SKRIPSI
Disusun Oleh :
Ani Hapsari
M2A007006
RINGKASAN
Disusun Oleh:
Rizki Maharani
M2A 008 078
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN
Rizki Maharani
Dosen Pembimbing:
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI.......................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN
D. Hipotesis.................... ...............................................................................5
C. Subjek Penelitian...................................................................................... 6
B. Pembahasan .............................................................................................. 7
B. Saran ........................................................................................................ 9
Oleh:
Rizki Maharani
M2A008078
Farida Hidayati*
ABSTRAK
Email: rizkimaharani6@gmail.com
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap orang membutuhkan kasih sayang, terutama dari orang-
orang terdekat seperti orangtua dan keluarga. Kasih sayang tidak hanya
diwujudkan dengan perasaan, namun juga perbuatan. Ketika seseorang merasakan
kasih sayang terhadap orang lain, maka dirinya akan merasa dekat dengan orang
tersebut dan memiliki dorongan untuk membantu karena seolah-olah ikut
bertanggung jawab atas kemalangan yang dialami orang lain (Hosking, 2007, h.
2).
Konsep menyayangi diri sendiri dalam psikologi disebut dengan self
compassion. Konsep self compassion memiliki tiga komponen. Pertama adalah
penerimaan terhadap diri sendiri baik secara fisik, psikis, maupun emosi (self
kindness). Komponen kedua ialah kesadaran akan kondisi kemanusiawian yang
dimiliki (common humanity). Komponen terakhir yaitu kesadaran penuh atas
situasi yang terjadi saat ini (mindfulness) (Neff, 2011b, h. 95).
Kombinasi dari self kindness, common humanity, dan mindfulness mampu
mewujudkan tercapainya kondisi well being atau kesejahteraan hidup dalam diri
seseorang. Hasil penelitian oleh Neff, Pisitsungkagarn, dan Hsieh (2008, h. 280)
menyatakan adanya hubungan antara self compassion dengan well being. Latar
belakang yang mendasari munculnya well being saat mengaplikasikan self
compassion adalah terciptanya perasaan aman dan tenteram yang akan dirasakan
seseorang saat mengaplikasikan self compassion (Neff. 2011a, h. 7).
Fenomena yang banyak terjadi saat ini justru memperlihatkan rendahnya self
compassion, hal ini terlihat dengan semakin maraknya perilaku-perilaku yang
cenderung merugikan dan merusak diri sendiri. Shneidman (dalam Videbeck,
2008, hal. 432) mengungkapkan bahwa perilaku merusak diri dibagi menjadi dua
jenis, yaitu merusak diri secara langsung seperti mengorbankan, menggantung,
dan menembak diri sendiri, maupun yang secara tidak langsung seperti
penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas seks bebas, dan ketidakpatuhan
terhadap program medis.
2
237) menemukan bahwa remaja dan dewasa awal yang berasal dari keluarga yang
akrab dan harmonis memiliki self compassion lebih besar dibandingkan mereka
yang berasal dari keluarga yang penuh konflik dan bermasalah. Cara remaja
memperlakukan diri mereka saat berada dalam masalah merupakan modelling dari
perilaku orangtua mereka.
Penelitian yang dilakukan Aquilino (dalam Berk, 2007, h. 367) menunjukkan
bahwa hubungan dengan orangtua sangat memberikan berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Ikatan dengan orangtua secara aman dan penuh kasih sayang
akan membawa fungsi kehidupan yang adaptif, seperti harga diri yang baik,
keberhasilan menemukan identitas diri, keberhasilan transisi di kehidupan
sekolah, pencapaian prestasi akademik yang lebih tinggi, hubungan sosial dan
romantis yang hangat, berkurangnya kecemasan, depresi, dan penggunaan obat-
obatan terlarang.
Kelekatan kepada orangtua secara sehat sejak masih bayi membuat seseorang
mampu membangun hubungan emosional yang sehat dengan siapapun, termasuk
diri sendiri. Ketidakkonsistenan orangtua dalam bersikap terhadap sang anak akan
menghasilkan anak yang mengalami kelekatan penuh kecemasan saat dewasa.
Akibatnya, ada kecenderungan membangun konsep diri negatif dan
kecenderungan untuk menjadi kritis terhadap diri sendiri (self critical)
(Pietromonaco & Barret, 2011, h. 194). Seseorang yang terus menyalahkan diri
atas masalah yang menimpanya, dirinya akan memiliki penerimaan diri yang
kurang baik. Pada akhirnya seseorang tersebut sangat membutuhkan pengakuan
dari orang lain untuk membangun konsep dirinya. Seseorang yang bergantung
pada pengakuan eksternal akan memiliki kesulitan untuk mengembangkan self
compassion dengan keyakinan internal yang dimilikinya.
