Anda di halaman 1dari 57

Laporan kasus.

NEUROBLASTOMA PADA SISTEM SARAF PUSAT YANG MELUAS


SAMPAI KE KAVUM NASI PADA PASIEN DEWASA.

Oleh:
Luh Witari Indrayani, I Gde Ardika Nuaba, I Ketut Suanda

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

I. Pendahuluan
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural
dan salah satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali
ditemukan pada orang dewasa. Rata-rata terdapat 8 kasus baru per tahun pada anak
dengan usia rata-rata tersering sekitar 2 tahun. Neuroblastoma paling sering berasal
1
dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga dijumpai di sepanjang jalur saraf simpatis.
Neuroblastoma menjadi tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering,
meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa kanak-kanak, 90% terdiagnosis sebelum
usia 5 tahun. Insiden tahunan 8,7 per 1 juta anak atau 500-600 kasus baru tiap tahun
2
di Amerika Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada laki-laki dan pada kulit putih.
Neuroblastoma adalah tipikal kanker yang dimulai dari bentuk awal sel-sel
saraf pada embrio atau fetus. Neuro berarti sel-sel saraf dan blastoma adalah kanker
yang mempengaruhi sel-sel yang imatur atau sedang berkembang. Neuroblastoma
paling banyak terjadi pada bayi dan anak-anak yang lebih muda. Kanker ini jarang
1,2
sekali ditemukan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun.
Neuroblastoma memiliki manifestasi klinis yang heterogen, mulai dari tumor
yang mengalami regresi spontan sampai tumor yang sangat agresif dan tidak
responsif terhadap terapi multimodal yang intensif. Etiologi dari kebanyakan kasus
tidak diketahui. Meskipun kemajuan signifikan dalam pengobatan anak-anak dengan
neuroblastoma, outcome pasien dengan neuroblastoma agresif tetaplah jelek.

1
Manifestasi klinis neuroblastoma berkaitan dengan lokasi timbulnya tumor dan
metastasisnya. Kebanyakan pasien saat datang sudah pada stadium lanjut. Penyakit ini
memiliki kekhasan yaitu dapat terjadi remisi spontan dan transformasi ke tumor jinak,
terutama pada anak dalam usia 1 tahun. Terapi meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi
dan terapi biologis. Angka survival 5 tahun untuk stadium I dan II pasca terapi kombinasi
adalah 90% lebih, stadium III kira-kira 40%-50%, stadium IV berprognosis buruk yaitu
3
hanya 15%-20%.
Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit neuroblastoma yang berstadium
rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan
hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium rendah umumnya
mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur
1,3
penderita dan makin menyebar penyakit maka makin buruk prognosisnya.

II. Tinjuan pustaka


2.1 Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah adalah
pangkal hidung atau bridge, dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang
hidung atau nares anterior. Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang
rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung
atau os nasal, prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung yaitu 2 kartilago nasalis lateralis superior, 2 kartilago nasalis lateralis inferior yang
disebut dengan kartilago alaris mayor, beberapa kartilago alaris minor dan 1 kartilago septum
4
nasi.
Kavum nasi dimulai dari nares anterior sampai koana. Kavum nasi dibagi dua oleh
septum nasi di bagian tengah. Masing-masing kavum nasi terdiri dari atap, dasar, dinding
lateral dan medial. Pada dinding lateral bagian dalam terdapat tiga pasang konka
2
yaitu: konka inferior yang berasal dari tulang maksila, konka media dan superior yang berasal
5
dari tulang etmoid.

A B
5
Gambar 1. A). Anatomi hidung bagian luar dan B). Struktur septum nasi4
Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Tulang rawan septum
ini tidak mengandung pembuluh darah, tetapi di bawah tulang rawan ini terdapat
mukoperikondrium yang kaya dengan pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi untuk
tulang rawan dan jaringan sekitarnya. Septum nasi terdiri dari kartilago kuadrangularis di
bagian anterior, lamina perpendikularis tulang etmoid di bagian postero-superior, os vomer di
bagian postero-inferior, krista maksilaris dan krista palatina di bagian inferior dan di bagian
posterior dibentuk oleh rostrum sfenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung
yang dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat
sempit yang dibentuk oleh lamina kribiformis yang memisahkan rongga tengkorak dan
rongga hidung.4,5,6
Kerangka tulang rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas yang berbentuk
huruf T memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan dari tulang disekitarnya.
Kartilago kuadrangularis adalah bagian medial kerangka T hidung. Kaudal dari hidung
sampai di daerah inferior septum nasi terletak pada krista maksilaris dan diikat oleh
perikondrium dan periosteum. Reseksi atau destruksi dari tulang rawan tersebut akibat
trauma atau operasi pengangkatan kartilago kuadrangularis yang berlebihan akan
mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana. 4
3
Vaskularisasi pada hidung berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna yang mendarahi septum dan

dinding lateral hidung.

Pendarahan arteri karotis interna

Arteri optalmikus yang berasal dari arteri karotis interna bercabang menjadi arteri etmoidalis anterior dan arteri etmoidalis posterior masuk ke

kavum nasi. Arteri etmoidalis anterior mendarahi septum bagian anterior dan dinding lateral hidung. Arteri etmoidalis posterior mendarahi septum bagian

posterior dan dinding lateral hidung.

Pendarahan arteri karotis eksterna

Arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna kemudian bercabang menjadi arteri sfenopalatina dan arteri palatina mayor.

Arteri sfenopalatina masuk ke dalam rongga hidung melalui foramen sfenopalatina yang terletak sebelah lateral ujung posterior konka media. Di dalam

rongga hidung arteri sfenopalatina bercabang menjadi lateral nasal artery yang mendarahi dinding lateral hidung dan posterior septal nasal artery yang

mendarahi septum nasi. Arteri karotis eksterna juga bercabang menjadi arteri fasialis lalu menjadi arteri labialis superior.

Pada bagian anterior septum nasi terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri labialis

superior, arteri palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach ( Little’s area ). Karena letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering

menjadi sumber perdarahan hidung. Pada bagian posterior konka media terdapat anastomosis arteri sfenopalatina dan ascending pharyngeal

artery (Woodruff’s area). Daerah ini sering menyebabkan epistaksis posterior.6


Vena-vena hidung mempunyai nama yang

sama dan berjalan bersamaan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar
hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-

vena di hidung tidak mempunyai katup sehingga mempermudah penyebaran infeksi ke

intrakranial.5

4
Gambar 2. Vaskularisasi dinding lateral hidung dan septum nasi 6
Persarafan bagian anterior dan superior rongga hidung dipersarafi oleh n. etmoidalis
anterior cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n. oftalmikus. Rongga hidung yang lain
sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. Maksilaris melalui ganglion
sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina juga memberikan persarafan motoris untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n.maksilaris, serabut parasimpatis
dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. 4,5

2.2 Etiologi
Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan
yang menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantil berkaitan dengan orang tua
atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol,
7
dll.
Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus,
meliputi penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17
8
dan ampifilatik genomik dari onkogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk.
Beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kemunculan dari neuroblastoma
9
adalah sebagai berikut (American Cancer Society, 2012).
 Gaya Hidup
Gaya hidup yang berhubungan dengan faktor risiko seperti berat badan,
aktivitas fisik, diet dan penggunaan tembakau memainkan peran
5
utama dalam kanker dewasa namun faktor-faktor ini biasanya memakan waktu
bertahun-tahun untuk mempengaruhi risiko kanker. Tidak ada faktor lingkungan
(seperti eksposur selama kehamilan ibu atau pada awal masa kanak kanak)
diketahui dapat meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan neuroblastoma.
 Usia
Neuroblastoma paling sering terjadi pada anak-anak yang sangat muda
tetapi hal ini sangat jarang terjadi pada orang di atas usia 10 tahun.
 Keturunan
Pada sekitar 1-2% dari semua neuroblastoma anak mungkin telah mewarisi
peningkatan risiko terjadinya neuroblastoma namun mayoritas dari neuroblastoma
tampaknya tidak diwariskan. Anak-anak dengan bentuk familial dari
neuroblastoma biasanya datang dari keluarga dengan satu atau lebih anggota
keluarga yang memiliki neuroblastoma saat bayi. Anak-anak dengan
neuroblastoma familial dapat mengalami dua atau lebih dari kanker ini di berbagai
organ misalnya dalam kedua kelenjar adrenal atau lebih dari satu ganglion
simpatik.
Sangat penting untuk membedakan neuroblastoma yang dimulai di lebih
dari satu organ dari neuroblastoma yang telah dimulai pada satu organ dan
kemudian menyebar ke organ lain. Ketika tumor berkembang di beberapa tempat
sekaligus itu menunjukkan suatu bentuk familial yang mungkin berarti bahwa
anggota keluarga yang lain harus mempertimbangkan untuk mendapatkan
9
konseling genetik.

2.3 Epidemiologi
Neuroblastoma adalah tumor yang paling umum pada bayi dan anak,
mewakili 8-10% dari semua kanker pada anak dan 15% dari semua penyebab kematian
10
anak akibat kanker di Amerika Serikat. Sekitar 600 kasus baru didiagnosa setiap tahun
di Amerika Serikat, sekitar 8-10% dari keganasan pada anak

6
dan sepertiga pada bayi. Usia rata-rata anak-anak terdiagnosis neuroblastoma adalah 22
1,2
bulan dan 90% dari kasus terdiagnosis pada usia 5 tahun. Meskipun penelitian yang
luas sedang berlangsung, secara klinis neuroblastoma tetap merupakan tumor yang
10
misterius dengan etiologi tidak diketahui dan perjalanan klinis yang tidak terduga.

2.4 Patofisiologi
Neuroblastoma timbul dari primordial sel pial neural yang bermigrasi selama
embriogenesis untuk membentuk medula adrenal dan ganglia simpatik. Sebagai hasilnya
neuroblastoma terjadi di medula adrenal atau dimana saja sepanjang simpatik ganglia,
terutama di retroperitoneum dan mediastinum posterior. Nomenklatur luas neuroblastoma
didasarkan pada spektrum diferensiasi selular. Neuroblastoma merupakan tumor yang
ganas dan buruk sedangkan ganglioneuroma merupakan tumor yang jinak dan tidak
berbahaya. Ganglioneuroblastoma mewakili keduanya karena memiliki diferensiasi buruk
2,3
dari neuroblasts dan sel ganglion matur.
 Histologi
Neuroblastoma terdiri dari neuroblasts kecil matur, sel seragam padat, inti
dan sitoplasma yang sedikit hiperkromatik. Diferensiasi sel memiliki penampilan
sel ganglion lebih matur dengan baik didefinisikan dan nukleolus eosinofilik
10
sitoplasma. Banyaknya neutrofil juga merupakan ciri khas dari pembedaan
tumor. Klasifikasi Shimada telah banyak digunakan untuk mengkarakterisasi dan
memprediksi perilaku tumor dengan mempertimbangkan usia pasien bersama
dengan fitur histologis seperti tingkat
Schwannian stroma, diferensiasi selular dan indeks mitosis-karyorrhexis.
Klasifikasi Shimada diubah pada tahun 1999 sebagai Klasifikasi
Internasional dari Patologi Neuroblastoma, berguna untuk memprediksi perilaku
3,10
biologis dan prognosis tumor. Indikator prognosis yang menguntungkan
adalah usia kurang dari 1 tahun, klinis stadium 1, 2,

7
nonamplification 4S dan N-myc. Faktor prognosis baik lainnya adalah diferensiasi
dan indeks mitosis karyorrhexis yang rendah (kurang dari 100 mitosis atau sel
7,8,10
karyorrhectic per 5000 sel).
 Penanda biologis
Menggunakan teknologi analisis gen, sejumlah calon penanda
prognostik untuk neuroblastoma telah diidentifikasi termasuk BIRC (terkait dengan
apoptosis), CDKN2D (terkait dengan siklus sel) dan SMARCD3 (terkait dengan
aktivasi transkripsi).11 Demikian pula ekspresi profil data yang telah digunakan untuk
menjelaskan mekanisme genetik dibalik aktivitas telomerase dalam sel
neuroblastoma. Secara khusus gen yang terlibat dengan diferensiasi dan pertumbuhan
yang erat kaitannya dengan aktivitas telomerase yang rendah di neuroblastoma,
sedangkan ekspresi yang berlebihan dari gen yang terkait siklus sel dan transkripsi
faktor yang terkait dengan aktivitas telomerase yang tinggi. 12Full-length telomerase
reverse transcriptase mRNA ditemukan menjadi faktor prognostik independen dalam
neuroblastoma.13
Identifikasi anomali kariotipe konstitusional dapat menyebabkan penemuan
onkogen dan tumor suppressor gen. Kelainan yang paling umum di neuroblastoma
adalah penambahan pada 17q. Perubahan genetik ini dikaitkan dengan hasil yang
kurang baik.14 Kehilangan heterozigositas di beberapa situs juga telah diidentifikasi
dalam neuroblastoma. Penghapusan lengan pendek kromosom 1 terjadi pada 30
sampai 50% dari tumor primer, biasanya 1p36 dan sangat berkorelasi dengan
amplifikasi N-myc dan prognosis yang buruk.14
Suatu kelompok studi kanker pada anak baru-baru ini menunjukkan bahwa delesi di 1p
adalah faktor prediksi independen penurunan angka survival bebas tumor, meskipun
bukan dari angka survival.15 Hilangnya heterozigositas di 11q dan 14q juga telah
dijelaskan. Delesi di 11q diidentifikasi dalam hampir setengah dari semua sampel
neuroblastoma. Meskipun berbanding
8
terbalik dengan amplifikasi N-myc, delesi pada 11q dikaitkan dengan prognosis
14
yang lebih buruk.
Beberapa tahun terakhir kasus baru neuroblastoma dengan kelainan
kromosom lainnya telah dilaporkan, termasuk mosaicism untuk monosomi 22,
16,17
penghapusan interstitial 11q dan Robertson translokasi t.

2.5 Manifestasi Klinis


Neuroblastoma dapat menyerang setiap situs jaringan sistem saraf simpatik.
Sekitar setengah dari tumor neuroblastoma timbul di kelenjar adrenal dan sebagian besar
sisanya berasal dari ganglia simpatis paraspinal. Metastase ditemukan lebih sering pada
anak usia> 1 tahun saat terdiagnosis, terjadi melalui invasi lokal, hematogen atau
limfogen. Organ yang paling umum dituju oleh proses metastasis ini adalah kelenjar
getah bening regional atau yang jauh, tulang panjang dan tengkorak, sumsum tulang, hati
dan kulit. Metastasis ke paru-paru dan otak jarang terjadi, kurang dari 3% kasus.1,2
Neuroblastoma dapat menyerupai gangguan lain sehingga sulit untuk
mendiagnosa. Tanda-tanda dan gejala dari neuroblastoma mencerminkan lokasi tumor
dan luasnya penyakit. Proses metastasis dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala,
termasuk demam, iritabel, kegagalan dalam masa pertumbuhan, nyeri tulang, sitopeni,
nodul kebiruan pada subkutan, proptosis orbital dan ekimosis periorbital. Penyakit lokal
dapat bermanifestasi sebagai massa asimptomatik atau sebagai gejala yang muncul terkait
massa, termasuk kompresi sumsum tulang belakang, obstruksi usus dan sindrom vena
2,3,15
cava superior.
Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu: a) Gejala yang
berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal.18
1. Massa abdomen tidak teratur, tidak nyeri tekan, keras yang melintasi garis tengah.
2. Perubahan fungsi usus dan kandung kemih

9
3. Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah
4. Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah
5. Defisit sensoris
6. Hilangnya kendali sfingter
b) Gejala-gejala yang berhubungan dengan massa leher atau toraks.
1. Limfadenopati servikal dan suprakavikular
2. Kongesti dan edema pada wajah
3. Disfungsi pernafasan
4. Sakit kepala
5. Proptosis orbital ekimotik
6. Miosis
7. Ptosis
8. Eksoftalmos
9. Anhidrosis
Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung
19
dari lokasi metastasenya:
o Neuroblastoma retroperitoneal
Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen,
pemeriksaan menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak
bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut
sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema dinding abdomen.
o Neurobalstoma mediastinal
Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di
mediastinum superior daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala namun bila massa
besar dapat menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila
penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.

10
o Neuroblastoma leher
Mudah ditemukan namun mudah sering terjadi salah diagnosis sebagai
limfadenitis atau limfoma maligna. Sering menekan ganglion servikotorakal hingga
timbul sindrom paralisis saraf simpatis leher (Sindrom Horner) timbul miosis unilateral,
blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.
o Neuroblastoma pelvis
Terletak di posterior kolon presakral, relatif dini menekan organ sekitarnya
sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi dan retensi urin.
o Neuroblastoma berbentuk barbell
Neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam
canalis vertebral di ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak,
kelainan sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan
paralisis.19
o Neuroblastoma pada sistem saraf pusat (CNS neuroblastoma)
Neuroblastoma pada sistem saraf pusat merupakan suatu kasus yang langka.
Horten dan Rubinstein20 menyatakan bahwa kejadian neuroblastoma pada sistem saraf
pusat hanya satu kasus setiap dekade. Hal ini diterima sebagai subtipe dari tumor
neuroektodermal primitif yang menunjukkan diferensiasi neuronal. Dilaporkan bahwa
neuroblastoma merupakan 6% dari keseluruhan kasus tumor neuroektodermal primitif.
Primer neuroblastoma sistem saraf pusat sebagian besar terjadi pada dekade pertama. Dua
puluh enam persen kasus terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Primer neuroblastoma
ditandai dengan gejala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Tumor dapat
menyebar dengan cepat dan tumor ini seringkali cukup besar.
11
Gambar 3. Manifestasi klinis neuroblastoma19

Karena neuroblastoma paling banyak terjadi di retroperitoneum atau posterior


mediastinum, gejala awal biasanya tidak spesifik (malaise umum, berat badan menurun,
demam yang tidak jelas). Neuroblastoma intraabdominal sering hadir sebagai massa
asimptomatik yang terdeteksi secara kebetulan oleh orang tua atau dokter anak selama
kunjungan klinik rutin. Tumor panggul dapat menekan usus rectosigmoid atau kandung
kemih sehingga terjadi sembelit atau retensi urin.10
Secara khusus neuroblastoma toraks biasanya hadir dengan gejala nonspesifik dan
terdeteksi sebagai massa insidental pada rontgen dada rutin yang diambil karena adanya
gangguan nafas ringan. Perdarahan spontan dapat terjadi pada tumor dengan malaise
karena anemia. Pada pemeriksaan, massa yang relatif tetap dalam perut mungkin teraba.
Metastasis hematogen sering hadir pada saat diagnosis.
12
Karakteristik
Tumor
terbatas pada
organ primer,
secara
Operasi
tumor
terbatas tak
Operasi
tumor
terbatas dapat
Tumor tak dapat
dieksisi, telah
Tumor
primer
menyebar
Usia <1
tahun, tumor
metastasis ke
Nyeri tulang dengan perubahan yang cepat dalam tingkat aktivitas dapat
meramalkan adanya metastasis pada tulang. Ekimosis periorbital atau proptosis sebagai
akibat keterlibatan tengkorak dapat menimbulkan kekeliruan yang dikaitkan dengan
trauma. Nyeri lebam dengan warna kebiruan yang berbeda pada bayi yang memiliki
penyakit stadium 4S disebut blueberry muffin dan menunjukkan kondisi yang
menguntungkan dengan potensi tumor regresi secara spontan.12 Massa serviks yang
kronis pada bayi dan anak, limfadenopati rutin dapat mewakili primer atau metastasis
neuroblastoma. Sebuah tumor paraspinal melalui foramina vertebralis dan kompresi
sumsum tulang belakang, menghasilkan defisit motorik dan paraplegia progresif.11,13

2.6 Stadium
Sistem klasifikasi stadium neuroblastoma terutama memakai sistem
klasifikasi stadium klinis neuroblastoma internasional (International Neuroblastoma
Staging System/INSS).20
Stadium
Stadium 1
Stadium 2A
Stadium 2B
Stadium 3
Stadium 4
Stadium 4S
Tabel 1. Klasifikasi Stadium INSS20

13
2.7 Neuroblastoma pada pasien dewasa
Neuroblastoma sangat jarang terjadi pada orang dewasa dengan kurang dari
100 kasus yang dilaporkan dalam literatur. Stevens dkk 21 melaporkan suatu kasus
neuroblastoma pada pasien perempuan usia 29 tahun yang telah mengalami metastasis
dan disertai sindrom paraneoplastik. Pasien diterapi dengan kemoterapi sistemik,
131
radioterapi I metaiodobenzilguanidin, transplantasi stem sel autologus. Sayangnya
respon terapi dari pasien sangat terbatas dan pasien meninggal.
Pasien dewasa dengan neuroblastoma metastatik biasanya memiliki prognosis
yang sangat buruk.22 Pasien dengan usia yang lebih tua dari 18 bulan di saat pertama kali
diagnosis ditegakkan biasanya memiliki hasil yang kurang baik termasuk amplifikasi N-
myc. Pasien berisiko seperti ini biasanya diterapi dengan kombinasi kemoterapi
mielosupresif dan transplantasi sel induk autologus, diikuti oleh terapi anti-GD-2 dan
diferensiasi asam retinoat. Kombinasi terapi ini memiliki angka survival 2 tahun sebesar
86%.23 Hasil terbaik terjadi pada pasien di bawah usia 1 tahun yang didiagnosis dengan
tahap awal atau tahap 4S neuroblastoma tetapi tanpa fitur berisiko tinggi seperti
amplifikasi N-myc.24
Presentasi penyakit ini sering sama pada orang dewasa dan anak-anak.
Perkembangan penyakit sering lebih lamban pada orang dewasa dibandingkan dengan
anak-anak. Beberapa kasus memiliki perkembangan yang progresif lambat atau kambuh
berulang selama bertahun-tahun. Neuroblastoma merupakan tumor dari rantai saraf
simpatik begitu pula dengan tumor primer terjadi sama pada orang dewasa dan anak-
anak.24 Amplifikasi N-myc sering terjadi pada populasi anak yang berisiko tinggi tetapi
tampaknya sangat jarang pada orang dewasa.25 Tidak ada konsensus khusus untuk
pengobatan neuroblastoma pada pasien dewasa. Operasi dan terapi radiasi mungkin
cukup untuk penyakit lokal. Untuk penyakit metastatik, kombinasi kemoterapi dengan
atau tanpa terapi radiasi mungkin cukup efektif. Berdasarkan laporan Kushner dkk25
sebanyak 9 remaja dan orang dewasa diobati dengan kombinasi doxorubicin, vincristin,
siklofosfamid, cisplatin dan etoposid, enam pasien mengalami respon parsial, tiga orang
memiliki respon lengkap atau
14
respon parsial yang sangat baik.25 Pengobatan kombinasi dengan kemoterapi dosis tinggi
dan transplantasi sel induk autologus telah terbukti meningkatkan kelangsungan hidup
pada anak-anak dan merupakan pilihan untuk orang dewasa juga.
Pada neuroblastoma sistem saraf pusat, dural enhancement mungkin merupakan
satu-satunya abnormalitas pada pencitraan walaupun sering pula nampak gambaran dural
nodularity. Dalam suatu penelitian dengan 25 pasien neuroblastoma dewasa, sebanyak
16% terjadi di pelvis, 68% di retroperitoneal atau kelenjar adrenal.25

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
1. Lactate Dehydrogenase
Walaupun tidak spesifik, serum lactate dehydrogenase (LDH) dapat menentukan
signifikansi prognostik. Nilai serum LDH yang tinggi menandai aktivitas
proliferasi atau luasnya tumor. Nilai LDH> 1500 IU/L dihubungkan dengan
prognosis yang buruk. LDH dapat digunakan untuk monitor aktivitas penyakit
atau respon terapi.7
2. Ferritin
Nilai yang tinggi dari serum ferritin (>150 ng/mL) juga merupakan gambaran
besarnya tumor atau cepatnya pembesaran tumor. Peningkatan serum feritin
sering pada stadium advance dan mengindikasikan prognosis yang buruk. Nilai
7
ini sering kembali normal selama remisi klinis.
3. Neuron Spesific Enolase
Neuron spesific Enolase (NSE) adalah suatu isoenzim enolase glikolitik dan
terdapat didalam neuron pada jaringan saraf pusat dan perifer. Pada
neuroblastoma, NSE berasal dari jaringan tumor dan nilai level serum biasanya
berhubungan erat dengan kondisi klinis pasien. Sayangnya nilai yang tinggi pada
NSE, tidak selalu spesifik untuk neuroblastoma dan bisa
15
juga terdapat pada pasien dengan tumor Wilms, limfoma dan hepatoma. Batas nilai
teratas untuk serum NSE berkisar 14.6 ng/mL. Kadar NSE paling tinggi terdapat pada
neuroblastoma yang meluas dan sudah metastasis, dibandingkan pada yang
terlokalisir. Nilai serum yang lebih tinggi dari 100 ng/mL, biasanya berhubungan
dengan stadium lanjut yang memiliki prognosis buruk.7,10
4. Katekolamin dan Metabolitnya
Ketika sel-sel neuroblast yang berasal dari neural crest ini berubah bentuk menjadi
neoplastik, mereka ditandai dengan tidak sempurnanya sintesis dari katekolamin dan
prekursornya, seperti epinephrine (E), norepinefrin (NE), 3,4 dihydroxyphenilalanine
(DOPA) dan dopamin (DA) dan juga metabolitnya seperti vanillymaandellic acid
(VMA), homovanillic acid (HVA), methoxydopamine (MDA), dan methanephrine
(MN), normethanephrine (NME) dan 3 methoxytyramine (3MT). Neuroblastoma
kekurangan enzim phenylethanolamine N-methyltranferase yang mengubah
noreepinephrine menjadi epinephrine. Sel-sel neuroblastoma tidak memiliki kantong-
kantong penyimpanan katekolamin, seperti layaknya sel-sel normal, sehingga
katekolamin ini dilepaskan kedalam sirkulasi yang secara cepat mengalami degradasi
menjadi VMA dan HVA. VMA dan HVA dapat dinilai dari urin dan keduanya sangat
berguna untuk diagnosis dan memonitor aktivitas penyakit. Hasil metabolit
katekolamin urin meningkat 90-95% pada pasien neuroblastoma. Biasanya nilai urin
tampung 24 jam dinilai tetapi saat ini, urin sewaktu dengan menggunakan sensitivitas
assay dapat juga digunakan dan memiliki sensitivitas yang sejajar. Nilai normal untuk
VMA dalam urin 0.35 mmol/24 jam, sedangkan nilai normal untuk HVA dalam urin
adalah 0,40 mmol/24 jam. Sayangnya katekolamin dan metabolitnya ini, sangat tidak
mungkin mendeteksi adanya kekambuhan selama perawatan pasien neuroblastoma
yang sedang diterapi. Pada beberapa kasus dengan diagnosis kekambuhan, metabolit-
metabolit ini hanya meningkat 55% jika

16
dibandingkan saat awal presentasi lebih dari 90% sensitifitasnya. Oleh karena itu,
adanya relaps penyakit ini atau perkembangannya, tidak dapat dideteksi secara
reliabel hanya dengan petanda tumor saja.1
D. Pemeriksaan Radiologi
1. Radiografi
Rontgen dada dapat digunakan untuk memperlihatkan massa mediastinum
posterior, biasanya neuroblastoma di toraks pada anak.7
2. Ultrasonography
Walaupun ultrasonography merupakan modalitas yang lebih sering digunakan pada
penilaian awal dari suspek massa abdomen, sensitivitas dan akurasinya kurang
dibandingkan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI)
untuk diagnosis neuroblastoma. Modalitas lain biasanya digunakan setelah
screening dengan USG untuk menyingkirkan diagnosis banding. Gambaran USG
neuroblastoma lesi solid dan heterogen.1,7,10
3. Computed Tomography (CT)
CT umumnya digunakan digunakan sebagai modalitas untuk evaluasi
neuroblastoma. Itu dapat menunjukkan kalsifikasi pada 85% kasus neuroblastoma.
Perluasan intraspinal dari tumor dapat dilihat pada CT dengan kontras. Secara
keseluruhan, CT dengan kontras dilaporkan akurasinya sebesar 82% dalam
mendefinisikan luasnya neuroblastoma. Dengan akurasi mendekati 97% ketika
dilakukan dengan bone scan.CT scan adalah metode yang menggambarkan massa
abdomen yang dapat dilakukan tanpa pembiusan yang juga menunjukkan bukti
daerah invasi, limfadenopati, dan kalsifikasi yang sangat sugestif dari diagnosis,
khususnya berkaitan dengan membedakan antara neuroblastoma dan tumor
Wilms.2,7
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah modalitas imaging yang lebih sensitif untuk diagnosis dan staging dari
neuroblastoma. MRI lebih akurat daripada CT untuk mendeteksi
17
penyakit stadium 4. Sensitivitas MRI adalah 83%, sedangkan CT 43%. Spesifitas
MRI 97% sedangkan CT 88%. MRI adalah modalitas pilihan untuk menentukan
keterlibatan sumsum tulang belakang.7
5. Scintigraphy
Metaiodobenzylguanidine (MIBG) merupakan imaging pilihan untuk
mengevaluasi penyebaran ke tulang dan bone marrow oleh neuroblastoma.
123
Isotop 123 dari I-metaiodobenzylguanidine ( I-MIBG) selektif diambil sel
tumor yang mensekresi katekolamin (ditunjukkan lebih dari 90%).10
6. Bone Marrow Examination
Biopsi sumsum tulang adalah metode rutin dan penting untuk mendeteksi
penyebaran ke sumsum tulang pada neuroblastoma. Aspirasi dan biopsi harus
dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang lebih tepat. Untuk mengumpulkan
informasi yang akurat, diambil spesimen dari lokasi multipel yang
direkomendasikan.1,2,7

2.9 Penatalaksanaan
Menurut Cecily (2002)18, International Staging System untuk neuroblastoma
menetapkan definisi standar untuk diagnosis, pertahapan dan pengobatan serta
mengelompokkan pasien berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah ditambah
keadaan sumsum tulang.
Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi stadium I, II, III, tergantung ciri tumor
primer dan status limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi
menjadi stadium IV dan IVS (S untuk spesial), tergantung dari adanya keterlibatan tulang
kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan gambaran tumor primer.18
Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan,
pengobatan minimal atau hanya reseksi. Reseksi untuk tumor stadium I. Untuk stadium II
pembedahan saja mungkin sudah cukup tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan
terkadang ditambah dengan radioterapi lokal. Neuroblastoma tahap
18
IVS mempunyai angka regresi spontan yang tinggi dan penatalaksanaannya mungkin
hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat. Neuroblastoma tahap
III dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan,
transplantasi sumsum tulang autologus atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang,
metaiodobenzilquainid (MIBG) dan imunoterapi dengan antibodi monoklonal yang
spesifik terhadap neuroblastoma. Sebuah modalitas gabungan operasi, kemoterapi, dan
radioterapi berdasarkan stadium penyakit dan umur pasien pada presentasi digunakan
untuk neuroblastoma.18 Adapun untuk penjelasan mengenai jenis terapi pada ketiga
tingkatan risiko neuroblastoma adalah sebagai berikut:
1. Pembedahan
Tujuan dari intervensi bedah adalah reseksi lengkap dari tumor. Jika
reseksi lengkap tidak layak maka tujuannya adalah untuk melakukan biopsi
tumor. Reseksi tumor primer dinilai menggunakan pencitraan dengan
mempertimbangkan ukuran tumor, ekstensi kedekatan struktur seperti sumsum
tulang belakang, keterlibatan kelenjar getah bening dan kemungkinan
penyembuhan setelah bedah.26
Untuk stadium lanjutan III dan IV, intervensi bedah awal harus dibatasi
meliputi biopsi jaringan yang didiagnosis bersama dengan analisis biomarker
sitogenetik dan tumor. Menunda reseksi bedah sampai adjuvan kemoterapi
diberikan telah mengakibatkan penurunan morbiditas dan tingkat reseksi lengkap.
Untuk bayi yang telah sampai pada stadium penyakit 4S, reseksi bedah dari tumor
primer tidak menunjukkan manfaat signifikan bagi kelangsungan hidup pasien
secara keseluruhan karena tumor ini sering ditemukan menunjukkan diferensiasi
dan regresi spontan bahkan tanpa pengobatan khusus.10
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan utama untuk stadium lanjut neuroblastoma.
Ketika digunakan dalam kombinasi dan berdasarkan sinergi

19
obat, mekanisme kerja, dan resistensi obat potensi tumor, pengobatan kemoterapi telah
efektif untuk pasien yang memiliki primer luas, berulang, atau metastasis
neuroblastomas.27 Agen umum yang sering digunakan sekarang adalah
cyclophosphamide, iphosphamide, vincristine, doxorubicin, cisplatin, carboplatin,
etoposid, dan melphalan. Peningkatan kelangsungan hidup jangka panjang dicatat
dengan lebih intens pada terapi kombinasi dengan mengorbankan toksisitas. Terapi
dengan iradiasi total tubuh atau melphalan diikuti oleh transplantasi sumsum tulang
untuk pasien yang memiliki penyakit berisiko tinggi.10
3. Radioterapi
Secara umum neuroblastoma dianggap radiosensitif. Ada sedikit manfaat
radioterapi untuk tahap I dan II tumor meskipun ada sisa.27
Radioterapi bagaimanapun telah terbukti mengurangi tingkat kekambuhan lokal untuk
neuroblastoma risiko tinggi. Iradiasi lokal ke hati ditunjukkan pada bayi yang
memiliki neuroblastoma stadium 4S dan gangguan pernapasan akibat
hepatomegali.12,13,20
Iradiasi lesi intraspinal kurang ideal karena seiring kerusakan tulang vertebral
mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan scoliosis. Kombinasi radioterapi dan
kemoterapi telah digunakan baru-baru ini untuk stadium lanjut penyakit untuk
meningkatkan resectability. Penggunaan lain dari radioterapi untuk radiasi total tubuh
untuk mencapai ablasi sumsum tulang sebelum transplantasi sumsum. Target
pengobatan dengan MIBG, digunakan secara luas di Eropa menunjukkan manfaat
dalam pengobatan stadium lanjut neuroblastoma sebagai lini pertama terapi dan untuk
neuroblastomas refraktori namun sejumlah komplikasi seperti terjadinya keganasan
sekunder dan disfungsi tiroid telah dilaporkan.27
Neuroblastoma risiko tinggi terus menunjukkan respon yang jelek untuk
modalitas pengobatan gabungan dan tetap sulit bagi kelompok tumor untuk mencapai
kontrol lokal. Baru-baru ini pembedahan agresif pengobatan

20
dengan iradiasi lokal dan kemoterapi myeloablative dengan penyelamatan sel
induk telah menunjukkan kontrol lokal yang sangat baik pada neuroblastoma
risiko tinggi.10,12,27

2.10. Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini
ke berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke
sumsum tulang, tulang, hati, otak, paru dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke
tulang kranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri
ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sumsum tulang menyebabkan
anemia, perdarahan dan trombositopenia.10,12

2.11 Prognosis
Kelangsungan hidup 5 tahun adalah sebesar 60%, kadang-kadang dilaporkan
terjadi pemulihan spontan. Identifikasi faktor prognosis spesifik adalah penting untuk
perencanaan terapi. Prediktor paling menonjol bagi keberhasilan adalah umur dan
stadium penyakit. Anak yang berusia kurang dari satu tahun lebih baik daripada anak
berumur lebih tua dengan stadium penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup bayi
dengan penyakit berstadium rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis
mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan
penyakit stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang baik, tidak tergantung
umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk
prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau terapi yang agresif, angka
ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak yang lebih tua dengan penyakit lanjut jarang
melebihi 20%.28
21
III. Laporan kasus
Pasien NNS, usia 42 tahun, alamat banjar Karangsari Ungasan Badung datang
ke Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah tanggal 19 April 2016 dengan keluhan nyeri kepala
dan hidung kiri tersumbat sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien sebelumnya
dirawat di RSUP pada tanggal 12-14 April 2016 oleh karena perdarahan dari hidung kiri
dan dilakukan pemasangan tampon anterior pada hidung kiri. Riwayat demam, batuk,
pilek disangkal. Pasien memiliki riwayat perdarahan dari hidung kiri sebelumnya namun
dapat berhenti sendiri. Pasien juga mengeluh sering merasakan sakit kepala. Pasien
pernah memeriksakan diri ke dokter spesialis THT dan telah dilakukan biopsi pada
hidung dengan hasil suspek neuroblastoma dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan
imunohistokimia NSE atau S100. Dari pemeriksaan imunohistokimia didapatkan hasil
S100 positif lemah dan NSE 8.94.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84x/mnt, respirasi 22x/mnt, temperatur aksila
0
36,5 C. Status lokalis THT-KL, pemeriksaan telinga tidak didapatkan kelainan. Dari
pemeriksaan hidung didapatkan kavum nasi kanan lapang dan kiri sempit dan tampak
massa, mukosa merah muda, sekret tidak ada, konka dekongesti dan tidak ada deviasi
septum. Pada pemeriksaan tenggorok tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan leher
tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Dari pemeriksaan nasoendoskopi tampak adanya massa tumor dengan permukaan
licin pada kavum nasi posterior sinistra.
22
Gambar 4. Dari pemeriksaan nasoendoskopi tampak massa tumor yang licin di
kavum nasi posterior sinistra.

Gambar 5. CT scan kepala fokus sinus paranasalis irisan aksial tanpa kontras

Dari gambaran CT scan tampak massa solid di sinus sphenoidalis, ethmoidalis


dan frontalis kiri dan kavum nasi posterior kiri, mendekstruksi tulang-tulang basis
23
kranii dan meluas ke temporobasal kanan menyokong gambaran massa malignan
sinonasal. Pasien didiagnosa dengan suspek neuroblastoma dan direncanakan untuk
tindakan ekstirpasi tumor. Pasien selanjutnya dikonsulkan ke Bagian Bedah Saraf untuk
rencana join operasi. Bagian Bedah Saraf melakukan pemeriksaan MRI kepala dengan
dan tanpa kontras dengan kesan massa solid inhomogen berbatas tegas, tepi rata di daerah
sella sampai supraseller yang meluas ke sinus ethmoidalis kiri, mukosa kavum nasi kiri,
sinus sphenoidalis dengan dekstruksi tulang di daerah sella.

Gambar 6. MRI kepala penampang axial, coronal dengan dan tanpa kontras.
24
Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium, rontgen thorak dan CT
3
scan. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil leukosit 7,80x10 /µL,
3
hemoglobin 12,5 g/dL, hematokrit 39,36 %, trombosit 356x10 /µL. Pada pemeriksaan
kimia darah didapatkan SGOT 34,8 U/L, SGPT 40,40 U/L, albumin 4,33 g/dL, glukosa
acak 87 mg/dL, BUN 9 mg/dL, kreatinin 0,88 mg/Dl, natrium 135 mMol/ltr, kalium 3,86
mMol/ltr. Waktu perdarahan 1.30, waktu pembekuan 9.00, PPT 13,2, INR 1,06 APTT
32,20. Foto thorak PA didapatkan cor dan pulmo dalam batas normal. Pasien dikonsulkan
ke Bagian Penyakit Dalam dan Anestesi. Dari Bagian Penyakit Dalam menyatakan bahwa
pasien tidak ada kelainan di bidang Penyakit Dalam, metabolik dan faal hemostasis
dalam kondisi stabil. Dari Bagian Anestesi pasien dengan status fisik ASA 1.
Pada tanggal 20 Mei 2016 dilakukan tindakan operasi ekstirpasi tumor dengan
pendekatan Fungsional Endoscopic Sinus Surgery. Dilakukan evaluasi terlebih dahulu
dengan FESS tampak massa tumor yang rapuh dan mudah berdarah di kavum nasi
sinistra hingga nasofaring, sinus ethmoidalis dan sphenoidalis. Kemudian dilakukan
medialisasi konka media dan ekstirpasi massa tumor untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan histopatologis. Evaluasi perdarahan tidak ada dan dilakukan pemasangan
tampon anterior. Operasi dilanjutkan oleh Bagian Bedah Saraf.
25
A B

C D

Gambar 7. A. Tampak massa licin dan mudah berdarah di kavum nasi sinistra, B.
Dilakukan reduksi konka inferior dengan radiofrekuensi, C dan D ekstirpasi massa
tumor di kavum nasi sinistra dan sinus ethmoidalis, E. Gambaran nasofaring setelah
dilakukan ekstirpasi massa tumor.
26
A B

C D

Gambar 7. A. Pasien dalam posisi supinasi di bawah pengaruh GA-OTT, B. Incisi


horse shoe pada regio temporofrontal dekstra sampai sinistra, C.Dilakukan
burrhole, D. Kraniotomi.

A B

Gambar 8. A. Burrhole di regio frontal , B. Tampak massa di daerah sella


dan supraseller
27
C D

Gambar 8. C. Ekstirpasi massa tumor, D. Massa tumor telah diangkat seluruhnya

Pasca operasi pasien diberikan terapi medikamentosa antibiotik Seftriakson 2x 1


gram intravena, analgetik Fentanyl via siringe pump oleh Bagian Anestesi, Phenytoin
3x100 mg intravena dan deksamethasone 3x10 mg intravena oleh bagian bedah Saraf. Aff
tampon anterior dilakukan tanggal 22 Mei 2016 dan evaluasi kavum nasi sinistra tidak
tampak tanda-tanda perdarahan. Pasien dirawat di ruang RTI selama 3 hari dan
selanjutnya di ruang Kamboja. Pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 31 mei 2016
dengan terapi Parasetamol 3x500 mg intraoral dan Levofloksasin 1x500 mg intraoral.
Dari hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan hasil gambaran morfologi sesuai
untuk neuroblastoma sistem saraf pusat inflitratif sampai kavum nasi sinistra.

28
IV. Pembahasan
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural
dan salah satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali
ditemukan pada orang dewasa. Rata-rata terdapat 8 kasus baru per tahun pada anak di
bawah usia 16 tahun dengan usia rata-rata tersering sekitar 2 tahun. Neuroblastoma
menjadi tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari
seluruh kanker masa kanak-kanak.1 Insiden tahunan 8,7 perjuta anak atau 500-600 kasus
baru tiap tahun di Amerika Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada laki-laki dan pada
kulit putih.2 Neuroblastoma sangat jarang terjadi pada orang dewasa dengan kurang dari
100 kasus yang dilaporkan dalam literatur.21 Pada kasus ini pasien dewasa, wanita, usia
42 tahun.
Neuroblastoma paling sering berasal dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga
dijumpai di sepanjang jalur saraf simpatis. Neuroblastoma pada sistem saraf pusat
merupakan suatu kasus yang langka. Horten dan Rubinstein 20 menyatakan bahwa
kejadian neuroblastoma pada sistem saraf pusat hanya satu kasus setiap dekade. Pada
kasus ini neuroblastoma terjadi pada sistem saraf pusat yang menginfiltrasi sampai ke
kavum nasi sinistra.
Gejala-gejala neuroblastoma dapat menyerupai gangguan lain sehingga sulit
untuk mendiagnosa. Tanda-tanda dan gejala dari neuroblastoma mencerminkan lokasi
tumor dan luasnya penyakit. Pada kasus ini pasien merasakan keluhan nyeri kepala dan
hidung kiri tersumbat sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien juga pernah
mengalami perdarahan pada hidung kirinya. Tidak terdapat adanya gejala dan tanda
metastasis tumor pada pasien ini.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan
laboratorium dan pencitraan. Dari anamnesis pasien mengeluh hidung kiri tersumbat
sejak 2 bulan yang lalu, sering merasakan sakit kepala dan adanya riwayat perdarahan
dari hidung kiri. Pasien telah dilakukan pemeriksaan biopsi kavum nasi dengan hasil
suspek neuroblastoma dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan
29
imunohistokimia NSE atau S100. Dari pemeriksaan imunohistokimia didapatkan hasil
S100 positif lemah dan NSE 8.94. Dari gambaran CT scan tampak massa solid di sinus
sphenoidalis, ethmoidalis dan frontalis kiri dan kavum nasi posterior kiri, mendekstruksi
tulang-tulang basis kranii dan meluas ke temporobasal kanan menyokong gambaran
massa malignan sinonasal. Dari pemeriksaan MRI kepala dengan dan tanpa kontras
didapatkan hasil dengan kesan massa solid inhomogen berbatas tegas, tepi rata di daerah
sella sampai supraseller yang meluas ke sinus ethmoidalis kiri, mukosa kavum nasi kiri,
sinus sphenoidalis dengan dekstruksi tulang di daerah sella.
Pasien dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan
minimal atau hanya reseksi. Reseksi untuk tumor stadium I. Untuk stadium II
pembedahan saja mungkin sudah cukup tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan
terkadang ditambah dengan radioterapi lokal. Neuroblastoma tahap IVS mempunyai
angka regresi spontan yang tinggi dan penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada
kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat. Neuroblastoma tahap III dan IV
memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan,
transplantasi sumsum tulang autologus atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang,
metaiodobenzilquainid (MIBG) dan imunoterapi dengan antibodi monoklonal yang
spesifik terhadap neuroblastoma.18 Pada pasien ini dilakukan tindakan ekstirpasi tumor
dengan FESS oleh bagian THT dan reseksi tumor intrakranial oleh bagian Bedah Saraf.

V. Kesimpulan
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural
dan salah satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali
ditemukan pada orang dewasa dengan kurang dari 100 kasus yang dilaporkan dalam
literatur. Neuroblastoma paling sering berasal dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga
dijumpai di sepanjang jalur saraf simpatis. Neuroblastoma pada sistem saraf

30
pusat merupakan suatu kasus yang langka hanya ditemukan satu kasus setiap satu dekade.
Telah dilaporkan satu kasus perempuan, usia 42 tahun dengan neuroblastoma
sistem saraf pusat yang infiltratif sampai kavum nasi sinistra, tanpa adanya tanda-tanda
metastasis tumor dan telah dilakukan ekstirpasi tumor pada kavum nasi dengan
pendekatan FESS dan reseksi tumor intrakranial oleh bagian Bedah Saraf.
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Sandoval JA, Malkas LH, Hickey RJ. Clinical significance of serum biomarkers in
pediatric solid mediastinal and abdominal tumors. Int J Mol Sci 2012; 13:h.1126-
532.
2. Traunecker H, Hallet A, A review and update on neuroblastoma, Elsivier,
2011;h.103-8.
3. Rutigliano D.N, Quanglia, Neuroblastoma and other adrenal tumor. Dalam: Carachi
R, Grosfeld J.L, Azmy A.F, penyunting. The surgery of childhood tumors,
2008;11:h.202-19.
4. Ballenger JJ. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses. Dalam: Snow
Jr JB, Ballenger J, penyunting. Ballenger’s Otolaryngology Head and Neck
Surgery. edisi ke-16. Hamilton-London 2003;h.547-60.
5. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology : Step-by-step learning guide.
Thieme, New York. 2006;h.4-10.
6. Warmald J-Peter. Vascular anatomy of the nose. Dalam: Byron J Bailey. Head and Neck
Surgery-Otolaryngology. edisi ke-4. Lippincott Williams & Wilkins; 2006;h.506-08.
7. Ricafort R. Tumor markers in infancy and childhood. Pediatric in Review 2011;
h.306-8.
8. Nelson. Nelson Textbook of Pediatric edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders.2011
9. American Cancer Society. Neuroblastoma. Diunduh dari
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003125-pdf.pdf.
Diakses pada tanggal 23 Juni 2016.
10. Kim & Chung. Pediatric Solid Malignancies : Neuroblastoma and Wilm’s
Tumor. Diunduh dari
http://pax6.org/physician/WilmsTumorPediatricSolidMalignancies.pdf. Diakses
pada tanggal 23 Juni 2016.

32
11. Takita J, Ishii M, Tsutsumi S, et al.: Gene expression profiling and identification of
novel prognostic marker genes in neuroblastoma. Genes Chromosomes Cancer
2004; 40:h.120–32.
12. Hiyama E, Hiyama K, Nishiyama M, et al.: Differential gene expression profiles
between neuroblastomas with high telomerase activity and low telomerase activity.
J Pediatr Surg 2003; 38:h.1730–4.
13. Krams M, Hero B, Berthold F, et al.: Full-length telomerase reverse transcriptase
messenger RNA is an independent prognostic factor in neuroblastoma. Am J Pathol
2003; 162:h.1019–26.
14. Goldsby RE, Matthay KK: Neuroblastoma: evolving therapies for a disease with
many faces. Pediatric Drugs 2004; 6:h.107–22. Excellent overview of
neuroblastoma and recent therapeutic advances.
15. Weinstein JL, Katzenstein HM, Cohn SL: Advances in the diagnosis and treatment
of neuroblastoma. Oncologist 2003; 8:h.278–92.
16. Matthay KK, Villablanca JG, Seeger RC, et al.: Treatment of high-risk
neuroblastoma with intensive chemotherapy, radiotherapy, autologous bone marrow
transplantation, and 13-cis retinoic acid. N Engl J Med 1999; 341:h.1165–73.
17. Schleiermacher G, Rubie H, Hartmann O, et al.: Treatment of stage 4s
neuroblastoma— report of 10 years’ experience of the French Society of
Paediatric Oncology (SFOP). Br J Cancer 2003; 89:h.470–6.
18. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
19. Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.
20. Rubinstein LJ. Embryonal central neuroepithelial tumors and their differentiating
potential: a cytogenetic view of a complex neuro-oncological problem. J Neurosurg
1985; 62:h.795-805.
21. Stevens PL, Johnson DB, Thompson MA, Keedy VL, Frangoul HA, Snyder KM.
Adult Neuroblastoma Complicated by Increased Intracranial Pressure: A Case
Report and Review of the Literature. Divisions of Hematology and

33
Oncology, Department of Medicine, Monroe Carell Jr. Children’s Hospital at
Vanderbilt, Vanderbilt University Medical Center, Nashville, TN, USA. Hindawi
Publishing Corporation Case Reports in Oncological Medicine Volume 2014,
Article ID 341980.
23. W. B. London, R. P. Castleberry, K. K. Matthay et al., “Evidence for an age cutoff
greater than 365 days for neuroblastoma risk group stratification in the Children’s
Oncology Group,” Journal of Clinical Oncology, 2005; 23:27:h.645-65.
22. L. M. Franks, A. Bollen, R. C. Seeger, D. O. Stram, and K. K. Matthay,
“Neuroblastoma in adults and adolescents: an indolent course with poor survival,”
Cancer, 1997; 79:h.2028-35.
23. K. Parsons, B. Bernhardt, and B. Strickland, “Targeted immunotherapy for high-risk
neuroblastoma—the role of monoclonal antibodies,” Annals of Pharmacotherapy,
2013;47:2:h.210-8.
24. J. A. Kaye, M. J. Warhol, C. Kretschmar, L. Landsberg, and E. Frei III,
“Neuroblastoma in adults. Three case reports and a review of the literature,”
Cancer, 1986;58:5:h.1149-57.
25. B. H. Kushner, K. Kramer,M. P. LaQuaglia, S.Modak, and N.- K. V. Cheung,
“Neuroblastoma in adolescents and adults: the Memorial Sloan-Kettering
experience,” Medical and Pediatric Oncology, 2003;41:6:h.508-15.
26. Thiele CJ. Neuroblastoma Cell Lines. Diunduh dari
http://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/Papers/Neuroblastoma%20 Cell
%20Lines%20--%20Molecular%20Features.pdf. Akses pada tanggal 23 Juni 2016.

27. Henry, dkk. Neuroblastoma Update. Diunduh dari


http://www.pediatricsurgicalservices.com/docs/Neuroblastoma.pdf. Diakses pada
tanggal 23 Juni 2016.

34
th
28. Nelson. 2011. Nelson Textbook of Pediatric 19 Edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders.
35

Anda mungkin juga menyukai