Anda di halaman 1dari 16

INDIKATOR KEBAHAGIAAN PASANGAN YANG BELUM

MEMILIKI KETURUNAN (INVOLUNTARY CHILDLESS) DI DESA


LOWAYU KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK

A. Latar Belakang Masalah


Pernikahan merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan
pelaksanaannya bagi umat Islam. Perkawinan menjadi salah satu
kebutuhan manusia, tidak hanya kebutuhan fisik tapi juga kebutuhan
psikis1. Secara kodrati manusia diciptakan berpasang-pasangan, laki-laki
dan perempuan. Penciptaan manusia yang berpasang-pasangan membuat
cenderung untuk melakukan hubungan biologis, guna untuk melahirkan
keturunan yang akan meneruskan kelangsungan eksistensi umat manusia.
Perkawinan mempunyai tujuan yang bersifat jangka panjang sebagaimana
keinginan manusia itu sendiri dalam rangka untuk membina kehidupan
dan menjaga keharmonisan rumah tangga yang rukun yaitu, dengan
terpeliharanya lima aspek: al- maqa>sid alkhamsah atau maqa>sid
syar>i’ah agama (hifdz al-din), jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-Aql),
keturunan (hifdz al-Nasb), dan harta (hifdz al-ma>l), tanpa menikah
manusia akan musnah, dan menikah juga sebagai motivasi terbesar untuk
bekerja dan bereproduksi. Islam mensyari’atkan pernikahan untuk
membentuk istana keluarga sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan
hidup. Islam juga mengajarkan pernikahan merupakan suatu peristiwa
yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira2.
Dalam Surah an-Nisa’ ayat 21 Allah SWT menyatakan bahwa
pernikahan itu bukanlah suatu yang biasa, melainkan suatu perjanjian yang
kuat:
3
‫ض َوَأ َخ ْذنَ مِن ُكم ِّمي ٰ َث ًقا َغلِي ًظا‬
ٍ ‫ض ُك ْم ِإلَ ٰى َب ْع‬ َ ‫ف َتْأ ُخ ُذو َن ُهۥ َو َقدْ َأ ْف‬
ُ ‫ض ٰى َب ْع‬ َ ‫َو َك ْي‬
Artinya:
1
Unika Eka Utari, ‘Kelestarian Rumah Tangga Pada Pasangan Yang Belum Memiliki Keturunan Di
Kota Palangkaraya’ (Institut Agama Islam Negeri Palangka raya, 2020), 01.
2
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah, ‘Pernikahan Dan Hikmahnya Prespektif Hukum Islam’,
Jurnal Yudisia, 05 (2014), 287.
3
QS. An-Nisa’: 21

1
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan
mereka (istri-istrimu) mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (Qs. An-
Nisa’ ayat 21)

Dengan pernikahan, manusia akan selamat dari penyakit menular


yang sangat berbahaya dan dapat membunuh yang menjalar di anggota
tubuh akibat dari perzinahan. Dan selamat dari perbuatan keji serta
hubungan bebas secara haram. Diantara penyakit tersebut adalah penyakit
spylis (raja singa), AIDS, kencing nanah, dan berbagai penyakit berbahaya
lainnya yang dapat membunuh keturunan, melemahkan fisik, menyebarkan
wabah dan menghancurkan kesehatan anak-anak4.
Hidup berumah tangga merupakan tuntunan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial yang memiliki peran dan fungsi, Manusia merupakan
makhluk biologis yang memiliki hasrat dan niat untuk mengembangkan
keturunan dengan tujuan menjaga kelestarian manusia dari generasi ke
generasi. Tujuan nikah selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani
dan rohani manusia juga untuk memenuhi kebutuhan biologis dengan
meneruskan terpeliharanya keturunan.
Keturunan memiliki arti penting dalam pernikahan, sebagaimana
penjelasan dalam firman Allah surah al-Kahf ayat 46:
‫ات َخ ْي ٌر عِ ْندَ َر ِّب َك َث َوا ًبا َو َخ ْي ٌر‬
ُ ‫صال َِح‬ ُ ‫ا ْل َمال ُ َوا ْل َب ُنونَ ِزي َن ُة ا ْل َح َيا ِة ال ُّد ْن َيا ۖ َوا ْل َباقِ َي‬
َّ ‫ات ال‬
5 ‫َأ اًل‬
‫َم‬
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi Saleh adalah lebih baik pahalanya disisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahf: 46)

Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan terkait tafsir dari surat al-Kahfi


ayat 46 bahwasanya harta benda dan anak merupakan keindahan dan
kesenangan hidup kalian di dunia. Akan tetapi semuanya tidak ada yang
abadi, tidak ada yang abadi, tidak ada yang langgeng. Dan pada akhirnya
4
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, 03 edn (Jakarta: Pustaka Amani,
2002), 08.
5
QS. Al-Kahfi: 46

2
akan musnah. Kebaikan-kebaikan yang kekal adalah yang terbaik untuk
kalian di sisi Allah. Allah akan melipatgandakan pahalanya dan itulah
sebaik-baik tempat menggantungkan harapan bagi manusia6.
Keturunan memiliki fungsi dan peran bagi orang tua yang
menjadikan tempat curahan kasih sayang, dan harapan orang tua kelak
karena anak sangat berharga bagi setiap pasangan suami istri. Selain itu
keturunan memiliki pengaruh dalam kehidupan keluarga sehingga dapat
meningkatkan kesempurnaan pernikahan seiring pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta menguatkan komitmen, karena belum lengkap
kebahagiaan rumah tangga jika dalam pernikahan tidak memperoleh
keturunan. Anak dipahami masyarakat sebagai keturunan setelah suami
istri yakni buah hati dari tanda cinta yang menjadi syarat terpenting dalam
mengarungi kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, pernikahan
memiliki keterkaitan yang erat dengan adanya kehadiran keturunan7.
Kehadiran seorang anak merupakan dambaan bagi pasangan suami
istri dan memiliki makna atau arti tersendiri untuk mereka. Beberapa
anggapan mengatakan bahwa seorang laki-laki yang mampu memiliki
anak berarti dapat membuktikan keperkasaanya, sedangkan seorang wanita
dapat membuktikan kualitas keibuannya dengan melahirkan satu atau dua
orang anak. anak memiliki beberapa keistimewaan Pertama, sebagai
simbol kesuburan dan keberhasilan. Kedua, anak sebagai pelanjut
keturunan. Ketiga, anak sebagai teman dan penghibur dalam keluarga.
Keempat, anak merupakan anugerah dan amanat Tuhan yang tidak boleh
disia-siakan. Kelima, anak yang sholeh dan sholehah akan menolong orang
tuannya di akhirat kelak. Sedangkan menurut asumsi masyarakat, semakin
banyak memiliki anak maka semakin banyak pula rezeki yang didapat
pasangan suami istri. Namun, tidak semua pasangan dianugerahkan untuk
memiliki keturunan. Sebagaimana Allah SWT telah menjelaskan dalam
Al-Qur’an Surat Asy-Syura ayat 49-50 yang berbunyi:

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000).
7
Utari, 4.

3
ُ ‫شٓا ُء ِإ ٰ َن ًثا َو َي َه‬
‫ب لِ َمن‬ َ ‫ب لِ َمن َي‬ ِ ‫ت َوٱَأْل ْر‬
َ ‫ض ۚ َي ْخلُ ُق َما َي‬
ُ ‫شٓا ُء ۚ َي َه‬ َّ ‫هَّلِّل ِ ُم ْل ُك ٱل‬
ِ ‫س ٰ َم ٰ َو‬
َ ‫) َأ ْو ُي َز ِّو ُج ُه ْم ُذ ْك َرا ًنا َوِإ ٰ َن ًثا ۖ َو َي ْج َعل ُ َمن َي‬49( ‫ور‬
‫شٓا ُء َعقِي ًما ۚ ِإ َّن ُهۥ َعلِي ٌم‬ َ ‫شٓا ُء ٱل ُّذ ُك‬
َ ‫َي‬
.8)50( ‫َقدِي ٌر‬
Artinya: kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dia menciptakan
apa yang ia kehendaki. Ia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa
yang ia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang ia
kehedaki (49). Atau dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-nya, dan Ia menjadikan
mandul siapa yang Ia kehendaki. Sesungguhnya Ia maha mengetahui lahi
maha kuasa (50). (QS. Asy-Syura ayat 49-50)

