2
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2018.11.2.145
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680, Indonesia
*) Email: alfiasari@apps.ipb.ac.id
Abstrak
Peningkatan penggunaan teknologi internet pada anak-anak dan remaja memperbesar resiko terjadinya
fenomena cyberbullying. Oleh karenanya, perlu dilakukan kajian untuk menganalisis lebih jauh tentang fenomena
cyberbullying di Indonesia dikaitkan dengan faktor penyebabnya sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan
sedini mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik orang tua dan remaja,
komunikasi orang tua-remaja. serta kontrol diri terhadap perilaku cyberbullying remaja. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP di Kota Bogor. Contoh
pada penelitian ini berjumlah 81 remaja yang dipilih dengan menggunakan convenience sampling. Data diambil
melalui self-administered dengan melakukan pengukuran pada persepsi remaja terhadap komunikasi orang tua-
remaja serta pengukuran kontrol diri dan perilaku cyberbullying remaja. Hasil penelitian menunjukkan rata-
rata±SD indeks (0-100) untuk variabel komunikasi orang tua-remaja adalah 67,29±12,32; kontrol diri remaja
adalah 58,96±9,93; dan perilaku cyberbullying remaja adalah 22,32±9,72. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat
hubungan yang negatif signifikan antara komunikasi orang tua-remaja dan kontrol diri remaja dengan perilaku
cyberbullying remaja Hasil penelitian ini menunjukkan adanya faktor keluarga dan individu yang berperan dalam
menurunkan perilaku cyberbullying pada remaja siswa SMP.
Kata kunci: komunikasi orang tua-remaja, kontrol diri, perilaku cyberbullying, remaja
Cyberbullying among Teenager and Its Relationship with Self-Control and Parents-
Child Communication
Abstract
The increasing of internet using among children and adolescents increases the risk of cyberbullying phenomenon.
Therefore, it is needed to conduct a study to further analyze the phenomenon of cyberbullying in Indonesia;
especially in order to examine the causal factors so could be useful for develop preventing program. This study
aimed to analyze the relationship between teenager’s and parent’s characteristics, parent-child communication,
and self-control; and cyberbullying among teenager who become junior high school students. This research used
cross-sectional study design and was conducted in one of junior high school in Bogor city. The 81 students were
chosen by convenience sampling for becoming participants. Data were collected by self-administered in
measuring teenager’s perceive on parent-child communication and also measuring self-control and cyberbullying.
The results showed that the mean ± SD of index (0-100) for parents-child communication was 67,29± 12,32;
teenager’s self-control was 58,96±9,93; and teenager’s cyberbullying 22,32±9,72. Correlation test results showed
there was a significant negative relationship between parents-child communication, teenager’s self-control and
cyberbullying among teenagers. The results of this study indicates the importance of family and individual factors
in reducing cyberbullying in junior high school students.
penindas, korban atau tertindas, dan penonton adalah: a) denigration (pencemaran nama
atau orang yang tidak terlibat secara langsung baik) yaitu proses mengumbar keburukan
tapi turut menyaksikan kejadian tersebut. seseorang di internet dengan maksud merusak
Menurut Wang, Iannotti, dan Nansel (2009), reputasi dan nama baik seseorang tersebut; b)
bullying dapat diklasifikasikan menjadi empat impersonation (peniruan) yaitu dimana
jenis, yaitu bullying verbal, bullying fisik, seseorang berpura-pura menjadi orang lain
bullying tidak langsung (relational bullying), dan mengirimkan pesan-pesan atau status
dan bullying melalui media internet yang tidak baik; dan c) trickery (tipu daya)
(cyberbullying). Bahkan disebutkan bahwa yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya
cyberbullying adalah intimidasi yang sering supaya mendapatkan rahasia atau foto pribadi
terjadi secara daring (Mcvean, 2017). orang tersebut. Selanjutnya, selain dendam
dan motivasi, cyberbullying juga dapat
Cyberbullying merupakan hal baru dari dilakukan karena keinginan untuk dihormati
perilaku bullying dengan karakteristik dan dan juga karena faktor bosan dan mencari
akibat yang sama (Narpaduhita & Suminar, hiburan. Cyberbullying akibat kebosanan dan
2014). Menurut Willard (2005), cyberbullying keisengan untuk mendapatkan kesenangan
merupakan kegiatan mengirim atau biasanya dilakukan melalui perencanaan
mengunggah materi yang berbahaya atau bersama dan dilakukan secara berkelompok.
melakukan agresi sosial dengan Contoh cyberbullying jenis ini adalah outing,
menggunakan internet dan teknologi lainnya. yakni menyampaikan komunikasi pribadi atau
Patchin dan Hinduja (2012) menjelaskan gambar yang berisi informasi yang berpotensi
cyberbullying terjadi ketika seseorang berulang memalukan. Alasan lain yang membuat remaja
kali melecehkan, menghina, atau mengejek menjadi pelaku cyberbullying menurut Pandie
orang lain menggunakan media internet dan Weismann (2016) adalah faktor
melalui ponsel atau perangkat elektronik kesengajaan karena para pelaku mungkin
lainnya. Contohnya seperti mengunggah tersakiti atau marah karena komunikasi yang
gambar seseorang yang memalukan dan dikirimkan dalam berjejaring sosial. Pelaku
menyebarluaskan melalui media sosial, cenderung merespon dengan marah atau
mengirimkan ancaman melalui pesan singkat frustasi.