Teori yang disampaikan oleh Bartholomew (dalam Neff & McGehee, 2010,
235) menyatakan bahwa seseorang dengan kelekatan aman mampu membangun
kepercayaan bahwa orang lain ada untuk memberi dukungan dan menilai dirinya
berharga. Harga diri dan ikatan yang dibangun oleh seseorang dengan kelakatan
yang aman tersebut dapat memfasilitasi pengembangan self compassion.
4
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris hubungan antara
kelekatan terhadap orangtua dengan self compassion pada remaja.
C. Tinjauan Pustaka
1. Self Compassion
Self compassion berasal dari kata compassion yang diturunkan dari bahasa
Latin patiri dan bahasa Yunani patein yang berarti menderita, menjalani, atau
mengalami. Pengertian compassion berarti menanggungkan sesuatu bersama
orang lain, menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain, untuk merasakan
penderitaannya seolah-olah itu adalah penderitaan diri sendiri (Amstrong,
2012, h. 15).
Germer (2009, h. 81) menjelaskan self compassion sebagai salah satu
bentuk dari penerimaan, makna penerimaan sendiri biasanya mengacu kepada
situasi atau peristiwa yang dialami seseorang, menerima secara emosional
dan kognitif.
Self compassion membuat seseorang tersentuh dan membuka kesadaran
saat dirinya mengalami penderitaan, tidak menghindar, juga tidak terputus
dari kesadaran, dan meningkatkan keinginan untuk mengurangi penderitaan
seseorang serta menyembuhkannya dengan kindness (kebaikan). Self
compassion juga meliputi pemahaman tanpa kritik atas penderitaan,
kegagalan, atau ketidakmampuan diri sendiri, karena pengalaman mengenai
penderitaan dilihat sebagai bagian dari pengalaman manusia pada umumnya
(Neff, 2003a, h. 87).
Neff (2011b, h. 49-95) menyatakan bahwa self compassion memiliki tiga
aspek, yaitu:
a. Self Kindness
b. Common Humanity
c. Mindfulness
5
2. Secure Attachment
Kelekatan menurut Bowlby (dalam Nicholson & Ayers, 2004, h. 47)
adalah sebuah teori psikodinamik yang menyatakan situasi ketika seseorang
bergantung secara emosional kepada orang lain, biasanya berusia lebih tua.
Bukti bahwa kelekatan benar-benar ada yaitu karena adanya pencarian
kedekatan oleh seseorang (seseorangal seeking proximity), kebutuhan akan
pondasi yang kokoh (secure base) dan adanya kecemasan saat figur lekatnya
hilang atau terancam. Kelekatan terbaik adalah kelekatan yang aman dan
kokoh antara anak dengan orangtuanya (secure attachment).
Marrone (2000, h. 72) mengukur seberapa aman kelekatan seseorang
dengan menggunakan dua aspek, yaitu
a. Self Image (Gambaran Diri)
Gambaran diri merupakan hasil dari pengalaman masa lalu seseorang
beserta cara orang lain, yang dalam penelitian ini adalah orangtua,
memperlakukan dirinya.
b. Other image (Gambaran terhadap Orang lain)
Gambaran terhadap orang lain juga merupakan hasil dari pengalaman
masa lalu seseorang yang berkaitan dengan sikap orang lain terhadap diri
seseorang.
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah ada hubungan positif antara kelekatan terhadap orangtua dengan self
compassion pada remaja. Hal ini berarti semakin kuat ikatan kelekatan remaja
terhadap orangtua, maka semakin tinggi tingkat self compassionnya.
B. Definisi Operasional
1. Kelekatan yang Aman terhadap Orangtua (Secure Attachment)
Kelekatan merupakan hubungan kedekatan antara anak dengan
orangtuanya yang bukan hanya melibatkan kedekatan secara fisik, melainkan
juga memiliki ikatan emosional yang kuat serta terdapat hubungan timbal
balik di dalamnya. Kelekatan yang berhasil adalah hubungan kelekatan yang
mampu memberikan perasaan aman dan nyaman kepada anak yang dihasilkan
dari model kerja internal yang mempengaruhi self image dan other image
anak tersebut.
2. Self Compassion
Self compassion adalah kombinasi dari motivasi, emosi, pikiran, dan
perilaku yang menunjukkan kasih sayang kepada diri sendiri baik dalam
kondisi biasa maupun dan terutama dalam kondisi penuh masalah dan
kesulitan hidup. Tingkat self compassion seseorang diukur dengan
menggunakan skala dengan indikator perilaku yang diturunkan dari aspek-
aspeknya, yaitu self kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff,
2003b, h. 230-232). Semakin tinggi nilai yang didapat subjek penelitian,
maka semakin tinggi level self compassion pada subjek tersebut, dan
sebaliknya.
C. Subjek Penelitian
Karakteristik subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Remaja
2. Siswa kelas XII SMA Negeri 9 Semarang
D. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelatif dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan randomisasi secara klaster.
7
B. Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara self compassion dengan secure
attachment pada siswa SMA Negeri 9 Semarang. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima.
Adanya hubungan positif antara kelekatan terhadap orangtua dengan self
compassion ini mendukung beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Mikulincer, Shaver, dan Pereg (2003, h. 90-91) menyatakan bahwa anak akan
cenderung membesar-besarkan masalah atau justru menghindar dari hubungan
sosial yang intim jika memiliki hubungan kelekatan yang tidak aman, dan
sebaliknya jika kelekatan yang dibangun anak terhadap orangtuanya adalah
8
kelekatan yang aman maka anak akan memiliki sikap positif baik terhadap orang
lain maupun diri sendiri.
Penelitian serupa lainnya menyatakan bahwa seseorang yang merasa
diterima dan diakui oleh orangtua mereka dan sebaliknya, akan lebih memiliki
rasa kasih sayang terhadap dirinya sendiri (Neff, 2009, h. 562). Jika orangtua
terlalu sering mengkritik dan memarahi anak atau justru menunjukkan sikap
dingin terhadap anak, maka di kemudian hari anak akan menjadi seorang
seseorang yang dingin dan kritis terhadap dirinya sendiri. Jika orangtua bersikap
hangat, penuh kasih sayang, dan penuh dukungan, anak akan merefleksikan
perilaku tersebut di dalam dirinya.
Siswa kelas XII SMA Negeri 9 Semarang yang memiliki kelekatan aman
tergadap orangtua mereka akan lebih menghargai diri sendiri, menerima kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki, dan merasa pantas dicintai dan mencintai. Siswa
menganggap orangtua mereka sebagai figur yang dapat dipercaya, dapat
diandalkan saat dibutuhkan, dan memberikan kasih sayang terhadap mereka.
Lekatnya siswa terhadap orangtua mereka dapat dianalisis dengan faktor budaya.
Budaya di Indonesia tidaklah seperti di negara barat yang rata-rata remajanya
telah meninggalkan rumah untuk hidup sendiri, terpisah dari orangtua mereka.
Hampir seluruh remaja di Indonesia masih tinggal bersama orangtua mereka
sampai mereka siap untuk berkeluarga dan memisahkan diri dari orangtua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya tingkat self compassion
siswa diperoleh atas pengaruh lekatnya hubungan mereka terhadap orangtuanya.
Hasil penelitian oleh Neff dan Gehee (2010, h. 228) menyatakan bahwa
pengalaman di dalam keluarga mempunyai peranan penting untuk meningkatkan
self compassion seseorang. Hal ini terkait bagaimana perlakuan orangtua terhadap
anak yang kemudian akan ditiru anak dalam memperlakukan dirinya sendiri.
9
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-
saran sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti tentang self compassion
disarankan untuk meneliti variabel lain yang diduga turut mempengaruhi self
compassion seperti lingkungan sosial, budaya, tingkat kecerdasan, dan status
ekonomi. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan pendekatan kualitatif
untuk memperoleh data yang lebih spesifik yang tidak dapat diungkap secara
kuantitatif, misalnya melihat proses atau dinamika pada siswa yang memiliki
kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
10
11
Putri, Firly Anugrah. (31 Januari 2013). Aborsi Bagian Gaya Hidup Remaja.
Kompas. Diakses dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/01/31/16375646/policy.html
Republikaonline. (20 Desember 2008). 63 persen remaja berhubungan seks di luar
nikah. Republika. Diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/shortlink/2152.
Ubaedy, A.N. (2013). Ajarkan Anak Anda untuk Menyayangi Dirinya. Diakses
pada 20 November 2013, dari
https://www.sahabatnestle.co.id/content/view/ajarkan-anak-anda-sayang-
dirinya.html
Videbeck, Sheila L. (2011). Psychiatric-mental health nursing (fifth edition).
Hongkong: Lippincott Williams & Wilkins.