Anda di halaman 1dari 14

Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama Sebagai Upaya

Mengatasi Perilaku Bullying di Sekolah

ABSTRACT

Bullying is an aggressive act that is carried out repeatedly by a group against a particular individual.
Bullying can be verbal and non-verbal. Verbal bullying usually takes the form of insults and hate
speech. Non-verbal bullying usually takes the form of physical violence. Bullying is done purely for
fun. There are many impacts of bullying behavior that are dangerous for other people and the
individual concerned. Therefore, efforts are needed to overcome bullying behavior.One way that can
be used is through the application of group guidance using sociodrama techniques. Through
sociodrama, individuals will be invited to play a role to train their abilities in dealing with bullying
behavior according to the theme of the drama being played. In group guidance research using
sociodrama techniques to overcome bullying behavior, it refers to qualitative methods. Researchers
use qualitative methods because with the vector data obtained, researchers can reveal information
in more depth. So, researchers can describe the psychological dynamics of victims of bullying
behavior among teenagers at school, where in his approach it cannot be expressed by numbers in
order to be quantitative.

Keywords: Sociodrama method, bullying behavior

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan berperan sebagai fondasi pembangunan pribadi seseorang. Dikutip dari kamus
Besar bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah bagian penting dari kehidupan bermasyarakat dan juga menjadi salah satu alasan
mengapa pendidikan perlu ditanamkan sejak dini.

Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh pengetahuan keterampilan dan


pemahaman yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, keterampilan membaca menulis dan berhitung adalah dasar yang penting dalam
berbagai aktivitas sehari-hari, seperti membaca instruksi, menulis surat, atau mengatur
keuangan pribadi. Selain itu, pendidikan juga membantu meningkatkan keterampilan sosial
dan keterampilan berpikir kritis. Melalui proses pendidikan, individu diajarkan untuk
berinteraksi dengan orang lain mengembangkan empati memahami perspektif orang lain, dan
belajar bekerja sama dalam tim. Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan sosial. Kemampuan berpikir kritis juga
sangat dibutuhkan untuk menghadapi masalah, membuat keputusan yang bijaksana, dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Pendidikan juga berperan penting dalam menciptakan masyarakat berkembang dan


berkelanjutan. Dengan memberikan akses pendidikan yang merata kepada semua anggota
masyarakat, kesenjangan sosial dapat dikurangi. Pendidikan yang baik bertindak seperti
fondasi pada diri yang dapat membentuk masa depan cerah. Lewat pendidikan, kita akan
belajar mengolah kemampuan kognitif sekaligus sosial, dan mempersiapkan diri untuk
memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Perkembangan dalam dunia pendidikan
membawa dampak perubahan pada berbagai aspek pendidikan.

Kualitas pendidikan di Indonesia sangatlah memprihatinkan dibuktikan dengan data


UNESCO tahun 2000 tentang peringkat indeks pengembangan manusia atau lebih dikenal
dengan Human Development Index, yang berisi cakupan dari peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala atau perorangan. Perlu kita ketahui bahwa
pendidikan di Indonesia sekarang sangat memprihatinkan, yang dimana kita melihat sendiri
banyak sekali pengangguran yang kian bertambah setiap tahunnya. Masalah pengangguran
mungkin sudah familiar di negara-negara yang berkembang salah satunya Indonesia, namun
perlu kita ketahui bahwa negara tidak akan pernah maju ketika sumber daya manusia tidak
meningkat, karena percuma suatu negara memiliki sumber daya alam yang melimpah namun
sumber daya manusianya kurang. Pendidikan adalah salah satu sarana penting dalam
kehidupan, karena dengan adanya pendidikan kehidupan seseorang akan lebih terarah.
Dengan adanya pendidikan dapat melahirkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif
serta memiliki kompetitif. Masalah pendidikan di Indonesia saat ini bisa kita temui dari
beberapa aspek, salah satunya adalah dari aspek pemerataan.

Sebagai salah satu institusi pendidikan, sekolah seharusnya mampu memberikan rasa
aman dan nyaman bagi para peserta didik, seperti telah yang diamanatkan dalam pasal 54 UU
nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang menjelaskan bahwa “anak di dalam
dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau
lembaga pendidikan lainnya”. Namun dalam kenyataannya, perkembangan dunia pendidikan
saat ini tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Akhir-akhir ini berbagai masalah dengan melingkupi dunia pendidikan di Indonesia.


Salah satunya yang cukup marak yaitu kasus kekerasan atau agresivitas baik oleh guru
terhadap siswa, maupun antar sesama siswa sendiri. Kekerasan yang dilakukan tak hanya
secara fisik namun juga secara psikologis. Kekerasan seperti ini merupakan kekerasan yang
dilakukan oleh pihak yang merasa diri lebih berkuasa atas pihak yang dianggap lebih lemah
disebut dengan bullying (Sejiwa, 2008). Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “
penindasan/risak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan
dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa
terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Terdapat banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi dalam konteks lain seperti
di rumah, tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual. Namun dalam hal ini dibatasi dalam
konteks school bullying atau bullying di sekolah. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005)
mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Perilaku bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa
terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau stres yang dapat berakhir dengan.
Selain itu, perilaku tersebut dapat membuat korban bullying mengalami masalah gangguan
emosional dan perilaku (Prasetyo, 2011). Dikutip dari solopos.com (edisi 7 Maret 2014)
menerangkan peristiwa sebagai berikut: “Warga solo bunuh diri di pantai Depok Bantul.
Mayat lelaki bernama Ganang Kurniawan, umur 39 itu ditemukan warga pada Kamis malam.
Ganang diduga bunuh diri karena kerap menjadi korban bullying teman-temannya. Dia
diduga nekat menghabisi nyawanya dengan meminum racun. Mayat Ganang ditemukan
warga tidak bernyawa di pinggir pantai Depok, kota Bantul pada hari Kamis malam.

Berdasarkan peristiwa tersebut nampak jelas bahwa perilaku bullying memberikan


dampak negatif yang luar biasa bagi korban. Selain itu perilaku tersebut berpeluang besar
untuk ditiru karena banyak dilakukan oleh siswa terlebih remaja. Seorang remaja cenderung
melakukan bullying setelah menjadi korban bullying oleh seseorang yang lebih kuat,
misalnya oleh orang tua, kakak kandung, kakak kelas atau teman sebaya yang lebih dominan.
Berdasarkan fenomena tersebut, perlu adanya upaya untuk mengatasi perilaku.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku bullying di SMP Plus Abdul Aziz
Kecamatan balung, Kabupaten Jember pada tahun 2023, menunjukkan bahwa salah satu cara
penanganan perilaku bullying yaitu dengan melaksanakan pengawasan yang terdiri dari:
meningkatkan pengawasan terhadap siswa, menasehati siswa yang melakukan bullying,
memberi perhatian kepada siswa pelaku bullying. Dari berbagai studi tentang penanganan
korban bullying pada siswa yaitu diserahkan kepada pihak bimbingan dan konseling untuk
dilakukan tindak lanjut dengan menggunakan pendekatan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan beberapa upaya yang sudah diuraikan, nampak bahwa bimbingan dan konseling
menjadi pihak yang sentral dalam penanganan kasus bullying. Oleh karena itu perlu adanya
model dalam bimbingan dan konseling untuk mengatasi perilaku bullying. Permasalahan
mengenai perilaku bullying merupakan permasalahan yang berkaitan dengan bidang sosial
karena ada kaitannya dengan hubungan sosial remaja. Hal tersebut dikarenakan perilaku
bullying terdampak pada terganggunya hubungan sosial remaja. Oleh karena itu bimbingan
kelompok dengan teknik sosiodrama dipandang tepat untuk dijadikan cara guna mengatasi
perilaku bullying.

Layanan bimbingan kelompok bertujuan agar permasalahan siswa dapat dipecahkan.


Salahuddin (2012: 96) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok dipergunakan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi melalui kegiatan kelompok.
Sedangkan sosiodrama merupakan teknik dalam bimbingan kelompok yang digunakan untuk
menangani permasalahan sosial. Romlah (2001: 104) mengemukakan bahwa sosiodrama
adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang
timbul dalam hubungan antar manusia. Mengacu pada uraian tersebut, maka salah satu upaya
yang bisa dilakukan untuk mengatasi perilaku bullying yaitu menggunakan bimbingan
kelompok dengan teknik sosiodrama.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama untuk mengatasi


perilaku bullying mengacu pada metode kualitatif. Peneliti menggunakan metode kualitatif
karena dengan data verbal yang diperoleh, peneliti dapat mengungkapkan informasi secara
lebih mendalam. Sehingga, peneliti dapat mendeskripsikan dinamika psikologis korban
perilaku bullying pada remaja di sekolah, dimana dalam pendekatannya tidak dapat
diungkapkan oleh angka-angka atau secara kuantitatif. Bogdan dan Taylor (2007, h.4)
mendefinisikan metode kualitatif sebagai suatu metode penelitian yang menghasilkan data
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan kepada individu dan lingkungannya secara holistik (utuh). Jadi,
dalam hal ini peneliti tidak dapat mengisolasi individu atau organisasi dalam variabel atau
hipotesis, tapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Bungin (2007, h.68-
69) menjelaskan bahwa terdapat tiga macam desain dalam penelitian kualitatif. Tiga macam
desain tersebut antara lain desain deskripsi kualitatif, desain kualitatif verifikasi dan desain
grounded theory. Dari ketiga desain tersebut, peneliti menggunakan desain deskriptif
kualitatif. Desain ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai
situasi dan berbagai fenomena realistis sosial yang ada di masyarakat menjadi objek
penelitian.

Penelitian dengan desain ini berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu
ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena
tertentu. Dalam penelitian ini, tuntunan dari beberapa teori yang ada akan tetap digunakan
sebagai dasar untuk menganalisis fenomena tertentu namun tidak menutup kemungkinan juga
ada beberapa hal baru yang akan ditambahkan nantinya sesuai dengan data yang diambil di
lapangan. Hal-hal baru tersebut akan mencoba terus digali dalam penelitian ini supaya teori
yang sudah ada dapat terus berkembang berdasarkan data yang akan didapat di lapangan
nanti. Dalam penelitian kualitatif, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Pada penelitian ini, metode utama yang dipilih adalah
wawancara, sedangkan observasi dan dokumentasi sebagai data pendukungnya.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bullying

Bullying berasal dari kata bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya
“ancaman” (yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang umumnya lebih lemah dari
pelaku), sehingga menimbulkan gangguan fisik maupun psikis sebagai korbannya. Bullying
adalah suatu tindakan agresif yang dilakukan secara berulang yang dilakukan oleh satu
kelompok pada satu individu tertentu. Bullying biasanya ditujukan untuk individu yang
dinilai lebih lemah atau berbeda di antara kebanyakan individu lainnya. Bullying dapat
berupa verbal dan non-verbal. Bullying verbal biasanya berupa cacian dan umpatan
kebencian. Bullying non-verbal biasanya berupa kekerasan fisik. Bullying dilakukan dengan
dasar kesenangan semata.

Mengutip Widya Ayu dalam buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, bullying berasal
dari bahasa Inggris yaitu bully yang berarti banteng. Secara etimologi bullying berarti
penggertak, orang yang mengganggu yang lemah. Dalam bahasa Indonesia, bullying disebut
menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi takut, menangis, dan sebagainya), merisak
secara verbal. Sementara itu, mengutip hasil ratas bullying Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying juga dikenal sebagai penindasan/risak.
Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja
oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Menurut UNICEF,
bullying bisa diidentifikasi lewat tiga karakteristik yaitu disengaja (untuk menyakiti), terjadi
secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan. Bullying bisa terjadi secara langsung
atau online. Bullying online atau biasa disebut cyber bullying sering terjadi melalui media
sosial, SMS/teks atau pesan instan, email, atau platform online tempat anak-anak
berinteraksi.

Bullying memiliki pengaruh jangka panjang dan jangka pendek pada korban bullying.
Efek jangka pendek yang disebabkan oleh perilaku bullying tertekan karena penindasan,
penurunan minat dalam melakukan tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan menurunnya
minat untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Sementara konsekuensi jangka panjang
dari penindasan ini seperti mengalami kesulitan dalam membangun hubungan baik dengan
lawan jenis, selalu mengalami kecemasan akan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan
dari rekan-rekan mereka . Perilaku ini dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja, namun
memang paling sering terjadi pada anak-anak. Menurut data KPAI pada tahun 2018, kasus
bullying dan kekerasan fisik masih menjadi kasus yang mendominasi pada bidang
pendidikan.

B. Pengertian Bullying Menurut Para Ahli


1. Menurut Olweus
Bullying adalah tindakan atau perilaku agresif yang disengaja, yang dilakukan
oleh sekelompok orang atau seseorang berulang kali dan dari waktu ke waktu
kepada seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah
atau sebagai penyalahgunaan kekuasaan / kekuatan sistematis.
2. Menurut Wicaksana
Bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang tidak dapat membela diri
dalam situasi di mana ada keinginan untuk menyakiti atau menakut-nakuti orang
tersebut atau membuatnya murung.
3. Menurut Black and Jackson
Bullying adalah tipe perilaku agresif proaktif di mana ada aspek yang disengaja
untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, ada ketidak seimbangan
kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, dan status
sosial, dan dilakukan berulang kali oleh satu atau beberapa anak terhadap anak
lain.
4. Menurut Sejiwa
Bullying adalah situasi di mana penyalahgunaan kekuatan / kekuatan fisik /
mental dilakukan oleh seseorang / kelompok, dan dalam situasi ini korban tidak
dapat membela atau membela diri.
5. Menurut Rigby
Bullying adalah keinginan untuk menyakiti yang ditunjukkan dalam tindakan
langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,
biasanya berulang-ulang, dan dilakukan dengan senang hati bertujuan untuk
membuat korban menderita.

C. Peran-peran dalam Bullying


Bullying lebih sering dilakukan berkelompok ketimbang dilakukan oleh perorangan. Ada
6 peran dalam bullying yaitu:
 Bully/bullies: orang yang menjadi pelaku bullying dan biasanya berperan sebagai
pemimpin kelompok.
 Follower(s): orang yang membantu melakukan bullying dan biasanya ikut terlibat
aktif dalam melakukan bullying.
 Supporter(s)/Reinforcer(s): sekelompok orang yang menyaksikan bullying,
menyoraki, memprovokasi bully, menertawakan korban, bahkan mengajak teman-
teman mereka untuk menyaksikan bullying.
 Bystander(s)/Outsider(s): orang-orang yang mengetahui bullying itu terjadi namun
tidak melakukan apapun dan berpura-pura tidak tahu mengenai kejadian tersebut.
 Defender(s): orang yang membantu korban bullying itu sendiri. Namun tak jarang
orang ini juga dijadikan sebagai korban bullying tambahan.
 Victim: orang yang dijadikan sebagai korban atau sasaran bullying. Victim
biasanya orang yang dianggap lebih lemah daripada bully sehingga menjadi target
dari tindakan bullying.
D. Efek Bullying terhadap Kesehatan Mental
1. Dampak pada Victim
Setiap perilaku agresif pasti memiliki dampak buruk bagi korbannya. Secara
fisik, physical bullying dapat mengakibatkan memar, luka pada organ dalam,
bahkan koma. Secara akademis, korban bullying dapat mengalami kesulitan untuk
berkonsentrasi dalam belajar karena merasa takut, cemas, dan sibuk memikirkan
cara untuk menghindari pelaku bullying. Hal ini berakibat pada menurunnya
prestasi akademik korban. Secara psikologis, bullying dapat menjadi stressor bagi
remaja. Remaja mengandalkan teman sebaya untuk memberikan dukungan yang
sebelumnya diberikan oleh keluarga. Oleh karena itu, penerimaan dari teman
sebaya merupakan hal yang sangat penting. Penolakan akan berakibat pada
munculnya masalah psikologis seperti:
 Penyesuaian sosial yang buruk di mana korban merasa takut ke sekolah
bahkan tidak mau sekolah jika bullying terjadi di sekolah
 Merasa sedih dan takut
 Gangguan kecemasan, kesulitan berhubungan dengan orang lain, dan kesepian
 Mengembangkan pola perilaku agresif atau submissive yang bertahan hingga
mereka dewasa, sehingga berakibat pada rendahnya self-esteem, mudah curiga
terhadap orang lain, dan menarik diri dari pergaulan
 Depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Fekkes, Pijpers, & Verloove-
Vanhorick (2004) menunjukkan bahwa korban bullying menunjukkan depresi
pada taraf sedang sejumlah tiga kali lipat lebih besar dan depresi pada taraf
berat sejumlah tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang tidak
mengalami bullying.
 Pada jangka panjang bullying dapat menyebabkan trauma
 Kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being) di mana
korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, dan tidak berharga
 Pada kasus ekstrem, korban memiliki keinginan untuk bunuh diri daripada
harus menghadapi tekanan-tekanan berupa hinaan dan beresiko tinggi untuk
melakukan bunuh diri.
Eratnya hubungan antara kesehatan mental dan kesehatan fisik menyebabkan
korban bullying terkadang juga mengalami gangguan pada fisiknya. Gejala-gejala
fisik yang muncul tanpa sebab medis namun berkaitan dengan kesejahteraan
psikologis disebut psychosomatic symptoms. Psychosomatic symptoms biasanya
muncul dalam bentuk sakit kepala, nyeri otot, sakit perut, gangguan pencernaan,
sakit dada, dan sakit tenggorokan.

2. Dampak pada Bullies


Bullying tak hanya berdampak buruk pada korban melainkan pada pelaku juga.
Pelaku bullying lebih beresiko untuk:
 Mendapatkan nilai yang rendah dan memiliki pandangan yang buruk terhadap
sekolah
 Mudah terlibat perkelahian dan perilaku mengganggu lainnya yang dapat
menyebabkan masalah dengan teman sekolah bahkan dapat dikeluarkan dari
sekolah
 Memiliki kecenderungan untuk mencuri atau melakukan vandalisme
 Terlibat dalam binge drinking dan penggunaan obat-obatan terlarang
 Lebih mungkin untuk memiliki dan membawa senjata ketika dewasa
 Lebih sering melakukan pelanggaran lalu lintas dan empat kali lebih
berpotensi untuk terlibat dalam tindakan kriminal dibandingkan orang-orang
yang bukan pelaku atau mantan pelaku bullying
 Mengembangkan Antisocial Personality Disorder
 Berpotensi melakukan hubungan seksual lebih awal daripada teman-teman
sebayanya
 Mempunyai kecenderungan untuk menjadi pasangan dan orang tua yang
abusive ketika sudah berkeluarga

3. Dampak pada Bystander
Tidak hanya pada korban dan pelaku. Mereka yang mengetahui adanya bullying,
melihat, tetapi tidak melakukan apapun juga terkena dampaknya. Dampak
bullying pada bystander antara lain:
 Tergoda untuk ikut melakukan bullying
 Enggan bersekolah
 Merasa takut atau tak berdaya untuk bertindak
 Merasa bersalah karena tidak melakukan apapun untuk menghentikan
bullying
 Mengalami peningkatan masalah kesehatan mental seperti depresi dan
kecemasan
 Mengalami peningkatan dalam penggunaan rokok, alkohol, dan obat-
obatan lainnya

4. Dampak pada Sekolah dengan Isu Bullying


Jika sekolah tidak mengambil tindakan tegas untuk menghentikan bullying, seisi
sekolah dapat terkena imbasnya. Hal ini berdampak pada proses belajar mengajar,
kepuasan karyawan, dan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang akan
berakibat pada:

 Sekolah menjadi lingkungan yang dipenuhi rasa takut dan tidak hormat
 Siswa mengalami kesulitan dalam belajar
 Siswa merasa insecure
 Siswa tidak menyukai lingkungan sekolah
 Siswa merasa bahwa guru dan karyawan di sekolah tidak peduli dengan
mereka.

E. Faktor Penyebab terjadinya Bullying


Menurut Ariesto (2009), faktor-faktor penyebab terjadinya bullying antara lain:
a. Keluarga.
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang tua yang
sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh
stres, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian
menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari
lingkungan terhadap perilaku uji cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang
memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif
itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini anak
mengembangkan perilaku bullying.
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya, anak-anak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka
untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan
pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada
siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota
sekolah.
c. Faktor Kelompok Sebaya.
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah,
kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan
bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam
kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan
perilaku tersebut.
d. Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku
bullying. Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan tindakan
bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat
apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di
lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.
e. Tayangan televisi dan media cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan
yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan kompas (Saripah, 2006)
memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya,
umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%).

E Upaya Mengatasi Perilaku Bullying Menggunakan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik


Sosiodrama
Perilaku bullying merupakan perilaku yang banyak dijumpai dikalangan
masyarakat pada akhir-akhir ini. Banyak yang mengemukakan bahwa perilaku
bullying termasuk perilaku yang bertujuan untuk mengintimidasi orang lain,
memojokkan orang lain, bahkan mencederai orang lain. Bentuk perilaku bullying
bermacam-macam, beberapa diantaranya yaitu seperti menjahili, engancam,
mengejek, memanggil menggunakan panggilan yang tidak sopan, serta mengisolasi
atau mengasingkan orang lain dalam suatu kelompok. Terdapat banyak dampak dari
adanya perilaku bullying, diantaranya yaitu individu menjadi pribadi yang rendah diri,
terpuruk, depresi, atau bahkan menjadi pribadi yang memberontak dan memiliki sifat
suka balas dendam. Dampak tersebut akan membahayakan bagi orang lain maupun
individu yang bersangkutan. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengatasi
perilaku bullying. Salah satu cara yang bisa digunakan yaitu melalui penerapan
bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Sosiodrama merupakan salah satu
teknik bimbingan kelompok. Melalui sosiodrama, individu akan akan diajak untuk
memainkan sebuah peran guna melatih kemampuannya dalam mengatasi perilaku
bullying sesuai dengan tema drama yang dimainkan.

KESIMPULAN
Bullying adalah suatu tindakan agresif yang dilakukan secara berulang yang
dilakukan oleh satu kelompok pada satu individu tertentu. Bullying dapat berupa
verbal dan non-verbal. Bullying verbal biasanya berupa cacian dan umpatan
kebencian. Bullying non-verbal biasanya berupa kekerasan fisik. Bullying dilakukan
dengan dasar kesenangan semata. Terdapat banyak dampak dari adanya perilaku
bullying yang membahayakan bagi orang lain maupun individu yang bersangkutan.
Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengatasi perilaku bullying. Salah satu
cara yang bisa digunakan yaitu melalui penerapan bimbingan kelompok dengan
teknik sosiodrama. Melalui sosiodrama, individu akan diajak untuk memainkan
sebuah peran guna melatih kemampuannya dalam mengatasi perilaku bullying sesuai
dengan tema drama yang dimainkan. Dalam penelitian bimbingan kelompok dengan
teknik sosiodrama untuk mengatasi perilaku bullying mengacu pada metode
kualitatif. Peneliti menggunakan metode kualitatif karena dengan data verbal yang
diperoleh, peneliti dapat mengungkapkan informasi secara lebih mendalam. Sehingga,
peneliti dapat mendeskripsikan dinamika psikologis korban perilaku bullying pada
remaja di sekolah, dimana dalam pendekatannya tidak dapat diungkapkan oleh angka-
angka atau secara kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA

Asmani, J. M. (2010). Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling Di Sekolah.

Jogjakarta: Diva Press.


Astuti, P. R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif menanggulangi kekerasan pada

anak. Jakarta: PT Grasindo.

Borg, W. R.; Gall, M. D., & Gall. J. P. (2003). Educational Research: An

Introduction. New

York: Pearson Education, Inc.

Djuwita, R. (2005). Kekerasan Tersembunyi di sekolah: Aspek-aspek Psikososial dari

Bullying.

Makalah Workshop Bullying: Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di

Indonesia. Diunduh Januari 2013.

Elliot, M. (2005). Wise Guides Bullying. New York: Hodder Children’s Books.

Kellerman, P. F. (2007). Sociodrama and Collective Trauma. London: Jessica

Kingsley Publishers.

Kompas. (2016). Pergi ke Kafe, Alasan Siswi Lakukan “Bullying” di SMAN 3.

Terdapat dalam :

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/03/14464891/

Pergi.ke.Kafe.Alasan.Siswi.

Lakukan.Bullying.di.SMAN.3?

utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=K Aitrd. Diakses pada tanggal

10 Mei 2016.

Levianti. (2008). Konformitas dan Bullying Pada Siswa. Jurnal Psikologi Fakultas

Psikologi Universitas Esa Unggul. Vol. 6 No 1.

Margaretha, P . (2010). “Study Deskriftif Tentang Bullying Pada Sekolah Menengah

Atas Dan Kejuruan Di Salatiga”. Skripsi : Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Satya Wacana. Tidak Dipublikasikan.

Mudjijanti, F. (2011). School Bullying Dan Peran Guru Dalam Mengatasinya.


http://wimamadiun.com/krida/BuSisca12Des2011.pdf. Universitas Katolik Widya.

Diunduh tanggal 24-06-2012.

Natawidjaja, R. (2009). Konseling Kelompok : Konsep Dasar dan Pendekatan.

Bandung : Rizqi.

Prayitno. (2004). Layanan Bimbingan Kelompok Dan Konseling Kelompok. Padang:

Universitas Negeri Padang.

Rigby, K. (2007). Consequences of Bullying in schools. Canadian Journal of

Psychiatry, 48, 583-590.

Romlah, T. (2001). Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas

Negeri Malang.

Salahudin, A. (2012). Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai