Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang
berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa
Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang
mengganggu orang lemah. Sedangkan secara terminology menurut
Definisi bullying menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008 ; 3, dalam
Ariesto, 2009) adalah “sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini
diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih
kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan
perasaan senang”.
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi
pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau
sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok
orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga
sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki
power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban
juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya
dan selalu merasa terancan oleh bully. (Jurnal Pengalaman Intervensi
Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005 ; 8, dalam Ariesto 2009)
2.2 Jenis Bullying
Jenis-jenis Tindakan Bullying Barbara (2006:47-50) membagi jenisjenis
bullying ke dalam empat jenis, yaitu:
a) Bullying secara verbal,
Bullying secara verbal adalah perilaku ini dapat berupa julukan
nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataanpernyataan
yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-surat
yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk
yang keji dan keliru, gossip, dan sebagainya. Ketiga jenis bullying bentuk
verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying
bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku yang lainnya serta dapat
menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
b) Bullying secara fisik
Bullying secara fisik, yang termasuk dalam jenis ini ialah
memukuli, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar,
meludahi, dan merusak serta menghancurkan barangbarang milik anak
yang tertindas. Bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah
untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak
bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur melakukan hal ini,
merupakan remaja yang paling bermasalah dan cenderung akan beralih
pada tindakan-tindakan criminal yang lebih lanjut.
c) Bullying secara rasional
Bullying secara rasional adalah pelemahan harga diri korban secara
sistematis melalui pengabaian, pengucilan, atau penghindaran. Perilaku
ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang
agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa
tubuh yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini paling sulit di deteksi
dari luar. Secara rasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa
remaja, karena saat itu terjadi perubahan fisik, mental emosional dan
seksual remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui
diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
d) Bullying elektronik
Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang
dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti computer,
handphone, internet, website, chatting room, email, SMS dan sebagainya.
Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan,
animasi, gambar, dan rekaman video atau film yang sifatnya
mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini
dilakukan oleh kelompok remaja yang memiliki pemahaman cukup baik
terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umunya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying
secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/
emosional, namun keduanya samasama menggunakan bullying verbal.
Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak
laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51).
2.3 Penyebab
Menurut Ariesto (2009), faktor-faktor penyebab terjadinya bullying
antara lain:
a. Keluarga.
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah
: orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan,
atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak
akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-
konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian
menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi
yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku cobacobanya itu, ia
akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan
diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu
dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini
anak mengembangkan perilaku bullying;
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini.
Akibatnya, anakanak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan
penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi
terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam
lingkungan sekolah sering memberikanmasukan negatif pada
siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun
sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati
antar sesama anggota sekolah;
c. Faktor Kelompok Sebaya.
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman
di sekitar
rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying.
Beberapa anak
melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa
mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka
sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
d. Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya
perilaku
bullying. Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan
tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam
kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah
sering terjadi pemalakan antar siswanya.