berulang-ulang, dan menggunakan akun palsu
untuk menghina orang lain. Di Indonesia, dalam UU No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Penggunaan teknologi internet yang terus (ITE) disebutkan bahwa siapa saja yang
meningkat termasuk pada anak dan remaja dengan sengaja dan tanpa hak
seperti saat ini maka resiko terjadinya mendistribusikan informasi elektronik yang
cyberbullying pada anak dan remaja juga melanggar kesusilaan, akan dipidana dengan
semakin besar. Pandie dan Weismann (2016) penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda
menyatakan bahwa kecenderungan remaja paling banyak satu miliar rupiah. Perangkat
untuk menjadi pelaku cyberbullying yang hukum ini sebenarnya telah mengakomodir
pertama yaitu dendam yang tidak perlindungan dari kekerasan yang dilakukan
terselesaikan. Beberapa cara yang dapat melalui media sosial. Sartana dan Afriyeni
dilakukan oleh pelaku cyberbullying karena (2017) dalam studinya pada siswa di Padang
dendam yang tidak terselesaikan diantaranya, menemukan bahwa terdapat 78,0 persen
adalah flamming (amarah) dan harassment siswa yang mengaku pernah melihat
(pelecehan). Flamming (amarah) berbentuk cyberbullying, 21,0 persen siswa pernah
ujaran dengan menggunakan pesan elektronik menjadi pelaku, dan 49,0 persen siswa pernah
dengan bahasa yang agresif atau kasar. menjadi korban. Sementara itu, hasil penelitian
Sementara, harassment (pelecehan) merujuk Safaria (2016) juga menunjukkan bahwa 80
pada pesan-pesan yang berisi pesan kasar, persen siswa (total 102 siswa) dalam
menghina atau yang tidak diinginkan, berulang penelitiannya telah sering mengalami
kali mengirimkan pesan berbahaya untuk cyberbullying dan cyberbullying dianggap
seseorang secara online. Selain karena sebagai peristiwa kehidupan yang penuh stres.
dendam yang tidak terselesaikan, Pandie dan Kasus cyberbullying diduga akan terus
Weismann (2016) juga menyebutkan bahwa meningkat seiring dengan kemajuan dalam
cyberbullying dilakukan karena pelaku yang penggunaan perangkat teknologi informasi.
termotivasi (motivated offonder) untuk Ada beberapa faktor yang memengaruhi motif
melakukan pembajakan, balas dendam, perilaku cyberbullying yaitu faktor keluarga,
pencurian, atau sekedar iseng. Salah satu kegagalan dalam mengontrol diri, dan faktor
bentuk motivated offonder, yakni sekedar lingkungan (Pandie & Weismann 2016).
iseng dan dalam istilah bullying bentuknya
Vol. 11, 2018 PERILAKU CYBERBULLYING, KONTROL DIRI, DAN KOMUNIKASI 147
Kontrol diri adalah kemampuan individu untuk Keluarga yang memfasilitasi remaja untuk
menahan diri atau mengarahkan diri ke arah mengembangkan kemampuan berkomunikasi
yang lebih baik ketika dihadapkan dengan yang baik terbukti berhubungan positif dengan
godaan-godaan (Hofmann et al., 2012). perkembangan moralnya. Menurut Diana &
Apabila remaja memiliki kontrol diri yang baik Retnowati (2009), remaja yang memiliki
maka mempunyai peluang lebih besar untuk perilaku agresif, suka menyerang dan
dapat menghindari perilaku menyimpang bertindak kasar, berasal dari keluarga yang
seperti halnya cyberbullying. Kontrol diri juga sangat minimalis dalam menyediakan ruang
berkaitan dengan cara individu mengendalikan komunikasi bagi remaja. Luk et al. (2010)
emosi serta dorongan dari dalam dirinya menyebutkan bahwa komunikasi orang tua
sehingga mampu membuat keputusan dan dan remaja yang kurang optimal akan
mengambil tindakan yang efektif sesuai menyebabkan remaja mudah terpengaruh
dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan perilaku menyimpang.
harapan sosial (de Ridder et al., 2011). Hasil
penelitian Hardani (2017) menemukan bahwa Masa remaja awal menjadi masa peralihan
kelekatan orang tua berhubungan positif dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa
dengan kontrol diri sehingga menurunkan remaja sering diidentikkan sebagai masa
perilaku menyimpang pada remaja. Bahkan individu mulai berusaha mengenal diri melalui
Borba (2001) menyebutkan bahwa kontrol diri eksplorasi dan penilaian karakteristik
termasuk dari dasar kecerdasan moral psikologis diri sendiri sebagai upaya untuk
seseorang yang memberi individu kekuatan dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan
untuk berperilaku positif. Remaja yang gagal (Steinberg & Morris, 2001). Sebagian remaja
dalam mengembangkan kontrol diri yang mampu melewati masa peralihanini dengan
cukup dalam hal tingkah laku berarti gagal baik, namun beberapa remaja bisa jadi
dalam mempelajari perilaku yang tidak dapat mengalami kenakalan remaja mulai dari
diterima oleh masyarakat (Aviyah & Farid, kenakalan ringan hingga kriminal, termasuk di
2014). Kontrol diri menggambarkan keputusan dalamnya kenakalan-kenakalan berbentuk
yang diambil individu melalui pertimbangan cyberbullying. Penelitian Rahayu (2012)
kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah memperlihatkan 32 persen siswa mengatakan
disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan pernah melakukan cyberbullying dengan
seperti yang diinginkan. Individu dengan alasan mengisengi temannya dan media yang
kontrol diri yang tinggi sangat memperhatikan paling banyak digunakan adalah situs jejaring
cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam sosial.
situasi yang bervariasi. Kontrol diri dapat
dibentuk mulai dari cara berhubungan dengan Perilaku cyberbullying dapat berdampak
keluarga (cara berkomunikasi). Hubungan terhadap psikologis korban. Penelitian Rahayu
keluarga yang positif mengurangi (2012) menemukan 37 persen siswa
kemungkinan untuk terlibat dalam perilaku mengatakan cyberbullying memiliki efek yang
bermasalah yang dilakukan secara online (Noll lebih banyak terhadap korban. Efek yang
et al., 2013). Kelekatan anak dengan orang tua dirasakan tidak hanya pada taraf menyakiti
dan kontrol diri (self-control) dapat berinteraksi perasaan saja namun juga dapat merusak jiwa
untuk memberikan pengaruh pada perilaku dan kondisi psikologis dari remaja sehingga
(Boman et al., 2012). menyebabkan korban merasa depresi, sedih,
dan frustasi. Salah satu dampak yang
Selain dari faktor kontrol diri, interaksi remaja dikhawatirkan dari cyberbullying adalah korban
dengan orang tuanya juga diduga memegang cenderung melakukan bunuh diri. Penelitian
peran penting dalam menekankan perilaku yang dilakukan Patchin & Hinduja (2012)
cyberbullying. Salah satunya adalah melalui mengungkapkan bahwa 20 persen responden
komunikasi yang positif antara orang tua dilaporkan pernah berpikir untuk bunuh diri
dengan remaja. Kualitas komunikasi orang tua dan semua bentuk bullying secara signifikan
dan remaja seharusnya dapat berjalan berkaitan dengan meningkatnya keinginan
maksimal agar remaja mendapat bimbingan untuk bunuh diri. Penelitian ini juga
dan pendidikan untuk terhindar dari perilaku menemukan percobaan bunuh diri yang dicoba
cyberbullying. Buruknya kualitas komunikasi dilakukan oleh korban cyberbullying jumlahnya
orang tua dengan remaja dapat menjadi faktor hampir dua kali lebih banyak dari pada remaja
penyebab penyimpangan perilaku remaja yang tidak pernah mengalami cyberbullying.
(Gunawan, 2013). Hubungan antara orang tua Menurut Aroma & Suminar (2012), kontrol diri
dan anak dapat menentukan tingkat yang rendah mengakibatkan individu senang
perkembangan emosi anak mulai dari masa melakukan risiko dan melanggar aturan tanpa
kecil hingga masa remaja (Israel, 2009). memikirkan jangka panjang. Hal tersebut
148 MALIHAH & ALFISARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
sejalan dengan penelitian Vazsonyi dan Huang selanjutnya ditetapkan sebagai populasi dalam
(2010) yang menemukan bahwa secara penelitian. Teknik pengambilan contoh
langsung maupun tidak langsung rendahnya menggunakan purposive sampling dengan
pengendalian diri memengaruhi perilaku kriteria tertentu. Kriteria tersebut diantaranya
cyberbullying. Kontrol perilaku yang rendah adalah siswa di SMP terpilih masih memiliki
akan menjadikan individu kesulitan dalam orang tua lengkap (ayah dan ibu). Pemilihan
melakukan penyesuaian untuk diterima di kriteria tersebut disesuaikan tujuan penelitian
lingkungannya. adalah menganalisis komunikasi orang tua-
remaja. Dari semua populasi terpilih sebanyak
Selain itu, perilaku agresif remaja yang juga 417 siswa yang memenuhi kriteria yaitu
menjadi penciri perilaku cyberbullying, salah memiliki orang tua yang lengkap. Proses
satunya juga disebabkan oleh faktor pengambilan contoh dalam penelitian dimulai
ketidakharmonisan komunikasi dan konflik dengan proses screening data sesuai kriteria
remaja dengan orang tua (Lascheid 2000 contoh sebelum pengambilan data dimulai.
dalam Diana & Retnowati 2009). Hasil Selain itu, ketika proses pengambilan data
penelitian Diana & Retnowati (2009) peneliti mengumpulkan siswa yang
menunjukkan bahwa semakin rendah menyatakan bersedia untuk mengisi
komunikasi orang tua dengan remaja maka kuesioner. Selanjutnya, siswa yang bersedia
semakin tinggi agresivitas remaja seperti mengisi kuesioner secara lengkap hanya 81
perilaku cyberbullying. Temuan-temuan siswa yang selanjutnya menjadi contoh dalam
sebelumnya mengindikasikan bahwa penelitian ini
cyberbullying merupakan sebuah fenomena
kenakalan yang semakin beresiko terjadi pada Data primer didapatkan melalui wawancara
remaja karena penggunaan teknologi yang dengan menggunakan alat bantu kuesioner
berkembang pesat seperti saat ini. Hasil yang meliputi karakteristik remaja (usia, jenis
penelitian sebelumnya telah menemukan kelamin, uang saku), karakteristik keluarga
dampak negatif dari cyberbullying dan (usia orang tua, pendidikan orang tua,
menekankan pentingnya faktor komunikasi pendapatan perkapita keluarga, dan besar
antara anak dengan orang tua dan juga faktor keluarga), perilaku cyberbullying, komunikasi
kontrol diri dari individu anak dalam mencegah orang tua-remaja, dan kontrol diri remaja
terjadinya cyberbullying. Berdasarkan uraian berdasarkan sudut pandang remaja. Data
diatas maka tujuan penelitian ini adalah primer diambil dengan cara self-administered
menganalisis lebih jauh keterkaitan terpimpin oleh remaja yang memenuhi syarat
cyberbullying pada remaja dengan dengan penelitian.
komunikasi remaja-orang tua dan juga kontrol
diri remaja, khususnya pada remaja yang Variabel komunikasi orang tua-remaja diukur
menjadi siswa SMP. menggunakan instrumen Parent-Adolescent
Communication Scale (PACS) yang
METODE dimodifikasi dari Barnes dan Olson (1985)
dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,769.
Penelitian ini menggunakan desain cross Instrumen ini meliputi dimensi keterbukaan
sectional study di salah satu SMP di dan permasalahan komunikasi orang tua-
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. SMP remaja yang terdiri dari 17 pernyataan dengan
yang dipilih menjadi lokasi penelitian adalah pilihan jawaban menggunakan skala Likert 4
SMP berbasis agama yang juga dikenal poin (1=Sangat Tidak Sesuai, 2=Tidak Sesuai,
sebagai sekolah pesantren modern. Penelitian 3=Sesuai, dan 4=Sangat Sesuai). Peneliti
ini memilih SMP tersebut karena ingin memodifikasi dengan mengurangi jumlah
menganalisis lebih lanjut mengenai fenomena pernyataan dikarenakan pernyataan tersebut
cyberbullying pada sekolah dengan sistem tidak valid, yaitu pertanyaan nomor 5, 12 dan
pesantren modern yang tentu saja mempunyai 18. Jumlah pernyataan yang asli dalam
sistem pembelajaran yang memadukan antara instrumen Parent-Adolescent Communication
sistem pesantren (agama) dan juga sistem Scale (PACS) adalah sebanyak 20
sekolah formal. Pemilihan lokasi ini diharapkan pernyataan.
akan dapat memperkaya kajian mengenai
cyberbullying di Indonesia dalam beragam Sementara itu, kontrol diri diukur
model sistem pembelajaran yang diperoleh menggunakan kuesioner Self Control Scale
remaja. yang dimodifikasi dari Tangney, Baumeister,
dan Boone (2004) dengan nilai Cronbach’s
Remaja awal berusia 12 hingga 15 tahun pada alpha sebesar 0,721. Instrumen kontrol diri
sekolah terpilih berjumlah 425 siswa memiliki 5 dimensi, yaitu dimensi performa
Vol. 11, 2018 PERILAKU CYBERBULLYING, KONTROL DIRI, DAN KOMUNIKASI 149
kelamin laki-laki. Remaja pada penelitian ini Tabel 1 Nilai minimum, maksimum, rata-rata,
berada pada rentang 13-14 tahun dengan rata- dan standar deviasi nilai indeks
rata usia remaja 14,1 tahun. Rata-rata uang komunikasi orang tua-remaja per
saku remaja sebesar Rp 22.728,00 per hari dimensi
dengan rentang uang saku sebesar Rp Dimensi Komunikasi
Min-Maks Rata-rata±SD
5.000,00-Rp 50.000,00. Sementara empat dari Orang tua-remaja
lima remaja (80,2%) memiliki uang saku Komunikasi (total) 39,22-96,08 67,29± 12,32
sebesar Rp 15.000,00 – Rp 30.000,00, Hal tersebut ditunjukkan dari sebaran jawaban
sisanya uang saku dibawah Rp 15.000,00 per remaja yang sulit memercayai yang orang tua
hari (9,9%) dan uang saku di atas Rp katakan kepada remaja (83,9%), remaja
30.000,00 per hari (9,9%). merasa tidak setuju pada pernyataan bahwa
orang tua selalu menjadi pendengar yang baik
Karakteristik keluarga (93,83%), remaja merasa orang tua suka
membicarakan hal yang tidak seharusnya
Karakteristik keluarga terdiri atas usia ayah, dibicarakan kepada remaja (87,65%), remaja
usia ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, sangat tidak berhati-hati saat sedang berbicara
pendapatan keluarga, dan besar keluarga. kepada orang tua (88,89%), remaja merasa
Hasil penelitian menunjukkan usia ayah orang tua mengganggu (97,53%), dan remaja
berkisar antara 32-59 dengan rata-rata 46,7 menyatakan orang tua menghina remaja ketika
tahun, sementara usia ibu berkisar antara 31- orang tua remaja marah kepada remaja
56 tahun dengan rata-rata 42,8 tahun. Rata- (90,12%). Berdasarkan pernyataan tersebut
rata usia orang tua remaja dalam penelitian ini menyebabkan kualitas komunikasi orang tua-
termasuk ke dalam kategori dewasa madya. remaja masih harus ditingkatkan.
Sementara itu, rata-rata lama pendidikan ayah
adalah 14,8 tahun dan rata-rata pendidikan ibu Meskipun masih banyak aspek komunikasi
14,0 tahun. Hasil analisis juga menunjukkan orang tua-remaja yang perlu ditingkatkan, hasil
bahwa lebih dari dua pertiga orang tua remaja penelitian juga menemukan adanya kekuatan
(66,7%) telah menamatkan pendidikan tingkat yang telah ada dalam komunikasi orang tua-
perguruan tinggi dan masih ditemukan orang remaja. Hal ini terlihat dari sebaran jawaban
tua dengan pendidikan SD (1,2%), SMP remaja setuju dengan cara berdiskusi dengan
(3,7%), dan SMA (28,4%). Pendapatan orang orang tua tanpa rasa malu (57,0%), orang tua
tua remaja berkisar antara Rp1.000.000,00- menjadi pendengar yang baik (51,0%), remaja
Rp100.000.000,00 per bulan. Rata-rata merasa orang tua berusaha untuk memahami
pendapatan keluarga total mencapai cara berfikirnya (62,0%), remaja
Rp15.675.308,64 per bulan dengan rata-rata mengungkapkan yang dirasakan kepada orang
pendapatan per kapita per bulan adalah Rp tua (51,0%), remaja merasa orang tua dapat
3.171.957,00. Hasil analisis data sebaran juga memahami perasaannya tanpa harus bertanya
menunjukkan bahwa satu dari dua keluarga (47,0%), dan remaja merasa puas dengan
terkategori keluarga sedang (5-7 orang), dan cara berkomunikasi dengan orang tuanya
sisanya keluarga kecil 0-4 orang (39,5%) dan (49,0%).
keluarga besar (6,2%).
Kontrol Diri
Komunikasi Orang Tua-Remaja
Self-control merupakan kemampuan
Barnes & Olson (1985) menyatakan bahwa seseorang untuk menahan suatu respon yang
komunikasi orang tua-remaja memiliki dua dianggap negatif dan mengarahkannya
indikator yang terdiri dari derajat keterbukaan kepada respon lain yang lebih baik dalam lima
komunikasi dalam keluarga dan kedalaman faktor yaitu peforma kerja, perilaku impulsif,
masalah dalam komunikasi keluarga. Derajat penyesuian psikologis, hubungan interpersonal
keterbukaan yang tinggi membuat komunikasi dan emosi moral (Tangney Baumeister, &
orang tua-remaja semakin berkualitas, dan Boone, 2004). Kontrol diri remaja dalam
semakin tinggi permasalahan komunikasi penelitian ini mempunyai capaian rata-rata
semakin rendah kualitas komunikasi. Hasil indeks adalah 58,96. Rata-rata dimensi yang
penelitian menunjukkan rata-rata indeks paling tinggi dibandingkan dengan dimensi
komunikasi orang tua-remaja sebesar 67,29. yang lain adalah dimensi perilaku impulsif.
Kualitas komunikasi remaja dengan capaian Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja
indeks sama dengan/di bawah rata-rata merasa dapat mengatur diri atau mengatur
sebanyak 51,90 persen remaja dan sisanya keinginan yang lebih baik untuk menciptakan
48,10 persen remaja memiliki kualitas kebiasaan hidup yang baik. Sementara,
komunikasi di atas rata-rata. dimensi peforma kerja memiliki rata-rata 51,85
Vol. 11, 2018 PERILAKU CYBERBULLYING, KONTROL DIRI, DAN KOMUNIKASI 151
sehingga remaja merasa kurang menahan Tabel 3 Nilai minimum, maksimum, rata-rata,
gangguan yang menghambat pekerjaan atau dan standar deviasi indeks perilaku
tugas (Tabel 2). Remaja juga memperlihatkan cyberbullying remaja per dimensi
kurang memperhatikan jadwal kegiatan. Dimensi Perilaku
Min-Maks Rata-rata±SD
Cyberbullying
Hasil menunjukkan hampir setengah remaja Flamming 0,00-66,67 19,34 ± 16,11
(45,7%) memiliki kontrol diri diatas atau sama Harassment 0,00-60,00 23,45 ± 14,29
Denigration 0,00-58,33 23,04 ± 13,62
dengan rata-rata dari remaja yang lainnya,
Impersonation 0,00-53,33 24,69 ± 11,63
sedangkan sisanya 54,3 persen remaja Outing 0,00-66,67 9,87 ± 14,29
memiliki kontrol diri di bawah rata-rata remaja Trickery 0,00-55,56 15,63 ± 14,37
lainnya. Hal ini disebabkan sebagian remaja Exclution 0,00-88,89 34,97 ± 17,90
merasa santai dan senang apabila ada Cyberstalking 0,00-66,67 22,90 ± 17,57
sesuatu yang menghalangi dalam Perilaku 3,30-48,90 22,32 ± 9,72
menyelesiakan tugas (39,51%), remaja cyberbullying
merasa mengatakan hal yang tidak pantas (total)
(49,39%), remaja merasa bangun dipagi hari Berdasarkan kategori perilaku cyberbullying
merupakan hal yang sulit dilakukan (41,98%), menunjukkan hampir satu perdua remaja
dan remaja merasa tidak setuju dengan orang dalam penelitian ini (48,3%) berada pada
lain yang mengatakan bahwa remaja memiliki kategori di bawah rata-rata dari remaja yang
kedisiplinan yang tinggi (40,74%). lain. Sementara sisanya 42,7 persen adalah
remaja yang memiliki kategori perilaku
Perilaku Cyberbullying cyberbullying yang dikategorikan di atas rata-
rata remaja lainnya. Hal ini terlihat dari
Willard (2005) beberapa bentuk perilaku yang beberapa perilaku remaja yang suka
menjadi ndikator perilaku cyberbullying. mengirimkan pesan kepada teman di media
Indikator tersebut yaitu: 1) flamming, 2) sosial dengan tujuan untuk memaksa dan
harassment, 3) denigration, 4) impersonation, dilakukan lebih dari satu kali (54,32), remaja
5) outing, 6) exclution, 7) cyberstalking. suka mengejek teman di grup/chatroom
Penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata (56,79%), remaja juga menyatakan tidak akan
perilaku cyberbullying pada remaja adalah menasihati apabila ada teman yang
22,32 dengan rentang indeks minimal 3,30 dan mengeluarkan anggota di grup online tanpa
indeks maksimal adalah 48,90. Exclution sebab (50,62%),
menjadi dimensi yang memiliki rata-rata yang
lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi Hubungan perilaku cyberbullying remaja
lainnya dengan nilai rata-rata indeks sebesar dengan komunikasi orang tua-remaja dan
34,97 (Tabel 3). Hasil penelitian ini kontrol diri remaja
menunjukkan bahwa remaja merasa suka
mengucilkan seseorang dari suatu kelompok Tabel 4 yang menyajikan hasil uji hubungan
secara online. Sementara itu, remaja merasa perilaku cyberbullying remaja dengan
jarang dalam melakukan perilaku cyberbullying komunikasi orang tua-remaja dan kontrol diri
berupa outing dengan rata-rata dimensi remaja menunjukkan bahwa adanya
terendah sebesar 9,87. Outing merupakan keterkaitan antara komunikasi orang tua-
bagian dari perilaku cyberbullying seperti remaja secara total (r=-0,346; p<0,01) yang
menyebarkan rahasia seseorang, informasi berhubungan negatif sangat signifikan dengan
memalukan, atau gambar secara online. perilaku cyberbullying pada remaja. Hal ini
berarti diartikan bahwa semakin meningkat
Tabel 2 Nilai minimum, maksimum, rataan dan dan optimal komunikasi yang dilakukan oleh
standar deviasi nilai indeks dari kontrol orang tua ke remaja maka semakin menurun
diri remaja per dimensi perilaku cyberbullying remaja, dikarenakan
Dimensi Kontrol Rata-rata± remaja dapat terbuka dan orang tua
Min-Maks
Diri SD
mengetahui konidisi remaja. Sementara itu,
Performa kerja 16,67-100,00 51,85±14,81
kontrol diri pada remaja juga berhubungan
Perilaku impulsive 20,00-100,00 68,27± 13,92
Penyesuaian 0,00-83,33 52,57± 15,96 negatif signifikan dengan perilaku
psikologis cyberbullying pada remaja (r=-0,390; p<0,05).
Hubungan 25,00-85,00 54,07± 11,57 Hal tersebut juga memperlihatkan bahwa
interpersonal semakin optimal kontrol diri pada remaja maka
Emosi moral 32,14-96,43 61,59± 12,47 akan menurun perilaku cyberbullying pada
Kontrol diri (total) 38,04-91,30 58,96 ± 9,93 remaja.
152 MALIHAH & ALFISARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
prediktor penting dari kenakalan remaja dalam kenakalan remaja. Kontrol diri yang
(Cernkovich & Giordiano, 1987). Selain itu rendah membuat individu tidak mampu
Firdanianty et al. (2016) juga menyebutkan mengatur dan mengarahkan perilakunya. Hal
bahwa melalui komunikasi dan interaksi yang ini sering dialami oleh remaja. Self-control
positif di dalam keluarga, orang tua dan remaja yang tinggi akan berkorelasi dengan kualitas
dapat mempererat hubungan antarpribadi, hubungan yang lebih baik, meningkatkan
sehingga remaja tidak mudah terpengaruh empati serta kesediaan untuk memaafkan
oleh ajakan negatif dari teman-temannya. kesalahan orang lain (Tangney, Baumeister, &
Komunikasi yang intensif antara orang tua dan Boone, 2004). Sementara berdasarkan hasil
remaja merupakan faktor pelindung terhadap penelitian Emilia dan Leonardi (2013)
penggunaan alkohol, tembakau, dan narkoba menyatakan bahwa kompetensi sosial
(Newman, Harrison, & Dashiff 2008). Ketika (sebagai dapat diterima secara sosial, cara
orang tua dan anak dapat berkomunikasi berperilaku yang dipelajari yang memampukan
terbuka maka anak dapat mempercayai kata- seseorang berinteraksi secara efektif dengan
kata orang tua dan setiap kata orang tua orang lain, dan mengarah pada perilaku dan
dijadikan sebagai nasihat dan wujud kasih respon-respon sosial yang dimiliki oleh
sayang. individu) terdapat hubungan negatif signifikan
dengan perilaku cyberbullying. Keterbatasan
Berdasarkan uji korelasi juga menemukan hal penelitian dikarenakan pemilihan remaja masih
yang sama bahwa terdapat hubungan negatif menggunakan metode purposive, sehingga
signifikan antara komunikasi orang tua-remaja belum bisa digeneralisasikan terhadap faktor-
secara keseluruhan dengan perilaku faktor yang memengaruhi perilaku
cyberbullying pada remaja. Hal ini berarti cyberbullying pada remaja siswa SMP
rendahnya komunikasi keterbukaan antara berbasis agama secara umum. Pengukuran
orang tua dengan remaja akan berpotensi komunikasi orang tua belum membedakan
untuk meningkatkan perilaku cyberbullying. antara komunikasi ayah dengan remaja dan
Ketika orang tua dan remaja tidak saling komunikasi ibu dengan remaja sehingga hasil
terbuka maka remaja memiliki peluang penelitian belum dapat menggambarkan
melakukan kegiatan yang menyimpang karena pengaruh komunikasi ayah dan ibu.
tidak ada yang mengendalikan dan
memberitahukan perbuatannya sudah benar SIMPULAN DAN SARAN
atau belum. Menurut Diana & Retnowati
(2009), remaja yang memiliki perilaku agresif, Remaja pada penelitian ini berusia antara 13
suka menyerang dan bertindak kasar, berasal sampai dengan 15 tahun, dengan rata-rata
dari keluarga yang sangat minimalis dalam usia orang tua remaja termasuk dalam
menyediakan ruang komunikasi bagi remaja. kategori dewasa madya. Lama pendidikan
Menurut Wang, Iannotti, dan Nansel (2009) orang tua remaja dengan persentase terbesar
menyatakan bahwa dukungan orang tua adalah tingkat perguruan tinggi. Hasil
terhadap anak akan menekan atau mencegah penelitian menunjukkan capaian komunikasi
terjadi bully maupun victim baik secara fisik, orang tua-remaja memiliki rata-rata 67,29
verbal, sosial maupun elektronik. Hasil dengan persentase yang di atas rata-rata
penelitian Pranadji dan Muharrifah (2010) sebesar 48,10 persen dan di bawah rata-rata
pengasuhan dengan saling interaksi dan sebesar 51,90. Capaian kontrol diri remaja
komunikatif dengan ayah akan memberikan memiliki rata-rata 58,96 dengan persentase
kualitas interaksi yang lebih baik. Adapun hasil yang di atas rata-rata sebesar 45,70 persen
ini mengindikasikan bahwa penting bagi orang dan di bawah rata-rata sebesar 54,30.
