Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN

SELF COMPASSION PADA REMAJA


(Studi Korelasi Pada Siswa SMA Negeri 9 Semarang)

Oleh:
Rizki Maharani
Farida Hidayati*

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara secure


attachment dengan self compassion pada remaja di SMA Negeri 9 Semarang.
Subjek dalam penelitian ini yaitu 99 siswa kelas XII SMA Negeri 9 Semarang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua buah skala, yaitu skala
self compassion yang terdiri dari 22 aitem (α=0,845) dan skala secure attachment
yang terdiri dari 37 aitem (α=0,916).

Uji hipotesis menggunakan analisis regresi linier sederhana menunjukkan


adanya hubungan yang positif dan signifikan antara secure attachment dengan self
compassion pada siswa SMA Negeri 9 Semarang. Hubungan tersebut ditunjukkan
oleh nilai koefisien korelasi rxy = 0,490 dengan tingkat signifikansi p = 0,000
(p<0,05). Semakin aman kelekatan siswa terhadap orangtua, maka semakin tinggi
self compassionnya, sebaliknya semakin tidak aman kelekatan siswa terhadap
orangtua, maka self compassion dalam dirinya akan semakin rendah. Secure
attachment memberikan sumbangan sebesar 24% terhadap self compassion siswa.

Kata Kunci: Secure Attachment, Self Compassion, Remaja

Email: rizkimaharani6@gmail.com
RELATIONSHIP BETWEEN SECURE ATTACHMENT AND SELF
COMPASSION IN ADOLESCENTS

(Correlation Study in Students of SMAN 9 Semarang)

Rizki Maharani, Farida Hidayati*

ABSTRACT

The purpose of this study was to discuss about the relationship between
secure attachment and self compassion in adolescents at SMAN 9 Semarang.
Subjects in this study are 99 students of class XII SMAN 9 Semarang. Sampling
was done by cluster random sampling technique. This study is using scales as the
methods of data collection, they are self-compassion scale which consists of 22
item (α = 0.845) and secure attachment scale consisting of 37 item (α = 0.916).

Results of hypothesis testing was done by using simple linear regression


analysis. The analysis showed a positive and significant relationship between
secure attachment and self compassion in students of SMAN 9 Semarang. The
relationship between secure attachment and self-compassion is indicated by the
correlation coefficient rxy = 0.490 with a significance level of p = 0.000 (p <0.05).
The more secure students attachment to their parents, the higher levels of their self
compassion, otherwise increasingly insecure attachment to parents, the self-
compassion will be even lower. Secure attachment provides a contribution of 24%
of the students' self-compassion.

