ISMAYANTI PRATIWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Ismayanti Pratiwi
NIM I251160111
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENYESUAIAN KELUARGA, PENGASUHAN, KEKERASAN DALAM
PENGASUHAN, IKLIM SEKOLAH, DAN AGRESIVITAS PADA
ANAK USIA SEKOLAH DASAR
ISMAYANTI PRATIWI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia-
Nya sehingga tesis yang berjudul Penyesuaian Keluarga, Pengasuhan, Kekerasan
dalam Pengasuhan, Iklim Sekolah dan Agresivitas Pada Anak Usia Sekolah berhasil
diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat kelulusan, guna memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA)
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc selaku dosen
ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, MSi sebagai anggota
komisi pembimbing yang telah membimbing penulis selama penyelesaian tesis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA
sekalu moderator seminar, dan Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc sebagai
dosen penguji, yang telah memberikan saran kepada penulis. Kepada kepala
sekolah SDN Situ Gede 3 dan 5 atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan
penelitian. Kepada ayah, ibu, adik dan keluarga atas segala do’a dan kasih ngnya.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf dan pengajar Program
Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, seluruh mahasiswa IKA 2015/2016,
yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi
dunia penelitian dan pendidikan.
Ismayanti Pratiwi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
Teori Sosial Learning 5
Teori Struktural-Fungsional 6
Teori Bronfenbrenner 6
Anak Usia Sekolah 7
Penyesuaian Keluarga 8
Pengasuhan 8
Kekerasan dalam Pengasuhan 10
Iklim Sekolah 12
Agresivitas 12
3 KERANGKA PEMIKIRAN 13
4 METODE 18
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 18
Populasi, Contoh, dan Prosedur Pengambilan Contoh 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19
Instrumen dan Pengukuran Variabel 19
Pengolahan dan Analisis Data 20
Definisi Operasional 22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Karakteristik Contoh 23
Penyesuaian Keluarga 24
Pengasuhan 25
Kekerasan dalam Pengasuhan 27
Iklim Sekolah 28
Agresivitas 31
Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga, Penyesuaian Keluarga,
Pengasuhan, Kekerasan dalam Pengasuhan, dengan Agresivitas Anak 33
Pengaruh Karakteristik Contoh, Penyesuaian Keluarga, Pengasuhan, dan
Iklim Sekolah, terhadap Agresivitas 34
Pembahasan 35
DAFTAR ISI (lanjutan)
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka teori penelitian 15
2. Kerangka konsep penelitian 17
3. Kerangka penarikan contoh 18
4. Kerangka pengujian jalur 21
5. Kerangka analisis jalur 34
DAFTAR LAMPIRAN
1. Sebaran jawaban contoh pada variabel penyesuaian keluarga 47
2. Sebaran jawaban contoh pada variabel pengasuhan positif 48
3. Sebaran jawaban contoh pada variabel kekerasan dalam pengasuhan
(kekerasan dalam pengasuhan) 50
4. Sebaran jawaban contoh pada variabel iklim sekolah 53
5. Sebaran jawaban contoh pada variabel agresivitas 58
6. Koefisien koralasi 60
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usia Sekolah Dasar berada pada rentang usia 6-12 tahun. Pada periode ini
kemampuan koordinasi anak berkembang pesat, sehingga perkembangan motorik
kasar dan halus juga berkembang pesat. Perkembangan emosi yang belum stabil
menjadi hambatan dalam proses pembelajaran pada anak usia sekolah, sehingga
orang tua memiliki peran untuk membantu meregulasi perasaan anak melalui
pengasuhan. Pengasuhan yang tidak tepat akan memicu permasalahan emosi yang
mengarah pada perilaku yang tidak diinginkan, salah satunya adalah agresivitas
(Brooks 2011).
Agresivitas merupakan perilaku yang ditujukan untuk mengganggu atau
mencederai diri sendiri maupun orang lain (Bandura 1978). Buss dan Perry (1992)
mengelompokkan perilaku agresi ke dalam empat bagian, yaitu agresi fisik, agresi
verbal, kemarahan, dan permusuhan. Agresivitas yang tinggi pada masa anak-anak,
membuat seseorang memiliki agresivitas yang tinggi saat dewasa (Huessmann et al.
2003). Agresi pada anak memiliki hubungan dengan perilaku negatif di masa depan
seperti gangguan kecemasan, depresi, masalah akademik dan kenakalan remaja
yang bahkan sampai mengarah pada perilaku kriminal (Tremblay 2010; Webster-
Stratton et al. 2008),
Secara umum agresi pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan
anak perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan jenis agresi antara laki-laki dan
perempuan. Anak perempuan lebih cenderung melakukan agresi permusuhan,
sementara laki-laki lebih cenderung melakukan agresi fisik (Kawabata dan Crick
2016 dan Hutapea 2010). Individu yang memiliki agresivitas tinggi cenderung
memiliki kehangatan dan kepedulian yang rendah terhadap orang lain, mudah
melampiaskan kemarahan, serta memiliki perasaan cemas dan tingkat depresi yang
tinggi (Fung et al. 2015). Pembentukan perilaku agresif pada anak tidak bisa
dilepaskan dari pembelajaran yang dilakukan anak terhadap model yang ada di
sekitarnya (Bandura 1978).
Pembentukan perilaku anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan
keluarga merupakan aspek penting dalam pembentukan perilaku anak. Keluarga
merupakan institusi sosial budaya terkecil di masyarakat yang mempunyai peran
sangat besar bagi pembentukan perilaku anak dan dalam mencetak karakter
individu yang terpuji. Tujuan membentuk keluarga adalah untuk menjalankan
ajaran agama dalam bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa demi mencapai
kebahagiaan/kesejahteraan bagi anggota keluarganya dan untuk melestarikan
keturunan (Puspitawati 2012). Fungsi keluarga terdiri dari fungsi ekspresif dan
instrumental. Fungsi keluarga salah satunya direalisasikan dalam pengasuhan.
Pengasuhan didefinisikan sebagai pengalaman, keterampilan, kualitas dan
tanggung jawab yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anak,
sehingga anak dapat menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan
masyarakat dimana dia berada (Hastuti 2015). Brooks (2011) mendefinisikan
pengasuhan sebagai proses membesarkan, memberikan perlindungan, memberikan
perhatian, dan nilai untuk perkembangan anak dari sejak lahir hingga memasuki
usia dewasa.
2
Perumusan Masalah
Banyak dari kasus kekerasan yang terjadi pada anak terjadi di lingkungan
keluarga. Penelitian Rahmawati (2014) menunjukkan bahwa remaja di Bogor masih
sangat rentan terhadap kekerasan verbal dari kedua orang tua. Kekerasan yang
dilakukan orang tua salah satunya dipengaruhi proses pengasuhan. Kekerasan
dalam pengasuhan menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kekerasan terhadap
anak (Meinck et al. 2015). Annerback (2012) menyebutkan bahwa kekerasan yang
diterima anak berhubungan dengan meningkatnya kekerasan. Hubungan antara
riwayat kekerasan yang diterima anak dan perilaku kekerasan yang dilakukan anak
ditemukan lebih kuat pada anak yang mengalami kekerasan secara berulang.
Terjadinya kekerasan dalam pengasuhan salah satunya disebabkan oleh
penyesuaian keluarga. Penyesuaian keluarga memengaruhi perilaku agresivitas
anak melalui kekerasan dalam pengasuhan. Meinck et al.(2015) menyatakan bahwa
kegagalan pasangan dalam melakukan penyesuaian keluarga menjadi salahsatu
faktor resiko terjadinya kekerasan pada anak.
Selain di lingkungan keluarga, kekerasan pada anak seringkali terjadi di
lingkungan sekolah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI 2016)
menunjukkan pada tahun 2016 tercatat 267 kasus pelanggaran perlindungan anak
di dunia pendidikan. Puspitawati et al. (2013) menemukan bahwa anak di Kota
Bogor masih rentan terhadap kekerasan yang terjadi di sekolah. Padahal, keamanan
di lingkungan sekolah merupakan salah satu prediktor perilaku agresif pada siswa
(Elsaesser et al. 2013).
Anak yang memiliki riwayat menjadi korban kekerasan berpotensi memiliki
perilaku yang beresiko. Vasquez et al. (2010) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang melatarbelakangi kenakalan remaja adalah agresivitas. Data KPAI (2016)
menunjukkan selama Januari-Juli 2016 terdapat 62 kasus kekerasan fisik, 23 kasus
kekerasan psikis, dan 86 kasus kekerasan seksual, 41 kasus tawuran dan 93 kasus
bully dengan anak sebagai pelaku. Puspitawati (2009) dalam penelitiannya
menemukan bahwa 40 persen siswa sekolah menengah pernah terlibat dalam
perkelahian, merusak benda milik orang lain (34.5%), memukul orang sampai
terluka (20.4%), memukul orang dengan senjata (12.3%) dan membawa senjata
tajam ke sekolah (13.0%). Kajian kenakalan dan agresivitas pada anak usia sekolah
dasar masih terbatas, namun perlu dilakukan mengingat tingginya agresivitas yang
sampai pada perilaku kenakalan bahkan kriminal pada usia remaja. Kajian ini
menjadi perlu dilakukan sebagai tindakan preventif agresivitas dan kenakalan pada
remaja. Hal ini menarik bagi peneliti untuk mengkaji lebih lanjut mengenai
pengaruh pengasuhan, kekerasan dalam pengasuhan, iklim sekolahdan kaitannya
dengan perilaku agresif pada anak usia sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut:
1. Bagaimana penyesuaian keluarga, pengasuhan, kekerasan dalam pengasuhan,
iklim sekolah dan agresivitas pada anak usia sekolah ?
2. Apakah terdapat perbedaan penyesuaian keluarga, pengasuhan, kekerasan dalam
pengasuhan, iklim sekolah dan agresivitas antara anak laki-laki dan perempuan ?
3. Apakah faktor keluarga (penyesuaian keluarga, pengasuhan, dan kekerasan
dalam pengasuhan) dan iklim sekolah memengaruhi perilaku agresi pada anak
usia sekolah ?
4. Apakah penyesuaian keluarga memiliki pengaruh terhadap pengasuhan, dan
kekerasan dalam pengasuhan ?
5
5. Faktor apa (keluarga atau sekolah) yang paling kuat menjadi pemicu terjadinya
agresivitas pada anak usia sekolah ?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh penyesuaian keluarga, pengasuhan, kekerasan dalam
pengasuhan, dan iklim sekolah terhadap terhadap agresivitas pada anak usia sekolah.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perbedaan penyesuaian keluarga, pengasuhan, kekerasan dalam
pengasuhan, iklim sekolah dan agresivitas anak usia sekolah pada anak laki-laki
dan perempuan.
2. Menganalisis hubungan karakteristik anak dan keluarga, penyesuaian keluarga,
pengasuhan, kekerasan dalam pengasuhan, iklim sekolah dengan agresivitas
pada anak usia sekolah.
3. Menganalisis pengaruh penyesuaian keluarga, pengasuhan, kekerasan dalam
pengasuhan, dan iklim sekolah terhadap agresivitas pada anak usia sekolah.
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Struktural-Fungsional
Teori Bronfenbrenner
aktivitas yang rutin dan dalam periode waktu yang lama, yang melibatkan interaksi
timbal balik antara individu dan konteks lingkungan. Lima sistem tersebut adalah
mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Santrock
2012 ; Puspitawati 2012).
Lingkungan mikrosistem merupakan lingkungan yang paling dekat dengan
anak, dimana dilingkungan ini terjadi interaksi langsung antara anak dan agen sosial
yang ada disekitarnya. Lingkungan mikrosistem meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan pertemanan, dan lingkungan sekolah. Dalam konteks ini, individu tidak
bersifat pasif tapi juga aktif membentuk lingkungan. Bronfenbrenner menunjukkan
bahwa kebanyakan penelitian tentang dampak sosiokultural berfokus pada
mikrosistem. Lingkungan mesosistem adalah hubungan antar lingkungan
mikrosistem, contohnya adalah hubungan antara lingkungan keluarga dan
lingkungan pertemanan pada anak. Para ahli perkembangan juga menekankan
pentingnya perilaku dengan setting majemuk untuk melihat secara lengkap tentang
perkembangan individu. Lingkungan ekosistem merupakan lingkungan dimana
individu tidak terlibat langsung di dalamnya, tetapi mempengaruhi kehidupan
individu. Misalnya, pekerjaan seorang ibu dapat memengaruhi hubungan dengan
suaminya dan anaknya. Lingkungan makrosistem meliputi kebudayaan dimana
individu itu tinggal. Lingkungan kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-
peristiwa yang terjadi di lingkungan individu selama masa kehidupannya (Santrock
2012 ; Puspitawati 2012).
