Anda di halaman 1dari 11

3 Dosa Besar dalam Dunia Pendidikan

Indonesia Khususnya Perempuan

Disusun oleh :
Ketua : Bagus Perdana
Anggota : Elvansa Natalius
: Redha Dwi Laksono
: M Fadhil Budiono
: Andrean Mardiansyah
Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui Perjalanan untuk mewujudkan kesetaraan gender masih panjang
dan perlu dukungan, kesadaran, dan kemauan dari seluruh lapisan masyarakat. Perlu mendorong dan
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perempuan mulai dari rumah, sekolah,  masyarakat,
Perguruan Tinggi, dan tempat kerja untuk mewujudkan perempuan cerdas berkarakter dengan
semangat.
Menurut Menteri Pendidikan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim ada tiga dosa besar
dalam dunia pendidikan yaitu: intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan yang masih
membayangi. Kemdikbud RI mendorong terciptanya lingkungan belajar yang aman dan
menyenangkan bagi peserta didik melalui Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan
dan penanggulanagn kekerasan di lingkungan Satuan Pendidikan untuk Tingkat PAUD, Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah.
ketiga dosa besar di dunia pendidikan tersebut, secara umum memengaruhi tumbuh kembang
peserta didik. Selain itu, tindakan ini juga mempengaruhi mereka dalam menentukan keputusan yang
mereka ambil untuk menggapai cita-citanya.
Intoleransi
• Pengertian Intoleransi
Intoleran merupakan sebuah “tindakan”, bukan pikiran, apalagi sebuah aturan.
Disebut toleran, menurut Cohen (2004) adalah tindakan yang disengaja oleh actor dengan berprinsip
menahan diri dari campur tangan (menentang) perilaku mereka dalam situasi keragaman, sekalipun
actor percaya dia memiliki kekuatan untuk mengganggu (Cohen 2004, hal. 69).
Menurut Hunsberger (1995), intoleransi adalah tindakan negatif yang dilatari oleh simplifikasi-
palsu, atau “prasangka yang berlebihan” (over generalized beliefs).
Sementara, menurut Haidt (2001), ketiga komponen prasangka cenderung saling mempengaruhi
mengingat sifat pikiran dapat berpengaruh negatif dan memberi reaksi terhadap sikap muak, dan
tidak suka
3 Komponen Intoleransi
(1) ketidak-mampuan menahan diri tidak suka kepada orang lain

(2) sikap mencampuri dan atau menentang sikap atau keyakinan orang
lain

(3) sengaja-mengganggu orang lain.


Kehidupan ideal Pendidikan Tanpa
Intoleransi
Untuk mencapai itu kehidupan ideal tersebut adalah dengan cara hidup berdampingan dengan TOLERANSI.
Menurut Jurgen Habermas, sang konseptor Ruang Publik, menggarisbawahi tiga poin penting tentang ruang publik
ideal yaitu:

1. Partisipasi dan non-diskriminasi. Yaitu, ruang publik harus menjadi sebuah forum terbuka untuk semua.
2. Otonomi, yaitu ruang publik harus otonom karena lingkungan otonom kondusif bagi perdebatan kritis dan
rasional.
3. Berisikan debat Rasional atau analitis, yang merupakan esensi ruang publik (Habermas 1989: 36).

Artinya, sebuah Ruang Publik Beragama yang ideal adalah wilayah bersama yang menampung segala cetusan
keberagamaan tanpa halangan apapun. Dan juga peran ideologi dalam masyarakat khusunya ideologi Pancasila di
Indonesia harus di aplikasikan yaitu dalam sila ke 5 yaitu; “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”f