Keywords: Secure Attachment, Self Compassion, Adolescents

Email: rizkimaharani6@gmail.com

*) penulis penanggungjawab
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya setiap orang membutuhkan kasih sayang, terutama dari orang-
orang terdekat seperti orangtua dan keluarga. Kasih sayang tidak hanya
diwujudkan dengan perasaan, namun juga perbuatan. Ketika seseorang merasakan
kasih sayang terhadap orang lain, maka dirinya akan merasa dekat dengan orang
tersebut dan memiliki dorongan untuk membantu karena seolah-olah ikut
bertanggung jawab atas kemalangan yang dialami orang lain (Hosking, 2007, h.
2).
Konsep menyayangi diri sendiri dalam psikologi disebut dengan self
compassion. Konsep self compassion memiliki tiga komponen. Pertama adalah
penerimaan terhadap diri sendiri baik secara fisik, psikis, maupun emosi (self
kindness). Komponen kedua ialah kesadaran akan kondisi kemanusiawian yang
dimiliki (common humanity). Komponen terakhir yaitu kesadaran penuh atas
situasi yang terjadi saat ini (mindfulness) (Neff, 2011b, h. 95).
Kombinasi dari self kindness, common humanity, dan mindfulness mampu
mewujudkan tercapainya kondisi well being atau kesejahteraan hidup dalam diri
seseorang. Hasil penelitian oleh Neff, Pisitsungkagarn, dan Hsieh (2008, h. 280)
menyatakan adanya hubungan antara self compassion dengan well being. Latar
belakang yang mendasari munculnya well being saat mengaplikasikan self
compassion adalah terciptanya perasaan aman dan tenteram yang akan dirasakan
seseorang saat mengaplikasikan self compassion (Neff. 2011a, h. 7).
Fenomena yang banyak terjadi saat ini justru memperlihatkan rendahnya self
compassion, hal ini terlihat dengan semakin maraknya perilaku-perilaku yang
cenderung merugikan dan merusak diri sendiri. Shneidman (dalam Videbeck,
2008, hal. 432) mengungkapkan bahwa perilaku merusak diri dibagi menjadi dua
jenis, yaitu merusak diri secara langsung seperti mengorbankan, menggantung,
dan menembak diri sendiri, maupun yang secara tidak langsung seperti
penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas seks bebas, dan ketidakpatuhan
terhadap program medis.
Perilaku merusak diri sendiri banyak muncul terutama di kalangan remaja.
Data mengenai perilaku destruktif remaja yang berhasil dihimpun peneliti
menunjukkan jumlah mengkhawatirkan. Sebanyak 255 kasus tawuran yang
melibatkan siswa sekolah di Indonesia sehingga memakan korban berjumlah 20
jiwa terjadi di sepanjang tahun 2013 (Isnaini, 2013). Banyaknya kasus bunuh diri
remaja dengan alasan patah hati sampai tingkat ekonomi terjadi di berbagai
wilayah di Indonesia sepanjang tahun 2014 (Linangkung, 2014). Tingginya
tingkat konsumsi remaja atas miras dan narkoba yang mencapai prosentase
sebesar 22 persen (Prabowo, 2013) juga sangat meresahkan. Belum lagi
meningkatnya tren seks bebas yang dibuktikan dengan 63 persen remaja usia SMP
dan SMA telah melakukan seks di luar nikah (Republikaonline, 2008) dan tingkat
aborsi remaja yang bertambah 35 kasus dari 86 kasus di tahun 2011 menjadi 121
kasus di tahun 2012 (Putri, 2013).
Riset telah membuktikan bahwa anak dan remaja yang rentan terlibat
terhadap berbagai kenakalan remaja dan penyalahgunaan memiliki faktor terkait
dengan rendahnya rasa sayang terhadap diri sendiri (Ubaedy, 2012). Remaja yang
memiliki rasa sayang rendah akan mengembangkan kebencian atau penolakan
terhadap dirinya. Jika sudah memunculkan rasa benci, remaja akan rentan untuk
merusak.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Marshall, Parker, Ciarrochi,
Sahdra, Jackson, & Heaven (2015, h. 119), remaja yang memiliki self
compassion memperlakukan diri sendiri dengan lebih baik, mampu menerima
segala kekurangan yang dimiliki sehingga tidak terjebak dalam perilaku yang
dapat merusak dirinya sendiri. Self compassion melindungi remaja dari kritik diri
yang negatif, dan memfasilitasi proses remaja untuk tumbuh secara positif dan
memiliki koping stres yang positif.
Salah satu yang menjadi faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat self
compassion masing-masing seseorang adalah kondisi keluarga. Faktor keluarga
merupakan faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya self compassion pada
anak. Di dalam penelitiannya yang berjudul Self Compassion and Psychological
Resilience Among Adolescents and Young Adults, Neff beserta McGehee (2010, h.
237) menemukan bahwa remaja dan dewasa awal yang berasal dari keluarga yang
akrab dan harmonis memiliki self compassion lebih besar dibandingkan mereka
yang berasal dari keluarga yang penuh konflik dan bermasalah. Cara remaja
memperlakukan diri mereka saat berada dalam masalah merupakan modelling dari
perilaku orangtua mereka.
Penelitian yang dilakukan Aquilino (dalam Berk, 2007, h. 367) menunjukkan
bahwa hubungan dengan orangtua sangat memberikan berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Ikatan dengan orangtua secara aman dan penuh kasih sayang
akan membawa fungsi kehidupan yang adaptif, seperti harga diri yang baik,
keberhasilan menemukan identitas diri, keberhasilan transisi di kehidupan
sekolah, pencapaian prestasi akademik yang lebih tinggi, hubungan sosial dan
romantis yang hangat, berkurangnya kecemasan, depresi, dan penggunaan obat-
obatan terlarang.
Kelekatan kepada orangtua secara sehat sejak masih bayi membuat seseorang
mampu membangun hubungan emosional yang sehat dengan siapapun, termasuk
diri sendiri. Ketidakkonsistenan orangtua dalam bersikap terhadap sang anak akan
menghasilkan anak yang mengalami kelekatan penuh kecemasan saat dewasa.
Akibatnya, ada kecenderungan membangun konsep diri negatif dan
kecenderungan untuk menjadi kritis terhadap diri sendiri (self critical)
(Pietromonaco & Barret, 2011, h. 194). Seseorang yang terus menyalahkan diri
atas masalah yang menimpanya, dirinya akan memiliki penerimaan diri yang
kurang baik. Pada akhirnya seseorang tersebut sangat membutuhkan pengakuan
dari orang lain untuk membangun konsep dirinya. Seseorang yang bergantung
pada pengakuan eksternal akan memiliki kesulitan untuk mengembangkan self
compassion dengan keyakinan internal yang dimilikinya.
Teori yang disampaikan oleh Bartholomew (dalam Neff & McGehee, 2010,
235) menyatakan bahwa seseorang dengan kelekatan aman mampu membangun
kepercayaan bahwa orang lain ada untuk memberi dukungan dan menilai dirinya
berharga. Harga diri dan ikatan yang dibangun oleh seseorang dengan kelakatan
yang aman tersebut dapat memfasilitasi pengembangan self compassion.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris hubungan antara
kelekatan terhadap orangtua dengan self compassion pada remaja.

