Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEWARGANAGERAAN

FENOMENA KASUS BULLYING DI SEKOLAH

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Leni Agustina 20221210016 Arsitektur
Gilang Pangestu 20221220007 Teknik Lingkungan
Tiara Lestari 20221220032 Teknik Lingkungan

Dosen Pengampu:
Dr. Dede Abdurrokhman, M.Pd

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DAN ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS KEBANGSAAN REPUBLIK INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami,
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 20 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bullying merupakan salah satu tindakan perilaku agresif yang disengaja
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari
waktu ke waktu terhadap seorang korban. Kasus bullying kini marak terjadi, tidak
hanya di masyarakat namun kasus ini terjadi di dunia pendidikan yang membuat
berbagai pihak semakin prihatin termasuk komisi perlindungan anak.
Fenomena school bullying tidak lagi menjadi suatu hal yang baru. Khususnya
dalam dunia pendidikan yang memiliki cerita tersendiri dengan kasus bullying.
Kasus bullying yang terjadi memiliki tingkatan yaitu ringan, sedang dan berat.
Tingkatan ringan dari kasus bullying bisa menjadi berat ketika pelaku bullying
merasakan rasa sakit hati yang berkepanjangan dan memendam rasa dendam
terhadap seseorang yang berujung kematian.
School Bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di
kalangan peserta didik. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse)
yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau
lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya
bullying terjadi berulang kali.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa dampak yang disebabkan oleh perilaku bullying?
2. Bagaimana upaya pencegahan bullying?
3. Bagaimana upaya sekolah dalam mengatasi fenomena bullying?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dampak yang disebabkan akibat perilaku bullying.
2. Untuk mengetahui upaya yang dapat mencegahan terjadinya bullying.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya sekolah untuk mengtasi fenomena
bullying.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Bullying
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris.
Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu
orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali
dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah
penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi.
Olweus (1999), mendefinisikan bullying sebagai masalah psikososial dengan
menghina dan merendahkan orang lain secara berulang-ulang dengan dampak
negatif terhadap pelaku dan korban bullying di mana pelaku mempunyai kekuatan
yang lebih dibandingkan korban.
Dalam konteks sekolah, school bullying sebagai perilaku agresif yang
dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki
kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti
orang tersebut.
Bullying yang marak terjadi dilatar belakangi oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan bullying adalah
faktor temperamental dan faktor psikologi terhadap intensitas melakukan tindakan
agresi. Pelaku akan bersikap impulsif dan minimnya kemampuan regulasi diri.
Apabila mereka melakukan tindakan kekerasan, mereka tidak merasa bersalah
ataupun berempati terhadap korban. Demikian, individu yang melakukan tindakan
bullying memiliki kemampuan sosial yang rendah. Faktor eksternal yang
mengakibatkan tindakan bullying ialah pola asuh orang tua. Hal itu meliputi
bagaimana orang tua melakukan kekerasan kepada mereka dan pola asuh dengan
kontrol yang rendah dengan kehangatan yang tinggi, mengamati perilaku dan
tindakan kekerasan pengamatan termasuk bagaimana orang tua melakukan agresi
terhadap orang lain atau ketika mereka melihat orang lain melakukan tindakan
tersebut kemudian mereka melakukan tindakan agresi yang mereka amati,
pengaruh teman terbentuk ketika lingkaran pertemanan umumnya menyesuaikan
dengan karakter yang sama sehingga mereka akan menjalin pertemanan dengan
teman dengan individu agresif yang kemudian berimplikasi terhadap perilaku
anti-sosial, pemaparan informasi melalui media, film yang menunjukkan tindakan
agresif juga menjadi model untuk melakukan tindakan bullying, dan
mendengarkan lagu dengan lirik yang mengindikasikan terhadap tindakan agresif,
serta bermain video games . Demikian, lingkungan sosial merupakan faktor yang
mendasari individu dalam melakukan tindakan kekerasan.
2.2 Jenis-Jenis Bullying Faktor
1. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,
penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan
bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang
mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji
dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying
dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan,
kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi
langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
2. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik,
menyikut, meninju, menendang, menggigit, mencakar, serta meludahi anak
yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta
menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying
jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun
kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain.
Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap
merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada
tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau
menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan.
Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara
sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran.
Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan
yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa
mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying secara relasional mencapai
puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan
fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba
untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman
sebaya.
4. Bullying elektronik, merupakan bentuk dari perilaku bullying yang dilakukan
pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet,
website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan
untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan
rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau
menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja
yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi
informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara
fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun
keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih
berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan
perempuan.
2.3 Penyebab Bullying
Bullying dapat terjadi dimana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri,
sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying terjadi
karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban, dan
lingkungan dimana bullying tersebut terjadi.
Pada umumnya, anak-anak korban bullying memiliki salah satu atau beberapa
faktor resiko berikut:
1. Dianggap “berbeda”, misalnya memiliki ciri fisik tertentu yang mencolok
seperti lebih kurus, gemuk, tinggi, atau pendek dibandingkan dengan yang
lain, berbeda dalam status ekonomi, memiliki hobi yang tidak lazim, atau
menjadi siswa/siswi baru.
2. Dianggap lemah atau tidak dapat membela dirinya.
3. Memiliki rasa percaya diri yang rendah.
4. Kurang populer dibandingkan dengan yang lain, tidak memiliki banyak
teman.
Sedangkan untuk pelaku bullying, Ada beberapa karakteristik anak yang
memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi pelaku bullying, yaitu:
1. Peduli dengan popularitas, memiliki banyak teman, dan senang menjadi
pemimpin diantara teman-temannya. Mereka dapat berasal dari keluarga yang
berkecukupan, memiliki rasa percaya diri tinggi, dan memiliki prestasi bagus
di sekolah. Biasanya mereka melakukan bullying untuk meningkatkan status
dan popularitas di antara teman-teman mereka.
2. Pernah menjadi korban bullying. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan
diterima dalam pergaulan, kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah,
mudah terbawa emosi, merasa kesepian dan mengalami depresi.
3. Memiliki rasa percaya diri yang rendah, atau mudah dipengaruhi oleh teman-
temannya. Mereka dapat menjadi pelaku bullying karena mengikuti perilaku
teman-teman mereka yang melakukan bullying, baik secara sadar maupun
tidak sadar.
Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005) alasan seseorang
melakukan bullying adalah karena korban mempunyai persepsi bahwa pelaku
melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan
sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena
korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan
(menurut korban laki – laki ), dan iri hati (menurut korban perempuan). Adapun
korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena
penampilan yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap
tidak sopan, dan tradisi.
Banyak sekali faktor penyebab mengapa seseorang berbuat bullying. Pada
umumnya orang melakukann bullying karena merasa tertekan, terancam,terhina,
dendam dan sebagainya. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan
perilaku bullying antar pelajar :
1. Faktor Keluaga
Pelaku bullying bisa jadi menerima perlakuan bullying pada dirinya,
yang mungkin dilakukan oleh seseorang di dalam keluarga. Anak-anak yang
tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan
tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan
orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah
dengan kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan
pengarahan membuat anak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang
pelaku bullying. Sebuah studi membuktikan bahwa perilaku agresif meningkat
pada anak yang menyaksikan kekerasan yang dilakukan sang ayah terhadap
ibunya.
2. Faktor Kepribadian
Salah satu faktor terbesar penyebab anak
melakukan bullying adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik
atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada
perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang yang
aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang
yang pasif atau pemalu.
Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan
popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya.
Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga
mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk citra
sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka
dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat
perbuatan mereka terhadap orang lain.
3. Faktor Sekolah
Tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan
seringnya terjadi peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat
pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat
dengan berkembangnya perlaku bullying di kalangan siswa. Pentingnya
pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan lapangan, karena
biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying kerap dilakukan.
Penanganan yang tepat dari guru atau pengawas terhadap
peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku bullying yang
tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu
terulang.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Dampak Bullying
Bullying memiliki berbagai dampak negatif yang dapat dirasakan oleh semua
pihak yang terlibat di dalamnya, baik pelaku, korban,ataupun korban-pelaku.
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center
Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat
membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar
di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying
berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa,
meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan
remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus
yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan
bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
Dampak tindakan bullying tidak hanya pada korban, tetapi dampak tersebut
juga mengenai pelaku dan korban-pelaku bullying. Pelaku bullying mempunyai
intensitas empati yang minim dalam fenomena interaksi sosial dan mereka
mengalami permasalahan perilaku abnormal, hiperaktif, dan pro-sosial ketika
terlibat dalam proses interaksi sosial. Baik empati maupun perilaku abnormal,
perilaku hiperaktif, dan pro-sosial sangat berkaitan dengan respon pelaku ketika
dirinya terlibat dengan lingkungan sosial sekitar.
Berbeda dengan korban-pelaku, tingkat gangguan kesehatan mental mereka
lebih besar dibandingkan pelaku dan korban bullying. Mereka adalah individu
yang melakukan tindakan bullying, namun mereka juga menjadi korban bullying.
Mereka mengalami permasalahan pro-sosial, hiperaktif, dan perilaku.
Untuk korban bullying, mereka berada pada rating antara pelaku dan korban-
pelaku bullying. Mereka mempunyai masalah dengan kesehatan mental, terutama
gejala emosional. Hal yang sering ditemukan adalah mereka sering terisolasi
secara sosial, tidak mempunyai teman dekat atau sahabat, dan tidak memiliki
hubungan baik dengan orang tua.
Korban bullying juga mengalami kekerasan fisik, untuk bullying yang bersifat
kekerasan secara fisik. Tindakan kekerasan secara fisik dan verbal yang mereka
terima sering menjadi faktor trauma untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Trauma memengaruhi terhadap penyesuaian diri dengan lingkungan, yaitu dalam
hal ini adalah lingkungan sekolah.
Bullying juga berdampak pada kapasitas kesehatan, perilaku ilegal, ekonomi,
dan hubungan sosial. Angold et al. (2012) mengkonsepkan keempat dampak dari
bullying, bahwa secara fisik korban bullying mengalami cedera fisik yang serius
dan beberapa penyakit seksual (seperti: HIV). Dari segi kesehatan psikis, korban
mengalami gangguan kecemasan, gangguan depresi, dan gangguan kepribadian
antisosial. Perilaku ilegal yang dilakukan oleh pelaku bullying sebagaimana
berbohong terhadap orang lain, sering berkelahi, merampok rumah, toko, atau hal
lain yang berkaitan dengan properti, mabuk, konsumsi narkotika dan obat-obatan
terlarang lainnya, dan aktivitas seksual di luar pernikahan. Korban mengalami
putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah merupakan indikator status sosial
ekonomi. Selain itu, problematika dalam hal pekerjaan dinilai dengan putusnya
hubungan kerja dan keluar dari pekerjaan tanpa adanya kesiapan finansial .
Akibatnya, permasalahan keuangan yang lainnya muncul, seperti tidak bisa
menyelesaikan tagihan hutang dan buruknya pengelolaan keuangan. Sementara
untuk hubungan sosial, tertuju pada perilaku kekerasan dalam hubungan sosial,
meliputi: hubungan romantis, hubungan yang tidak baik terhadap orang tua,
teman dan orang kepercayaan, dan permasalahan dalam pertemanan dan
mempertahankan teman.
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita lihat bahwa bullying memiliki dampak
yang luas terhadap semua orang yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang.
3.2 Upaya Pencegahan Fenomena Bullying
Dalam rangka mencegah bullying, banyak pihak telah menjalankan program
dan kampanye anti bullying di sekolah-sekolah, baik dari pihak sekolah sendiri,
maupun organisasi-organisasi lain yang berhubungan dengan anak. Namun, pada
nyatanya, bullying masih kerap terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia.
Sehingga yang dapat dilakukan sebagai upaya dari pencegahan bullying yaitu:
1. Membantu anak-anak untuk mengetahui dan memahami bullying.
Dengan menambah pengetahuan anak-anak mengenai bullying, mereka dapat
lebih mudah mengenali saat bullying menimpa mereka atau orang-orang di
dekat mereka. Selain itu anak-anak juga perlu dibekali dengan pengetahuan
untuk menghadapi bullying dan bagaimana mencari pertolongan. Hal-hal yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman anak mengenai bullying,
diantaranya:
1) Memberitahu pada anak bahwa bullying tidak baik dan tidak dapat
dibenarkan dengan alasan maupun tujuan apapun. Setiap orang layak
diperlakukan dengan hormat, apapun perbedaan yang mereka miliki.
2) Memberitahu pada anak mengenai dampak-dampak bullying bagi pihak-
pihak yang terlibat maupunyang menjadi “saksi bisu”.
2. Memberi saran mengenai cara-cara menghadapi bullying.
Setelah diberikan pemahaman mengenai bullying, anak-anak juga perlu
dibekali pengetahuan dan keterampilan ketika mereka menjadi sasaran dari
bullying agar dapat menghadapinya dengan aman tanpa menggunakan cara-
cara yang agresif atau kekerasan, yang dapat semakin memperburuk keadaan.
Cara-cara yang dapat digunakan, misalnya dengan mengabaikan pelaku,
menjauhi pelaku, atau menyampaikan keberatan mereka terhadap pelaku
dengan terbuka dan percaya diri. Mereka juga dapat menghindari bullying
dengan berada di sekitar orang-orang dewasa, atau sekelompok anak-anak
lain. Apabila anak menjadi korban bullying dan cara-cara di atas sudah
dilakukan namun tidak berhasil, mereka sebaiknya didorong untuk
menyampaikan masalah tersebut kepada orang-orang dewasa yang mereka
percayai, baik itu guru di sekolah maupun orangtua atau anggota keluarga
lainnya di rumah.
3. Membangun hubungan dan komunikasi dua arah dengan anak.
Biasanya pelaku bullying akan mengancam atau mempermalukan korban bila
mereka mengadu kepada orang lain, dan hal inilah yang biasanya membuat
seorang korban bullying tidak mau mengadukan kejadian yang menimpa
mereka kepada orang lain. Oleh karena itu, sangat penting untuk senantiasa
membangun hubungan dan menjalin komunikasi dua arah dengan anak, agar
mereka dapat merasa aman dengan menceritakan masalah yang mereka alami
dengan orang-orang terdekat mereka, dan tidak terpengaruh oleh ancaman-
ancaman yang mereka terima dari para pelaku bullying.
4. Mendorong mereka untuk tidak menjadi “saksi bisu” dalam kasus bullying.
Anak yang menyaksikan kasus bullying juga dapat membantu dengan cara:
1) Menemani atau menjadi teman bagi korban bullying, misalnya dengan
mengajak bermain atau berkegiatan bersama.
2) Menjauhkan korban dari situasi-situasi yang memungkinkan ia mengalami
bullying.
3) Mengajak korban bicara mengenai perlakuan yang ia terima,
mendengarkan ia bercerita dan mengungkapkan perasaannya.
4) Apabila dibutuhkan, membantu korban mengadukan permasalahannya
kepada orang dewasa yang dapat dipercaya.
5. Membantu anak menemukan minat dan potensi mereka.
Dengan mengetahui minat dan potensi mereka, anak-anak akan terdorong
untuk mengembangkan diri dan bertemu serta berteman dengan orang-orang
yang memiliki minat yang sama. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri
dan mendukung kehidupan sosial mereka sehingga membantu melindungi
mereka dari bullying.
6. Memberi teladan lewat sikap dan perilaku.
Sebaik dan sebagus apapun slogan, saran serta nasihat yang mereka dapatkan,
anak akan kembali melihat pada lingkungan mereka untuk melihat sikap dan
perilaku seperti apa yang diterima oleh masyarakat. Walaupun tidak terlihat
demikian, anak-anak juga memerhatikan dan merekam bagaimana orang
dewasa mengelola stres dan konflik, serta bagaimana mereka memperlakukan
orang-orang lain di sekitar mereka. Apabila kita ingin ikut serta dalam
memerangi bullying, hal paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah
dengan tidak melakukan bullying atau hal-hal lain yang mirip dengan
bullying. Disadari maupun tidak, orang dewasa juga dapat menjadi korban
ataupun pelaku bullying, misalnya dengan melakukan bullying di tempat
kerja, ataupun melakukan kekerasan verbal terhadap orang-orang di sekitar
kita.
Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying:
1. Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama
ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Ini
berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau
berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri ini dapat
berbentuk fisik dan psikis. Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang,
kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.
Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan
analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan
menyelesaikan masalah.
2. Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak
menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain
kemampuan mempertahankan diri secara psikis. Maka yang diperlukan adalah
kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali
membiarkan (namun tetap mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan
melatih toleransi dirinya.
3. Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali
kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan
anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan
kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak
dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah
diupayakan untuk tidak terulang.
4. Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya
atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak
tidak terpilih menjadi korban bullying karena :
1) Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa
temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
2) Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak
memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
3) Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh
atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan
kekerasan yang ia alami.
3.3 Upaya Sekolah untuk Mengatasi Fenomena Bullying
1. Bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk melakukan sosialisasi dengan
siswa. Sehingga diharapkan siswa dapat mendapatkan pengetahuan baru yang
berguna untuk masa depan mereka.
2. Bekerjasama dengan pihak orang tua siswa. Setelah ada kejadian bullying,
kepala sekolah memanggil orang tua siswa yang bersangkutan. Kemudian
member pengertian pengertian bahwa anaknya telah melakukan
penyimpangan. Orang tua diharapkan lebih mengontrol lagi kegiatan siswa di
sekolah maupun di rumah.
3. Bekerjasama dengan pihak pemerintah desa. Siswa pelaku bullying juga
melakukan penyimpangan di lingkungan rumah, mereka kerap berkumpul di
poskamling sekitar rumah mereka. Dengan adanya hal tersebut, sekolah
bekerjasama dengan pemerintah agar dapat ikut mengontrol.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bullying memiliki dampak yang luas terhadap semua orang yang terlibat di
dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek
dan dalam jangka panjang. Tentunya bullying memiliki berbagai dampak negatif
yang dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya tidak hanya
bagi korban tetapi bagi pelaku dan korban pelaku. Dampak negartif itu sendiri
dapat membuat ketakutan dan merasa cemas, mempengaruhi konsentrasi belajar
di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah.
Dengan adanya fenomena bullying tersebut, maka perlu diadakan pencegahan
dan apabila sudah terjadi harus diadakan penanggulangan agar tidak lebih
menyebar.
4.2 Saran
Dari Kesimpulan diatas dapat disarankan :
1. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran
keterampilan sosial, problemsolving, manajemen konflik, dan pendidikan
karakter.
2. Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam
maupun di luar kelas; dan perlu kerjasama yang harmonis antara guru BK,
guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah.
3. Sebaiknya orang tua menjalin kerjasama dengan pihak sekolah untuk
tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan
bullying antar pelajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Viktoria Ulfah, Wiwit. 20215. “Fenomena School Bullying yang Tak Berujung”.
(https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI/article/viewFile/
11608/6842)
Masdin. 2013. “Fenomena Bullying Dalam Pendidikan”.
(https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/al-tadib/article/view/306/296)
Kartika Hima D, Kusumasari. 2019. ”Bullying di Sekolah: Pengertian, Dampak,
Pembagian dan Cara Menanggulanginya”.
(https://ejournal.upi.edu/index.php/pedagogia/article/view/13980)

Anda mungkin juga menyukai