Perkembangan Fisik
Pada usia 5-10 tahun anak laki-laki dan perempuan memiliki pertumbuhan
fisik yang sama. Pada usia 5 tahun anak-anak memiliki tinggi 107cm dan berat 18-
20 Kg dan pada usia 10 tahun anak-anak memiliki tinggi 132 inci dan berat 34-36
Kg. Pada usia sekolah dasar, kemampuan kordinasi anak berkembang pesat. Anak
mulai menguasai keterampilan mengendarai sepeda, berenang, olahraga tim,
menggambar, dan memainkan instrumen musik. Dasar kemapuan motorik kasar
seperti berlari dan melompat, serta kemampuan motorik halus seperti menggunting
dan menggambar harus sudah dimiliki pada saat anak berusia 7 tahun, dan
perkembangannya terus berlanjut seiring dengan pertambahan usia.(Brooks 2011).
Perkembangan Emosi
Kehidupan emosional anak-anak lebih compleks.Anak-anak dapat
mengalami dua atau lebih perasaan tentang suatu peristiwa. Mereka bisa bahagia,
ketika ibu memanggang kue ulang tahun, tapi marah padanya untuk tidak
memberikan izin untuk membuka hadiah awal. Tingkat emosi yang tinggi juga
menjadi hambatan dalam proses pembelajaran pada anak usia sekolah, dan orang
tua memiliki peran untuk membantu anak untuk meregulasi perasaan anak. Seiring
waktu, mereka belajar untuk terintegrasi perasaan mereka (Brooks 2011).
Anak menyembunyikan perasaan mereka dan memberikan empat alasan
umum untuk melakukannya: untuk menghindari konsekuensi, untuk melindungi
perasaan atau harga diri, untuk menjaga hubungan baik dengan lainnya dan tidak
melaukan pelanggaran, dan untuk membuat konvensi. Pada usia sembilan atau
sepuluh tahun anak-anak mulai memiliki aturan, seperti senyum ketika
8
mendapatkan hadiah bahkan ketika tidak menyukainya, dan meminta maaf ketika
berbuat salah (Brooks 2011).
Anak-anak mengekspresikan perasaan mereka yang sebenarnya kepada
orang tua, pengasuh dewasa, dan sahabat. Anak-anak mengungkapkan perasaan
batin mereka ketika mereka sendirian dengan orang yang mereka percayai. ngnya,
sebagian anak-anak (terutama anak laki-laki) ketika usianya bertambah, mereka
mengantisipasi respon kurang positif dari orang lain, bahkan dari orang tua. Dengan
demikian, anak laki-laki yang lebih tua jauh lebih kecil kemungkinannya untuk
mengungkapkan perasaan mereka maka yang perempuan atau anak laki-laki yang
lebih muda (Brooks 2011).
Penyesuaian Keluarga
Pengasuhan
oleh keluarga dan masyarakat dimana dia berada (Hastuti 2015). Brooks (2011)
mendefinisikan pengasuhan sebagai proses membesarkan, memberikan
perlindungan, memberika perhatian, dan nilai untuk perkembangan anak dari sejak
lahir hingga memasuki usia dewasa. Pengasuhan dapat dikategorikan menjadi
pengasuhan dan kekerasan dalam pengasuhan (Hastuti 2015).
Menurut Sanders et al. (2014) pengasuhan dapat diukur menggunakan 2
domain meliputi praktek pengasuhan dan hubungan orang tua dan anak. Sanders
et al. (2014) membagi praktek pengasuhan menjadi beberapa dimensi, meliputi
konsistensi dalam pengasuhan, tidak adanya tindakan koersif dalam pengasuhan,
dan dorongan positif. Sanders et al. (2014) menjelaskan bahwa pengasuhan
ditunjukkan dengan konsistensi yang baik dalam pengasuhan, dorongan positif
yang diberikan, pengasuhan tanpa koersivitas, dan hubungan baik yang dibangun
antara anak dan pengasuh.
Praktek pengasuhan didefinisikan sebagai pendekatan/gaya pengasuhan
yang diekspresikan dengan strategi yang digunakan orang tua untuk
mempromosikan perilaku yang positif dan prososial pada anak (Sanders et al. 2014).
Sanders et al. (2014) membagi praktek pengasuhan menjadi beberapa dimensi,
meliputi konsistensi dalam pengasuhan, tindakan koersif dalam pengasuhan, dan
dorongan positif.
Berdasarkan situs Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online,
konsistensi dedefinisikan sebagai ketetapan dan kemantapan dalam bertindak.
Dalam konteks praktek pengasuhan konsistensi dalam pengasuhan didefinisikan
sebagai ketetapan atau kemantapan dalam melakukan strategi untuk
mempromosikan perilaku positif.
Tindakan koersif dalam pengasuhan didefinisikan sebagai proses penguatan
yang ditandai dengan pemaksaan yang dilakukan oleh pengasuh, yang tidak sengaja
membuat anak menjadi memperkuat perilaku sulit anak, dan selanjutnya
memunculkan kekerasan dalam pengasuhan yang akan berhenti jika ada salah satu
pihak yang berkuasa (Paterson 1982 dalam Smith et al. 2014). Siklus ini dimulai
saat anak bereaksi marah atau resisten terhadap permintaan pengasuh, hal ini
membuat pengasuh marah dan menunjukkan sikap permusuhan sehingga terjadilah
tindakan koersif dalam pengasuhan (Snyder et al. 1993 dalam Smith et al. 2014).
Anak belajar pola perilaku dalam keluarga kemudian membawanya ke luar
lingkungan keluarga hal tersebut stabil selama masa perkembangan. Keluarga yang
menerapkan pengasuhan yang tidak tepat, salah satunya ditandai dengan perilaku
koersif dalam pengasuhan akan menyebabkan perilaku negatif pada anak (Granic
dan Patterson 2006). Berdasarkan penelitian Smith et al. (2014), koersifitas dalam
pengasuhan menurunkan kepuasan anak, menyebabkan anak memiliki perilaku
oposisi terhadap guru dan tingkat agresif yang tinggi.
Dorongan dalam pengasuhan diartikan sebagai suatu pola perlakuan orang
tua untuk membantu anak, membimbing mereka, sehingga mereka mungkin tidak
merasa berkecil hati ketika mengalami kesulitas. Hal ini penting untuk psikologis
dan perilaku anak (Sharma 1988 dalam Bashir dan Bashir 2016). Sekar dan Mani
(2013) menemukan bahwa terdapat perbedaan dorongan orang tua terhadap anak di
pedesaan dan perkotaan. Orang tua memiliki posisi yang unik untuk mempengaruhi
anak untuk memberikan dorongan, yaitu melalui rutinitas sehari-hari, dan diskusi,
pujian, kehangatan, pengaturan batas, dan stimulasi intelektual (Bashir dan Bashir
2016). Bashir dan Bashir (2016) dalam penelitiannya membuktikan bahwa
10
dorongan orang tua pada anak di pedesaan dan perkotaan berbeda signifikan,
dimana di perkotaan dukungan orang tua terhadap anak lebih tinggi. Hal ini
disebabkan oleh status sosial ekonomi yang rendah, orang tua di pedesaan
mayoritas mengalami buta huruf atau kurang berpendidikan dan sebagian besar
bekerja sebagai buruh di sektor pertanian. Remaja pedesaan baik laki-laki atau
perempuan, merasakan dorongan yang kurang orangtua, yang pada gilirannya
menyebabkan kurang percaya diri. Sebaliknya, remaja perkotaan, baik laki-laki
atau perempuan, merasakan dorongan orangtua yang tinggi, dimana hal tersebut
mengarah anak untuk meningkatkan percaya diri.
Hubungan orang tua-anak didefinisikan sebagai kehangatan yang dirasakan
secara timbal balik, dan kepuasan orang tua terhadap hubungan dengan anak
(Sanders et al. 2014). Boinstein et al. (2011) berpendapat bahwa hubungan orang
tua-anak merupakan bagian dari praktek pengasuhan, tetapi Boinstein et al.
membaginya kedalam hal-hal yang lebih spesifik, meliputi bahasa, sensitifitas,
ekspresi kasih ng, dan kegiatan bermain.
Bahasa merupakan sarana orang tua untuk memberikan instruksi dalam
pengasuhan, dan merupakan unsur penting dalam interaksi, komunikasi, dan
sosialisasi antara orang tua dan anak. Sensitifitas didefinisikan sebagai kualitas
afeksi hubungan emosional antara orang tua dan anak dan berfokus pada
aksesibilitas Ibu kepada anak serta kemampuan untuk membaca dan menanggapi
komunikasi anak. Ekspresi kasih ng merupakan perilaku menyampaikan kasih dan
kelembuutan untuk anak, dimana hal ini dilakukan dengan terang-terangan
mengungkapkan kehangatan dan penerimaan. Hal ini bertujuan untuk menghibur,
mengungkapkan kehangatan dan persetujuan, kasih ng, maupun penegasan.
Kegiatan bermain merupakan situasi sosial-kognitif umum, yang dilakukan secara
interaktif, hal ini ditujukan untuk memberikan pengalaman menyenangkan,
adaptasi dan promosi perilaku positif, dan melatih kemampuan anak (Boinstein et
al. 2011).
kekerasan yang pernah dialami orang tua, sosial ekonomi yang rendah dan
kekerasan dalam rumah tangga (Kanbay etal. 2016).
Jenis kekerasan dan pengabaian menurut Kanbay etal. 2016 meliputi
kekerasan fisik, seksual, emosi, dan eksploitasi ekonomi. Kekerasan fisik
didefinisikan sebagai upaya atau tindakan kekerasan yang disengaja, yang
menyababkan nyeri pada anak dan menimbulkan bahaya pada fungsi
perkembangan anak. Keterlambatan dalam pengobatan, pengobatan yang salah
juga dikategorikan dalam kekerasan fisik. Kekerasan fisik merupakan permaslahan
sosial yang besar di dunia.Hal ini dikarenakan prevalensi kekerasan fisik, dan
hubungan karakteristik dengan perilaku. Kekerasan seksual adalah kekerasan yang
dilakukan oleh seseorang yang usianya lebih tua atau siapapun yang
memungkinkan melakukan penyalahgunaan seksual anak, untuk kepuasan seksual
secara paksa, dengan persuasi, atau siapapun yang memungkinkan melakukan
penyalahgunaan seksual anak (Kanbay etal. 2016). Kekerasan Emosional.
Kekerasan emosial meliputi ucapan atau tindakan yang melukai anak secara emosi,
meliputi perlakuan seperti hukuman, menakit-nakuti, mengancamkan, meremehkan
dan tidak memberikan kasih ng (Kanbay etal. 2016). Eksploitasi Ekonomi.
Eksploitasi ekonomi didefinisikan sebagai mempekerjakan anak, sehingga dapat
melanggar anak serta menghambat perkembangannya atau melibatkan anak dalam
pekerjaan berupah rendah. Individu yang memiliki riwayat kekerasan memiliki
permasalahan dalam pengelolalaan emosinya (Young dan Widom 2014).
Meinck et al. (2015) dalam penelitiannya menemukan faktor resiko dan
faktor proteksi dari kekerasan, yang dikategorikan dalam beberapa level, dari level
pengasuhan sampai faktor masyarakat. Faktor resiko pada level pengasuhan
meliputi konflik keluarga, kekerasan dalam keluarga, distribusi sumberdaya yang
tidak merata dalam rumah tangga, serta disiplin yang tidak konsisten. Pengasuhan
dapat menjadi faktor protektif terhadap kekerasan. Faktor resiko pada level
keluarga meliputi pergantian pengasuh, dan pengalaman anak tinggal dengan orang
tua tiri. Faktor resiko dari kesehatan adalah kecacatan pengasuh, pengasuh yang
sehat menjadi faktor proteksi dari perilaku kekerasan. Faktor resiko pada level
rumah tangga adalah adanya anggota yang merasakan kelaparan dan merasakan
tidak cukup makanan lebih dari tiga hari dalam satu pekan. Adanya minimal satu
anggota keluarga yang bekerja dapat menjadi faktor protektof terhadap perilaku
kekerasan. Faktor resiko pada level masyarakat adalah kekerasan yang terjadi
dalam masyarakat (baik fisik, emosi, dan seksual) dan perilaku bullying di tatanan
masyarakat.
Maguire et al. (2015) melakukan literatur review berkaitan dengan
pengabaian dan kekerasan emosi. Hasilnya menunjukan bahwa kekerasan emosi
pada anak usia sekolan menunjukkan berbagai efek, termasuk eksternalisasi
perilaku, depresi, dan kesulitan dalam mempertahankan hubungan dengan teman
sebayanya, serta memiliki IQ dan prestasi akademi yang rendah. Anak yang
mengalami riwayat kekerasahan memiliki permasalahan kesehatan dan cenderung
melakukan perilaku beresio seperti merokok, konsumsi alkohol, narkoba, perilaku
seksual beresiko, mencuru dan perilaku kekerasan (Annerback 2012). Kekerasan
seksual dapat memberikan dampak negatif baik pada kesehatan fisik maupun
kesehatan emosi. Setelah dieksplorasi, anak-anak yang memiliki perilaku agresi
ternyata memiliki riwayat kekerasan. Selain itu, komponen di lingkungan sekolah
juga memiliki posisi untuk menggali dan membantu anak yang mengalami
12
Iklim Sekolah
Iklim sekolah adalah kualitas dan karakter dari sebuah lingkungan sekolah
yang mengacu pada pola pengalaman seluruh anggota masyarakat sekolah. Iklim
sekolah mencerminkan nilai-nilai, hubungan interpersonal,proses belajar mengajar,
struktur organisasi dan melibatkan dukungan sosial dan emosi serta keamanan fisik
dari lingkungan sekolah (Cohen et al. 2009). Iklim sekolah dijabarkan dalam empat
dimensi yang meliputi pengajaran dan pembelajaran, hubungan internasional,
keamanan, dan struktur lingkungan (Cohen et al. 2009; Thapa et al. 2013). Guo et
al. (2011) menjabarkan sepuluh dimensi untuk menilai iklim sekolah secara lebih
spesifik, meliputi dukungan belajar, pembelajaran sosial emosi, rasa hormat di
sekolah, dukungan sosial, hubungan antar siswa, aturan dan norna, perasaan aman,
kekerasan di sekolah, lingkungan fisik sekolah, dan kerjasama yang dilakukan
sekolah dengan pihak luar.
Iklim sekolah memiliki hubungan positif dengan prestasi akademik,
keberhasilan sekolah, dan pencegahan kekerasan secara efektif (Cohen et al. 2009).
Rasa saling menghargai terhadap perbedaan, dukungan orang dewasa, dan
hubungan antar teman sebaya dapat menurunkan perilaku kekerasan dan agresi
siswa di sekolah (Gage et al. 2014). Henry et al (2011) menyatakan bahwa norma
tentang perilaku, dan iklim sekolah merupakan elemen penting untuk memahami
perilaku anak dan mempresiksi terjadinya perilaku agresi pada anak. Beberapa
faktor dari iklim sekolah yang dapat menurunkan perilaku agresi dan kekerasan
pada anak menurut Elsaesser (2013) antara lain : 1) Hubungan antara guru-murid
dan hubungan antar murid; 2) Norma berkaitan dengan agresi dan kekerasan yang
diberlakukan di sekolah; dan 3) Tanggung jawab sekolah terhadap kekerasan yang
terjadi di kingkungan sekolah.
Agresivitas
3 KERANGKA PEMIKIRAN
masing-masing individu memiliki pengaturan diri. Perilaku agresif yang sudah aktif
dapat disalurkan karena adanya dorongan seperti pengharapan dan hukuman. Hal
tersebut membuat anak mengidentifikasi perilaku yang diharapkan (moral justice)
(Bandura 1978).
Kekerasan dalam
Pengasuhan dan Pengasuhan
Penyesuaian Keluarga
Lingkungan Keluarga
Teori Pembelajaran
Sosial Bandura (Imitasi
Lingkungan dan Modeling)
Mikrosistem Agresivitas
(Teori Ekologi
Bronfrenbener)
Teori Pembelajaran
Sosial Bandura (Imitasi
Lingkungan
dan Modeling)
Sekolah
menyatakan bahwa terdapat perbedaan agresi antara laki-laki dan perempuan. Anak
laki memiliki agresivitas lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Selain
itu, perbedaan jenis kelamin juga menunjukkan perbedaan jenis Agresivitas. Anak
perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi pada agresi relasional, sementara laki-
laki lebih tinggi nilainya pada agresi fisik. Remaja laki-laki memiliki keinginan
lebih besar untuk berbuat kekerasan pada temannya, dibandingkan dengan anak
perempuan. Frekuensi agresi pada anak yang tinggal di daerah kota lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang tinggal di kabupaten. Faktor kemiskinan dan
ketiadaan sumber daya (pendapatan rendah) juga meningkatkan perilaku agresivitas
anak (Berlianti et al. 2016). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik
anak dan keluarga memiliki pengaruh terhadap agresivitas.
Agresi juga dipengaruhi hubungan orang tua dan anak dalam bentuk konflik,
kekerasan yang terjadi selama proses pengasuhan (Berlianti et al. 2016).Hubungan
orang tua-anak yang berkualitas dapat menurunkan tingkat agresi pada anak.
Selanjutnya, gaya pengasuhan otoritatif juga dapat menurunkan perilaku agresi
pada anak, sebaliknya gaya pengasuhan permisif dan otoriter dapat meningkatkan
perilaku agresi pada anak (Fung et al. 2013). Yoshito et al. (2011) dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa pengasuhan yang positif akan menurunkan
tingkat agresivitas anak, begitupun sebaliknya. Agresi pada anak disebabkan oleh
konflik antara anak dengan ayah, dan agresi yang dilakukan Ibu terhadap anak
(Kawabata dan Crick 2016). Morshed et al. (2015) membuktikan bahwa tingginya
penolakan ayah dan agresi (kekerasan) yang dilakukan ibuakan meningkatkan
agresivitas anak. Anak-anak yang memiliki perilaku agresif, setelah dieksplorasi
ternyata memiliki riwayat kekerasan (Maguire et al. 2015).
Kekerasan dalam pengasuhan dan pengasuhan yang negaif salahsatunya
dipengaruhi oleh rendahnya nilai penyesuaian keluarga. Penyesuaian orang tua
berkaitan dengan perannya sebagai pengasuh didefinisikan sebagai stress, depresi,
dan kecemasan yang dirasakan oleh orang tua (Sanders et al. 2014). Depresi pada
suami atau istri dapat meningkatkan perilaku eksternalisasi pada anak. Selain itu
kegagalan dalam penyesuaian emosi pada suami atau istri akan menurunkan
penyesuaian pernikahan dan penyesuaian keluarga (Gartstein dan Fagot 2003).
Stress Orang tua memiliki pengaruh signifikan terhadap agresi anak (Liu dan Wang
2014; Fung et al. 2013; Cumtois 2013).
Selain faktor di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga memiliki
kontribusi terhadap terbentuknya perilaku agresif pada anak. Iklim sekolah
memiliki hubungan positif dengan prestasi akademik, keberhasilan sekolah, dan
pencegahan kekerasan secara efektif (Cohen et al. 2009). Rasa saling menghargai
terhadap perbedaan, dukungan orang dewasa, dan hubungan antar teman sebaya
dapat menurunkan perilaku kekerasan dan agresi siswa di sekolah (Gage et al.
2014). Henry et al (2011) menyatakan bahwa norma tentang perilaku, dan iklim
sekolah merupakan elemen penting untuk memahami perilaku anak dan
mempresiksi terjadinya perilaku agresi pada anak. Beberapa faktor dari iklim
sekolah yang dapat menurunkan perilaku agresi dan kekerasan pada anak menurut
Elsaesser (2013) antara lain : 1) Hubungan antara guru-murid dan hubungan antar
murid; 2) Norma berkaitan dengan agresi dan kekerasan yang diberlakukan di
sekolah; dan 3) Tanggung jawab sekolah terhadap kekerasan yang terjadi di
kingkungan sekolah.Kerangka pemikiran konseptual disajikan pada penelitian ini
disajikan pada Gambar 2.
Pengasuhan
Karakterisrik Keluara Konsistensi
Usia Ayah Non-koersif
Usia Ibu
Dorongan
Pekerjaan Orang tua
Lama Pendidikan Orang tua Hubungan Orangtua-Anak
Pendapatan Keluarga
4 METODE
Populasi penelitian adalah keluarga yang memiliki anak usia Sekolah Dasar.
Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak usia kelas 4-5 Sekolah
Dasar. Responden penelitian adalah ibu dan anak. Kota Bogor dipilih secara
purposive. Berdasarkan data BPS Jawa Barat (2017) Kota Bogor merupakan
memiliki sebaran perduduk terbesar di Provinsi Jawa Barat.
SD A SD B Cluster Random
39
74
99 data diolah lebih lanjut, karena 14 data contoh tidak memenuhi kriteria.
Kerangka penarikan contoh disajikan dalam Gambar 3.
Data yang terkumpul selanjutnya akan diolah melalui proses editing, coding,
scoring, entry, cleaning, analyzing, dan interpretasi data. Pengolahan data
menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel dan analisis data dilakukan
dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS).Data
yang sudah didapatkan dari pengisian kuesioner, diberi penilaian untuk diolah lebih
lanjut. Penilaian variabel adalah sebagai berikut :
1. Kuesioner penyesuaian keluarga terdiri dari 12 pertanyaan dengan rentang
jawaban sangat tidak sesuai sampai sangat sesuai. Jawaban “sangat tidak sesuai”
diberikan nilai 0, “tidak sesuai” diberi nilai 1, “sesuai” diberi nilai 2, dan “sangat
sesuai” diberi nilai 3. Total minimal pada penyesuaian keluarga adalah 0 dan
total maksimal adalah 36.
2. Kuesioner pengasuhan terdiri dari 18 pertanyaan dengan rentang jawaban sangat
tidak sesuai sampai sangat sesuai. Jawaban “sangat tidak sesuai” diberikan nilai
0, “tidak sesuai” diberi nilai 1, “sesuai” diberi nilai 2, dan “sangat sesuai” diberi
nilai 3. Total minimal pada penyesuaian keluarga adalah 0 dan total maksimal
adalah 54.
3. Kuesioner kekerasan dalam pengasuhan terdiri dari 25 pertanyaan dengan
rentang jawaban tidak pernah – selalu. Jawaban “tidak pernah” diberikan nilai 0,
“jarang” diberi nilai 1, “sering” diberi nilai 2, dan “selalu” diberi nilai 3. Total
minimal pada penyesuaian keluarga adalah 0 dan total maksimal adalah 75.
4. Kuesioner iklim sekolah terdiri dari 63 pertanyaan dengan rentang jawaban
sangat tidak sesuai sampai sangat sesuai. Jawaban “sangat tidak sesuai”
diberikan nilai 0, “tidak sesuai” diberi nilai 1, “sesuai” diberi nilai 2, dan “sangat
sesuai” diberi nilai 3. Total minimal pada penyesuaian keluarga adalah 0 dan
total maksimal adalah 189.
5. Kuesioner agresivitas terdiri dari 29 pertanyaan dengan rentang jawaban tidak
pernah – selalu. Jawaban “tidak pernah” diberikan nilai 0, “jarang” diberi nilai
1, “sering” diberi nilai 2, dan “selalu” diberi nilai 3. Total minimal pada
penyesuaian keluarga adalah 0 dan total maksimal adalah 87.
Total perolehan skor yang didapat contoh, dirubah dalam bentuk index untuk
memenuhi ketentuan uji statistik.
X − skor minimum
Y= x 100
skor maksimum − skor minimum
Keterangan:
Y = skor contoh yang sudah di indeks
X = skor yang diperoleh contoh berdasarkan pengukuran
Skor minimum = skor minimum pada variabel
21
X3 P5,3
X5 PY,5
Y
P4,2
P3.2
PY,2
P5,2
X2
PY,6
X6
Gambar 4 Kerangka pengujian jalur
Keterangan :
X1 = Pendidikan Ibu
X2 = Jenis Kelamin
X3 = Penyesuaian Keluarga
X4 = Pendidikan Ibu
X5 = Jenis Kelamin
X6 = Penyesuaian Keluarga
Y = Agresivitas
P3,1 = Koefisien pengaruh pendidikan Ibu terhadap penyesuaia keluarga
P4,1 = Koefisien pengaruh pendidikan Ibu terhadap pengasuhan
P5,1 = Koefisien pengaruh pendidikan Ibu terhadap kekerasan dalam pengasuhan
P3,2 = Koefisien pengaruh jenis kelamin terhadap penyesuaia keluarga
P4,2 = Koefisien pengaruh jenis kelamin terhadap pengasuhan
P5,2 = Koefisien pengaruh jenis kelamin terhadap kekerasan dalam pengasuhan
PY,2 = Koefisien pengaruh jenis kelamin terhadap agresivitas anak
P4,3 = Koefisien pengaruh penyesuaian keluarga terhadap pengasuhan
P5,3 = Koefisien pengaruh penyesuaian keluarga terhadap kekerasan
P5,4 = Koefisien pengaruh pengasuhan terhadap kekerasan
Py,4 = Koefisien pengaruh penyesuaian pengasuhan terhadap agresivitas
Py,5 = Koefisien pengaruh kekerasan terhadap agresivitas anak
Py,6 = Koefisien pengaruh iklim sekolah terhadap agresivitas anak
22
Definisi Operasional
Penyesuaian keluarga adalah proses dan cara yang dilakukan oleh seseorang
untuk melakukan penyesuaian dalam lingkup keluarga, yang terdiri dari
penyesuaian ibu terhadap dirinya sendiri, hubungan dengan keluarga, juga
mencakup kerja sama antara suami dan istri berkaitan dengan pengasuhan.
Penyesuaian Ibu adalah proses dan cara yang dilakukan oleh ibu untuk melakukan
penyesuaian terhadap dirinya dalam menjalankan perannya sebagai pengasuh.
Hubungan keluarga adalah tingkat dukungan keluarga dan kebebasan lingkungan
keluarga dari konflik.
Kerjasama dalam pengasuhan dukungan yang diterima oleh pasangan dalam
menjalankan peran pengasuhan.
Pengasuhan adalah pengalaman, keterampilan, kualitas dan tanggung jawab yang
dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat
menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat dimana dia
berada.
Praktek pengasuhan pendekatan/gaya pengasuhan yang diekspresikan dengan
strategi yang digunakan orang tua untuk mempromosikan perilaku yang
positif dan prososial pada anak.
Konsistensi dalam pengasuhan ketetapan atau kemantapan dalam melakukan
strategi untuk mempromosikan perilaku positif.
Pengasuhan nonkoersif proses penguatan tanpa adanya pemaksaan yang
dilakukan oleh pengasuh, sehingga tidak memperkuat perilaku sulit anak,
yang selanjutnya memunculkan kekerasan dalam pengasuhan
Dorongan positif dalam pengasuhan suatu pola perlakuan orang tua untuk
membantu anak, membimbing mereka, sehingga mereka mungkin tidak
merasa berkecil hati ketika mengalami kesulitas.
Hubungan orag tua dan anak adalah interaksi orang tua dan pengasuh yang
mendatangkan kehangatan, dirasakan secara timbal balik, dan kepuasan
orang tua terhadap hubungan dengan anak
Kekerasan dalam pengasuhan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang
berkaitan dengan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis,
seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum.
Agresi psikologis adalah salah satu bentuk kekerasan yang menimbulkan
kesengsaraan pada psikologis anak. Kekerasan dilakukan dalam verbal yang
ditujukan untuk merendahkan, membuat tidak nyaman, membuat anak
merasa tidak diterima, atau membuat anak merasa bersalah.
Kekerasan Fisik adalah bentuk kekerasan yang dilakukan dengan melibatkan fisik
dan kontak langsung. Kekerasan ini dapat menimbulkan cedera, penderitaan
fisik, sampai kerusakan bagian tubuh.
Pengabaian adalah bentuk kekerasan berupa perbuatan mengabaikan, melalaikan,
dan tidak mempedulikan.
Kekerasan Seksual adalah bentuk kekerasan baik berupa ucapan atau tindakan
yang mengarah pada kegiatan seksual yang tidak diinginkan, terjadi dengan
paksaan, dan tanpa persetujuan.
23
Iklim sekolah adalah presepsi anak tentang kualitas dan karakter dari sebuah
lingkungan sekolah yang mencerminkan nilai-nilai, hubungan
interpersonal,proses belajar mengajar, struktur organisasi dan melibatkan
dukungan sosial dan emosi serta keamanan fisik dari lingkungan sekolah.
Dukungan Belajar adalah respon yang membuat anak merasa diberikan dorongan
untuk belajar, dihargai hasil karyanya, dan diberikan kesempatan untuk
mengembangkan terus pembelajaran.
Dukungan Sosial adalah respon yang diberikan oleh lingkungan sosial sekitar yang
menunjukkan bahwa seseorang dicintai, dihargai, dihormati, dan dilibatkan
dalam lingkungan sosialnya.
Pembelajaran Emosi adalah proses belajar yang ditujukan untuk meningkatkan
kecerdasan emosi. Konten pembelajaran meliputi bagaimana mengenal emosi,
mengontrol emosi, berempati, dan mejalin hubungan yang baik dengan orang
lain.
Rasa Hormat adalah sikap sopan, mengahargai, tanpa merendahkan perbedaan
yang dimiliki orang lain.
Aturan dan Norma adalah ketentuan yang mengatur perilaku, yang disepakati
bersama
Hubungan Antarsiswa adalah interaksi siswa dengan siswa yang mendatangkan
kehangatan, rasa nyaman, dirasakan secara timbal balik, dan kepuasan.
Tidak ada Kekerasan adalah lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan baik
secara fisik maupun verbal.
Lingkungan Fisik adalah sarana dan prasarana yang menunjangkan kegiatan
belajar-mengajar di sekolah.
Perasaan Aman adalah perasaan nyaman, dan bebas dari resiko ancaman
Kerjasama Sekolah adalah upaya membangun hubungan dan keterlibatan pihak
eksternal dengan pihak sekolah, untuk mewujudkan visi bersama.
Agresivitas adalah perilaku yang ditujukan untuk melukai atau menyakiti orang
lain atau benda, yang dikelompokkan menjadi agresi fisik, agresi verbal,
kemarahan, dan permusuhan.
Agresi fisik adalah penyerangan yang dilakukan kepada orang lain atau benda yang
melibatkan fisik.
Agresi verbal adalah penyerangan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata.
Kemarahan adalah ekspresi emosi yang menunjukkan ketidaksenangan terhadap
sesuatu.
Permusuhan adalah perilaku yang ditunjukkan dengan pertentangan terhadap
orang lain.
Karakteristik Contoh
Penelitian ini melibatkan 99 orang anak yang terdiri dari 55 orang (56 %)
anak perempuan dan 44 orang (44 %) laki-laki. Rataan usia anak perempuan 9.51
tahun dan anak laki-laki 9.57 tahun. Rataan usia keseluruhan adalah 9.54 tahun.
Usia ibu berada pada rentang 20-51 tahun dengan Rataan 35.75 tahun. Hal ini
menunjukan bahwa Rataan ibu berada pada periode usia dewasa madya. Rataan
24
pendidikan Ibu adalah 8.65 tahun atau setara dengan pendidikan kelas delapan
sekolah menengah pertama. Sebaran pendidikan ibu meliputi, 42.4 persen tamat
sekolah dasar, 29.3 persen tamat sekolah menengah pertama, 26.3 persen tamat
sekolah menengah atas, satu persen selesai menempuh jenjang pendidikan diploma
dan satu persen selesai menempuh jenjang pendidikan sarjana. Aktivitas ibu terdiri
dari 63.6 persen tidak bekerja dan 36.4 persen bekerja. Sebaran pekerjaan ibu terdiri
dari 8.1 persen bekerja dengan pekerjaan berbasis rumah (membuka
warung/menjahit), 21.2 persen bekerja paruh waktu, dan 7.1 persen bekerja dalam
waktu penuh. Sementara pendapatan keluarga berada pada rentang Rp 450 000,00-
4 000 000,00/ bulan, dengan Rataan Rp 1 280 000/bulan.
Penyesuaian Keluarga
Tabel 2 Rataan indeks penyesuaian keluarga berdasarkan dimensi dan jenis kelamin
Variabel Min-Mak Rataan±Std p-
value
P L T P L T
Penyesuaian 9-100 0-100 0-100 68.60±23.72 62.60±22.88 65.93±23.42 0.546
Ibu
Hubungan 33- 50- 33-100 80.61±18.70 80.68±16.44 80.64±17.65 0.543
keluarga 100 100
Kerjasama 33- 33- 33-100 75.15±22.72 72.22±18.63 73.85±20.95 0.042*
pengasuhan 100 100
Penyesuaian 31- 44- 31-100 74.29±17.27 72.29±14.23 73.40±15.94 0.253
keluarga 100 100
* =signifikan pada selang kepercayaan 90% P = Perempuan, L = Laki-laki T = Total
Rataan dimensi hubungan anggota keluarga memiliki Rataan nilai yang
paling tinggi dibandingkan dengan dimensi yang lain. Berdasarkan hasil jawaban
contoh, hal ini disebabkan 85.8 persen ibu menyatakan bahwa anggota keluarga
saling membantu satu sama lain, dan 86.8 persen menyatakan bahwa anggota
keluarganya berhubungan baik satu sama lain. Meskipun demikian, 10.1 persen ibu
menyataka angota keluarganya saling beradu mulut, dan 8.1 persen menyatakan
keluarganya saling mengkritik dan menjatuhkan.
Rataan dimensi kerjasama pengasuhan dapat dikategorikan sedang.
Berdasarkan hasil jawaban contoh, hal ini disebabkan 72.7 persen ibu dan pasangan
bekerja sama dengan pasangannya dalam menjalankan pengasuhan, 85.9 persen ibu
memiiki hubungan yang baik dengan pasangannya. Sementara itu, 27.3 persen ibu
merasa tidak setuju dengan bagaimana pasangannya mengasuh anak.
Pengasuhan
Tabel 3 menunjukkan hanya 10.1 persen orang tua yang memiliki capaian
indeks pengasuhan yang tinggi, 51.5 persen dengan capain indeks sedang,
sedangkan 38.4 persen masih memiliki capaian yang rendah. Sebaran contoh
berdasarkan kategori setiap dimensi menunjukkan sebagian besar contoh masih
memiliki konsistensi dan dorongan yang rendah (secara berturut-turut 47.5 % dan
46.5%). Selanjutnya, 22.2 persen contoh masih memiliki kategori rendah pada
dimensi hubungan orang tua dan pengasuh. Masih ditemukan pengasuhan koersif
dalam pengasuhan contoh, 35.4 persen responden memiliki kategori yang rendah
pada dimensi pengasuhan nonkoersif. Secara lebih terperinci, capaian indeks
pengasuhan beserta dimensinya disajikan dalam Tabel 3.
untuk melakukan kegiatan bersama anak. 84.9 persen contoh memiliki hubungan
yang baik dengan anak mereka.
Tabel 6 Rataan indeks kekerasan dalam pengasuhan berdasarkan dimensi dan jenis
kelamin
Variabel Min-Mak Rataan±Std p-
P L T P L T value
Agresi 0-93 0-67 0-48 22.67±21.49 20.76±15.50 21.82±18.99 0.121
psikologis
Kekerasan 0-54 0-36 0-93 12.63±12.26 9.62±9.54 11.29±11.18 0.249
fisik
Pengabaian 0-53 0-73 0-54 15.76±15.38 22.88±19.94 18.92±17.78 0.093*
Kekerasan 0-17 0-17 0-17 2.42±9.36 2.65±10.74 2. 53±9. 92 0.802
seksual
Kekerasan 0-44 0-37 0-44 14.45±12.01 13.94±9.46 14.22±10.90 0.154
* =signifikan pada selang kepercayaan 90%
28
Iklim Sekolah
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori indeks iklim sekolah dan dimensinya
Dimensi Iklim Kategori Iklim Sekolah Total (%)
Sekolah Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%)
(<60) (60-80) (>80)
Dukungan belajar 20.2 44.4 35.4 100
Dukungan sosial 25.3 46.5 28.3 100
Pembelajaran sosial 9.1 44.4 46.5 100
emosi
Rasa hormat 14.1 30.3 55.6 100
Aturan, norma 34.3 29.3 36.4 100
Hubungan siswa 42.4 28.3 29.3 100
Tidak ada kekerasan 35.4 33.3 31.3 100
Lingkungan fisik 20.2 35.4 44.4 100
Perasaan aman 17.2 47.5 35.4 100
Kerjasama Eksternal 35.4 38.4 26.2 100
Total Iklim Sekolah 20.2 51.5 28.3 100
Tabel 8 menunjukkan tidak terdapat perbedaan presepsi terhadap iklim
sekolah antara anak laki-laki dan perempuan, tetapi ditemuka perbedaan pada
dimensi dukungan sosial antara anak laki-laki dan perempuan. Dukungan sosial
pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Rataan iklim sekolah
pada anak perempuan lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini
menunjukkan bahwa presepsi anak perempuan terhadap lingkungan sekolahnya
lebih baik dengan anak laki-laki. Rataan tertinggi terdapat pada dimensi rasa hormat,
sementara rataan terendah terdapat pada dimensi kerjasama sekolah. Rataan seluruh
dimensi ditemukan lebih tinggi pada anak perempuan, kecuali pada dimensi
lingkungan fisik dan kerjasama sekolah.
Dimensi rasa hormat merupakan dimensi yang memiliki rataan tertinggi dari
semua dimensi pada variabel iklim sekolah. Berdasarkan jawaban responden
(lampiran 4), 86.8 persen siswa menyatakan bahwa orang dewasa di sekolah
menghormati perbedaan yang ada pada siswa, 86.9 persen siswa menyatakan orang
dewasa di sekolah mereka saling menghormati perbedan satu sama lain, 92.0 persen
siswa menyatakan orang dewasa di sekolah memperlakukan siswa dengan penuh
hormat, 81.8 persen siswa menyatakan orang dewasa di sekolah bekerja sama satu
sama lain, 87.9 persen siswa menyatakan orang dewasa di sekolah saling
menghormati satu sama lain, 89.9 persen siswa menyatakan orang dewasa di
sekolah saling mempercayai satu sama lain.
Rataan dimensi aturan dan norma masih rendah. Berdasarkan jawaban
responden, 68.7 siswa menyatakan orang dewasa di sekolah yang secara adil
memastikan bahwa seluruh siswa menaati peraturan mengenai larangan melakukan
kekerasan fisik pada orang lain, 67.7 persen siswa menyatakan orang dewasa di
sekolah menghentikan siswa yang terlihat menyakiti orang lain secara fisik, 69.7
persen siswa menyatakan di sekolah ada peraturan yang jelas tentang larangan
untuk melakukan kekerasan verbal, 71.7 persen siswa menyatakan orang dewasa di
sekolah secara adil memastikan bahwa seluruh siswa menaati peraturan mengenai
larangan melakukan kekerasan verbal pada orang lain, 70.7 persen siswa
menyatakan bahwa di sekolah, ada peraturan yang jelas tentang larangan untuk
melakukan kekerasan fisik, dan 72.7 persen siswa menyatakan orang dewasa di
sekolah menghentikan siswa yang terlihat menyakiti orang lain secara verbal.
30
Tabel 8 Rataan indeks iklim sekolah berdasarkan dimensi dan jenis kelamin
Dimensi Min-Max Rataan±Std p-
Iklim P L T P L Total value
Sekolah
Dukungan 42- 11- 11-100 77.53±16.66 68.24±19.31 73.40±18.39 0.651
belajar 100 100
Dukungan 44- 11- 11-100 73.03±16.50 66.04±22.64 69.92±19.68 0.068*
sosial 100 100
Pebelajaran 39- 6-100 6-100 80.61±15.84 74.24±22.86 77.78±19.44 0.224
sos-emosi 100
Rasa 22- 6-100 6-100 81.72±18.29 76.26±21.71 79.29±19.96 0.598
hormat 100
sekolah yang senang mencemooh dan mentertawakan teman yang lain, 27.3 persen
menyatakan ada kelompok siswa di sekolah yang memperlakukan siswa lain yang
bukan kelompoknya dengan tidak baik (memukul dan berkata kasar), 33.3 persen
contoh pernah melihat siswa menyakiti temannya secara verbal di sekolah lebih dari
satu kali (contoh : mencela, mencemooh, dan menertawakan), dan 23.2 persen
contoh menyatakan ada tempat di sekolah dimana mereka tidak merasa nyaman
secara fisik (contoh : toilet sekolah digunakan siswa untuk memukul teman lain).
Dimensi kerjasama eksternal memiliki rataan paling rendah dibandingkan
dengan dimensi yang lain dalam variabel iklim sekolah.Berdasarkan jawaban
contoh, 61.6 persen contoh menyatakan sekolah berusaha untuk memberitahu
keluarga mereka mengenai hal-hal yang terjadi di sekolah (contoh: sekolah pernah
menelpon ke rumah), 78.8 persen contoh menyatakan bahwa sekolah mengajak
keluarga mereka untuk menjadi bagian dari berbagai kegiatan sekolah (contoh :
sekolah memberikan undangan pada orang tua), 68.8 persen contoh menhyatakan
bahwa sekolah bahwa sekolah menganjurkan siswa untuk mengikuti kegiatan
ektrakulikuler.
Agresivitas
persen contoh menyatakan bahwa orang lain selalu terlihat seperti menginginkan
hal yang menguntungkan diri mereka saja. 55.6 persen contoh merasa sering
dibicarakan keburukannya oleh teman-temannya saat mereka tidak bersama.
** =signifikan pada selang kepercayaan 99%, * =signifikan pada selang kepercayaan 95%
Tabel 11 menunjukkan bahwa pendidikan ibu memiliki hubungan positif
signifikan dengan penyesuaian keluarga dan pengasuhan. Semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin tinggi nilai penyesuaian keluarga dan pengasuhan.
Selain itu, dari penelitian ini juga ditemukan bahwa penyesuaian keluarga memiliki
hubungan positif dengan pengasuhan. Semakin tinggi nilai penyesuaian keluarga
maka nilai pengasuhan akan semakin baik. Selanjutnya, kekerasan dalam
pengasuhan memiliki hubungan negatif signifikan dengan iklim sekolah. Semakin
tinggi nilai kekerasan dalam pengasuhan (semakin sering anak meneima kekerasan
dalam pengasuhan), akan menurunkan nilai iklim sekolah (membuat presepsi buruk
tentang lingkungan sekolah).
Pendidikan Ibu, pendapatan keluarga, iklim sekolah, penyesuaian keluarga,
dan pengasuhan memiliki hubungan negatif signifikan dengan agresivitas anak,
sedangkan kekerasan dalam pengasuhan memiliki hubungan positif signifikan
dengan agresivitas anak. Semakin tinggi pendidikan ibu dan pendapatan keluarga
akan menurunkan perilaku agresivitas pada anak. Semakin baik presepsi anak
terhadap lingkungan sekolahnya, akan menurunkan agresivitas anak. Penyesuaian
keluarga yang semakin baik akan menurunkan agresivitas pada anak. Pengasuhan
34
yang semakin baik juga dapat menurunkan agresivitas anak. Semakin tinggi
kekerasan yang dilakukan orang tua dalam pengasuhan dapat meningkatkan
agresivitas anak.
X1 0.313**
0.158 X4
0.178
-0.192*
-0.056
0.537**
X3
X5 0.284**
-0.074
0.128 Y
0.079
0.004 -0.203**
X2
-0.109
X6
Pembahasan
salah satu bekal untuk terbukanya akses untuk meningkatkan katerampilan dalam
melakukan sosialisasi karakter, sehingga perilaku negatif sepert agresivitas bisa
lebih diminimalisasi.
Praktek pengasuhan yang baik (semakin banyak indikator pengasuhan yang
baik yang bisa dipenuhi orang tua) menurunkan nilai agresivitas secara keseluruhan
dan pada tiga dimensinya (afresi fisik, agresi kemarahan, dan agresi permusuhan).
Hal ini sejalan dengan penelitian Berlianti et al. (2016), Holtrop et al. (2015),
Yoshito et al. (2011) yang menyatakan bahwa praktek pengasuhan yang baik dapat
menurunkan perilaku agresi pada anak. Adapun praktek pengasuhan yang
dimaksud adalah monitoring, disiplin, penyelesaian masalah dan keterlibatan yang
positif (Hotrop et al. 2015), kemapuan dalam memberikan dorongan (Holtrop et al.
2015; Bashir dan Bashir 2016, Sanders et al. 2014). Sebaliknya, koersifitas
merupakan salah satu praktek pengasuhan yang negatif yang memiliki pengaruh
meningkatkan sikap agresi pada anak. Smith et al. (2014); Sanders et al. (2014),
koersifitas dalam pengasuhan menurunkan kepuasan anak, menyebabkan anak
memiliki perilaku oposisi terhadap guru dan tingkat agresif yang tinggi.
Secara lebih spesifik, koersifitas dalam pengasuhan dapat dijelaskan secara
rinci melalui variabel kekerasan dalam pengasuhan.Kekerasan dalam pengasuhan
seringkali dijadikan respon atas perilaku negatif yang dimunculkan oleh anak atau
menjadi strategi orang tua untuk mempromosikan perilaku yang baik, tetapi
sebaliknya sering kali memunculkan anak memberikan respon negatif karena rasa
tidak nyaman. Kekerasan dalam pengasuhan dapat meningkatkan agresivitas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kekerasan dalam pengasuhan
maka semakin tinggi nilai seluruh dimensi agresivitas maupun agresivitas secara
keseluruhan. Kekerasan dalam pengasuhan juga memiliki pengaruh langsung
terhadap perilaku agresi pada anak.Hal ini sejalan dengan penelitian Woods et al.
(2016), Berlianti et al. (2016); Maguire (2015). Secara lebih spesifik dimensi
kekerasan dalam pengasuhan yang memiliki hubungan positif dengan perilaku
agresif meliputi agresi psikologis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.
Salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap kualitas pengasuhan
adalah penyesuaian keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian
keluarga memiliki hubungan positif dengan pendidikan Ibu. Hal ini sejalan dengan
temuan Stright and Bales (2003). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
penyesuaian keluarga memiliki hubungan positif signifikan dengan pengasuhan dan
memiliki hubungan negatif signifikan dengan agresivitas anak. Secara lebih
terperinci diketahui bahwa penyesuaian keluarga memiliki pengaruh tidak langsung
terhadap agresivitas anak, melalui pengasuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya (Schoppeet al. 2001; Gartstein dan Fagot 2003; Anthony et al. 2005).
Permasalahan emosi yang dialami oleh pengasuh (rasa sedih, tertekan, marah) akan
mendorong tindakan negatif saat melakukan proses pengasuhan. Sebaliknya,
kepuasan hidup, perasaan bahagia akan memberikan dorongan positif dalam proses
pengasuhan. Hubungan baik yang baik dengan keluarga, baik keluarga inti maupun
keluarga besar, mencerminkan hubungan antara orang tua dan anak dala proses
pengasuhan. Kerjasama yang baik dalam pengasuhan antar suami-istri membuat
proses pengasuhan menjadi lebih efektif, dan tujuan pengasuhan juga menjadi lebih
mudah untuk dicapai (Schoppeet al. 2001).
Selain dipengaruhi oleh faktor pengasuhan dalam keluarga, Presepsi yang
baik terhadap iklim sekolah akan menurunkan peilaku agresi fisik, verbal dan
38
Simpulan
Dalam penelitian ini, rataan usia anak perempuan 9.51 tahun dan anak laki-
laki 9.57 tahun. Rataan usia keseluruhan adalah 9.54 tahun. Usia ibu berada pada
rentang 20-51 tahun dengan rataan 35.75 tahun. Hal ini menunjukan bahwa ibu
berada pada periode usia dewasa madya. Rataan Ibu hanya menempuh pendidikan
sampai kelas delapan sekolah menengah pertama. Aktivitas ibu terdiri dari 63.6
persen tidak bekerja dan 36.4 persen bekerja. Sementara pendapatan keluarga
berada pada rentang Rp 450 000,00-4 000 000,00/ bulan, dengan Rataan Rp 1 280
000/bulan.
Penyesuaian keluarga pada anak laki-laki tidak berbeda signifikan dengan
anak perempuan, tetapi pada dimensi kerjasama dalam pengasuhan ditemukan
perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Tidak terdapat perbedaan
pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan, akan tetapi rataan pengasuhan
dan seluruh dimensinya lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tidak terdapat perbedaan kekerasan dalam pengasuhan antara anak
laki-laki dan perempuan, tetapi pada dimensi pengabaian ditemukan perbedaan
antara anak laki-laki dan perempuan. Pengabaian pada anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan anak perempuan.Tidak terdapat perbedaan presepsi terhadap
iklim sekolah antara anak laki-laki dan perempuan, tetapi ditemuka perbedaan pada
dimensi dukungan sosial antara anak laki-laki dan perempuan.
Ibu yang memiliki pendidikan tinggi, memiliki penyesuaian keluarga dan
pengasuhan yang lebih baik, serta menurunkan agresivitas pada anak. Penyesuaian
keluarga yang baik, akan meningkatkan kualitas pengasuhan dan menurunkan
agresivitas pada anak. Pengasuhan yang baik dapat menurunkan agresivitas pada
anak. Sebaliknya, kekerasan dalam pengasuhan dapat menurunkan presepsi baik
anak terhadap lingkungan sekolahnya, sekaligus menimbulkan agresivitas anak.
Presepsi yang baik terhadap lingkungan sekolah, dapat menurunkan agresivitas
pada anak .
40
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anderson CA, Bushman BJ. 2002. Human aggression. Annual review of psychology,
53.
Annerbäck, EM., Sahlqvist L, Svedin CG, Wingren G, Gustafsson PA. 2012. Child
physical abuse and concurrence of other types of child abuse in Sweden—
Associations with health and risk behaviors. Child Abuse Neglect 36(7):585-
595.
Anthony LG, Anthony BJ, Glanville DN, Naiman DQ, Waanders C, Shaffer S.
2005. The relationships between parenting stress, parenting behaviour and
preschoolers' social competence and behaviour problems in the classroom.
Infant and Child Development: An International Journal of Research and
Practice, 14(2), 133-154.Archer J. 2004. Sex differences in aggression in
real-world settings: A meta-analytic review. Review of general
Psychology, 8(4), 291.
Archer J. 2004. Sex differences in aggression in real-world settings: A meta-
analytic review. Review of general Psychology, 8(4), 291.
Bashir L, Bashir H. 2016. A Study on Parental Encoragement Among
Adolescents. International Journal of Scientific Research 5(4).
Basuki M. 2017. Mencari penyebab agresivitas pelajar. Hubungan konsep diri,
perhatian orangtua, afiliasi kepada kelompok nonagresif, dan iklim sekolah
dengan agresivitas. WACANA, Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 13(1), 35-53.
Bandura A. 1978. Social learning theory of aggression. Journal of
communication 28(3):12-29.
Berlianti D, Vitalaya A, Hastuti D, Sarwoprasojdo S, Krisnatuti D. 2016. Ada Apa
Dengan Komunikasi Orang Tua-Remaja?: Pengaruhnya Terhadap
Agresivitas Remaja Pada Sesama. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 9(3): 183-194.
Bornstein MH, Hahn CS, Haynes OM. 2011. Maternal personality, parenting
cognitions, and parenting practices. Developmental psychology47(3):658.
[BPS Jabar] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2017. Provinsi Jawa Barat dalam
Angka 2017.
[BPS Bogor] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2017. Bogor dalam Angka 2017.
Buss AH, Perry MP. 1992. The aggression questionnaire. Journal of Personality
and Social Psychology 63(III): 452-459.
Calhoun JF, Acocella JR. 2004.Psikologi tentang Penyesuaian danHubungan
Kemanusiaan. Edisi Ketiga.Alih bahasa: Ny. RS. Satmoko.Semarang: IKIP
Semarang Press.
Cohen J, McCabe L, Michelli NM, Pickeral T. 2009. School climate: Research,
policy, practice, and teacher education. Teachers college record, 111(1), 180-
213.
Dadds MR., Powell MB. 1991. The relationship of interparental conflict and global
marital adjustment to aggression, anxiety, and immaturity in aggressive and
nonclinic children. Journal of abnormal child psychology 19(5):553-567.
Dubois-Comtois K, Moss E, Cyr C, Pascuzzo K. 2013. Behavior problems in
middle childhood: The predictive role of maternal distress, child attachment,
and mother-child interactions. Journal of abnormal child
psychology 41(8):1311-1324.
Eagly AH. 1997. Sex differences in social behavior: comparing social role theory
and evolutionary psychology.
Elsaesser C, Gorman-Smith D, Henr D. 2013. The role of the school environment
in relational aggression and victimization. Journal of youth and
adolescence, 42(2), 235-249.
Endendijk JJ, Groeneveld MG, Bakermans-Kranenburg MJ, Mesman J. 2016.
Gender-differentiated parenting revisited: meta-analysis reveals very few
differences in parental control of boys and girls. PloS one, 11(7), e0159193.
Eron LD, Huesmann LR, ZelliA. 1991. The Development and Treatment of
Childhood Aggression. Rubin KH, Peppler DJ, editor. London (UK):
Lawrence Erlbaum Associates. hlm 169-187
Fung, ALC, Gerstein LH., Chan Y, Hurley E. 2013. Children’s aggression,
parenting styles, and distress for Hong Kong parents. Journal of Family
Violence 28(5):515-521.
Fung, AL, Gerstein LH, Chan Y, Engebretson J. 2015. Relationship of aggression
to anxiety, depression, anger, and empathy in Hong Kong. Journal
Gage NA, Prykanowski DA, Larson A. 2014. School climate and bullying
victimization: A latent class growth model analysis. School psychology
quarterly, 29(3), 256.
Gartstein MA, Fagot BI. 2003. Parental depression, parenting and family
adjustment, and child effortful control: Explaining externalizing behaviors for
preschool children. Journal of Applied Developmental
Psychology 24(2):143-177.
Goldstein SE, Young A, Boyd C. 2008. Relational aggression at school:
Associations with school safety and social climate. Journal of Youth and
Adolescence, 37(6): 641-654.
Guo P, Choe J, Higgins-D’Alessandro A. 2011. Report of construct validity and
internal consistency findings for the comprehensive school climate inventory.
Fordham University.
Hastuti D. 2015. Pengasuhan: Teori, Prinsip, dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor
(ID): IPB Press.
43
Henry DB, Farrell AD, Schoeny ME, Tolan PH, Dymnicki AB. 2011. Influence of
school-level variables on aggression and associated attitudes of middle school
students. Journal of school psychology, 49(5) : 481-503.
Huesmann LR, Moise-Titus J, Podolski CL, Eron LD. 2003. Longitudinal relations
between children’s exposure to TV violence and their aggressive and violent
behavior in young adulthood: 1977-1992. Developmental Psychology
39(II):201-221.
Hurlock EB. 2002. Psikologi Perkembangan 5th edition. Erlangga: Jakarta.
Hutapea B. 2010. Studi korelasi intensitas menonton tayangan yang mengandung
kekerasan di telivisi dengan perilaku agresif pada anak. Jurnal Ikon 3(II): 1-
7.
Holtrop K, Smith M, Scott JC. 2015. Associations between positive parenting
practices and child externalizing behavior in underserved Latino immigrant
families. Family process, 54(2), 359-375.
Johnson SL. 2009. Improving the school environment to reduce school violence: A
review of the literature. Journal of school health, 79(10), 451-465.
Kanbay Y, Aslan Ö, Işik E. 2016. Child Abuse and Neglect. International Journal
of Health Sciences and Research (IJHSR) 6(8): 352-357.
Kawabata Y, Crick NR. 2016. Differential associations between maternal and
paternal parenting and physical and relational aggression. Asian Journal of
Social Psychology.
[KPAI] Komisi Pelindungan Anak Indonesia. 2016. Tabulasi data kasus per-tahun:
rincian data kasus berdasarkan kluster perlindungan [Internet]. Diakes pada :
http://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-per-tahun/rincian-data-
kasus-berdasarkan-klaster-perlindungan-anak-2011-2016
Ladd GW, Ettekal I, Kochenderfer‐Ladd B, Rudolph KD, Andrews RK. 2014.
Relations among chronic peer group rejection, maladaptive behavioral
dispositions, and early adolescents' peer perceptions. Child
development, 85(3), 971-988.
Leadbeater BJ, Sukhawathanakul P, Thompson K, Holfeld B. 2015. Parent, child,
and teacher reports of school climate as predictors of peer victimization,
internalizing and externalizing in elementary school. School Mental
Health, 7(4), 261-272.
Lee SJ, Taylor CA, Alschul I, Rice JC. 2013. Parental spanking and subsequent risk
for child aggression in father involved families of young children. Children
and Youth Services Review 35(2013): 1476-1485.
Liu L, Wang M. 2015. Parenting stress and children’s problem behavior in China:
The mediating role of parental psychological aggression. Journal of family
psychology 29(1):20.
Maguire SA., Williams B, NaughtonAM, Cowley LE, Tempest V, Mann, MK,
Kemp AM. 2015. A systematic review of the emotional, behavioural and
cognitive features exhibited by school‐aged children experiencing neglect or
emotional abuse. Child: parenting, health and development 41(5): 641-653.
Megawangi R. 2014. Membiarkan Berbeda : Edisi Revisi Sudut Pandang Baru
tentang Relasi Gender. Cimanggis Depok (ID): Indonesia Heritage
Foundation.
44
Meinck F, Cluver LD, Boyes ME, Ndhlovu LD. 2015. Risk and protective factors
for physical and emotional abuse victimisation amongst vulnerable children
in South Africa. Child Abuse Review24(3):182-197.
Morshed MUI, Nirobe NN, Naz H. 2015. A study of parental acceptance-rejection
and aggression towards parents of adolescence. Universal Journal of
Psychology 3(IV): 132-135.
Nelson DA, Yang C, Coyne SM, Olsen JA, Hart CH. 2013. Parental psychological
control dimensions: Connections with Russian preschoolers’ physical and
relational aggression. Journal of Applied Developmental Psychology 34(1):
1-8
Nivette AE, EisnerM, Malti T, Ribeaud D. 2014. Sex differences in aggression
among children of low and high gender inequality backgrounds: A
comparison of gender role and sexual selection theories. Aggressive
behavior, 40(5), 451-464.
Puspitasari R, Hastuti D, Herawati T. 2015. Pengaruh pola asuh disiplin dan pola
asuh spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar. Jurnal
Pendidikan Karakter, (2).
Puspitawati H. 2009. Kenakalan pelajar dipengaruhi oleh sistem sekolah dan
keluarga. Bogor (ID): IPB Press.
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.
Bogor (ID): IPB Press.
Puspitawati H, Sarma M, Herawati T, Latifah M, Moeljono P. 2013. Analisis
Sinergisme Keluarga dan Sekolah di Kota Bogor. Bogor: IPB Press.
Rahmawati SH. 2014. Pengaruh akses media sosial, gaya pengasuhan dan
kekerasan verbal orang tua terhadap karakter siswa SMK di Bogor [tesis].
Sekolah Pascasarjana, Institur Pertanian Bogor.
Reeves RV, Venator J, Howard K. 2014. The character factor: Measures and
impact of drive and prudence. Center on Children Families.
Santrock JW. 2012. Life Span Development. Ed 5; alih bahasa Juda D, Achmad C;
editor, Herman SinagaYati Sumuharti. Jakarta:Erlangga.
Sanders, M. R., Morawska, A., Haslam, D. M., Filus, A., Fletcher, R. 2014.
Parenting and Family Adjustment Scales (PAFAS): validation of a brief
parent-report measure for use in assessment of parenting skills and family
relationships. Child Psychiatry Human Development, 45(3), 255-272.
Schoppe SJ, Mangelsdorf SC, Frosch CA. 2001. Coparenting, family process, and
family structure: Implications for preschoolers' externalizing behavior
problems. Journal of Family Psychology, 15(3), 526.
Sekar P, Mani S. 2013. Parental Encouragement to Higher Secondary Students in
Thiruvannamalai District: An Empirical Analysis. International global
research analysis 2(11).
Smith JD, Dishion TJ, Shaw DS, Wilson MN, Winter CC, Patterson GR. 2014.
Coercive family process and early-onset conduct problems from age 2 to
school entry. Development and psychopathology 26(401): 917.
Straus MA, Hamby S L, FinkelhorD, Moore DW, Runyan D. 1998. Identification
of child maltreatment with the Parent-Child Conflict Tactics Scales:
Development and psychometric data for a national sample of American
parents. Child abuse neglect 22(4): 249-270.
45
Stright AD, Bales SS. 2003. Coparenting quality: contributions of child and parent
characteristics. Family Relations, 52(3), 232-240.
Thapa A, Cohen J, Guffey S, Higgins-D’Alessandro A. 2013. A review of school
climate research. Review of Educational Research, 83(3), 357-385.
Tremblay RE. 2010. Developmental origins of disruptive behaviour problems: the
‘original sin’hypothesis, epigenetics and their consequences for
prevention. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 51(4), 341-367.
Umaroh SK. 2017. Agresivitas siswa ditinjau berdasarkan iklim sekolah dan
keyakinan normatif mengenai agresi. Jurnal Ecopsy, 4(1), 17-24.
[UUPA] Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Wang MT, Eccles JS. 2012. Social support matters: Longitudinal effects of social
support on three dimensions of school engagement from middle to high
school. Child development, 83(3), 877-895.
Webster‐Stratton C, Jamila-Reid M, Stoolmiller M. 2008. Preventing conduct
problems and improving school readiness: evaluation of the incredible years
teacher and child training programs in high‐risk schools. Journal of child
psychology and psychiatry, 49(5), 471-488.
Wood W, Eagly AH. 2002. A cross-cultural analysis of the behavior of women and
men: Implications for the origins of sex differences. Psychological
bulletin, 128(5), 699.
Yoshito K, Lenneke RA, WanLing A, H.van TM. 2011. Maternal and paternal
parenting styles associated with relational aggression in children and
adolescents: a conceptual analysis and meta-analytic review. Developmental
Review 31(2014): 240-278.
Young JC, Widom CS. 2014. Long-term effects of child abuse and neglect on
emotion processing in adulthood. Child abuse neglect 38(8): 1369-1381.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sebaran jawaban contoh pada variabel penyesuaian keluarga
Sebaran jawaban orang tua tentang pengasuhan selama empat pekan terakhir yang dilakukan Oran g tua terhadap anak, dengan keterangan
jawaban sebagai berikut:
4 = Sangat Sesuai
3 = Sesuai
2 = Tidak Sesuai
1 = Sangat Tidak Sesuai
No Pertanyaan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
1 Mmerasa tertekan dan khawatir 27 27.3 42 42.4 17 17.2 13 13.1 2.07 2.27 2.16
2 Merasa bahagia 9 9.1 11 11.1 36 36.4 43 43.4 3.24 3.02 3.14
3 Merasa sedih dan tertekan 47 47.5 38 38.4 8 8.1 6 6.1 1.64 1.84 1.73
4 Merasa puas dengan hidup 9 9.1 18 18.2 36 36.4 36 36.4 3.02 2.98 3.00
5 Dapat mengatasi masalah emosi ketika 5 5.1 30 30.3 39 39.4 25 25.3 2.76 2.95 2.85
menjadi orang tua
6 Anggota keluarga saling membantu satu sama 5 5.1 9 9.l 32 32.3 53 53.5 3.18 3.11 3.15
lain
7 Anggota keluarga berhubungan baik satu 6 6.1 7 7.1 28 28.3 58 58.6 1.87 2.05 1.95
sama lain
8 Anggota keluarga saling bertengkar dan 49 49.5 40 40.4 6 6.1 4 4.0 3.45 3.43 3.44
beradu argumen
9 Anggota keluarga saling kritik dan saling 68 68.7 23 23.2 6 6.1 2 2.0 3.35 3.34 3.34
menjatuhkan
10 Bekerjasama dengan pasangan, sebagai tim 6 6.1 21 21.2 24 24.2 48 48.5 3.36 3.43 3.39
dalam mengasuh anak
11 Tidak setuju dengan bagaimana pasangan 41 41.4 31 31.3 18 18.2 9 9.1 1.67 1.61 1.65
mengasuh anak*
12 Memiliki hubungan yang baik dengan 7 7.1 7 7.1 20 20.2 65 65.7 1.36 1.48 1.41
pasangan
47
Lampiran 2 Sebaran jawaban contoh pada variabel pengasuhan positif
48
Sebaran jawaban orang tua tentang pengasuhan selama empat pekan terakhir yang dilakukan Orang tua terhadap anak, dengan keterangan
jawaban sebagai berikut:
4 = Sangat Sesuai
3 = Sesuai
2 = Tidak Sesuai
1 = Sangat Tidak Sesuai
No Pernyataan 1 2 3 4 Rataan
n % N % N % n % P, n=55 L, n=44 Total
1 Jika anak tidak melakukan apa yang 18 18.2 35 35.4 26 26.3 20 20.2 2.44 2.55 2.48
diperintahkan, pengasuh menyerah dan memilih
untuk melakukannya sendiri.*
2 Ketika anak nakal. Menindaklanjuti dengan 22 22.2 34 34.3 23 23.2 20 20.2 2.33 2.52 2.41
konsekuensi (misalnya mengambil pergi
mainan).*
3 Ketika anak nakal, mengancam (mis 24 24.2 32 32.3 28 28.3 15 15.2 2.22 2.50 2.34
mematikan TV) anak , tapi tidak
menindaklanjuti*
4 Meminta anak untuk berperilaku baik dengan 14 14.1 37 37.4 37 37.4 11 11.1 2.31 2.39 2.34
cara yang sama sepanjang waktu.*
5 Ketika anak marah atau kesal, memberikan apa 22. 22.2 52 52.2 22 22.2 3 3.0 2.07 2.05 2.06
yang anak inginkan.*
6 Marah saat anak nakal.* 8 8.1 40 40.4 27 27.3 24 24.2 2.60 2.77 2.68
7 Membuat anak merasa buruk (misalnya rasa 37 37.4 29 29.3 19 19.2 14 14.1 2.05 2.16 2.10
bersalah atau malu) ketika anak nakal, untuk
memberikan pelajaran pada anak.*
8 Memukul anak ketika anak nakal.* 33 33.3 48 48.5 16 16.2 2 2.0 1.76 2.00 1.87
9 Berdebat dengan anak tentang perilaku/sikap 13 13.1 56 56.6 21 21.2 9 9.1 2.15 2.41 2.26
mereka.*
10 Merasa terganggu dengan anak * 71 71.7 16 16.2 8 8.1 4 4.0 1.35 1.57 1.44
11 Memberikan anak hadiah atau kegiatan yang 20 20.2 54 54.5 13 13.1 12 12.1 2.09 2.27 2.17
menyenangkan ketika mereka berperilaku baik
12 Memuji anak ketika mereka berperilaku baik 4 4.0 19 19.2 37 37.4 39 39.4 3.05 3.20 3.12
No Pernyataan 1 2 3 4 Rataan
n % N % N % n % P, n=55 L, n=44 Total
13 Memberikan perhatian pada anak (mis 4 4.0 18 18.2 25 25.3 52 52.5 3.31 3.20 3.26
pelukan, mengedipkan mata, tersenyum atau
ciuman)
14 Sering berbicara dengan anak 6 6.1 19 19.2 31 31.3 43 43.4 3.11 3.14 3.12
15 Merasa senang saat memberikan pelukan, 6 6.1 27 27.3 33 33.3 33 33.3 2.93 2.95 2.94
ciuman dan dekapan kepada anak .
16 Bangga terhadap anak . 4 4.0 13 13.1 27 27.3 55 55.6 3. 38 3. 30 3.34
17 Menikmati menghabiskan waktu dengan anak . 4 4.0 19 19.2 33 33.3 43 43.4 3.18 3.14 3.16
18 Memiliki hubungan yang baik dengan anak . 7 7.1 8 8.1 26 26.3 58 58.6 3.29 3.45 3.36
49
50
Lampiran 3 Sebaran jawaban contoh pada variabel kekerasan dalam pengasuhan (kekerasan dalam pengasuhan)
Bagian 1
Sebaran jawaban anak tentang kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak, dengan keterangan jawaban sebagai berikut:
1 = Tidak pernah
2 = Kadang-kadang
3 = Sering
4 = Selalu
No Pertanyaan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
1 Orang tua mengancam akan memukul , jika 37 37.4 29 29.3 26 26.3 7 7.1 2.00 2.07 2.03
berbuat salah. Tapi tidak sampai melakukannya
2 Orang tua berteriak pada 36 36.4 38 38.4 15 15.2 10 10.1 1.96 2.02 1.99
3 Orang tua memaki 59 59.6 28 28.3 9 9.1 3 3.0 1.65 1.43 1.56
4 Orang tua mengatai bodoh 69 69.7 22 22.2 3 3.0 5 5.1 1.51 1.34 1.43
5 Orang tua mengatakan bahwa mereka akan 80 80.8 13 13.1 5 5.1 1 1.0 1.27 1.25 1.26
mengusir dari rumah
6 Orang tua memukul pada bagian bawah tubuh 37 37.4 47 47.5 10 10.1 5 5.1 1.87 1.77 1.83
dengan tangan kosong
7 Orang tua memukul pada bagian bawah tubuh 56 56.6 30 30.3 10 10.1 3 3.0 1.64 1.55 1.60
dengan ikat pinggang/sapu/ benda keras lainnya.
8 Orang tua menampar di bagian lengan. 59 59.6 28 28.3 12 12.1 0 0 1.64 1.39 1.53
9 Orang tua menelantarkan 80 80.8 13 13.1 5 5.1 1 1.1 1.33 1.18 1.26
10 Orang tua mengguncangkan tubuh 79 79.8 14 14.1 6 6.1 0 0 1.29 1.23 1.26
11 Orang tua menampar wajah 79 79.8 14 14.1 5 5.1 1 1.0 1.27 1.27 1.27
12 Orang tua memukul bagian tubuh (selain bagian 71 71.7 20 20.2 5 5.1 3 3.0 1.38 1.41 1.39
tubuh bawah) dengan menggunakan ikat
pinggang/sapu/ benda keras lainnya
13 Orang tua mendorong hingga terjatuh 85 85.9 11 11.1 3 3.0 0 0 1.21 1.11 1.17
14 Orang tua memukul dengan keras 69 69.7 20 20.2 7 7.1 3 3.0 1.51 1.34 1.45
15 Orang tua memukul secara berulang 66 66.7 26 26.3 2 2.0 5 5.1 1.53 1.36 1.45
16 Orang tua mencekik 94 94.9 4 4.0 1 1.0 0 0 1.09 1.02 1.06
No Pertanyaan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
17 Orang tua menyiram dengan air panas secara 95 96.0 1 1.0 2 2.0 1 1.0 1.13 1.02 1.08
sengaja
18 Orang tua mengancam dengan pisau 94 94.9 4 4.0 1 1.0 0 0 1.04 1.09 1.06
19 Orang tua meninggalkan sendirian 61 61.6 29 29.3 8 8.1 1 1.0 1.40 1.59 1.48
20 Orang tua tidak mampu menunjukkan bahwa dia 58 58.6 18 18.2 8 8.1 15 15.2 1.65 1.98 1.80
mencintai
21 Orang tua tidak memastikan bahwa mendapatkan 59 59.6 21 21.2 10 10.1 9 9.1 156 1.84 1.69
makanan yang butuhkan
22 Orang tua tidak memastikan bahwa mendapatkan 67 67.7 17 17.2 8 8.1 7 7.1 1.49 1.61 1.55
pengobatan ketika sakit
23 Orang tua merasa bahwa merawat adalah 79 79.8 13 13.1 2 2.0 5 5.1 1.25 1.41 1.32
masalah untuk mereka
Bagian II
Sebaran jawaban anak tentang pendisiplinan selama satu pekan yang dilakukan orang tua kepada anak, dengan keterangan jawaban sebagai
berikut
1 = Tidak pernah
2 = Kadang-kadang
3 = Sering
4 = Selalu
1 2 3 4 Rataan
No Pernyataan N % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
1 Orang tua melakukan time out (mengurung 95 96.0 2 2.0 2 2.0 0 0 1.07 1.05 1.06
dalam ruangan)
2 Orang tua meneriaki 66 66.7 25 25.3 7 7.1 1 1.0 1.40 1.45 1.42
3 Orang tua memukul bagian tubuh bawah 57 57.6 33 33.3 5 5.1 4 4.0 1.60 1.50 1.56
dengan tangan kosong
4 Orang tua memukul pada bagian lengan, 73 73.7 18 18.2 6 6.1 2 2.0 1.33 1.41 1.36
ketiak, atau kaki
51
Bagian III
52
Sebaran jawaban anak tentang kekerasan seksual yang pernah diterima oleh anak, dengan keterangan jawaban sebagai berikut:
1 = Tidak, tidak pernah terjadi
2 = Tidak terjadi selama satu tahun ini, tapi pernah terjadi
3 = Pernah, terjadi satu kali
4 = Pernah, terjadi lebih dari satu kali
No Pernyataan 1 2 3 4 Rataan
N % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
1 Pernahkah Anda mengalami sentuhan yang tidak 92 92.9 7 7.1 0 0 0 0 1.15 1.16 1.15
diinginkan pada organ seksual, yang dilakukan
oleh orang dewasa atau anak yang lebih tua dari
Anda, atau dipaksa untuk melakukan sentuhan
yang tidak dia inginkan pada orang dewasa atau
anak yang lebih tua dari Anda (termasuk oleh
anggota keluarga Anda atau siapapun)
2 Pernahkah anak Anda dipaksa melakukan 99 100 0 0 0 0 0 0 1.00 1.00 1.00
hubungan seksual oleh orang dewasa atau anak
yang lebih tua dari Anda (termasuk oleh anggota
keluarga Anda atau siapapun) ?
Lampiran 4 Sebaran jawaban contoh pada variabel iklim sekolah
Sebaran jawaban anak tentang lingkunan sekolah, dengan keterangan jawaban sebagai berikut:
13 Orang dewasa (guru, petugas kebersihan, atpam, 12 12.1 9 9.1 40 40.4 38 38.4 3.33 2.70 3.05
pegawai, dll) di sekolah senang mendengar
cerita dari siswanya
14 Orang dewasa di sekolah sangat tertarik saat 12 12.1 6 6.1 40 40.4 41 41.4 3.25 2.93 3.11
mengetahui seorang siswa
15 Jika ingin menceritakan masalah, ada orang 6 6.1 17 17.2 36 36.4 40 40.4 3.20 3.00 3.11
dewasa yang percayai untuk mendengarkan
cerita
16 Orang tua dan keluarga merasa nyaman 8 8.1 6 6.1 37 37.4 48 48.5 3..24 3.30 3.26
berdiskusi dengan guru di sekolah
17 Berfikir orang tua merasa diterima di sekolah 14 14.1 8 8.1 35 35.4 42 42.4 3.11 3.00 3.06
18 Jika merasa bingung di sekolah, nyaman untuk 8 8.1 19 19.2 38 38.4 34 34.3 3.02 2.95 2.99
mengutarakannya
Pembelajaran sosial-emosi
19 Di sekolah, kami membicarakan tentang 15 15.2 11 11.1 39 39.4 34 34.3 2.96 2.89 2.93
bagaimana mengontrol emosi
20 Di sekolah kami telah belajar bagaimana 13 13.1 10 10.1 32 32.3 44 44.4 3.13 3.02 3.08
menyelesaikan ketidaksepahaman sehingga
setiap orang merasa puas
21 Di ekolah, kami belajar tentang bagaimana 4 4.0 4 4.0 39 39.4 52 52.5 3.62 3.14 3.40
berbuat sesuatu yang berguna untuk orang lain
22 Di sekolah, kami belajar untuk menjadi pribadi 4 4.0 0 0 26 26.3 69 69.7 3.73 3.48 3.62
yang lebih baik
23 Di sekolah, kami beajar membedakan antara hal 7 7.1 3 3.0 34 34.3 55 55.6 3.38 3.39 3.38
yang benar dan salah
24 Kami belajar tentang pentingnya menghargai diri 5 5.1 1 1.0 24 24.2 69 69.7 3.69 3.45 3.59
sendiri dan orang lain
Rasa homat di sekolah
25 Orang dewasa di sekolah menghormati 7 7.1 6 6.1 38 38.4 48 48.5 3.40 3.14 3.28
perbedaan yang ada pada siswa
26 Orang dewasa di sekolah saling menghormati 3 3.0 10 10.1 34 34.3 52 52.5 3.38 3.34 3.36
perbedan satu sama lain
27 Orang dewasa di sekolah memperlakukan siswa 4 4.0 4 4.0 31 31.3 60 60.6 3.55 3.41 3.48
dengan penuh hormat
28 Orang dewasa di sekolah bekerja sama satu sama 9 9.1 9 9.1 29 29.3 52 52.5 3.49 2.95 3.25
lain
No Pertanyaan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
29 Orang dewasa di sekolah saling menghormati 2 2.0 10 10.1 30 30.3 57 57.6 3.42 3.45 3.43
satu sama lain
30 Orang dewasa di sekolah saling mempercayai 3 3.0 7 7.1 31 31.3 58 58.6 3.47 3.43 3.45
satu sama lain
Aturan dan norma
31 Orang dewasa di sekolah , secara adil 19 19.2 12 12.1 29 29.3 39 39.4 3.00 2.75 2.89
memastikan bahwa seluruh siswa menaati
peraturan mengenai larangan melakukan
kekerasan fisik pada orang lain
32 Orang dewasa di sekolah menghentikan siswa 14 14.1 18 18.2 28 28.3 39 39.4 2.95 2.91 2.93
yang terlihat menyakiti orang lain secara fisik
33 Di sekolah , ada peraturan yang jelas tentang 13 13.1 17 17.2 22 22.2 47 47.5 3.18 2.86 3.04
larangan untuk melakukan kekerasan verbal
34 Orang dewasa di sekolah , secara adil 10 10.1 18 18.2 24 24.2 47 47.5 3.04 3.16 3.09
memastikan bahwa seluruh siswa menaati
peraturan mengenai larangan melakukan
kekerasan verbal pada orang lain
55 Di sekolah , ada peraturan yang jelas tentang 15 15.2 14 14.1 28 28.3 42 42.4 2.91 3.07 2.98
larangan untuk melakukan kekerasan fisik
36 Orang dewasa di sekolah menghentikan siswa 12 12.1 15 15.2 32 32.3 40 40.4 2.96 3.07 3.01
yang terlihat menyakiti orang lain secara verbal
Hubungan antarsiswa
37 Siswa di sekolah akan berusaha menghentikan 14 14.1 12 12.1 33 33.3 40 40.4 3.16 2.80 3.00
teman yang mengolok-olok teman yang lain
38 Kebanyakan siswa di sekolah memperlakukan 19 19.2 30 30.3 28 28.3 22 22.2 2.64 2.41 2.54
teman sebagaimana ingin diperlakukan
39 Siswa berkerja sama dengan baik dengan semua 6 6.1 13 13.1 23 23.2 57 57.6 3.29 3.36 3.32
teman di sekolah
40 Siswa memperlakukan siswa baru dengan baik, 5 5.1 12 12.1 23 23.2 59 59.6 2.42 3.32 3.37
sehingga mereka merasa nyaman
41 Siswa di sekolah saling menghargai perbedaan 8 8.1 15 15.2 29 29.3 47 47.5 3.22 3.09 3.16
(jenis kelamin, ras, budaya, dll)
42 Sangat sedikit siswa yang suka mengolok-olok 22 22.2 28 28.3 23 23.2 26 26.3 2.78 2.23 2.54
teman lain
43 Kebanyakan siswa di sekolah bertindak dengan 18 18.2 12 12.1 28 28.3 41 41.4 2.95 2.91 2.93
memperhatikan perasaan orang lain
55
44 Pernah melihat siswa menyakiti temannya secara 38 38.4 26 26.3 24 24.2 11 11.1 2.09 2.07 2.08
fisik di sekolah lebih dari satu kali (contoh :
mendorong, memukul, menampar)*
45 Pernah disakiti secara fisik (contoh : didorong, 47 47.5 26 26.3 16 16.2 10 10.1 1.85 2.39 1.89
diukul, ditampar) oleh siswa lain lebih dari satu
kali*
46 Banyak siswa di sekolah yang memperlakukan 42 42.4 34 34.3 16 16.2 7 7.1 1.82 1.95 1.88
siswa lain dengan buruk ( contoh memukul siswa
lain)*
47 Pernah disakiti dengan kata-kata (contoh : 32 32.3 36 36.4 18 18.2 13 13.1 2.13 2.11 2.12
dicela, dicemooh, ditertawakan) oleh siswa lain
lebih dari satu kali*
48 Banyak siswa di sekolah yang senang 38 38.4 32 32.3 13 13.1 16 16.2 1.96 2.20 2.07
mencemooh dan mentertawakan teman yang
lain*
49 Ada kelompok siswa di sekolah yang 40 40.4 31 31.3 20 20.2 8 8.1 1.78 2.18 1.96
memperlakukan siswa lain yang bukan
kelompoknya dengan tidak baik (memukul dan
berkata kasar)*
50 Pernah melihat siswa menyakiti temannya secara 33 33.3 34 34.3 13 13.1 19 19.2 2.16 2.20 2.18
verbal di sekolah lebih dari satu kali (contoh :
mencela, mencemooh, dan menertawakan)*
51 Ada tempat di sekolah dimana tidak merasa 42 42.4 34 34.4 11 11.1 12 12.1 1.82 2.07 1.93
nyaman secara fisik (contoh : toilet sekolah
digunakan siswa untuk memukul teman lain)*
Lingkungan fisik sekolah
52 Bangunan sekolah selalu bersih 5 5.1 5 5.1 27 27.3 62 62.6 3.42 3.55 3.47
53 Sekolah memiliki fasilitas canggih (seperti 19 19.2 6 6.1 32 32.3 42 42.4 2.87 3.11 2.98
komputer) yang dapat digunakan untuk siswa
54 Sekolah sangat menarik secara fisik (contoh : 7 7.1 10 10.1 32 32.3 50 50.5 3.33 3.18 3.26
desain bagus, dekorasi menarik, tamannya indah
dll)
55 Bangunan di sekolah berkualitas baik 4 4.0 7 7.1 31 31.3 57 57.6 3.45 3.39 3.42
Perasaan aman
56 Siswa memiliki teman di sekolah yang mereka 10 10.1 15 15.2 36 36.4 38 38.4 3.16 2.86 3.03
percayai untuk menceritakan masalah
No Pertanyaan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n=55 L, n=44 Total
57 Merasa aman secara fisik di halaman sekolah 7 7.1 16 16.2 34 34.3 42 42.4 3.16 3.07 3.12
dan lingkungan sekitar sekolah
58 Merasa aman secara fisik di seluruh bangunan 5 5.1 9 9.1 38 38.4 47 47.5 3.40 3.14 3.28
sekolah
59 Merasakan sekolah menjadi bagian dari hidup 7 7.1 5 5.1 27 27.3 60 60.6 3.47 3.34 3.41
60 Siswa memiliki teman yang bisa ditanya tentang 11 11.1 7 7.1 38 38.4 43 43.4 3.11 3.18 3.14
pekerjaan rumah
Kerjasama eksternal sekolah
61 Sekolah berusaha untuk memberitahu keluarga 26 26.3 12 12.1 34 34.3 27 27.3 2.49 2.80 2.63
mengenai hal-hal yang terjadi di sekolah (contoh:
sekolah pernah menelpon ke rumah )
62 Sekolah mengajak keluarga untuk menjadi 7 7.1 14 14.1 36 36.4 42 42.4 3.15 3.14 3.14
bagian dari berbagai kegiatan sekolah (contoh :
sekolah memberikan undangan pada orang tua )
63 Sekolah menganjurkan siswa untuk mengikuti 9 9.1 12 12.1 34 34.3 44 44.4 3.24 3.02 3.14
kegiatan ektrakulikuler
57
Lampiran 5 Sebaran jawaban contoh pada variabel agresivitas
58
Sebaran jawaban anak tentang agresivitas diri anak dengan keterangan jawaban sebagai berikut :
1 = Tidak Pernah
2 = Kadang-kadang
3 = Sering
4 = Selalu.
No Pernyataan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n==55 L, n=44 Total
1 Beberapa teman mengatakan mudah marah 47 47.5 38 38.4 13 13.1 1 1.0 1.65 1.70 1.68
2 Jika harus menggunakan kekerasan untuk melindungi 38 38.4 35 35.4 16 16.2 10 10.1 1.98 1.98 1.98
hak-hak , maka akan melakukannya
3 Ketika orang lain sangat baik pada , berfikir pasti 24 24.2 25 25.3 24 24.2 26 26.3 2.55 2.50 2.53
mereka punya maksud tertentu
4 Ketika tidak setuju dengan teman-teman, akan 36 36.4 18 18.2 27 27.3 18 18.2 2.15 2.43 2.27
langsung memberitahukannya
5 Merusak barang yang ada di sekitar ketika marah 63 63.6 21 21.2 12 12.1 3 3.0 1.45 1.66 1.55
6 Tidak dapat menerima keputusan orang lain yang tidak 47 47.5 24 24.2 17 17.2 11 11.1 1.75 2.14 1.92
setuju dengan
7 Bertanya-tanya mengapa merasakan hal-hal yang 44 44.4 27 27.3 14 14.1 14 14.1 1.84 2.16 1.98
tidak menyenangkan
8 Mudah memukul orang 65 65.7 22 22.2 5 5.1 7 7.1 1.33 1.80 1.54
9 Seorang yang emosian 66 66.7 17 17.2 12 12.1 4 4.0 1.29 1.84 1.54
10 Curiga terhadap orang asing yang terlalu ramah 53 53.5 22 22.2 11 11.1 13 13.1 1.76 1.93 1.84
terhadap
11 Mengancam teman untuk mendapatkan apa yang 70 70.7 13 13.1 7 7.1 9 9.1 1.33 1.82 1.55
inginkan
12 Mudah marah tetapi mudah reda dengan cepat 48 48.5 26 26.3 12 12.1 13 13.1 1.85 1.95 1.90
13 Ketika dibujuk untuk memukul teman, akan 68 68.7 19 19.2 8 8.1 4 4.0 1.33 1.82 1.47
melakukannya
14 Ketika orang mengganggu , akan menunjukkan 57 57.6 19 19.2 11 11.1 12 12.1 1.67 1.91 1.78
ketidaksukaan dengan berkata kasar
15 Merasa iri dengan orang lain 59 59.6 19 19.2 13 13.1 8 8.1 1.62 1.80 1.70
16 Saat memukul orang lain beranggapan perbuatan 60 60.6 20 20.2 12 12.1 7 7.1 1.51 1.84 1.66
tidak salah
No Pernyataan 1 2 3 4 Rataan
n % n % n % n % P, n==55 L, n=44 Total
17 Mengambil keputusan tanpa berfikir panjang tentang 56 56.6 20 20.2 14 14.1 9 9.1 1.51 2.07 1.76
akibatnya
18 Sulit mengendalikan emosi 55 55.6 19 19.2 13 13.1 12 12.1 1.71 1.95 1.82
19 Ketika dalam keadaan terpukul, menunjukkan 42 42.4 3 32.3 13 13.1 12 12.1 1.84 2.09 1.95
perasaan kepada orang
20 Sering bertengkar mulut dan tidak sependapat dengan 49 49.5 33 33.3 11 11.1 6 6.1 1.64 1.86 1.74
teman
21 Ketika dipukul akan membalasnya 54 54.5 22 22.2 13 13.1 10 10.1 1.55 2.09 1.79
22 Ketika merasa begitu marah merasa seperti tong mesiu 63 63.6 20 20.2 10 10.1 6 6.1 1.47 1.73 1.59
yang siap meledak
23 Merasa teman-teman menertawakan di belakang 44 44.4 30 30.3 18 18.2 7 7.1 1.75 2.05 1.88
24 Orang lain selalu terlihat seperti menginginkan hal-hal 56 56.6 17 17.2 13 13.1 13 13.1 1.75 1.93 1.83
yang enaknya saja
25 Melakukan perkelahian fisik karena ada yang 56 56.6 19 19.2 16 16.2 8 8.1 1.65 1.89 1.76
memprovokasi
26 Tahu, teman-teman sering membicarakan kejelekan di 44 44.4 30 30.3 12 12.1 13 13.1 1.89 2.00 1.94
belakang
27 Teman mengatakan bahwa orang yang senang 58 58.6 19 19.2 12 12.1 10 10.1 1.60 1.91 1.74
berdebat
28 Dapat tiba-tiba marah tanpa ada alasan 62 62.6 18 18.2 14 14.1 5 5.1 1.51 1.75 1.62
29 Lebih sering terlibat perkelahian fisik dibandingkan 58 58.6 20 20.2 9 9.1 12 12.1 1.53 2.02 1.75
teman-teman
59
Lampiran 6 Koefisien koralasi
60
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 Juli 1995. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SMA di SMAT Al-
Ma’shum Mardiyah dan lulus tahun 2012. Tahun 2012 penulis diterima di Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN). Pada tahun 2016 penulis melanjutkan
pendidikan program magister pada program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak,
FEMA, IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada beberapa organisasi
kemahasiswaan, diantaranya sebagai wakil sekretaris umum Forum Mahasiswa Pascasarjana
(2017), dan anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana) Selama menjadi mahasiswa,
penulis mendapatkan Beasiswa Unggulan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kontak penulis: HP (+62878 2504 9876), Email (ismayantipratiwi30@gmail.com).