C. Tinjauan Pustaka
1. Self Compassion
Self compassion berasal dari kata compassion yang diturunkan dari bahasa
Latin patiri dan bahasa Yunani patein yang berarti menderita, menjalani, atau
mengalami. Pengertian compassion berarti menanggungkan sesuatu bersama
orang lain, menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain, untuk merasakan
penderitaannya seolah-olah itu adalah penderitaan diri sendiri (Amstrong,
2012, h. 15).
Germer (2009, h. 81) menjelaskan self compassion sebagai salah satu
bentuk dari penerimaan, makna penerimaan sendiri biasanya mengacu kepada
situasi atau peristiwa yang dialami seseorang, menerima secara emosional
dan kognitif.
Self compassion membuat seseorang tersentuh dan membuka kesadaran
saat dirinya mengalami penderitaan, tidak menghindar, juga tidak terputus
dari kesadaran, dan meningkatkan keinginan untuk mengurangi penderitaan
seseorang serta menyembuhkannya dengan kindness (kebaikan). Self
compassion juga meliputi pemahaman tanpa kritik atas penderitaan,
kegagalan, atau ketidakmampuan diri sendiri, karena pengalaman mengenai
penderitaan dilihat sebagai bagian dari pengalaman manusia pada umumnya
(Neff, 2003a, h. 87).
Neff (2011b, h. 49-95) menyatakan bahwa self compassion memiliki tiga
aspek, yaitu:
a. Self Kindness
b. Common Humanity
c. Mindfulness
2. Secure Attachment
Kelekatan menurut Bowlby (dalam Nicholson & Ayers, 2004, h. 47)
adalah sebuah teori psikodinamik yang menyatakan situasi ketika seseorang
bergantung secara emosional kepada orang lain, biasanya berusia lebih tua.
Bukti bahwa kelekatan benar-benar ada yaitu karena adanya pencarian
kedekatan oleh seseorang (seseorangal seeking proximity), kebutuhan akan
pondasi yang kokoh (secure base) dan adanya kecemasan saat figur lekatnya
hilang atau terancam. Kelekatan terbaik adalah kelekatan yang aman dan
kokoh antara anak dengan orangtuanya (secure attachment).
Marrone (2000, h. 72) mengukur seberapa aman kelekatan seseorang
dengan menggunakan dua aspek, yaitu
a. Self Image (Gambaran Diri)
Gambaran diri merupakan hasil dari pengalaman masa lalu seseorang
beserta cara orang lain, yang dalam penelitian ini adalah orangtua,
memperlakukan dirinya.
b. Other image (Gambaran terhadap Orang lain)
Gambaran terhadap orang lain juga merupakan hasil dari pengalaman
masa lalu seseorang yang berkaitan dengan sikap orang lain terhadap diri
seseorang.

