Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

LANDASAN PENDIDIKAN

MERESUME DAN MENGANALISIS FILM “THE FIRST GRADER”

Dosen Pembimbing : Ibu Yudrik Jahja

Disusun Oleh :
Anastasia Juwita Rani (1304617015)
Dewi Sulistyowati (1304617045)
Gia Laras Pangestu (1304617047)
Indarti Isolina (1304617048)
Nandita Fazriati (1304617075)
Ni Luh Chandrika D. S. (1304617013)
Nur Annisa Ardhiani (1304617011)
Rania Az-Zahra (1304617042)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Meresume Dan
Menganalisis Film “The First Grader”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa
dalam makalah ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Meresume Dan


Menganalisis Film “The First Grader” ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 7 Oktober 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................1

KATA PENGANTAR ..................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................4


1.2 Rumusan Permasalahan........................................................ 5
1.3 Tujuan .....................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 6

2.1 Resume.................................................................................. 6
2.2 Analisis.................................................................................. 7
2.3 Komentar............................................................................. 10
2.4 Kasus di Indonesia yang mirip Film The First Grader...........11
2.5 Keprihatinan ........................................................................ 12

BAB III PENUTUP.................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan ......................................................................... 13


3.2 Saran .................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan menjadi salah satu hal yang utama dalam kehidupan.


Jika suatu Negara tidak memperhatikan pendidikan, maka dapat
dipastikan bahwa Negara tersebut akan mengalami kemunduran dan
kemiskinan. Di Indonesia sendiri pendidikan sudah diperhatikan oleh
pemerintah. Namun, hal tersebut belum tersebar secara merata ke semua
daerah. Masih banyak terjadi ketimpangan baik dari segi fasilitas ataupun
kualitas.

Di daerah-daerah yang masih jauh dari perkotaan, banyak sekolah-


sekolah yang tidak layak bahkan memiliki tenaga pengajar yang sangat
minim. Medan yang harus dilalui siswa atau siswi untuk berangkat ke
sekolah juga biasanya sangat berbahaya. Sehingga tidak jarang orang tua
menyuruh anak mereka untuk tidak sekolah, karena merasa anak meraka
tidak mendapatkan sesuatu yang layak dengan datang ke sekolah apalagi
mengingat medan berbahaya yang harus dilalui anak mereka. Banyak
orang tua yang menyuruh anak mereka untuk langsung bekerja saja
membantu orang tua demi sesuap nasi.

Selain itu, masih banyak para orang tua di negeri ini yang buta
huruf. Mereka beranggapan bahwa diusia mereka yang sekarang ini, tidak
diperlukan lagi kemampuan untuk membaca dan menulis. Berdasarkan
hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas sedikit tentang film “The
First Grader” dan membandingkannya dengan pendidikan yang ada di
Indonesia.

4
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah keadaan pendidikan negara baru merdeka yang


digambarkan film “The First Grader”?

1.2.2 Apakah Indonesia memiliki keadaan pendidikan yang sama atau


mirip dengan yang digambarkan film “The First Grader”?

1.2.3 Apakah pendidikan di Indonesia sudah merata?

1.3 Tujuan

1.3.1 Memenuhi tugas ke dua mata kuliah Landasan Pendidikan.

1.3.2 Mengetahui bagaimana keadaan pendidikan di negara yang baru


merdeka.

1.3.3 Mengetahui keadaan pendidikan di Indonesia, khususnya


pendidikan yang tertinggal.

1.3.4 Mengetahui apakah keadaan pendidikan sudah merata.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Resume

Berikut resume dari film “The First Grader” :

Kimani Ng’ang’a Maruge, telah mencatat rekor pada Guiness Book


sebagai orang tertua (84 tahun) yang mendaftar masuk sekolah dasar
pada tahun 2003. Berdasarkan kisah inspiratif tersebut, dibuatlah sebuah
film pada tahun 2010. Bekerja sama dengan BBC dan sutradara Chadwick,
film berjudul ‘The First Grader’ berhasil digarap.

Film ‘The First Grader’ membawa kita ke masa setelah kolonialisme


di Kenya. Pada saat itu, pemerintah Kenya memberikan pelayanan
pendidikan cuma-cuma. Hal ini tidak dilewatkan begitu saja oleh warga
bahkan hingga ke sebuah desa terpencil, dimana Kimani Ng’ang’a Maruge
tinggal. Sebuah sekolah dasar terdekat menjadi serbuan para orang tua
yang ingin menyekolahkan anaknya dan menjadi tempat Maruge
mendaftar untuk mengikuti pendidikan sekolah dasar.

Hal ini tentu mengejutkan karena Maruge adalah seorang kakek tua.
Seumur hidupnya, ia buta huruf karena tidak mempunyai biaya untuk
mengenyam pendidikan. Ia juga merupakan pejuang anti-kolonial Inggris
dari keturunan suku Kikuyu yang pada tahun 1950-an mencetuskan
pemberontakan Mau Mau.

Pihak sekolah dan masyarakat berulang kali mencemoohnya


karena keputusannya. Film ini menunjukkan bagaimana perjuang Maruge
untuk bisa diterima belajar di sekolah demi mengenal alfabet. Maruge
sendiri ingin belajar alfabet agar dapat membaca surat yang dialamatkan
padanya sendiri. Kegigihannya ini mengetuk hati Jane Obinchu, kepala
sekolah yang pada akhirnya menerimanya dan mengajarkannya
membaca.

6
Keputusan Jane membuat publik dan media massa menyorot
keberadaan Maruge yang dianggap fenomenal karena masih bersekolah
pada usianya yang sudah senja. Banyak media yang datang untuk
mewawancarai Maruge sendiri.

Namun, Jane harus menghadapi banyak tantangan karena


keputusan yang diambilnya seperti teror dari orang-orang yang tidak
menyukai ia menerima Maruge sebagai murid, fitnah yang membuat
hubungannya dengan suaminya – Charles – rentan, hingga pada akhirnya
ia dipindah-tugaskan ke Turkana oleh Kipruto, atasan Jane.

Setelah Jane dipindahkan, murid-murid yang ia ajar menolak


kedatangan guru baru yang menggantikan Jane dan Maruge pergi ke
Nairobi untuk menghadap menteri pendidikan. Di sana, Maruge
menunjukkan bekas-bekas luka yang ia dapatkan karena penahanan oleh
tentara kolonial Inggris dan menginginkan Jane kembali serta
mengingatkan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting
untuk generasi muda.

Pada akhirnya, kementerian meluluhkan permintaan itu dan Jane


kembali. Ia bersama dengan Alfred kemudian membacakan surat yang
didapat Maruge dengan didengarkan oleh Maruge. Surat tersebut berisi
rasa terima kasih dari presiden Kenya atas perjuangan Maruge dan para
pejuang Mau Mau yang membawa Kenya pada kemerdekaan.

2.2 Analisis

Menurut analisa saya mengenai film The First Grade adalah film ini
memiliki beberapa kemiripan dengan keadaan di Indonesia yang
sesungguhnya. Seperti dalam film digambarkan bahwa satu ruangan
kelas memiliki banyak sekali murid, bahkan ada murid yang duduknya
dilantai. Hal tersebut juga terjadi dibeberapa sekolah di Indonesia.
Pendaftaran sekolah yang tidak teratur di dalam film juga terjadi di

7
Indonesia. Orang tua akan mengantri dari subuh-subuh untuk
mengantarkan anak mereka mendaftar sekolah, lalu walaupun sudah
memiliki antrian tetap saja ujungnya akan terjadi kekacauan.

Hal lain yang perlu disoroti adalah kegigihan Maruge yang sangat
ingin untuk bisa belajar membaca dan menulis. Sangat jarang orang
berusia lanjut di Indonesia yang ingin bisa membaca dan menulis. The
First Grader juga menceritakan betapa birokrasi yang kaku menyulitkan
para guru di lapangan untuk dapat memberikan sarana pendidikan terbaik
bagi para muridnya. Seharusnya pemerintah memudahkan akses
pendidikan untuk semua orang tidak peduli siapa dan berpakah umurnya
untuk menunjang pendidikan menjadi lebih baik lagi.

2.3 Komentar

Film ini adalah film yang cocok ditonton oleh semua umur dan juga
cocok untuk mereka yang masih malas mengenyam pendidikan padahal
mereka dapat dengan mudah mendapatkannya. Sulitnya mendapat
pendidikan di Kenya akan membuka mata dan membuat kita merasa
bersyukur karena pendidikan yang ada di Indonesia masih lebih baik dari
pada di Kenya.

2.4 Kasus di Indonesia yang Serupa dengan film “The First Grader”
Salah satu kasus yang mirip film The First Grader adalah kasus
yang terjadi di salah satu Madrasah Depok. Siswa sekolah Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTSN) Depok di Kampung Sawah, Jatimulya
Cilodong, Depok terpaksa harus belajar di tengah keprihatinan. Para
siswa terpaksa belajar beralaskan lantai.
Di sana lebih dari 60 siswa kelas IX harus belajar di lantai lantaran
tidak adanya meja maupun kursi yang dimiliki sekolah. Di sekolah itu ada

8
enam kelas namun yang empat sudah ada meja dan kursinya. Satu kelas
diisi 33 siswa yang terpaksa belajar ala kadarnya. Pihak sekolah sudah
pernah mengusulkan bantuan atas kekurangan meja dan kursi belajar.
Sayangnya sampai sekarang usulan itu belum direalisasikan.

Contoh kasus yang lain adalah bahwa secara nasional Indonesia


masih memiliki warga negara yang buta aksara hingga tahun 2017 yakni
sekira 3,4 juta penduduk atau 2,07 persen dari jumlah penduduk. Dan
peringkat literasi kita masih urutan 60 dari 61 negara yang disurvey.

Masih tingginya angka buta aksara di Indonesia disebabkan


karena kurangnya koordinasi khususnya oleh pihak-pihak terkait antara
lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan Perpustakaan Nasional RI. Padahal
diera modern seperti ini dan lama sudah Indonesia merdeka tetapi belum
bisa memerdekakan rakyat 3.4 juta tersebut dari kondisi buta aksara.

2.5 Keprihatinan

Film “The First Grader” sanggup membuat hati penonton bergetar


dan geleng-geleng kepala. Bagaimana perjuangan seorang kakek yang
sudah renta namun tetap gigih ingin belajar membaca. Hanya karena satu
hal, yaitu surat dari presiden. Ia hanya ingin bisa membaca surat itu, dan
ia putuskan untuk ke sekolah setelah mendengar dari radio bahwa
“pendidikan untuk semua”.

Hal yang menyedihkan dari film ini adalah bagaimana orang-orang


tidak menyetujui jika kakek yang bernama Maruge itu mengikuti sekolah.
Kecaman demi kecaman ia terima. Mulai dari pihak sekolah, maupun
orang-orang di lingkungan sekitar.

9
Kisah tentang Maruge pada film ini juga membuktikan kepada kita
bahwa orang-orang belum ada kesadaran untuk belajar. Terlihat dari
orang-orang yang selalu mengejek Maruge ketika ia lewat saat ingin
berangkat maupun pulang sekolah. Seharusnya mindset yang ada di
masyarakat diubah. Jika kita terus menyepelekan pendidikan, apa jadinya
nanti bangsa ini? Karena sumber daya manusia yang cerdas akan
membawa suatu negara maju dan tentunya tidak terbelakang.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa saja,


tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Manusia perlu terus menerus
menyesuaikan diri supaya dapat tetap hidup secara wajar dalam
lingkungan masyarakatnya yang selalu berubah mengikuti perkembangan
zaman dan teknologi. Di sisilain pendidikan menjadi peluang yang luas
bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat meraih keadaan kehidupan
yang lebih baik. Tanpa pendidikan, manusia akan mengalami
keterbelakangan, kebodohan bahkan kemisikinan.

Situasi pendidikan merupakan aspek yang mendukung


keberlangsungan sebuah proses pendidikan, dimana didalamnya terdapat
komponen-komponen pokok diantaranya terdapat peserta didik, pendidik,
tujuan pendidikan, sistem pendidikan dan proses pendidikan yang
berguna untuk mendukung proses pembelajaran. Tanpa belajar, manusia
akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan yang
selalu berubah.

3.2 Saran

Pendidikan sepanjang hayat diharapkan akan mengubah


pandangan masyarakat bahwa pendidikan bukan hanya belajar di sekolah
formal saja, melainkan dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja dan
kapan saja. Diharapkan pula pendidikan tidak hanya dijadikan alat politik
saja. Pemerintah juga harus memikirkan sumber daya manusianya,
jangan hanya merevisi kurikulum agar terlihat hebat dan bagus.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan harus lebih di
tingkatkan agar kualitas pendidikan Indonesia bisa lebih baik lagi di masa
yang akan datang.

11
DAFTAR PUSTAKA

 https://subsymphonika.wordpress.com/2012/02/01/the-first-grader-
review/
 http://julianoeigo.blogspot.co.id/2013/01/analisis-film-surat-kecil-untuk-
tuhan.html
 http://www.imdb.com/title/tt0790663/
 www.tempo.co.id
 www.okezone.com

 https://www.google.co.id/amp/m.tribunnews.com/amp/nasional/2017/05
/02/museum-taman-siswa-dan-perjuangan-ki-hajar-dewantara

 https://kumparan.com/bily-nazal/perjuangan-kartini-demi-emansipasi-
wanita

12

Anda mungkin juga menyukai