Maka stereotype terhadap kelompok tertentu seharusnya tidak boleh terjadi, hanya karena simbol dan cetusan
beragama mereka yang khas, seperti; jenggot, jubbah, atau wanita yang berhijab dan berkalung salib.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual apa pun yang dilakukan oleh satu
(atau lebih) orang atas orang lain tanpa persetujuan.
Namun,Kekerasan seksual dalam dunia pendidikan menjadi salah satu hal yang banyak di
sorot dalam satu tahun belakangan ini. Sebuah institusi pendidikan yang sejatinya adalah
tempat tumbuh kembang peserta didik dalam urusan literasi dan pengembangan soft skill
harusnya menjadi ruang yang aman bagi mereka. Tetapi, nampaknya hal ini tidak berlaku bagi
para penyintas kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya dalam kasus kekerasan
seksual. Kasus seperti ini nyatanya banyak terjadi di sekolah maupun Universitas dan menjadi
“rahasia umum yang –sengaja- dilupakan” oleh sebagian besar pihak di dalamnya.
Tidak banyak korban yang berani melapor karena stigma terhadap korban kekerasan masih
sangat kuat, belum lagi jika hal ini dilakukan oleh pihak yang mempunyai kuasa lebih dalam
institusi pendidikan. Selain itu, tidak adanya kebijakan bahkan sanksi yang diberikan pada
pelaku kekerasan membuat minimnya tindak lanjut dari pelaporan-jika ada- yang masuk.
Nilai Pancasila dan hukum sebagai Solusi
Efektif Mencegah Kekerasan Seksual
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam PANCASILA Sila ke-2 yang berbunyi :
Kemanusiaan yang adil dan beradab, pada butir (5) Menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.
Maka dari itu permendikbud nanti akan mencakup tujuh pasal yakni,
tentang definisi kekerasan seksual yang mengacu pada RUU yang ada,
bentuk kekerasan seksual, pencegahan kekerasan seksual di perguruan
tinggi, penanggulangan dan penanganan kekerasan seksual, kewajiban
pimpinan perguruan tinggi dalam hal ini rektor atau kepala sekolah tinggi
dan sebagainya di dalam menangani dan memastikan tidak terjadi
kekerasan seksual di perguruan tinggi, sanksi dan penjatuhan sanksi, serta
pengawasan dari kementerian.
Perundungan(Bullying)
Bullying merupakan penyimpangan negative karena dapat tindakannya
yang dipandang rendah dan melanggar nilai dan norma sosial di
masyarakat.
Perilaku bullying biasanya dilakukan oleh siswa yang dominan seperti
para senior. Para senior beralibi bahwa tindakan bullying merupakan
tindakan turun temurun yang dilakukan sejak zaman senior terdahulu
dimana jika junior melakukan kesalahan maka para senior akan memberi
hukuman berupa bullying tersebut.
Motif dari pelaku bullying ialah untuk menunjukan eksistensi
dirinya di antara siswa di sekolah tersebut, sehingga menyebabkan
siswa lain merasa segan bahkan takut kepada para pelaku bullying.
Jika dikaitkan dengan ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila, tindakan
perundungan atau bullying ini tidak sesuai dengan Pancasila. Khususnya pada sila
ke dua sila Pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Sila ke
dua Pancasila tersebut mengandung makna bahwa kita sebagai manusia harus
bersikap adil tanpa memandang status dan memiliki rasa kemanusiaan terhadap
sesama atau memanusiakan manusia.

Padahal, Pancasila merupakan sumber pedoman bagi masyarakat Indonesia


dalam bertingkah laku dan bertindak. Selain itu, nilai-nilai yang terkadung dalam
Pancasila sangatlah luhur. Namun, masyarakat Indonesia sering bertindak dan
berperilaku tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dalam Pancasila salah satunya
adalah bullying.
Mengingat fatalnya perilaku bullying maka harus ada upaya pencegahan agar tidak banyak
lagi korban bullying di dunia pendidikan.
Salah satunya adalah dengan cara pengawasan yang dilakukan orangtua dan pendidik (guru)
yaitu
dengan memberikan dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan seperti iman serta taqwa yang kuat
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada anaknya sehingga sang anak merasa bahwa semua
tindakannya diawasi oleh Tuhan dan ia menjadi takut untuk berperilaku buruk.
Akhirnya hasil pendidikan yang diimpikan seluruh masyarakat adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa yang menjadikan generasi penerus yang memiliki iman, akhlak mulia, sehat,
berilmu, kreatif, mandiri, bertanggung jawab dan menjadi warga negara yang demokratis
Daftar Pustaka
• https://pelayananpublik.id/2020/01/28/pengertian-dan-perbedaan-in
toleransi-radikalisme-dan-terorisme/
• https://lbhyogyakarta.org/2020/03/08/kekerasan-terhadap-perempu
an-dalam-institusi-pendidikan/
• https://www.voaindonesia.com/a/kemendikbud-siapkan-permen-pen
cegahan-dan-penanggulangan-kekerasan-seksual-di-perguruan-tinggi/
5555288.html
• https://tangerangnews.com/opini/read/30892/Bullying-dalam-Dunia-
Pendidikan
• https://www.kompasiana.com/ninadwicandra/5e7ef7d0097f3604f70
add72/bullying-dalam-pandangan-ideologi-negara-dan-dasar-negara?
page=all

Anda mungkin juga menyukai