Pernikahan dan kehadiran anak memiliki kaitan yang erat, namun


kenyataanya tidak semua pasangan suami istri yang telah menikah bisa
langsung dikaruniahi anak seperti yang diharapkan. Pada kondisi ini
disebut juga dengan Involuntary Childless. Involuntary Childless yaitu
suatu keadaan dimana pasangan suami-istri belum memiliki anak bukan
dikarenakan keinginan mereka untuk menunda atau tidak ingin memiliki
anak (Child-free), akan tetapi lebih kepada kondisi psikologi mereka yang
menginginkan anak, tetapi karna disebabkan beberapa faktor, hal tersebut
tidak dapat terpenuhi walaupun telah melakukan berbagai macam usaha.
Penyebab involuntary childless berasal dari masalah kesuburan,
pernikahan yang terlalu awal maupun penundaan untuk berkeluarga,
kegagalan mengandung tanpa sebab yang diketahui, dan kesibukan-
kesibukan wanita yang bekerja diluar rumah. Penyebab yang lainnya
adalah karena infertilitas atau kemandulan. Dampak dari involuntary
childless ini adalah timbulnya perasaan bahwa dirinya tidak berharga,
melemahkan kehangatan dan kasih sayang diantara suami dan istri, merasa
pernikahan dan kehidupan mereka tidak berarti, meningkatkan distress
pada wanita, merasa putus asa, dan kehilangan harapan. Yang akhirnya
dari permasalahan tersebut akan menimbulkan perasaan yang saling

8
QS. Asy-Syura: 49-50

4
menyalahkan9. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Olson dan DeFrain yang peneliti kutip dalam (Siti Mariah dan Olievia
Prabandini, 2014) yang menunjukan bahwa kehadiran anak akan membuat
suatu hubungan pernikahan menjadi bahagia, namun jika hal tersebut tidak
terpenuhi maka akan terjadi perasaan kurang mencintai dan sering terjadi
konflik. Konflik tersebut dapat berupa tekanan dari keinginan pasangan
untuk memiliki keturunan, desakan dari orangtua atau mertua, serta
pandangan-pandangan negatif dari masyarakat. Kemudian konflik itu akan
berdampak pada perasaan malu, rasa bersalah, merasa kurang berharga,
menarik diri, stres, dan bahkan depresi10.
Pasangan yang tidak kunjung memilki anak harus siap menghadapi
kritik sosial dari masyarakat yang berorientasi pada anak, karena
masyarakat tersebut tidak melihat keadaan belum memiliki anak sebagai
sesuatu yang positif. Konflik emosional dan merasa berbeda dengan
wanita yang memiliki anak akan menyebabkan kebahagiaan yang rendah.
Kebahagiaan dalam aspek psikologi sering dikaitkan dengan well-
being atau kesejahteraan. Menurut Ryan dan Deci (dalam Renna Kinnara
Arlotas, dkk. 2021) tradisi well-being meliputi pendekatan hedonic dan
pendekatan eudaimonic. Pendekatan hedonic mengatakan bahwa tujuan
hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan, kesenangan, mendapatkan
kenikmatan serta terhindar dari rasa sakit. Sedangkan eudaimonic
merupakan pandangan mengenai kebahagiaan bukan dari hasilnya
melainkan dari proses untuk mencapai hidup yang baik. Kebahagiaan dan
kesejahteraan sangat beragam macamnya, baik itu kebahagiaan jasmani
maupun rohani, kebahagiaan sosial maupun spiritual. Maslow
mengungkapkan lima tingkatan hierarki kebutuhan manusia, dimana
setelah tercapainya kebutuhan fisiologis dan keamanan, seseorang menjadi
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan. seperti

9
Arlotas Renna Kinnara, dkk, ‘Gambaran Kebahagiaan Pada Wanita Involuntary Chidless Di
Kanagarian Batu Bulek Kabupaten Tanah Datar’, Al-Qalb: Jurnal Psikologi Islam, 12 (2021), 228.
10
Siti Mariah Ulfah dan Olievia Prabandini Mulyana, ‘Gambaran Subjective Will Being Pada
Wanita Involuntary Childless’, Jurnal Character: FPI UNESA, 02 (2014), 2.

5
keinginan untuk berteman serta keinginan untuk mempunyai pasangan dan
memiliki anak11.
Ketidakhadiran anak pada beberapa pasangan involuntary childless
tidak selamanya merasakan ketidakbahagiaan sehingga menimbulkan
dampak negatif yang mempengaruhi kehidupan berumah tangga. Masih
terdapat beberapa pasangan yang dapat mencapai kebahagiaan meskipun
tanpa hadirnya anak didalam kehidupan berumah tangga. Karena adanya
fenomena pasangan tanpa anak yang bahagia, hal ini menimbulkan
keingintahuan mengenai apa yang membuat mereka bertahan dengan
keadaan pernikahan tanpa anak tersebut dan kemudian tetap merasakan
kebahagiaan.
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang yang dikemukakan
diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“INDIKATOR KEBAHAGIAAN PASANGAN YANG BELUM
MEMILIKI KETURUNAN DI DESA LOWAYU KECAMATAN
DUKUN KABUPATEN GRESIK”

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang sudah tertulis diatas, kami memberikan
identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:
1. Problematika psikologi pasangan Involuntary Childless?
2. Makna Kebahagiaan dan kesejahteraan pada Pasangan Involuntary
Childless?
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah ditulis di atas, maka peneliti dapat
merumuskan beberapa permasalahan untuk memperkuat fokus dari
permasalahan. Diantaranya sebagai berikut:
1. Apasajakah problematika psikologi yang terjadi kepada pasangan
involuntary childless di Desa Lowayu Kecamatan Dukun
Kabupaten Gresik.

11
Arlotas.

6
2. Bagaimana upaya pasangan involuntary childless dalam
mempertahankan harmonisasi dan kesejahteraan keluarga Di desa
Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.
D. Tujuan dan Manfaat
Pada dasarnya setiap penelitian pasti mempunyai tujuan, untuk itu
dapat diketahui beberapa tujuan penelitian yaitu:
1. Untuk mengetahui Problematika yang terjadi pada pasangan
involuntary childless di Desa Lowayu Kecamatan Dukun
Kabupaten Gresik.
2. Untuk mengetahui upaya pasangan involuntary childless dalam
mempertahankan harmonisasi dan kesejahteraan keluarga di Desa
Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat antara lain:
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan
pengetahuan yang bermanfaat akan pentingnya menemukan
harmonisasi dan kesejahteraan dalam keadaan tanpa memilki
keturunan atau involuntary childless.
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan terhadap
problematika psikologi yang terjadi pada pasangan yang belum
dikaruniai keturunan atau involuntary childless.
3. Penelitian ini juga bisa dijadikan bahan acuan dan penunjang untuk
peneliti selanjutnya khususnya pada penelitian yang berkaitan
dengan indikator kebahagiaan pada pasangan involuntary childless
atau pasangan yang belum dikaruniai keturunan.
E. Kerangka Teori
Dalam melakukan sebuah penelitian, kerangka teoritik sangatlah
dibutuhkan, tujuannya untuk membantu menganalisa dan mengidentifikasi
serta memecahkan masalah-masalah yang hendak diteliti agar
mendapatkan hasil yang diinginkan. Kerangka teoritik atau kerangka
pemikiran adalah suatu kerangka berfikir yang sifatnya teoritis dan logis.

7
Dalam penelitian ini akan dibahas makna kebahagiaan serta
problematika psikologi yang terjadi pada pasangan involuntary childless.
Ketidakmampuan memiliki keturunan dapat menimbulkan beban
emosional yang besar pada pasangan. Sehingga setiap pasangan harus
menyesuaikan diri terhadap keluarga besar dan menghadapi kritik sosial
dari masyarakat yang berorientasi pada kehadiran anak. Hal itu dapat
berdampak pada tekanan kehidupan, merasa minder, malu, dan menarik
diri dari interaksi sosial. Secara sosial ketidakmampuan memiliki
keturunan berdampak pada stigma negatif yang dialami setiap pasangan
suami istri lebih rentan terjadinya konflik, perselisihan, kerap
menyalahkan diri sendiri, merasakan kegelisahan, rumah tangga merasa
sepi, perasaan diri tidak berharga, dan meningkatkan stress pada wanita,
serta kehilangan harapan, berbagai pandangan negatif yang dialami
sehingga dapat menimbulkan disharmonisasi.
Disharmonisasi keluarga adalah kegagalan dalam menjaga
ketentraman dan kelestarian rumah tangga. Ketidakmampuan memiliki
keturunan tidak hanya berdampak pada disharmonisasi keluarga tetapi
juga bisa berujung pada keretakan rumah tangga yang akhirnya
menyebabkan terjadinya poligami atau keinginan untuk menikah lagi
hingga mengarah pada perceraian12.
Problematika yang terjadi dalam rumah tangga diantaranya yaitu
karena faktor keturunan. Diantara problem yang sering terjadi:
Pertama, seseorang akan mengalami stres yang di sebut dengan
stres infertilitas, dimana stres tersebut berasal dari tekanan lingkungan
yang mengharuskan seseorang tersebut mempunyai anak secara biologis,
faktor stres juga bersumber dari biaya pengobatan yang mahal. adapun
gejala-gejala stres adalah individu merasa tertekan, denyut jantung
berdetak lebih cepat apabila mendapatkan pertanyaan sudah hamil atau
belum, sedih, marah, takut bertemu orang, suasana hati tidak karuan, pola
tidur berubah, murung dan tidak bersemangat. Dan lebih emosional ketika

12
Utari, 5.

8
disinggung perihal anak. Kedua, gangguan depresi. gejala-gejalanya
adalah subjek merasa takut jika mereka tidak bisa mengandung, was-was,
sulit tidur, pola makan berubah, merasa bersalah, malu dan bingung karena
belum mempunyai anak, menjadi pendiam, merasa bersalah kepada suami
karena belum bisa mengandung dan individu juga merasa malu jika
bertemu dengan orang-orang karena belum menghasilkan keturunan.
Ketiga, Gangguan perasaan gejalanya sedih, mudah tersinggung atau
emosional, iri atau cemburu, menghindari keramaian, merasa tidak percaya
diri dan tidak suka keluar rumah untuk berkumpul dengan warga sekitar
karena belum mempunyai anak (terisolasi). Keempat. gangguan pola pikir,
semua subjek mengakui bahwa dalam fikiran mereka hanya dipenuhi satu
hal yaitu kapan bisa mengandung. Berprasangka buruk kepada Allah,
beranggapan bahwa Allah tidak adil, menyalahkan diri sendiri,
menyalahkan suaminya, dan merasa diri tidak sempurna karena belum
mempunyai anak13.
Pasangan involuntary childless akan merasakan tekanan saat usia
mencapai tiga tahun. Tuntutan untuk memilki anak tidak hanya dirasakan
oleh istri saja, suami juga merasakan tekanan yang besar disaat belum
dikaruniai keturunan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh MA
(32 th) yang mengatakan:
“Saya sama istri saya itu sudah berobat kemana-mana dari mulai
saran dari dokter sampai obat tradisional sudah saya lakukan semua, tapi
sampai empat tahun lebih ya masih belum dikasih keturunan sama gusti
Allah, ya sekarang ini tinggal nunggu saja keajaiban dari Allah mbak”
(wawancara pribadi pada tanggal 21 November)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada AM, dapat kita
ketahui bahwa bukan hanya perempuan, laki-laki juga mengalami tekanan
ketika di dalam bahtera rumah tangga mereka belum juga ada kehadiran
anak. Seperti yang dikatakan bapak AM, ia juga sudah mengikuti apa yang

13
Nur Azizah, ‘Problem Psikologi Istri Yang Belum Memilkii Keturunan’ Thesis-(Institut Agama
Islam Negeri Purwokerto, 2016), 95.

9
disarankan oleh dokter bahkan sampai obat tradisional juga. Karena semua
atas kehendak Allah SWT.
Selanjutnya adalah kebahagiaan pada Pasangan involuntary
childless, kebahagiaan tersebut dapat dilihat dari tiga aspek. Yang
pertama, aspek sikap menerima diri sendiri. menerima kehidupannya
sekarang dengan cara menyerahkan semua hal kepada Allah SWT,
mensyukuri atas pemberian yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada
mereka, memiliki harapan untuk kedepannya agar segera diberikan
keturunan oleh Yang Maha Kuasa. Kedua, aspek kasih sayang, berusaha
menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar dengan cara
saling berusaha menjaga satu sama lainnya. mendapatkan perhatian dari
keluarganya baik secara materi maupun non materi. Ketiga, aspek Prestasi,
memiliki keinginan untuk sukses serta memiliki keahlian dalam bidang
tertentu, memiliki sikap optimis yang kuat dalam menjalani hidupnya
masing-masing. Menurut Basri ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keharmonisan rumah tangga diantaranya yaitu cinta, fisik, material,
pendidikan, dan agama. Namun yang paling penting adalah kedewasaan
diri dari kedua pasangan. Jika kedua pasangan telah memiliki kedewasaan
untuk menjalankan perannya dalam rumah tangga maka didalam keluarga
tersebut akan terjadi kesinambungan dan keseimbangan yang saling
mengisi satu sama lain sehingga tercipta keharmonisan dalam rumah
tangganya14.
Dalam hadis Riwayat Sunan ad-Darimi dijelaskan bahwasanya
apabila seorang mukmin menginginkan anak di surga maka Allah SWT
akan memberikan kebahagiaan tersebut.
‫ َع ْن َع ِام ٍر‬،‫ َع ْن َأبِي ِه‬،‫ َع ْن ُم َع ِاذ بْ ِن ِه َش ٍام‬،‫ي‬
ُّ ‫ َوالْ َق َوا ِري ِر‬،‫ َأ ْخَب َرنَ ا ُم َح َّم ُد بْ ُن يَ ِزي َد‬- 2876
ٍ ‫] َعن َأبِي س ِع‬1873:‫ [ص‬،‫َّاج ِّي‬
ِ ‫ِّيق الن‬
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،‫ي‬
ُ‫ص لَّى اهلل‬ ِّ ‫يد الْ ُخ ْد ِر‬ َ ْ ِّ ‫ َع ْن َأبِي‬،‫اَأْلح َو ِل‬
ِ ‫الص د‬ ْ

14
Umi Husnul Khotimah, ‘Knseling Keluarga Dalam Upaya Menjaga Keharmonisan Pasangan
Suami Istri Tanpa Anak’ (Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2015),
18.

10
‫اع ٍة‬
َ ‫ض عُهُ َو ِس نُّهُ فِي َس‬
ْ ‫ َك ا َن َح ْملُ هُ َو َو‬،‫ْجن َِّة‬ ِ ْ ‫ «ِإ َّن ال ُْم ْؤ ِم َن ِإ َذا‬:‫ال‬
َ ‫اش َت َهى ال َْولَ َد في ال‬ َ َ‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬

»15‫َك َما ا ْشَت َهى‬

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yazi>d dan Al


Qawa>ri>ri> dari Mu’a<dz bin Hisya<m dari ayahnya dari A>mir Al
Ah{wal dari Abu Al S{iddiq Al Na>ji dari Abu Sa'i>d Al Khudri dari
Nabi ‫ﷺ‬, beliau bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin di surga
apabila menginginkan seorang anak, maka (waktu) kehamilan, melahirkan
dan usia anak itu berlangsung dalam sekejap sebagaimana yang ia
inginkan.” (HR. Ad-Da<rimi)

Dari Hadis diatas, kebanyakan Ulama berpendapat bahwa bagi


yang menginginkan anak namun tidak mendapatkannya di dunia, maka ia
akan mendapatkannya di surga.
F. Telaah Pustaka
Setelah dilakukan beberapa penelitian, terdapat beberapa karya
yang membahas persoalan yang serupa dengan penelitian ini, yakni:
1. Penelitian pertama dilakukan oleh Miwa Patnani, dkk. Dengan
judul “Bahagia Tanpa Anak? Arti Penting Anak bagi Involuntary
Childless” (Studi Psikologi Terapan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang, 2021) jurnal ini menjelaskan bahwa
kehadiran anak masih dianggap sebagai hal yang penting dalam
perkawinan karena dianggap sebagai pemberian Tuhan,
memberikan dampak positif bagi kehidupan, memberikan manfaat
bagi orang tua. Ketidakhadiran anak mempengaruhi perkawinan
pasangan involuntary childless. Namun pasangan involuntary
childless mampu melihat sisi positif dari ketidakhadiran anak
sehingga tetap menilai perkawinannya sebagai perkawinan yang
membahagiakan.
2. Penelitian kedua dilakukan oleh Elika Ayu Safira. Dengan judul
“Dinamika Penerimaan Diri Pada Istri Dalam Pernikahan Tanpa

15
Abu Muh{ammad ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Rah{man ibn al-Fad{l al-Da<rimy, Sunan Ad-
Da<rimi, Juz 3, Bab: Fi Waladu Ahli al- jannah, No. Indeks: 2876 (Da<r al Mugni lilnasyir al-
Tauzi<’, t.th), 1872

11
Keturunan” (Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2021) Skripsi ini menjelaskan bahwa
proses penerimaan diri pada istri dalam pernikahan tanpa keturunan
merupakan sebuah proses yang berlangsung secara dinamis dan
berlainan pada setiap individu. Dimana setiap individu akan
mengalami tahapan yang berbeda-beda dimulai dari tahap
penolakan (denial) hingga pada akhirnya dapat mencapai pada
tahap penerimaan (acceptance). Bagi istri dalam pernikahan tanpa
keturunan merupakan masa yang sulit dimana individu mengalami
berbagai fase sesuai teori Stage of Grief dari Kublre-Ross dan
merupakan masa-masa yang sensitif dengan adanya pertanyaan-
pertanyaan terkait keturunan dari lingkungan sekitar. Proses
penerimaan diri akan berjalan lebih mudah dengan adanya
dukungan dari pasangan dan hubungan rumah tangga yang baik.
3. Peneletian yang ketiga dilakukan oleh Brina Dita Lestari dan
Veronika Suprapti. Dengan judul “Proses Pencapaian Happiness
Pada Pasangan Suami Istri yang Mengalami Involuntary
Childless” (Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga Surabaya, 2018) jurnal ini menjelaskan bahwa untuk
mencapai Happiness (kebahagiaan) pada pasangan yang
mengalami involuntary childless telah melalui serangkaian proses
pengalaman personal yang berbeda-beda satu dengan yang lain.
Proses tersebut merupakan perjalanan yang unik dari setiap
pasangan. Happiness tidak hanya berfokus terhadap kehadiran anak
didalam rumah tangga. Happiness pada pasangan suami istri yang
mengalami involuntary childless dapat dicapai dengan
meningkatnya emosi positif pada partisipan, yang membawa setiap
partisipan untuk mencapai komponen kebahagiaan, sehingga dapat
mencapai happiness yang seutuhnya.
G. Metodologi Penelitian

12
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang “Indikator Kebahagiaan Pasangan Yang
Belum Memilki Keturunan” ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif. Peneliti menggunakan penelitian
kualitatif dikarenakan proses penelitian menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari masyarakat dan
perilaku yang diteliti. Dalam metode deskriptif, data yang
dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari obyek yang
yang diteliti maupun orang yang diwawancarai merupakan sumber
data utama.
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan
studi kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mengolah yang
menjadi sumber pembahasan dan mengumpulkan literature-
literature seperti berbagai buku, skripsi, jurnal, dan berbagai
sumber data yang berkaitan dengan di dalam pustaka atau yang
lainnya. Dan juga menggunakan sumber data wawancara. Dalam
penelitian ini, yang dijadikan Narasumber adalah Masyarakat yang
berkondisi sebagai involuntary childless atau pasangan yang belum
dikaruniai keturunan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi di lapangan,
pertama-tama data diperoleh dengan melakukan wawancara
terhadap orang yang dijadikan sumber penelitian kemudian
dilanjutkan mengunnakan teknik pengumpulan dokumentasi.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam
bentuk buku, arsip, dokumen dan tulisan yang mengandung
penelitian. Setelah data terkumpul, dari beberapa sumber kemudian
di telaah dan dianalisis untuk mengambil kesimpulan.

13
H. Sistematika Pembahasan
Dalam menyajikan laporan tugas proposal ini, digunakan
sistematika penulisan sebagai berikut:
1) Latar Belakang Masalah
Bagian ini membahas tentang informasi yang tersusun
sistematis berkenaan dengan fenomena dan masalah (problematic)
yang menarik untuk diteliti dan berdasarkan fakta-fakta dan data
terkait indikator kebahagiaan pasangan yang belum memilki
keturunan di Desa Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.
2) Identifikasi Masalah
Bagian ini merupakan langkah awal dari proses penelitian.
Berisi alasan yang kuat untuk melakukan sebuah penelitian yang
dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi permasalahan social
sekitar yang diamati.
3) Rumusan Masalah
Bagian ini berisi pertanyaan yang spesifik mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti. Berbentuk kalimat tanya yang
sederhana, singkat, padat dan jelas.
4) Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian berisi pernyataan-pernyataan yang
mengungkapkan keinginan sesuatu yang akan dicapai/dituju dalam
sebuah penelitian.
Manfaat penelitian berisi hasil dari penelitian yang bisa
membawa dampak tertentu terhadap peneliti maupun pembaca.
5) Penelitian Terdahulu
Bagian ini berisi tentang perbandingan dari peneliti
sebelumnya dengan tema yang sama dan juga dapat membantu
peneliti selanjutnya dalam memposisikan penelitian serta
menunjukkan orsinalitas dari penelitian.
6) Metodologi Penelitian

14
Pada bagian ini berisi tentang jenis penelitian, sumber data
penelitian, teknik pengumpulan data.
7) Sistematika Pembahasaan
Pada bagian ini, berisi tentang susunan atau struktur penulisan
yang digunakan dalam proposal penelitian.

15
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, Ahmad dan Khoridatul Mudhiiah, ‘Pernikahan Dan Hikmahnya


Prespektif Hukum Islam’, Jurnal Yudisia, 05 (2014)

Arlotas, Renna Kinnara dkk, ‘Gambaran Kebahagiaan Pada Wanita Involuntary


Chidless Di Kanagarian Batu Bulek Kabupaten Tanah Datar’, Al-Qalb:
Jurnal Psikologi Islam, 12 (2021)

Azizah, Nur, ‘Problem Psikologi Istri Yang Belum Memilkii Keturunan’ (Institut
Agama Islam Negeri Purwokerto, 2016)

Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, 03 edn (Jakarta:
Pustaka Amani, 2002)

Khotimah, Umi Husnul, ‘Knseling Keluarga Dalam Upaya Menjaga


Keharmonisan Pasangan Suami Istri Tanpa Anak’ (Institut Agama Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2015)

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000)

Ulfah, Siti Mariah dan Olievia Prabandini Mulyana, ‘Gambaran Subjective Will
Being Pada Wanita Involuntary Childless’, Jurnal Character: FPI UNESA,
02 (2014)

Utari, Unika Eka, ‘Kelestarian Rumah Tangga Pada Pasangan Yang Belum
Memiliki Keturunan Di Kota Palangkaraya’ (Institut Agama Islam Negeri
Palangka raya, 2020)

al-Da<rimy, Abu Muh{ammad ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Rah{man ibn al-Fad{l, Sunan Ad-
Da<rimi, Juz 3, Bab: Fi Waladu Ahli al- jannah, No. Indeks: 2876 (Da<r al Mugni
lilnasyir al- Tauzi<’, t.th)

Fitriah, Imaniyatul dan Maghfirotul Latifah, ‘Konseling Traumatik Berbasis Nilai-


Nilai Religius’, Jurnal Konseling Pendidikan Islam, 01 (2020)

16

Anda mungkin juga menyukai