tua untuk mengajak remaja untuk Selanjutnya, capaian perilaku cyberbullying
berkomunikasi yang optimal sehingga dapat memiliki rata-rata 22,32 dengan persentase
terhindar dari berbagai perilaku menyimpang yang di atas rata-rata sebesar 42,70 dan di
dikarenakan orang tua dapat memahami, bawah rata-rata sebesar 48,30. Sementara itu,
mengendalikan, dan mengajarkan kepada hasil penelitian juga menunjukkan terdapat
anak. Selain komunikasi, kontrol diri pada hubungan yang negatif signifikan antara
remaja juga berhubungan negatif signifikan komunikasi orang tua-remaja dan kontrol diri
dengan perilaku cyberbullying pada remaja. remaja terhadap perilaku cyberbullying remaja.
Hal tersebut juga menunjukkan bahwa
semakin tinggi kontrol diri pada remaja maka Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
semakin menurunkan perilaku cyberbullying bahwa komunikasi orang tua-remaja dan
pada remaja. Hal ini sejalan dengan kontrol diri remaja berhubungan negatif
penjelasan Santrock (2007) yang menjelaskan dengan perilaku cyberbullying remaja,
bahwa kontrol diri mempunyai peran penting sehingga diharapkan orang tua dapat lebih
154 MALIHAH & ALFISARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
memperhatikan cara dan intensitas Boman, J.H., Krohn, M.D., Gibson, C.L.,
berkomunikasi dengan remaja. Komunikasi Stogner, J.M. (2012). Investigating
dengan anak dan orang tua diharapkan dapat friendship quality: An exploration of self-
menyalurkan nilai-nilai positif sehingga anak control and social control theories'
dapat terhindar dari berbagai perilaku friendship hypotheses. Journal of Youth
menyimpang. Remaja juga diharapkan and Adolescence, 41(11), 1526-40,
memiliki kontrol diri yang positif sehingga DOI:http://dx.doi.org/10.1007/s10964-
dapat mengendalikan perilaku negatif. Bagi 012-9747-x
sekolah diharapkan dapat memberikan
Borba, M. (2001). Building Moral Intelligence:
pelayanan yang dapat membantu anak
The Seven Essential Virtues that Teach
mengembangkan sifat-sifat positif anak dapat
Kids to Do the Right Thing. San
melalui layanan Bimbingan Konseling
Francisco (CA): Jossey-Bass.
sehingga mencegah perilaku negatif.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat Burt, C.H., Simons, R., Simons, L. (2006). A
mengukur komunikasi orang tua-remaja yang longitudinal test of the effects of
dibedakan menjadi komunikasi ayah dengan parenting and the stability of self-control
remaja dan komunikasi ibu dengan remaja, : negative evidence for the general
kontrol diri remaja dan perilaku cyberbullying theory of crime. Criminology 44 (2) :353-
dengan populasi yang lebih besar dan wilayah 396.
yang lebih luas. Selain itu, penelitian
selanjutnya dapat menambahkan variabel Cernkovich, S.A., & Giordiano, P.C. (1987).
lingkungan sosial seperti lingkungan sekolah, Family relationship and delinquency.
Criminology. 24: 295–321.
peer group, nilai-nilai agama atau masyarakat
sebagai faktor yang memengaruhi perilaku Coloroso, B. (2006). Penindas, Tertindas, Dan
cyberbullying remaja Penonton; Resep Memutus Rantai
Kekerasan Anak Dari Prasekolah
DAFTAR PUSTAKA Hingga SMU. Jakarta: Serambi Ilmu
Pustaka.
[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional. (1998). Buku de Ridder, D.T., de Boer, B.J., Lugtig, P.,
Pegangan untuk Petugas Lapangan Bakker, A.B., & van Hoof, E.A. (2011).
mengenai Reproduksi Sehat. Jakarta: Not doing bad things is not equivalent to
BKKBN doing the right thing: distinguish
between inhibitory and initiatory self-
[KPAI] Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
control. Personality and Individual
(2014). Kasus pengaduan anak
Differences. 50 (2011) 1006–1011, DOI:
berdasarkan klaster perlindungan anak.
https://doi.org/10.1016/j.paid.2011.01.01
Dapat diakses pada
5
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-
bullying-dan-pendidikan Diana, R.R., & Retnowati, S. (2009).
karakter/&ei=HjgebuBr&lc=idID&s=1&m Komunikasi remaja-orang tua dan
=771&host=www.google.co.id&ts=1495 agresivitas pelajar. Jurnal Psikologi,
008925&sig=AJsQQ1BpCkE3WQtYnQw 2(2):1-6.
Cpyp2cx15HZNpPw
Emilia, & Leinardi, T. (2013) Hubungan antara
Aroma, I.S., & Suminar, D.R. (2012). kompetensi sosial dengan perilaku
Hubungan antara tingkat kontrol diri cyberbullying yang dilakukan oleh
dengan kecenderungan perilaku remaja usia 15-17 tahun. Jurnal
kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Psikologi Kepribadian dan Sosial.
Pendidikan dan Perkembangan, 1(2): 1- 2(2):79-89
6.
Firdanianty., Lubis, D. P., Puspitawati, H.,
Aviyah, E., & Farid, M. (2014). Religiulitas, Susanto. D. (2016). Pola komunikasi
kontrol diri dan kenakalan remaja. remaja dan pengaruhnya terhadap
Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, kecerdasan emosional siswa SMA di
3(2):126–129. Kota Bogor. Jurnal Komunikasi. (1) 37-
47
Bernes, H.L., & Olson, D.H. (1985). Parent-
adolescent communication and the Gottfredson, M.R., & Hirschi, T. (1990). A
circumplex model. Society for Research General Theory of Crime. Standford,
in Child Development, 56 (2): 438-447. CA: Standford University Press
Vol. 11, 2018 PERILAKU CYBERBULLYING, KONTROL DIRI, DAN KOMUNIKASI 155
Gunawan, H. (2013). Jenis pola komunikasi Pandie, M. M., & Weismann, I, Th. J. (2016).
orang tua dengan anak perokok aktif di Pengaruh cyberbullying di media sosial
Desa Jembayan Kecaatan Loa Kulu terhadap perilaku reaktif sebagai pelaku
Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal maupun sebagai korban cyberbullying
Ilmu Komunikasi 1(3):1-5 pada Siswa Kristen SMP Nasional
Makassar. Jurnal Jaffray, 14(1): 43-62
Hardani, R. (2017). Pengaruh kelekatan anak
dengan orangtua, guru, teman dan Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2012).
kontrol diri terhadap perilaku pornografi Cyberbullying Prevention and Respons.
anak SMP. (Tesis). Institut Pertanian New York: Routledge
Bogor, Bogor, Indonesia
Pranadji, D.K., & Muharrifah, A. (2010).
Hofmann, W., Baumeister, R.F., Förster, G., & Interaksi antara remaja, ayah dan
Vohs, K.D. (2012). Everyday sekolah serta hubungannya dengan
temptations: an experience sampling tingkat stres dalam menghadapi Ujian
study of desire, conflict, and self-control. Nasional pada siswa SMA. Jurnal Ilmu
Journal of Personality and Social Keluarga dan Konsumen, 3 (1): 18-26,
Psychology. 102 (6), 1318-1335, DOI: DOI:
10.1037/a0026545 http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2010.3.1.
18
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Puspitawati, H. (2006). Pengaruh faktor
Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. keluarga, lingkungan teman dan sekolah
Penerjamah: Istiwidayanti, Doedjarwo. terhadap kenakalan pelajar di Sekolah
Jakarta: Erlangga Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kota
Bogor. (Disertasi). Institut Pertanian
Israel, D. (2009). Staying in School: Arts
Bogor, Bogor, Indonesia
Education and New York City High
School Graduation Rates. New York, Rahayu, F.S. (2012). Cyberbullying sebagai
NY: Center for Arts Education. dampak negative penggunaan teknologi
informasi. Jurnal Sistem Informasi. 8(I).
Luk, J.W., Farhat, T., Iannotti, R.J., & Morton,
22-29
B.G. (2010). Parent-child
communication and substance use Safaria, T. (2016). Prevalence and impact of
among adolescents: do father and cyberbullying in a sample of Indonesian
mother communication play a different junior high school students. The Turkish
role for sons and daughters?. Addictive Online Journal of Educational
Behaviors, 35:426-431. Technology 15: 1-3.
Mcvean, M. (2017). Physical, verbal, relational Santrock, J.W. (2007). Psikologi
and cyber-bullying and victimization: Perkembangan. Edisi 11 Jilid 1. Jakarta:
examining the social and emotional Erlangga
adjustment of participants (Dissertation).
Sartana, Afriyeni, N. (2017). Perilaku
University of South Florida, USA
perundungan maya (cyberbullying) pada
Narpaduhita, P.D., & Suminar, D.R. (2014). remaja awal. Jurnal Psikologi Insight
Perbedaan perilaku cyberbullying Universitas Pendidikan Indonesia,1(1):
ditinjau dari persepsi terhadap iklim 25-41
sekolah di SMK Negeri 8 Surabaya.
Steinberg, L., Morris, A., S. (2001). Adolescent
Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental,
development. Annual Review of
3(3): 1-6
Psychology. 52:83-110.
Newman, K., Harrison, L., & Dashiff, C. (2008).
Tangney, J.P., Baumeister, R.F., & Boone A.L.
Relationships between parenting styles
(2004). High self-control predicts good
and risk behaviors in adolescent health:
adjustment, less pathology, better
an integrative literature review. Revista
grades, and interpersonal success.
Latino-Americana de Enfermagem. 16:
Journal of Personality, 72(2): 271-322.
142–150.
Toombs, E. (2014). Evaluating the parent
Noll, J.G., Shenk, C.E., Barnes, J.E., &
adolescent communication toolkit:
Haralson, J.A. (2013). Association of
usability, measure assessment and
maltreatment with high-risk internet
preliminary content effectiveness
behaviors and offline encounters.
(Tesis). Dalhousie University, Kanada,
PEDIATRICS. 131 (2): 510-517, DOI
Amerika
10.1542/peds.2012-1281
156 MALIHAH & ALFISARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Vazsonyi, A.T. & Huang, L. (2010). Where self- Willard, N. (2005). Cyberbullying and
control comes from: on the development Cyberthreats. Washington: U.S.
of self-control and its relationship to Departement of Education
deviance over time. Developmental
Psychology, 46(1), 245-257,DOI:
10.1037/a0016538
Wang, J., Iannotti, R.J., & Nansel, T.R. (2009).
School bullying among adolescents in
United States: physical, verbal,
relational, and cyber. Journal of
Adolescent Health. 45 (368-375).