D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah ada hubungan positif antara kelekatan terhadap orangtua dengan self
compassion pada remaja. Hal ini berarti semakin kuat ikatan kelekatan remaja
terhadap orangtua, maka semakin tinggi tingkat self compassionnya.

BAB II METODE PENELITIAN


A. Identifikasi Variabel
1. Variabel prediktor: Secure Attachment
2. Variabel kriterium: Self Compassion
B. Definisi Operasional
1. Kelekatan terhadap Orangtua
Kelekatan merupakan hubungan kedekatan antara anak dengan
orangtuanya yang bukan hanya melibatkan kedekatan secara fisik, melainkan
juga memiliki ikatan emosional yang kuat serta terdapat hubungan timbal
balik di dalamnya. Kelekatan yang berhasil adalah hubungan kelekatan yang
mampu memberikan perasaan aman dan nyaman kepada anak yang dihasilkan
dari model kerja internal yang mempengaruhi self image dan other image
anak tersebut.

2. Self Compassion
Self compassion adalah kombinasi dari motivasi, emosi, pikiran, dan
perilaku yang menunjukkan kasih sayang kepada diri sendiri baik dalam
kondisi biasa maupun dan terutama dalam kondisi penuh masalah dan
kesulitan hidup. Tingkat self compassion seseorang diukur dengan
menggunakan skala dengan indikator perilaku yang diturunkan dari aspek-
aspeknya, yaitu self kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff,
2003b, h. 230-232). Semakin tinggi nilai yang didapat subjek penelitian,
maka semakin tinggi level self compassion pada subjek tersebut, dan
sebaliknya.

C. Subjek Penelitian
Karakteristik subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Remaja
2. Siswa kelas XII SMA Negeri 9 Semarang

D. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelatif dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan randomisasi secara klaster.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
psikologi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self compassion
dan skala kelekatan terhadap orangtua yang berjumlah 36 dan 48 aitem.

F. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis regresi sederhana.
Seluruh perhitungan dalam analisis data penelitian ini menggunakan program
komputer Statistical Package for Social Science versi 16.00.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
Analisis regresi linier sederhana menunjukkan besarnya koefisien
korelasi antara kelekatan terhadap orangtua dengan self compassion
melalui rxy = 0,490 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Perhitungan ini
menghasilkan F hitung sebesar 30,594 dengan tingkat signifikansi p =
0,000 (p < 0,05).

B. Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara self compassion dengan secure
attachment pada siswa SMA Negeri 9 Semarang. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima.
Adanya hubungan positif antara kelekatan terhadap orangtua dengan self
compassion ini mendukung beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Mikulincer, Shaver, dan Pereg (2003, h. 90-91) menyatakan bahwa anak akan
cenderung membesar-besarkan masalah atau justru menghindar dari hubungan
sosial yang intim jika memiliki hubungan kelekatan yang tidak aman, dan
sebaliknya jika kelekatan yang dibangun anak terhadap orangtuanya adalah
kelekatan yang aman maka anak akan memiliki sikap positif baik terhadap orang
lain maupun diri sendiri.
Penelitian serupa lainnya menyatakan bahwa seseorang yang merasa
diterima dan diakui oleh orangtua mereka dan sebaliknya, akan lebih memiliki
rasa kasih sayang terhadap dirinya sendiri (Neff, 2009, h. 562). Jika orangtua
terlalu sering mengkritik dan memarahi anak atau justru menunjukkan sikap
dingin terhadap anak, maka di kemudian hari anak akan menjadi seorang
seseorang yang dingin dan kritis terhadap dirinya sendiri. Jika orangtua bersikap
hangat, penuh kasih sayang, dan penuh dukungan, anak akan merefleksikan
perilaku tersebut di dalam dirinya.
Siswa kelas XII SMA Negeri 9 Semarang yang memiliki kelekatan aman
tergadap orangtua mereka akan lebih menghargai diri sendiri, menerima kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki, dan merasa pantas dicintai dan mencintai. Siswa
menganggap orangtua mereka sebagai figur yang dapat dipercaya, dapat
diandalkan saat dibutuhkan, dan memberikan kasih sayang terhadap mereka.
Lekatnya siswa terhadap orangtua mereka dapat dianalisis dengan faktor budaya.
Budaya di Indonesia tidaklah seperti di negara barat yang rata-rata remajanya
telah meninggalkan rumah untuk hidup sendiri, terpisah dari orangtua mereka.
Hampir seluruh remaja di Indonesia masih tinggal bersama orangtua mereka
sampai mereka siap untuk berkeluarga dan memisahkan diri dari orangtua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya tingkat self compassion
siswa diperoleh atas pengaruh lekatnya hubungan mereka terhadap orangtuanya.
Hasil penelitian oleh Neff dan Gehee (2010, h. 228) menyatakan bahwa
pengalaman di dalam keluarga mempunyai peranan penting untuk meningkatkan
self compassion seseorang. Hal ini terkait bagaimana perlakuan orangtua terhadap
anak yang kemudian akan ditiru anak dalam memperlakukan dirinya sendiri.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
1. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara self compassion dengan
kelekatan terhadap orangtua pada siswa kelas XII SMA Negeri 9
Semarang. Artinya semakin aman kelekatan siswa dengan orangtuanya
maka semakin tinggi tingkat self compassion siswa.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-
saran sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti tentang self compassion
disarankan untuk meneliti variabel lain yang diduga turut mempengaruhi self
compassion seperti lingkungan sosial, budaya, tingkat kecerdasan, dan status
ekonomi. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan pendekatan kualitatif
untuk memperoleh data yang lebih spesifik yang tidak dapat diungkap secara
kuantitatif, misalnya melihat proses atau dinamika pada siswa yang memiliki
kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Karen. (2012). Compassion, 12 langkah Menuju Hidup Berbelas kasih.


