SkorNilai :
FILSAFAT PENDIDIKAN
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas critical Jurnal review yang
berjudul “Filsafat Pendidikan” dan menjadi salah satu tugas dari mata kuliah ini dengan
baik dan lancar.
Penyusunan makalah tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, oleh sebab itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................
BAB II RINGKASAN..........................................................................................
BAB IV PENUTUP....................................................................................................
4.1 Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..................
LAMPIRAN ………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
3.Melatih diri untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang di berikan oleh setiap Jurnal
Jurnal Pembanding
Judul Jurnal : Filsafat Pendidikan dan Hidden Curriculum dalam perspektif KH. Imam
Zarkasyi
Jenis Jurnal : Jurnal Ilmu Peradaban Keislaman
Volume dan Halaman : Volume 11 Nomor 2 Halaman 291 - 312
Tahun : November 2015
Penulis : Abdurrahim Yapono
BAB II
Jurnal 1
2.1 PENDAHULUAN
Globalisasi yang dipengaruhi oleh kepentingan pasar menyebabkan pendidikan tidak
sepenuhnya dipandang sebagai upaya mencerdaskan bangsa dan proses pemerdekaan
manusia tetapi mulai bergeser menuju pendidikan sebagai komoditas (Saksono, 2010: 76).
Pengaruh globalisasi yang sedang dan akan berlangsung akan berpengaruh terus-
menerus sampai waktu yang tidak ditentukan dan ini semakin sulit untuk diatasi. Melihat
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada masa-masa yang akan datang,
rasanya sangat berat sehingga bangsa Indonesia harus secara serius menangani masalah
ini. Globalisasi telah mengakibatkan pergeseran tujuan pendidikan nasional dari tingkat
dasar sampai tingkat tinggi yang tidak lagi hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
tetapi lebih berfokus untuk menghasilkan lulusan yang menguasai scientia. Dengan
penguasaan scientia dinilai mengarahkan peserta didik kepada hasil yang bersifat
pragmatis dan materialis, karena kurang membekali peserta didiknya dengan semangat
kebangsaan, semangat keadilan sosial, serta sifatsifat kemanusiaan dan moral luhur
sebagai warga negara (Saksono, 2010: 76). Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada
krisis karakter yang cukup memprihatinkan. Demoralisasi mulai merambah di dunia
pendidikan seperti ketidakjujuran, ketidakmampuan mengendalikan diri, kurangnya
tanggung jawab sosial, hilangnya sikap ramah-tamah dan sopan santun (Sutiyono dalam
Jurnal Cakrawala Pendidikan, 2010: 42).
Untuk menangkal model pendidikan semacam itu maka konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara ditawarkan sebagai solusi terhadap distorsi-distorsi pelaksanaan pendidikan di
Indonesia dewasa ini. Ki Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya usaha kemajuan
ditempuh melalui petunjuk “trikon”, yaitu kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia
sendiri, konvergen dengan alam luar, dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam
persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri
(Dewantara, 1994: 371). Pestalozzi, Frobel dan Maria Montessori adalah tokoh-tokoh
pendidikan yang berpengaruh pada Ki Hadjar dalam menggunakan kebudayaan di dalam
kurikulum pendidikan. Mulai dari TK (Taman Kanakkanak/ Taman Indria) sampai sekolah
menengah unsur-unsur kebudayaan lokal dimasukkan dalam kurikulum untuk melatih
panca indera
jasmani, kecerdasan dan utamanya adalah kehalusan budi pekerti. Pelajaran yang
diberikan di Taman Indria mulai dari dolanan anak, mendongeng, hingga sariswara yaitu
menggabungkan antara lagu, cerita dan sastra. Nilai-nilai budaya ini dimaksudkan untuk
mendidik rasa, pikiran dan budi pekerti. Anak-anak yang sudah agak besar, misalnya di
Sekolah Menengah Pertama (Taman Dewasa) dan Sekolah Menengah Atas (Sekolah
Menengah Madya), diberikan pelajaran olah gendhing. Ki Hadjar Dewantara mengatakan
bahwa olah gendhing dan seni tari adalah untuk memperkuat dan memperdalam rasa
kebangsaan (Dewantara, 2011: 344). Tari Bedoyo dan Tari Serimpi diberikan kepada anak
didik karena merupakan kesenian yang amat indah yang mengandung rasa kebatinan,
rasa kesucian, dan rasa keindahan. Berdasarkan pada uraian di atas maka artikel ini
secara khusus akan membahas beberapa permasalahan, yaitu: (a) Apa hakikat pendidikan
menurut Ki Hadjar Dewantara?; (b) Apa filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara?; dan (c)
Apa sumbangan pemikiran Ki Hadjar Dewantara bagi pelaksanaan pendidikan Indonesia?
Jurnal 2
Pendahuluan
Ringkasan
Dalam menjelaskan isi pondok pesantren, Imam Zarkasyi berkeyakinan bahwa isi dan
hakikat pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1. Hakikat pondok pesantren terletak pada isi dan jiwanya, bukan pada kulitnya. Karena
dalam isi itulah kita temukan jasa pondok pesantren bagi agama, nusa, dan bangsa.
2. Pokok isi dari pondok pesantren adalah pendidikan mental dan karakternya. Selama
beberapa abad sejak sebelum adanya sekolahan ala Barat, pondok pesantren telah
memberikan pendidikan yang sangat berharga kepada para santri-santrinya, sebagai
kader-kader mubalig dan pemimpin umat dalam berbagai bidang kehidupan.
3. Di dalam pendidikan pondok pesantren itulah terjalin jiwa yang kuat, yang sangat
menentukan filsafat hidup para santri. Adapaun pelajaran/pengetahuan yang mereka
peroleh selama bertahun-tahun tinggal di pondok adalah sebagai bekal (alat kelengkapan)
dalam kehidupan mereka kelak di masyarakat.29 Mencermati isi dan hakikat Pondok
Pesantren di atas, dapat dianalisis dalam kaitannya dengan kurikulum Pondok Pesantren,
bahwa Imam Zarkasyi mengintegrasikan antara kurikulum intra yang dalam defenisinya
“100% agama dan 100% umum” dengan kokurikulum, ekstrakurikulum, dan hidden
curriculum, karena nilai tidak akan maksimal terinternalisasikan melainkan melalui interaksi
sosial dalam suatu lingkungan yang merupakan pilar hidden curriculum. Analisis di atas
tidak berlebihan, jika dikaitkan dengan pandangannya mengenai ilmu pengetahuan yang
diberikan di pondok pesantren sebagai tugas dari kurikulum tertulis. Imam Zarkasyi
menjelaskan, “Ilmu pengetahuan/pelajaran yang diberikan pondok pesantren, dapat saja
berbeda-beda; tinggi dan rendah, dan caranya pun dapat berubah-ubah menurut
pandangan dan hajat masyarakat atau pandangan hidup tiap-tiap orang. Namun jiwa
pondok pesantren itulah yang menentukan arti hidup serta jasanya. Di sini terlihat Imam
Zarkasyi mengintegrasikan semua bentuk kurikulum itu yang dituangkan dalam segala
kegiatan pondok pesantren yang begitu padat dan ketat yang tujuannya untuk
mendidik. Terdiri dari program harian, mingguan, bulanan, dan tahunan dengan disiplin
yang ketat namun menyenangkan. Dalam inilah yang disebut sebagai disiplin regimenter,
yaitu pemberlakuan disiplin ketat tapi tetap berdampingan dengan rasa kebebasan
sebagai prinsip dasar pendidikan modern.
Inilah sesungguhnya implementasi totalitas dari pengertian pendidikan yang dibangun oleh
KH. Imam Zarkasyi yang berkaitan dengan lingkungan (tri pusat pendidikan); sehingga
konstruksi pondok bagi persepsi KH. Imam Zarkasyi adalah dimensi total dari integrasi
lingkungan rumah tangga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.32 Ini sejalan
dengan pandangannya tentang pendidikan, yakni “segala (usaha) yang dapat
memengaruhi kebaikan kepada roh manusia. Eksplorasi Hidden Curriculum menurut Imam
Zarkasyi Semakin lama hubungan sosial antara guru dan murid itu berlangsung, semakin
dalam pula transmisi nilai itu terjadi. Maka “tinggal di asrama” merupakan prasyarat utama
bagi santri untuk dididik. Tinggal bersama di asrama selama 4 tahun, 5 tahun, bahkan
puluhan tahun, di lingkungan yang sengaja diciptakan telah memproduksi sekian banyak
side effect pendidikan yang tidak terbayangkan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan
3.2 Kelebihan
Jurnal 1
1. KELEBIHAN JURNAL
a. Dalam jurnal ini menggunakan bahasa yang mudah di pahami sehingga kita menjadi
lebih mengerti mengenai isi dari jurnal tersebut.
b. Masalah yang diutarakan di dalam jurnal cukup jelas yaitu mengenai masalah
pendidikan di Indonesia khususnya konrtribusi Ki Hadjar Dewantara dalam bidang
pendidikan
c. memaparkan filsafat pendidikan dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara secara jelas
d. Adapun pendekatan penelitian dalam tulisan ini adalah kualitatif-deskriptif, dimana
pendekatan kualitatif memiliki prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
e. Penjelasan di abstrak dipaparkan dengan jelas bahwa jurnal ini membahas mengenai
kajian analitis terhadap aliran pemikiran filsafat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara
g. Ide / isu pada jurnal sudah cukup relevan dan penting untuk menganalisis aliran filsafat
menurut Ki Hadjar Dewantara.
3.3 Kekurangan
2. KEKURANGAN JURNAL
a. Masih adanya kesalahan penulisan (typo) dan penggunaan tanda baca yang kurang
tepat.
b. Tidak dijelaskan dengan relevansi pandangan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara
terhadap sumbangsihnya.
c. Sistematika penulisan jurnal tidak tersusun dengan baik mulai dari judul penelitian,
nama penulis, abstrak, pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, dan kesimpulan.
Jurnal 2
1. KELEBIHAN JURNAL
1. Di dalam jurnal ini, penjelasan mengenai filsafat pendidikan berdasarkan perspektif KH.
Imam Zakarsy sudah cukup rinci.
2.Dijelaskan siapa-siapa saja tokoh-tokoh paragtisme dan apa saja hasil pemikirannya.
3.Analisis kritis dan kontribusi filsafat pendidikan terhadap pesantren dijelaskan dengan
rinci.
4.Tujuan penelitian dipaparkan dengan jelas dan sesuai dengan judul penelitian.
5. Ide / isu pada jurnal cukup relevan
6. Kesimpulan disampaikan secara ringkas, jelas dan padat
1. KEKURANGAN JURNAL
3. Dalam Jurnal ini bahasanya terlalu kaku sehingga sulit untuk dipahami,ada
beberapa kata yang dalam penyusunannya kurang enak dibaca sehingga menjadikan
pembaca harus mengulang kembali membaca agar dapat memahaminya.
4. Ada beberapa kalimat yang masih membutuhkan penjelasan pada jurnal ini namun
tidak dijelaskan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisis di dapatkan bahwa kedua jurnal bisa saling melengkapi satu
sama lain dan bisa dijadikan referensi untuk pembelajaran, namun jurnal utama lebih baik
dibandingkan dengan jurnal pembanding. Namun, bukan berarti jurnal pembanding tidak
baik untuk digunakan untuk sumber referensi, hanya saja banyak terdapat kesalahan di
dalam jurnal tersebut. Yang membedakan hanya perspektif masing – masing. Kedua jural
sudah membahas filsafat pendidikan dengan cukup rinci meskipun ada sedikit perbedaan
dalam memaknainya.
4.2. SARAN
Seharusnya dalam melakukan critical jurnal, menggunakan dua jurnal atau lebih sebagai
sumber referensi agar ilmu dan wawasan yang di dapat lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Suparlan, Henricus, 2015,2 Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya bagi
Pendidikan Indonesia Volume 2 (nomor 01) : 57-64
LAMPIRAN