e. Tayangan televisi dan media cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari
segi tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan
kompas (Saripah, 2006) memperlihatkan bahwa 56,9% anak
meniru adegan-adegan film yang
ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-
katanya (43%).
2.4 Gejala
Saat ini, bullying merupakan istilah yang sudah tidak asing di telinga
masyarakat Indonesia. Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk
menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun
psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa,
2008). Pelaku bullying sering disebut dengan istilah bully. Seorang bully
tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan, bullying sudah sering terjadi di
sekolah dan dilakukan oleh para remaja.
Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas cakupannya.
Remaja yang menjadi korban bullying lebihberisiko mengalami berbagai
masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Adapun masalah yang
lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban bullying, antara lain
munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah
tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik,
seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat
berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi
akademis.
Dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban bullying mungkin
akan menunjukkan sifat kekerasan. Seperti yang dialami seorang remaja 15
tahun di Denpasar, Bali, yang tega membunuh temannya sendiri karena
dendamnya kepada korban. Pelaku mengaku kerap menjadi target bullying
korban sejak kelas satu SMP. Akibat perbuatannya, pelaku yang masih di
bawah umur ini dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-undang Nomor 35
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta KUHP Pasal 340, 338, dan 351.
Kasus ini membawa kepada penjelasan bahwa masyarakat khusunya harus
lebih paham mengenai bullying. Apa yang menyebabkan remaja melakukan
bullying, apa dampak bagi pelaku, korban, dan saksi, bagaimana bentuk-
bentuk tindakan bullying, dan bagaimana cara mencegah dan
memberhentikan tindakan penindasan ini.
2.5 Penatalaksanaan
Berikut adalah beberapa upaya mengatasi masalah bullying :
1. Upaya Mengatasi Tindak Kekerasan (Bullying) Melalui Pendidikan
Karakter Berikut upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan
menanggulangi tindak kekerasan melalui pendidikan karakter:
a) memperkuat pengendalian sosial, hal ini dapat dimaknai sebagai
berbagai cara yang digunakan pendidik untuk menertibkan peserta
didik yang melakukan penyimpangan, termasuk tidakan kekerasan
dengan melakukan pengawasan dan penindakan;
b) mengembangkan budaya meminta dan memberi maaf;
c) menerapkan prinsip-prinsip anti kekerasan;
d) memberikan pendidikan perdamaian kepada generasi muda;
e) meningkatkan dialog dan komunikasi intensif anatar siswa dalam
sekolah;
f) meneydiakan katarsis;
2. Upaya Pencegahan Bullying dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bantuan yang
membantu mengoptimalkan perkembangan individu. Dalam
kenyataannya, individu tanpa pembelajaran di sekolah akan
berkembang sangat minim (Syaodih, 2007). Dengan pembelajaran di
sekolah perkembangannya akan jauh lebih tinggi, dan ditambah
dengan pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan mencapai titik
optimal, dalam arti setinggi-tingginya sesuai potensi yang dimilikinya.
Terdapat empat komponen layanan bimbingan dan konseling
komprehensif, diantaranya layanan dasar, responsif, perencanaan
individual dan dukungan sistem. Upaya mencegah perilaku bullying
bisa dilakukan dengan layanan dasar bimbingan salah satunya dalam
setting kelompok atau layanan bimbingan kelompok.
a. Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Tatiek Romlah (2006: 3), Bimbingan
kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan
pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok
ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan
mengembangkan potensi siswa, secara umum dapat dikatakan
bahwa sebagai salah satu teknik bimbingan, bimbingan
kelompok mempunyai prinsip, kegiatan, dan tujuan yang sama
dengan bimbingan. Perbedaannya hanya terletak pada
pengelolaannya, yaitu dalam situasi kelompok. Salah satu
teknik bimbingan kelompok yang dapat diberikan ialah
bimbingan kelompok memakai teknik sosiodrama. Menurut
Romlah (2006: 104), Teknik sosiodrama adalah teknik
bermaian peran dalam rangka untuk memecahkan masalah
sosial yang timbul dalam hubungan interpersonal (rasa
cemburu, dilema, dll) yang dilakukan dalam kelompok. Alasan
penggunaan teknik sosiodrama untuk mengurangi perilaku
bullying siswa. Karena fungsi dari teknik sosiodrama itu
sendiri adalah sebagai upaya pencegahan sehingga diharapkan
siswa yang memiliki perilaku bullying di sekolah mampu
untuk berubah, memotivasi, serta meminimalisir perilaku
bullying tinggi. Selain itu secara ilmiah layanan bimbingan
kelompok teknik sosiodraa teruji efektif untuk mereduksi
perilaku bullying di sekolah.
b. Tujuan Bimbingan Kelompok
Menurut Bennet (dalam romlah, 2006: 13) Tujuan
Bimbingan kelompok sebagai berikut :
1) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar
hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya
yang berkaitan dengan masalah pendiikan, pekerjaan,
pribadi dan sosial. Tujuan ini dapat dicacat melalui
kegiatan-kegiata:
a) Bantuan dalam mengadakan orientasi kepada situasi
sekolah baru dan dalam menggunakan kesempatan-
kesempatan dan fasilitas yang disediakan sekolah.
b) Mempelajari masalah-masalah hubungan antarpriadi
yang terjadi dalam kelompok dalam kehidupan
sekolah yang dapat mengubah perilaku individu dan
kelompok dalam cara uang dapat diterima oleh
masyarakat.
c) Mempelajari secara kelompok masalah-masalah
pertumbuhan dan perkembangan, belajar
menyesuaikan diri dalam kehidupan orang dewasa,
dan menerapkan pola hidup yang sehat.
d) Mempelajari secara kelompok dan menerapkan
metode-metode pemahaman diri mengenai sikap,
minat, kemampuan kepribadian dan kecenderungan-
kecenderungan sifat, dan penyesuaian pribadi serta
sosial.
e) Mempelajari secara kelompok dan menerapkan
metode-metode belajar yang efisien
f) Mempelajari secara kelompok dunia pekerjaan dan
masalah-masalah penyesuaian dan kemajuan
pekerjaan.
g) Bantuan secara kelompok untuk mempelajari
bagaimana membuat rencana-rencana pekerjaan
jangka panjang.
h) Bantuan secara kelompok tentang cara membuat
rencana pendidikan jangka panjang
i) Bantuan untuk mengembangkan patokan-patokan
nilai untuk membuat pilihan-pilihan dalam berbagai
bidang kehidupan dan dalam mengembangkan filsafat
hidup.
2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan
kelompok dengan:
a) Mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya.
b) Menghilangkan ketegangan-ketegangan emosi, menambah
pengertian mengenai dinamika kepribadian, dan
mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk
memecahkan kembali energi yang terpakai untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut dalam suasana
permisif
3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih
ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan
individual.
4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara
lebih efektif. Dengan mempelajari masalah-masalah yang
umum dialami oleh individu dan dengan meredakan atau
menghilangkan gambatan-hambatan emosional melalui
kegiatan kelompok, maka pemahaman terhadap masalah
individu menjadi lebih mudah.
c. Pengertian Sosiodrama
Menurut Tatiek Romlah (2006: 104), Sosiodrama adalah
permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah
sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Konlfik-
konflik sosial yang disosiodramakan adalah konflik
kepribadian. Sosiodrama lebih merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mendidik atau mendidik kembali daripada
kegiatan penyembuhnan. Sosiodrama dapat dilaksanakan oleh
konselor atau guru yang sudah dilatih untuk itu. Kegiatan
sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota
kelompok menghadapi masalah sisal yang hamper sama, atau
bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu.
d. Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama
Menurut Tatiek Romlah (2006: 105), Pelaksanaan sosiodrama
secara umum mengikuti langkahlangkah sebagai berikut
1) Persiapan,fasilitator mengemukakan masalah dan tema
yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan.
Kemuidan diadakan Tanya jawab untuk memperjelas
masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan
2) Membuat scenario sosiodrama
3) Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai
dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu
yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan
pemegang peran dapat dilakukan secara sukarela
setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau rambu-
rambu masingmasing peran, usulan dari anggota
kelompok yang lain, atau berdasarkan kedua-duanya.
4) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan
tugasnya. Kelompok penonton adalah anggota
kelompok yang lain yang tidak ikut menjadi pemain.
Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi
pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok
penonton merupakan bahan dikusi setelah permainan
selesai.
5) Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi,
para pemain menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu
akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan.
Masing-masing pemain memerankan perannya
berdasarkan imajinasinya tentang peran yang
dimainkannya. Pemain diharapkan dapat
memperagakan konflik-konflik yang terjadi,
mengekspresikan perasaanperasaan, dan
memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan
peranan yang dimainkannya. Dalam permainan ini
diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya
antara pemain maupun penonton dengan peran-peran
yang dimainkannya.
6) Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai
diadakan diskusi mengenai pelaksanaan permainan
berdasarkan hasil observasi dan tanggapan-tanggapan
penonton. Diskusi diarahkan untuk membicarakan :
tanggapan mengenai bagaimana cara para pemain
membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-
masing peran, cara pemecah masalah, dan kesan-kesan
pemain dalam memainkan perannya. Balikan yang
paling lengkap adalah melalui rekaman video yang di
ambil pada waktu permainan berlangsung dan
kemudian diputar kembali. Ulangan permainan. Dari
hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan
ualngan permainan atau tidak. Ulangan permainan
dapat dilakukan dengan berbagai cara.
2.6 Askep Teori

Sumber:
Ela Z.Z, Sahadi H, Meilany B.2017. Faktor Yang Mempengaruhi
Remaja Dalam Melakukan Bullying.Bandung. Jurnal Penelitian & PPM,
Vol 4, No: 2. Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas
Padjadjaran.

Yuyarti.2018. Mengatasi Bullying Melalui Pendidikan Karakter.


Semarang. Jurnal Kreatif 8 (2) 2018 hal 168-173. Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Agung budi prabowo.2018. Bullying Dan Upaya Pencegahannya


Dalam Layanan Bimbingan Dan Konseling. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan. Yogyakarta. Universitas Ahmad Dahlan

Anda mungkin juga menyukai