010

ii
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR IS .................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................3
A. Landasan Bimbingan dan Konseling .................................................................................3
B. Prinsip-Prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah...................................9
C. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ............................................................................. 11
D. Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling ................................................................ 14
E. Kode Etik Bimbingan dan Konseling ............................................................................. 16
BAB III ....................................................................................................................................... 19
PENUTUP .................................................................................................................................. 19
Kesimpulan ............................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan bantuan
dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan
siswa pada khususnya di sekolah. Padakurikulum 1984 semula disebut
Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada kurikulum1994 berganti
nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan
sekarang.Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak
tahun 1962. Namun BK barudiresmikan di sekolah di Indonesia sejak
diberlakukan kurikulum 1975.
Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan
memasukkan bimbingankarir di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap
pada tahun 2001 dan sampai saat initerus berkembang pada bimbingan dan
konseling di dunia internasional sampai awal abad ke-20 belum ada konselor
di sekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masihditangani
oleh para guru. Gerakan bimbingan di sekolah mulai berkembang sebagai
dampakdari revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang
masuk ke sekolah-sekolah negeri. Terlepas dari predikat guru bimbingan dan
konseling, pada dasarnya guruadalah jabatan profesional yang harus
dipertanggungjawabkan secara profesional pula. Guruadalah jabatan yang
memerlukan keahlian khusus. Sikap, perilaku dan pemikiran seorangguru harus
tercermin dalam idealismenya. Oleh karena itu, pemahaman atas jabatan
gurupenting artinya dalam rangka mengabdikan dirinya terhadap nusa, bangsa
dan Negara
Demikian pula halnya dengan jabatan fungsional guru bimbingan dan
konseling yangsesungguhnya hanya dapat dilaksanakan secara optimal oleh
mereka yang memang memilikilatar belakang kependidikan seperti itu. Jika
suatu jabatan fungsional dilakukan oleh orangyang tidak memiliki latar
belakang pendidikan dan keprofesian yang benar, maka sangatbesar
kemungkinannya terjadi penyimpangan perilaku, penyimpangan kegiatan,
danpenyimpangan penafsiran di luar batas kewajaran yang seharusnya. Itulah
1
yang terjadi dalamruang lingkup bimbingan dan konseling ditingkat sekolah
dasar pada dewasa ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud landasan dan bimbingan konseling?
2. Apa saja prinsip-prinsip bimbingan dan konseling?
3. Sebutkan apa saja asas-asas bimbingan dan konseling?
4. Sebutkan apa saja orientasi bimbingan dan konseling?
5. Apa saja kode etik bimbingn dan konseling?

C. Tujuan Masalah
1. Siswa mengetahui landasan dan bimbingan konseling.
2. Siswa mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
3. Siswa mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.
4. Siswa mengetahui orientasi bimbingan dan konseling.
5. Siswa mengetahui kode etik bimbingn dan konseling.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Bimbingan dan Konseling


Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat
diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan
dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup:
landasan filosofi, landasan psikologi, landasan social-budaya, dan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling
dalam konteks Indonesia, selain berpijak pada keempat landasan tersebut juga
perlu berlandaskan pada aspek paedagogis, religius dan yuridis-formal. Untuk
terhidar dari berbagai penyimpangan dalam praktek layanan bimbingan dan
konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami dan menguasai landasan-
landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas-tugas
profesionalnya.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari
pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan
bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus
berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan
yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan
konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih
mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat
besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak
dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak,
khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan
penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para
konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahpahaman dan kasus malpraktek yang terjadi dalam
layanan bimbingan dan konseling selama ini, seperti adanya anggapan
bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi
3
lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling, sangat mungkin
memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan
konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain,
penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak
dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan
bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan
dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak
langkah bimbingan dan konseling.
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada
dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan
dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan
pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh
konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan
dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh
tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan
tersebut tidak memiliki pondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah
goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan
konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan
mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu
sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).1
Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara
umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan
bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan
bimbingan dan konseling tersebut:
1. Landasan Filosofi

1
Deni Febrian,Bimbingan & Konseling, edisi ke-1. (Perum Bukit Timur: CV Brimedia Global, 2020), 91-
94
4
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan
dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan
bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis,
etis maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama
berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis
tentang: apakah manusia itu? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat
yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan
filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat.
(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam
Prayitno, 2003) telah men-deskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut
:
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada
pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan
dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan
hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan
atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus
dikaji secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan
manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya
sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
5
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam
suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi
sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya
bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia
dengan berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien).Secara luas untuk bisa hidup bahagia, manusia memerlukan
keadaan mental psikologis yang baik (selaras, seimbang). Dalam kehidupan
nyata, baik karena faktor internal maupun eksternal, apa yang diperlukan
manusia bagi psikologisnya itu bisa tidak terpenuhi atau dicari dengan cara yang
tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Seperti telah diketahui dari
surat AI-Baqarah ayat 155 di muka (uraian tentang sebab dari sudut jasmaniah).
Dalam kehidupan akan muncul rasa ketakutan yang tergolong berkaitan dengan
segi psikologis.
Disisi lain, kondisi psikologis manusia pun (sifat, sikap) ada juga yang
lemah atau memiliki kekurangan. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya aku menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (Q.S. Yusuf, 12: 53). Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir, bila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan
apabila mendapat kebaikan ia akan kikir terkecuali orang yang mengerjakan
sholat. (Q.S.Al Ma’arij, 70:19-21). Berdasarkan kenyataan-kenyataan bimbingan
dan konseling berlandaskan agama, diperlukan untuk membantu manusia agar
dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya dapat senantiasa selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah SWT, termasuk mengatasi kondisi-kondisi
psikologis yang membuat seseorang menjadi berada dalam keadaan tidak
selaras.
6
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosialbudaya
dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosialbudaya yang
ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi
individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses
pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil
akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat
menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang
besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. 2
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara
konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar
sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003)
mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan
bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai;
dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-
pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-
verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin
bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu
atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-
reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki

2
Prof. Dr. Syafaruddin, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, edisi pertama. (Medan: Perdana
Publishing, 2019), 27- 30
7
lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yang
berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke
culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan
kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan
klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu
diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh.
Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan
dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika,
yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling
hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata
mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.3
4. Landasan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun
prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis
dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan
konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan
pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”.
Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan
teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan,
statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi,
manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut

3
Deni Febrian, Landasan Bimbingan & Konseling, edisi ke-1. (Perum Bukit Timur: CV Brimedia Global,
2020), 106-108
8
telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik
dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis
para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi
berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak
dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno,
2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan
karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006)
mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer
interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya
dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui
hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber
counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi
komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan
teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor
didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai
ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang
bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun
melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks
Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling
dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religious dan landasan
yuridis-formal.4

B. Prinsip-Prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Prinsip yang berasal dari asal kata ” PRINSIPRA” yang artinya permulan
dengan suatu cara tertentu melahirkan hal –hal lain , yang keberadaannya

4
Deni Febrian, Landasan Bimbingan & Konseling, edisi ke-1. (Perum Bukit Timur: CV Brimedia Global,
2020), 109 – 111
9
tergantung dari pemula itu, prisip ini merupakam hasil perpaduan antara kajian
teoriitik dan teori lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan yang dimaksudkan.( Halaen,2002,: 63 )
Prinsip Bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok – pokok
dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main
yang harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat
juga dijadikan sebagai seperangkat landassan praktis atau aturan main yang
harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah.
Prayitno mengatakan : ” Bahwa prinsip merupaka hasil kajian teoritik
dan telaah lapangan yang digunakan sebgai pedoman pelaksanaan sesuatu yang
dimaksudkan” jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip –
prinsip bimbingan dan konseling merupakan pemaduan hasil – hasil teori dan
praktek yang dirumuskan dan dijadikan pedoman sekaligus dasar bagi
peyelenggaran pelayanan di sekolah.
Sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di
sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara
potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut
adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Pelayanan BK secara resmi
memang ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam
kaitan ini Belkin (dalam Prayitno 1994) menegaskan enam prinsip untuk
menumbuh kembangkan pelayanan BK disekolah.5
1. Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang
jelas dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program
tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal
sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak
dijalankan itu.
2. Konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa
mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal

5
Erisa Kurniati. “Bimbingan dan konseling di sekolah : prinsip dan asas..” Ristekdik Jurnal bimbingan dan
konseling. Vol, 3 No, 2 (2018) hal 58.
10
sekolah lainnya dan siswa. Dalam hal ini, konelor harus menonjolkan
keprofesionalannya, tetapi tetap menghindari sikap elitis atau kesombongan
atau keangkuhan profesional.
3. Konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor
profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata.
4. Konselor harus juga mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada
orang-orang dengan siapa akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak
dicapai oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak
konselor.
5. Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang
gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah,
yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan
belajar, maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi
rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang
bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan
personal sekolah lainnya.
6. Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk
membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup
parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya
melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di
sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
Konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala
sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan
kecemasan-kecemasannya. Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk
menegakkan citra bimbingan dan konseling profesional apabila memiliki
hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala
sekolah.

C. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


Asas berarti dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat). Dasar cita-cita, dan hukum dasar. Asas-asas bimbingan dan
konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam
11
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. Adapun asas-asas yang
harus terpenuhi dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah:6
1. Asas kerahasiaan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya
sejumlah data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan
yaitu data atau keterangannya yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang
lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memiliki dan menjaga
semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar tejamin.
2. Asas kesukarelaan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang mengkehendaki adanya
kesukarelaaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani
layanan/kegiatan yang diperuntukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas keterbukaan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta
didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap trerbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam keterangan tentang dirinya sendiri maupun berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam
hal ini Guru Pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta
didik (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi
sasaran/layanan kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, Guru Pembimbing
terlabih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta
didik (klien) yang menjadi sasaran berpatrisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini Guru Pembimbing
perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian

6
Erisa Kurniati. “Bimbingan dan konseling di sekolah : prinsip dan asas..” Ristekdik Jurnal bimbingan dan
konseling. Vol, 3 No, 2 (2018) hal 56-57
12
Yaitu bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum
bimbingan dan konseling, yaitu : peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yagn mandiri
dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri sebagaimana
telah diutarakan terdahulu. Guru Pembimbing hendaknya mampu mengarahkan
segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas kekinian
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek
sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik
(klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan ”masa
depan atau kondisi masa lampaupun” dilihat dampak dan atau kaitannya dengan
kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7. Asas kedinamisan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas keterpaduan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh Guru
Pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan.
Untuk ini kerjasama antara Guru Pembimbing dan pihak-pihak yang berperan
dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus
dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling
itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas kenormatifan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
layanan dan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma
agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan
13
yang berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang
dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan dan pelaksanaannya tidak
berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik (klien) memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma
tersebut.
10. Asas keahlian
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling hendklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling. Keprofesionalan Guru Pembimbing harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling
11. Asas alih tangan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara
tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien)
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru
Pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain,
atau ahli lain dan demikian pula Guru Pembimbing dapat mengalihtangankan
kasus kepada Guru Mata Pelajaran/Praktik dan ahli-ahli lain.
12. Asas tut wuri handayani
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik klien) untuk maju.

D. Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling


Prayitno dan Amti dalam bukunya Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling(2004) orientasi bimbingan dan konseling ada tiga yaitu orientasi
14
perseorangan, perkembangan, dan permasalahan. Berikut diuraikan ketiga
orientasi tersebut. 7
1. Orientasi Perseorangan
Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai
lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu.
Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan dan kebahagiaan individu, dan bukan sebaliknya. Pemusatan
perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan
kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan
dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antarindividu dan
kelompoknya.
2. Orientasi Perkembangan
Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi tersebut adalah
pemeliharaan dan pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan
dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan
yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Peranan
bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi
gerak individu menjalani alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan
konseling berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren
individu bergerak menuju kematangan dalam perkembangannya. Ivey dan
Rigazio(dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan
justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan.
Perkembangan merupakan konsep inti dan terpadukan, serta menjadi tujuan
dari segenap layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya ditegaskan
bahwa, praktek bimbingan dan konseling tidak lain adalah memberikan
kemudahan yang berlangsung perkembangan yang berkelanjutan.
Permasalahan yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai
terhalangnya perkembangan, dan hal itu semua mendorong konselor dan
klien bekerjasama untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi
lajunya perkembangan klien.

7
https://arifsunarya.wordpress.com/2011/04/06/orientasi-layanan-bimbingan-dan-
konseling/#:~:text=Ini%20berarti%20menciptakan%20kondisi%20sekolah,perbedaan%20individual%20diantara%20
peserta%20didik
15
3. Orientasi Permasalahan
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang
telah dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan
fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki
agar individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin
membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar
individu yang sudah terlanjur mengalami maslaah dapat terentaskan
masalahnya. Melalui fungsi pencegahan, layanan dan bimbingan konseling
dimaksudkan mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka
terhindar dari bernagai permasalahan yang dapat menghambat
perkembangannya. Fungsi ini dapat diwujudkan oleh guru pembimbing atau
konselor dengan merumuskan program bimbungan yang sistematis sehingga
hal-hal yang dapat menghambat perkembangan siswa kesulitan belajar,
kekurangan informasi, masalah sosial, dan sebagainya dapat dihindari.

E. Kode Etik Bimbingan dan Konseling


Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling
Indonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan kode etik
profesi bimbingan dan konseling, maka sebagian dari kode etik itu adalah
sebagai berikut:
1. Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap,keterampilan, pengetahuan dan
wawasan.
 Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan menguasai dirinya.
Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada
dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain
dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta
merugikan klien.
 Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar,
menepati jajni, dapat dipercaya, jujur,tertib dan hormat.
 Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap saran maupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan
seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuan-keteentuaan
tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini.
16
 Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak
mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material,
finansial, dan popularitas.
 Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan
prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan
kaidah-kaidah ilmiah.
2. Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
 Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing,
surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi
yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan
klien. Penggunaan data/ informasi untuk keperlian riiset atau pendidikan
calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas kien di rahasiakan.
 Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota
profesi lain membutuhka persetujuan klien.
 Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama
atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan
tidak meruikan klien.
 Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan
kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakanya.8
3. Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
 Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam
hubungan antara klien dengan konselor.
 Klien sepenuhnya berhk mengakhiri hubungsn dengan konselor,
meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit.
Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubugan apabila klien
ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.9
4. Hubungan dengan Klien.
 Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan
klien.

8
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling (Cetakan ke dua). Jakarta: Pustaka
Ilmu).Hal. 72.
9
Sukardi, Dewa Ketut. 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
(Jakarta: PT. Rineka Cipta).hal. 72.
17
 Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya di atas kepentingan
pribadinya.
 Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien
atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
 Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada
seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
 Konselor wajib memberikan bantuan kkepada siapapun lebih-lebih dalam
keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
 Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang
dikehendaki oleh klien.
 Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat hubungan yang sedang
dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan
profesional.
 Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul
masalah dalam kesitiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-
pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
 Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-
teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
5. Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Dalam rangka pemberian pelayanan kepada seorang klien, kalau
konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia wajib berkonsultasi
dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus mendapat izin
terlebih dahulu dari kliennya.
6. Alih Tangan Kasus
Yaitu kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas
atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-
tangankan kepada pihak yang lebih ahli.

18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan bantuan
dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan
siswa pada khususnya di sekolah. Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah
layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi
kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas
landasan yang kokoh, dengan mencakup: landasan filosofi, landasan psikologi,
landasan social-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lalu ada
prinsip Bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok – pokok dasar
pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang
harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga
dijadikan sebagai seperangkat landassan praktis atau aturan main yang harus
diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah.
Adapun asas-asas yang harus terpenuhi dalam pelayanan Bimbingan dan
Konseling yaitu : asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, Asas keterbukaan, asas
kegiatan, Asas kemandirian, asas kekinian, Asas kedinamisan, asas keterpaduan,
Asas kenormatifan, Asas keahlian, Asas alih tangan, Asas tut wuri handayani.
Prayitno dan Amti dalam bukunya Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling(2004)
orientasi bimbingan dan konseling ada tiga yaitu orientasi perseorangan,
perkembangan, dan permasalahan.
Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling
Indonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan kode etik
profesi bimbingan dan konseling, maka sebagian dari kode etik itu adalah
sebagai berikut:
1. Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap,keterampilan, pengetahuan dan
wawasan.
2. Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
3. Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
4. Hubungan dengan Klien.
5. Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
6. Alih Tangan Kasus

19
DAFTAR PUSTAKA

Deni Febrian, Landasan Bimbingan & Konseling, edisi ke-1. (Perum Bukit Timur:
CV Brimedia Global, 2020),
Deni Febrian,Bimbingan & Konseling, edisi ke-1. (Perum Bukit Timur: CV
Brimedia Global, 2020)
Erisa Kurniati. “Bimbingan dan konseling di sekolah : prinsip dan asas..”
Ristekdik Jurnal bimbingan dan konseling. Vol, 3 No, 2 (2018)
Erisa Kurniati. “Bimbingan dan konseling di sekolah : prinsip dan asas..”
Ristekdik Jurnal bimbingan dan konseling. Vol, 3 No, 2 (2018)
https://arifsunarya.wordpress.com/2011/04/06/orientasi-layanan-bimbingan-dan-
konseling/#:~:text=Ini%20berarti%20menciptakan%20kondisi%20sekolah,perbedaan
%20individual%20diantara%20peserta%20didik
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling (Cetakan ke
dua). Jakarta: Pustaka Ilmu)
Prof. Dr. Syafaruddin, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, edisi pertama.
(Medan: Perdana Publishing, 2019)
Sukardi, Dewa Ketut. 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. (Jakarta: PT. Rineka Cipta)

20

Anda mungkin juga menyukai