Bandung: Mizan Media Utama.
Berk, Laura E. (2009). Development through the lifespan (5th ed.). New York:
Pearson Education Inc.
Germer, Christopher. (2009). The Mindful Path to Self Compassion, Freeing
Yourself from Destructive Toughts and Emotions. Diakses dari
http://www.en.bookfi.com
Hosking, Peter. (2007). Compassion: What is in a Word? Dalam Marion
Kostanski (Ed.), The Power of Compassion An Exploration of the
Psychology of Compassion in the 21st Century (h. 2-13). New Castle:
Cambridge Scholars Publishing.
Isnaini. (20 Desember 2013). Sepanjang Tahun 2013, 20 Pelajar Tewas Akibat
Tawuran. Okezone. Diakses dari
http://m.okezone.com/read/2013/12/20/500/915133/sepanjang-tahun-2013-
20-pelajar-tewas-akibat-tawuran
Linangkung, Erfanto. (19 Mei 2014). Angka Bunuh Diri Melonjak. Sindonews.
Diakses dari http://daerah.sindonews.com/read/864945/22/angka-bunuh-
diri-melonjak-1400484589
Marrone, M. (2000). Attachment and Interaction. London: Jessica Kingsley
Publishers.
Marshall, S. L., Parker, P. D., Ciarrochi, J., Sahdra, B., Jackson, C. J., & Heaven,
P. C.L. (2015). Self-compassion protects against the negative effects of low
self-esteem: A longitudinal study in a large adolescent sample. Personality
and Individual Differences. 74, 116–121. Diakses dari
http://www.elsevier.com
Mikulincer, M. Shaver, P. R., & Pereg, D. (2003). Attachment Theory and Affect
Regulation: The Dynamics, Development, and Cognitive Consequences of
Attachment-Related Strategies. Motivation and Emotion, 27(2), 77-102. doi:
10.1037/0022-3514.89.5.817
Neff, Kristin D. (2003a). Self-Compassion: An Alternative Conceptualization of a
Healthy Attitude Toward Oneself. Journal of Self and Identity, 2, 85–101.
doi: 10.1080/15298860390129863
Neff, Kristin D. (2003b). The Development and Validation of a Scale to Measure
Self-Compassion. Journal of Self and Identity, 2, 223–250. doi:
10.1080/15298860390209035
Neff, Kristin D. (2009). Self-Compassion. Dalam M. R. Leary & R. H. Hoyle
(Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behavior (h. 561-573).
Diakses dari http://www.en.bookfi.org
Neff, Kristin D. (2011a). Self-Compassion, Self-Esteem, and Well-Being. Social
and Personality Psychology Compass, 5(1), 1–12. doi:
1751.9004.2010.00330
Neff, Kristin D. (2011b). Self-Compassion: Stop Beating Yourself Up and Leave
Insecurity Behind. Diakses dari http://www.en.bookfi.org
Neff, K. D. & McGehee. (2010). Self-compassion and Psychological Resilience
Among Adolescents and Young Adults. Self and Identity, 9, 225-240. doi:
10.1080/15298860902979307
Neff, K. D., Pisitsungkagarn, K., Hsieh, Y. P. (2008). Self-Compassion and Self-
Construal in The United States, Thailand, and Taiwan. Journal of Cross-
Cultural Psychology, 39, 267-285. doi: 10.1177/0022022108314544
Nicholson, Doula & Ayers, Harry. (2004). Adolescent Problems, A Practical
Guide For Parents, Teachers And Counsellors (second edition). London:
Davil Fulton Publishers Ltd.
Pietromonaco, P. R., & Barrett, L. F. (2011). What can you do for me?
Attachment style and motives underlying esteem for partners. Journal of
Research in Personality, 40, 313-338. doi: 10.1016/j.jrp.2005.01.003
Prabowo, Andika. (22 Agustus 2013). 22 persen pengguna narkoba adalah pelajar.
Sindonews. Diakses dari http://m.sindonews.com/read/773842/15/22-
persen-pengguna-narkoba-adalah-pelajar-1377080228
Putri, Firly Anugrah. (31 Januari 2013). Aborsi Bagian Gaya Hidup Remaja.
Kompas. Diakses dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/01/31/16375646/policy.html
Republikaonline. (20 Desember 2008). 63 persen remaja berhubungan seks di luar
nikah. Republika. Diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/shortlink/2152.
Ubaedy, A.N. (2013). Ajarkan Anak Anda untuk Menyayangi Dirinya. Diakses
pada 20 November 2013, dari
https://www.sahabatnestle.co.id/content/view/ajarkan-anak-anda-sayang-
dirinya.html
Videbeck, Sheila L. (2011). Psychiatric-mental health nursing (fifth edition).
Hongkong: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai