Anda di halaman 1dari 16

CRITICAL JOURNAL REVIEW

MK.FILSAFAT PENDIDIKAN

Prodi S1 PENDIDIKAN FISIKA

SKOR NILAI:

JURNAL 1:

(Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan Di Indonesia, M. Fadlillah, 2017 )

Nama : Marsheila Noverita Br Sihotang

NIM : 4193121004

Dosen pengampu : Laurensia Masri P.,S.Pd,M.Pd

Mata kuliah : Filsafat Pendidikan

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas critical jurnal filsafat pendidikan tepat pada waktunya. Tugas ini
bermaksud untuk membentuk karakter mahasiswa yang lebih kritis sekaligus menjadikan
mahasiswa yang memiliki kepahaman terhadap suatu materi yang terdapat dalam mata kuliah
filsafat pendidikan tersebut.

Kami berharap, tugas ini dapat menjadi sumber referensi atau sebagai bahan evaluasi
dalam mempelajari filsafat pendidikan. Dan berupa bentuk pengevaluasian dan tolak ukur
tingkat kepahaman kami dalam mata kuliah filsafat pendidikan.

Materi yang disajikan dalam tugas ini masih jauh dari yang diharapkan, oleh sebab itu
kami selaku penulis sangat mengharapkan saran dan sumbangan pemikiran dalam
penyempurnaan tugas ini.

Mudah-mudahan jurnal ini dapat memenuhi harapan sesuai kriteria yang ditetapkan
oleh Dosen filsafat pendidikan.

Medan, September 2019

Marsheila N Br Sihotang
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

IDENTITAS JURNAL...........................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi CJR...............................................................................................2
B. Tujuan.................................................................................................................2
C. Manfaat..............................................................................................................2
BAB II RINGKASAN JURNAL...........................................................................3

BAB III PEMBAHASAN

A. Kelebihan dan Kelemahan Jurnal.......................................................................9


BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................11
B. Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
IDENTITAS JURNAL

Jurnal utama (jurnal satu) :

1. Judul Jurnal : Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan Di Indonesia


2. Jurnal : Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pengajaran
3. Volume/ Nomor : V/1
4. Tahun : 2017
5. Penulis : M. Fadlillah

Jurnal pembanding (jurnal dua) :

6. Judul Jurnal : Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia


7. Jurnal : Jurnal UNIERA
8. Volume/ Nomor : II/ 2
9. Tahun : 2013
10. Penulis : Ricardo F Nanuru

Jurnal pembanding (jurnal tiga) :

1. Judul Jurnal : Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Implikasinya


2. Nama Jurnal : Jurnal Imajinasi UNNES
3. Volume/ No : XI/1
4. Tahun : 2017
5. Penulis : Vega Ricky Salu dan Triyanto
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR


Mengkritik jurnal salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan ketertarikan minat
baca seseorang terhadap suatu pokok bahasan. Mengkritik jurnal ini adalah suatu tulisan atau
ulasan mengenai sebuah hasil penelitian atau observasi.
Mengkritik jurnal dilakukan bukan untuk menjatuhkan atau menaikkan nilai suatu
jurnal melainkan untuk menjelaskan apa adanya suatu jurnal yaitu kelebihan atau
kekurangannya yang akan menjadi bahan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah jurnal.
Yang lebih jelasnya dalam mengkritik jurnal, kita dapat menguraikan isi pokok pemikiran
pengarang dari jurnal yang bersangkutan diikuti dengan pendapat terhadap isi jurnal.

B. Tujuan Penulisan CJR

1. Menambah pengetahuan tentang progresivisme pendidikan di Indonesia

2. Melengkapi tugas perkuliahan mata kuliah Filsafat Pendidikan

3. Menguatkan kemampuan melakukan Critikal Journal Review

C. Manfaat CJR

1. Mengetahui kelebihan dan kelemahan jurnal yang di review.

2. Mengetahui latar belakang dan alasan jurnal tersebut diterbitkan.

3. Menguji kualitas jurnal dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang
sama atau penulis lainnya.
4. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara
penulisan, isi, dan substansi jurnal.

BAB II

PEMBAHASAN

Ringkasan Jurnal Utama


Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak
maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata progresif diartikan
sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan bertingkat-tingkat naik
Progresivisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan modern. Menurut
John S. Brubacher sebagaimana dikutip Jalaludin dan Abdullah Idi (2012:82) aliran
progresivisme bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William
James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) yang menitik beratkan pada segi manfaat
bagi hidup praktis. Artinya, kedua aliran ini sama-sama menekankan pada pemaksimalan
potensi manusia dalam upaya menghadapi berbagai persoalan kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan pengertian tersebut, progresivisme selalu dihubungkan dengan istilah
the liberal road to cultural, yakni liberal bersifat fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan
bersikap terbuka, sering ingin mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengelaman
(Djumransjah, 2006:176).
Dalam pandangan progresivisme pendidikan merupakan suatu sarana atau alat yang
dipersiapkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik supaya tetap survive terhadap
semua tantangan kehidupannya yang secra praktis akan senantiasa mengalami kemajuan
(Muhmidayeli, 2011:156). Selain itu, proses pendidikan dilaksanakan berdasarkan pada asas
pragmatis. Artinya, pendidikan harus dapat memberikan kebermanfaatan bagi peserta didik,
terutama dalam menghadapi persoalan yang ada di lingkungan masyarakat.
Dalam buku Philosofical Alternatives in Education, Gutek (1974:140) menyebutkan
bahwa pendidikan progresif menekankan pada beberapa hal; 1) pendidikan progresif
hendaknya memberikan kebebasan yang mendorong anak untuk berkembang dan tumbuh
secara alami melalui kegiatan yang dapat menanamkan inisiatif, kreatifitas, dan ekspresi diri
anak; 2) segala jenis pengajaran hendaknya mengacu pada minat anak, yang dirangsang
melalui kontak dengan dunia nyata; 3) pengajar progresif berperan sebagai pembimbing anak
yang diarahkan sebagai pengendali kegiatan penelitian bukan sekedar melatih ataupun
memberikan banyak tugas; 4) prestasi peserta didik diukur dari segi mental, fisik, moral dan
juga perkembangan sosialnya; 5) dalam memenuhi kebutuhan anak dalam fase perkembangan
dan pertumbuhannya mutlak diperlukan kerjasama antara guru, sekolah, rumah, dan keluarga
anak tersebut; 6) sekolah progresif yang sesungguhnya berperan sebagai laboratorium ynag
berisi gagasan pendidikan inovatif dan latihan-latihan.
Menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu psikologis dan
sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-
daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Psikologinya seperti yang
berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pragmatisme. Dari
segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya.
Dalam konteks ini, pendidikan harus lebih dipusatkan pada peserta didik, dibandingkan
berpusat pada pendidik maupun bahan ajar. Karena peserta didik merupakan subjek belajar
yang dituntut untuk mampu menghadapi berbagai persoalan kehidupan di masa mendatang.
Oleh karena itu, menurut Ahmad Ma’ruf (2012) ada beberapa prinsip pendidikan yang
ditekankan dalam aliran progresivisme, di antaranya:
a. Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
b. Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
c. Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing atau pengarah.
d. Sekolah harus kooperatif dan demokratis.
e. Aktifitas lebih fokus pada pemecahan masalah, buka untuk pengajaraan materi kajian.

Menurut aliran progresivisme belajar dilaksanakan berangkat dari asumsi bahwa anak
didik bukan manusia kecil, melainkan manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk
berkembang, yang berbeda kemampuannya, aktif, kreatif, dan dinamis serta punya motivasi
untuk memenuhi kebutuhannya (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2012:89). Dalam konteks ini,
belajar semestinya dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai potensi yang dimiliki oleh
anak didik. Oleh karena itu, dalam pandangan progresivisme belajar harus dipusatkan pada
diri siswa, bukan guru atau bahan pelajaran.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam belajar menurut pandangan progresivisme,
di antaranya:
a. Memberi kesempatan anak didik untuk belajar perorangan.
b. Memberi kesempatan anak didik untuk belajar melalui pengalaman.
c. Memberi motivasi dan bukan perintah.
d. Mengikut sertakan anak didik di dalam setiap aspek kegiatan yang merupakan kebutuhan
pokok anak.
e. Menyadarkan pada anak didik bahwa hidup itu dinamis.
Ringkasan Jurnal Pembanding (Jurnal 2)
Dijabarkan bahwa sistem pendidikan ini tidak begitu menekankan kurikulum
kepada para murid. Tetapi, justru yang terjadi adalah bahwa kurikulum itu berasal dari
murid itu sendiri. Menurut hemat saya bahwa di sinilah kelemahan dari system
pendidikan aliran ini. Kendatipun ada kurikulum, itupun bersifat fleksibel. Sekolah
yang baik adalah sekolah yang dapat memberi jaminan kepada para siswanya selama
ia belajar. Maksudnya adalah bahwa sekolah harus mampu untuk membantu dan
menolong siswanya untuk bertumbuh dan berkembang serta memberi keleluasaan
tempat untuk para murid untuk mengembangkan minat dan bakatnya melalui
bimbingan para guru. Hal ini adalah benar. Akan tetapi, untuk mengarahkan apa yang
menjadi maksud dan tujuan penyelenggaraan pendidikan itu dituangkan melalui
kurikulum yang jelas dan tepat.
Namun, yang terjadi adalah bahwa bagi aliran ini memandang bahwa segala
sesuatu adalah berasaskan fleksibilitas, dinamis dan didalamnya termasuk kurikulum.
Aliran ini memandang bahwa kurikulum itu haruslah fleksibel, tidak kaku, dapat
berubah setiap saat, tidak terikat oleh doktrin tertentu. Ia harus bersifat terbuka. Jadi,
kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan kemauan si murid. Artinya,
kurikulum harus dapat mewadahi aspirasi murid. Dengan penggambaran demikian,
dapat dikatakan bahwa di satu sisi mungkin sistem pendidikan ini mendorong
kreativitas anak, namun akan menjadi kesulitan untuk mengarahkannya sampai di
mana maksud dan tujuan dari kreatifitas sianak tersebut.
Beberapa tahun yang lalu, di Indonesia terdapat berbagai jenis sekolah, seperti
SMEA, SPG dan STM. Sekolahsekolah tersebut merupakan bentuk sekolah vokasi.
Namun, tidak lama kemudian terjadi penyederhanaan sehingga hanya terdapat SMA
dan SMK. Seiring berjalannya waktu, nama SMK seolah-olah menjadi lenyap dan
kurang diminati oleh banyak masyarakat. Akibatnya, di daerahdaerah banyak
berlangsung pembangunan SMA, SMK sudah sangat jarang terdengar belakangan.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum pendidikan yang berkembang di Indonesia.
Kalau kita tinjau dari konsep pengadaan kurikulum tersebut, kurikulum kita tidak
kalah dengan kurikulum yang diterapkan di negaranegara maju lain, seperti Amerika.
Akan tetapi, yang terjadi di negara kita adalah sangat sulit untuk menerapkan seperti
apa yang telah dikonsepkan. Dalam penerapan kurikulum tersebut, banyak terjadi
ketidaksesuaian. Mungkin pemerintah sering mengadakan studi banding terhadap
pendidikan di negara lain. Akan tetapi, pemerintah juga harus melakukan studi
banding di dalam negeri. Pemerintah dapat melihat langsung kondisi dan kemampuan
masyarakat sehingga pemerintah dapat menerapkan suatu kurikulum yang asli
Indonesia yang benar-benar sesuai untuk digunakan di Indonesia sehingga dapat
menjawab keinginan bangsa Indonesia akan pendidikan (Wenie Martin Dahlia,2010:
2). Penerapan yang tidak sesuai dengan konsep juga terjadi pada pengadaan sekolah
gratis. Padahal, apabila subsidi dan pengadaan sekolah gratis bisa berjalan
sebagaimana mestinya, pasti rakyat Indonesia yang tidak mempunyai biaya
pendidikan bisa mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak,
seperti yang telah diatur dalam UUD 1945.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)sebenarnya menurut hemat penulis telah
cukup menjawab problematika pendidikan di Indonesia, jika dikelola secara baik oleh
pemerintah. Tujuan pendidikan, kurikulum, dan hal lain menyangkut pendidikan yang
dianjurkan aliran progresivisme pendidikan sebenarnya tercermin dalam SMK. Hal
yang salah selama ini menurut penulis ada pada pemahaman yang keliru yang
berkembang di masyarakat yang seakan-akan “menganak tiri-kan” SMK dan
mengagungagungkan SMA. Mengapa banyak yang tidak berminat ke SMK? Ini
semua sebagian besar mungkin karena masalah gengsi dan alur kehidupan. Kondisi
SMK yang tidak lagi dikembangkan dan minimnya jumlah SMK, membuat SMK
seolah-olah menjadi tidak begitu bermakna. Banyak orang yang memiliki gengsi
tinggi, hal tersebut membuatnya lebih memilih SMA, mengapa demikian? Apakah
duduk di bangku SMK merupakan hal yang menimbulkan rasa malu? Pemerintah
perlu melakukan pembenahan untuk pengembangan SMK supaya masyarakat yang
ingin mendapatkan pendidikan yang langsung sesuai dengan bidangnya bisa
mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya.Hal ini sebenarnya mulai
perlahanlahan dilakukan pemerintah. Dalam pemberitaan Koran Tempo Interaktif,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa kebutuhan tenaga kerja
terampil dari SMK lebih banya. Untuk itu, tahun pada tahun 2009 lalu, komposisi
SMK ditargetkan menjadi 40 persen. Konsep kejuruan ini ternyata telah diakui
pemerintah sebagai langkah menanggulangi pengangguran yang terus bertambah di
Indonesia (Tempo Interaktif, 26/03/2009). Pendidikan kejuruan atau SMK sebenarnya
baik dalam rangka membina bakat dan kreatifitas peserta didik sehingga ketika keluar
dari dunia pendidikan formal dan berhadapan dengan kehidupan masyarakat, mereka
tidak akan kewalahan menciptakan lapangan kerja sendiri. Berkaitan dengan itu pula,
SMK menurut hemat penulis akan mampu menjawab tantangan persaingan dunia
kerja karena bakat dan kreatifitas yang dikembangkan berbeda-beda bidangnya.
Hal ini bertolak belakang dengan sistem pendidikan di SMA yang
diseragamkan dari Sabang sampai Merauke, walaupun karakteristik budaya dan
daerahnya berbeda-beda. Pola pendidikan di SMK bahkan bisa berbeda pada setiap
daerah tergantung karakteristik daerahnya, bahkan yang lebih kini terjadi bahwa SMK
diarahkan untuk menjawab peluang kerja perusahaan-perusahaan atau pemilik modal
yang menjadi sponsor atau penyumbangnya. Hal ini bisa kita lihat ketika pertengahan
tahun lalu PT Toyota Astra Motor (TAM) menyelenggarakan pendidikan berbasis
kemitraan, Toyota-Technical Education Program (T-TEP) yang menggandeng SMK
se-Indonesia. Tujuan kerja sama ini adalah mempersiapkan lulusan dari sekolah
kejuruan teknik yang akan memasuki industri otomotif. SMK menurut penulis adalah
sekolah berbasis pengalaman seperti yang dikembangkan Dewey. Pengalaman
merupakan istilah kunci jika tidak mau disebut sebagai inti dari pendidikan di
sekolah. Belajar berdasarkan pengalaman akan membuat peserta didik tidak akan
kebingungan dan kewalahan ketika diperhadapkan pada kondisi riil dunia kerja
nantinya. Semoga SMK menjadi tawaran yang terus digaungkan pemerintah sehingga
masyarakat tidak lagi merasa gengsi untuk masuk di SMK.

Ringkasan Jurnal Pembanding (Jurnal 3)


Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar dalam
dunia pendidikan dewasa ini, dengan meletakan dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada peserta didik, baik secara fisik maupun dalam ranah berpikir. Oleh
karena itu filsafat progresivisme tidak menyetujui sistem pendidikan yang otoriter.
Sebab pendidikan yang otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup
sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran dan mematikan daya kreasi
baik secara fisik maupun psikis peserta didik.
Pembelajaran dalam Filsafat Pendidikan Progresivisme
Pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru
haruslah dapat menciptakan situasi edukatif yang pada akhirnya dapat memberikan
warna dan corak dari output (luaran) yang dihasilkan sehingga luaran yang dihasilkan
(anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, inisiatif,
adaptif, dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya. Untuk itu sangat
diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental,
dalam arti apa yang diperoleh anak didik selama ini di sekolah akan dapat diterapkan
dalam kehidupan nyatanya. Dari sini jelas sekali bahwa paham progresivisme
bermaksud menjadikan anak didik memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai
generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru (Triyanto 2017: 48).
Oleh karena itu, proses pembelajaran dalam pendidikan progresivisme sekurang-
kurangnya dapat mengakomodasi beberapa hal berikut, antara lain:
1. Guru merencanakan pembelajaran yang membangkitkan minat dan rasa ingin tahu
siswa. Setiap pembelajaran dalam penerapan filsafat progresivisme diusahakan
mengarah pada pembelajaran yang selalu membuka ruang berpikir siswa untuk
mencari penemuan-penemuan baru. Penemuan baru dimaksud adalah bahwa setiap
siswa harus diberikan kesempatan untuk mencari setiap informasi yang berkaitan
dengan materi pembelajaran secara mandiri, sehingga dapat membangkitkan rasa
ingin tahu para peserta didik untuk selalu mengembangkan dirinya dari waktu ke
waktu yang membuat peserta didik semakin maju dalam berpikir dan bertindak.
2. Selain membaca buku siswa juga diharuskan berinteraksi dengan alam misalnya
melalui kerja lapangan atau lintas alam.
3. Guru membangkitkan minat siswa melalui permainan yang menantang siswa untuk
berpikir.
4. Siswa didorong untuk berinteraksi dengan sesamanya dalam rangka membangun
pemahaman sosial.

Para pendidik aliran progresivisme sangat menentang praktik sekolah tradisional,


khususnya yang berkaitan dengan lima hal berikut, yakni: (1) guru yang otoriter, (2)
terlampau mengandalkan metode berbasis buku teks, (3) pembelajaran pasif dengan
mengingat fakta, (4) filsafat empat tembok, yakni terisolasinya pendidikan dari
kehidupan nyata, dan (5) penggunaan rasa takut atau hukuman badan sebagai alat
untuk menanamkan disiplin pada siswa. Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak
mengakui kemutlakan hidup, menolak absolutisme dan otoritarianisme dalam segala
bentuk (Zuhairini dalam Jalaluddin & Idi, 2012: 88).
Lima hal ini yang kemudian dipandang oleh aliran filsafat pendidikan progresivisme
sebagai bentuk pendidikan yang tidak humanis, dalam rangka mengembangkan peserta
didik yang lebih mandiri, bahwa pendidikan sebagai upaya sadar dan terencana yang
dilakukan demi terciptanya suatu perubahan yang lebih baik dari sebelumnya tidak
harus dilakukan dengan kekerasan dan tekanan baik secara fisik maupun psikis. Selain
itu, anak didik harus diberi kebebasan dan kemerdekaan untuk bersikap dan berbuat
sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing. Hal ini ditujukan untuk
meningkatkan kecerdasan dan daya kreasi anak. Untuk itu pendidikan hendaklah yang
progresif. Dengan kata lain, prinsip yang digunakan adalah kebebasan perilaku anak
didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan guru sebagai pelayan siswa
BAB III

PEMBAHASAN

I. Pembahasan
Pada jurnal 1 atau jurnal utama lebih dijelaskan apa sebenenarnya yang dimaksud
dengan progresivisme. Pada jurnal pembanding 1 atau jurnal 2 jurnal ini dijelaskan bahwa
dengan kreativitas anak SMK mereka bisa membentuk masa depan mereka dengan keahlian
mereka yang telah diasah di kejuruan masing-masing. Dan SMK seperti sekolah berbasis
pengalaman yang dikembangkan oleh Dewey sedangkan pada jurnal pembanding kedua atau
jurnal 3 dijelaskan bagaimana seorang pendidik atau guru proses pembelajaran dalam
pendidikan Progresivisme

II. Kelemahan dan Keunggulan Jurnal


JURNAL UTAMA (1)
 Kelebihan Jurnal :
Terperinci secara jelas apa itu progresivisme dalam bidang pendidikan, bagaiman
proses dan cara penerapannya di Indonesia terpapar jelas dan mudah dipahami.

 Kekurangan Jurnal :
Tidak ada contoh yang diterapkan secara langsung pada sekolah atau lembaga
pendidikan tertentu

JURNAL PEMBANDING (2)


 Kelebihan Jurnal :
Pada jurnal Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia,
cakupan yang dibahas sangat luas dan terperinci. Tidak langsung mengkaji pendidikan
saat ini, namun juga mengaca pada pendidikan zaman dahulu di Indonesia. Tepatnya,
pada masa Belanda. Dan membandingkan pendidikan di Indonesia dengan negara
lain. Sehingga sangat relevan untuk Indonesia dapat mengoreksi tentang pola
pendidikannya.

 Kekurangan Jurnal :
Pada jurnal Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia, penulis
tidak menjelaskan metode, subjek, serta langkah peneletiannya. Sehingga pembaca
merasa kurang efektif jika langsung disajikan oleh hasil penelitiannya saja.

JURNAL PEMBANDING (3)


 Kelebihan Jurnal :
Pada jurnal Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Implikasinya, terperinci
bagaimana seorang pendidik melakukan penerapan progresivisme dalam pendidikan.

 Kekurangan Jurnal :
Pada jurnal Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Implikasinya, hanya
memberikan contoh kepada pendidik saja, tidak mecakup keseluruhan seperti pelajar
di sekolah tertentu.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah membaca jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing jurnal
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan jurnal yang berbeda-beda.

Dapat kita simpulkan juga bahwa jurnal ini juga memiliki kelemahan masing-masing
seperti kita lihat dari penyajian praktik dan penjelasan yang diberikan. Dengan tugas dalam
membuat kritikal jurnal ini maka,terciptalah dalam diri kita rasa ingin tahu dan ilmu
pengetahuan yang baru untuk memuculkan ide-ide dalam melakukan penelitian ke sekolah
tertentu.

Secara data yang dibuat pada masing-masing jurnal, progresivisme memiliki berbagai
metode, prinsip dan cara menerapkannya dalam dunia pendidikan di Indonesia.

B. Saran
Sebaiknya peneliti melakukan observasi secara keseleruhuan, tidak hanya melalui teori
tapi juga harus melibatkan beberapa pihak seperti pendidik dan pelajar dalam suatu lembaga
pendidikan seperti sekolah.
Bibliography
Fadlillah, M.(2017). Aliran Progresivisme dalam Pendidikan di Inonesia. Jurnal Dimensi Pendidikan
dan Pembelajaran.Vol.II.No(1)

Nanuru, Ricardo F.(2013). Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia. Jurnal UNIERA.
Vol.II.No(2)

Salu, Vega Ricky dan Triyanto.(2017). Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Implikasinya. Jurnal
Imajinasi. Vol. XI.No(1)

Anda mungkin juga menyukai