Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja makin meluas. Bahkan hal ini sudah terjadi
sejak dulu. Para pakar psikolog selalu mengupas masalah yang tak pernah habis-habisnya ini.
Kenakalan Remaja, seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus. Sambung
menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari tahun ke tahun dan bahkan dari hari
ke hari semakin rumit. Masalah kenalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di
berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus modernisasi dan teknologi yang semakin
berkembang, maka arus hubungan antar kota-kota besar dan daerah semkain lancar, cepat dan
mudah. Dunia teknologi yang semakin canggih, disamping memudahkan dalam mengetahui
berbagai informasi di berbagai media, disisi lain juga membawa suatu dampak negatif yang
cukup meluas diberbagai lapisan masyarakat.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani
proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-
kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan
perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja
merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-
kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa
lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap
kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu.
Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman,
maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut.
Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang
menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari
lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan
orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya.
Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki
masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi,
memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-
anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak
menambah jumlah kasus yang ada.
Kenakalan remaja, merupakan salah si anak? atau orang tua? Karena ternyata banyak
orang tua yang tidak dapat berperan sebagai orang tua yang seharusnya. Mereka hanya
menyediakan materi dan sarana serta fasilitas bagi si anak tanpa memikirkan kebutuhan
batinnya. Orang tua juga sering menuntut banyak hal tetapi lupa untuk memberikan contoh yang
baik bagi si anak. Sebenarnya kita melupakan sesuatu ketika berbicara masalah kenakalan
remaja, yaitu hukum kausalitas. Sebab, dari kenakalan seorang remaja selalu dikristalkan menuju
faktor eksternal lingkungan yang jarang memerhatikan faktor terdekat dari lingkungan remaja
tersebut dalam hal ini orangtua. Kita selalu menilai bahwa banyak kasus kenakalan remaja terjadi
karena lingkungan pergaulan yang kurang baik, seperti pengaruh teman yang tidak benar,
pengaruh media massa, sampai pada lemahnya iman seseorang.
Ketika kita berbicara mengenai iman, kita mempersoalkan nilai dan biasanya melupakan
sesuatu, yaitu pengaruh orangtua. Didikan orangtua yang salah bisa saja menjadi faktor
sosiopsikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja. Apalagi jika kasus
negatif menyerang orangtua si remaja, seperti perselingkuhan, perceraian, dan pembagian harta
gono-gini. Mungkin kita perlu mengambil istilah baru, kenakalan orangtua.
Orang tua, sering lupa bahwa prilakunya berakibat pada anak-anaknya. Karena kehidupan
ini tidak lepas dari contek-menyontek prilaku yang pernah ada. Bisa juga karena ada pembiaran
terhadap perilaku yang mengarah pada kesalahan, sehingga yang salah menjadi kebiasaan. Para
orang tua jangan berharap anaknya menjadi baik, jika orang tuanya sendiri belum menjadi baik.
Sebenarnya nurani generasai ingin menghimbau “Jangan ajari kami selingkuh, jangan ajari
kami ngomong jorok, tidak jujur, malas belajar, malas beribadah, terlalu mencintai harta
belebihan dan lupa kepada Sang Pencipta, yaitu Allah.―
Tulisan ini mencoba mengajak merenung bagi kita para orangtua, bahwa kenakalan tak
selalu identik dengan remaja, tapi justru banyak kenakalan yang dilakukan oleh para orangtua (di
rumah, di masyarakat, dan di pemerintahan) yang akhirnya juga menjadi inspirasi remaja untuk
berbuat nakal. Menyedihkan memang!
A. Latar belakang
Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun ia masih
belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia sedang mencari pola hidup yang paling
sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metoda coba-coba walaupun melalui banyak
kesalahan. Kesalahan yang dilakukannya sering menimbulkan kekuatiran serta perasaan yang
tidak menyenangkan bagi lingkungannya, orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja
hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang sama-sama
masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan
lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja.
Remaja merupakan aset masa depan suatu bangsa. Di samping hal-hal yang
menggembirakan dengan kegiatan remaja-remaja pada waktu yang akhir-akhir ini dan
pembinaan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pelajar dan mahasiswa, kita melihat pula
arus kemorosotan moral yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-pemuda kita, yang
lebih terkenal dengan sebutan kenakalan remaja. Dalam surat kabar-surat kabar sering kali kita
membaca berita tentang perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius,
minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun,
meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja putri dan lain sebagainya.
Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat yang kini
semakin marak, Oleh karena itu masalah kenakalan remaja seyogyanya mendapatkan perhatian
yang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif, yang titik
beratnya untuk terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kenakalan di kalangan remaja.
B. Pokok pembahasan
1. Apakah kenakalan remaja itu?
2. Apa penyebab kenakalan remaja?
3. Akibat-akibat kenakalan remaja?
4. Bagaimana solusi mengatasi kenakalan remaja?
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa faktor kenakalan remaja yang berasal dari luar diri remaja yaiyu:
a. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi
perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada
perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar
memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga
yang broken-home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya,
keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan
sumber yang subur untuk memunculkan kenakalan remaja.
Dr. Kartini Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan
remaja antara lain:
1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua,
terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi
permasalahan serta konflik batin sendiri
2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan
harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan
kompensasinya
3. Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup
normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik. Maka dengan
demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang
berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja
sehari-hari.
d. Tempat pendidikan
Tempat pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga
pendidikan atau sekolah. Kenakalan remaja ini sering terjadi ketika anak berada di sekolah dan
jam pelajaran yang kosong. Belum lama ini bahkan kita telah melihat di media adanya kekerasan
antar pelajar yang terjadi di sekolahnya sendiri. Ini adalah bukti bahwa sekolah juga bertanggung
jawab atas kenakalan dan dekadensi moral yang terjadi di negeri ini.
2. Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan
mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas
pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak
berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui
pidana atau hukuman secara langsung bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam
keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap
pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus dilakukan dengan
konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan
kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
A. Kesimpulan
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak
terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika
Serikat. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum
pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-
orang di sekitarnya.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja dapat dikelompokkan
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa krisis identitas dan kontrol
diri yang lemah. Sedangkan faktor eksternal berupa kurangnya perhatian dari orang tua;
minimnya pemahaman tentang keagamaan; pengaruh dari lingkungan sekitar dan pengaruh
budaya barat serta pergaulan dengan teman sebaya; dan tempat pendidikan.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja akan berdampak kepada diri remaja
itu sendiri, keluarga, dan lingkungan masyarakat.Solusi dalam menanggulangi kenakalan remaja
dapat dibagi ke dalam tindakan preventif, tindakan represif, dan tindakan kuratif dan
rehabilitasi.Segala usaha pengendalian kenakalan remaja harus ditujukan ke arah tercapainya
kepribadian remaja yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja diharapkan akan menjadi orang
dewasa yang berpribadi kuat, sehat jasmani dan rohani, teguh dalam kepercayaan (iman) sebagai
anggota masyarakat, bangsa dan tanah air.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan untuk lebih menaruh perhatian
terhadap persoalan sosial, terutama kenakalan remaja. Hendaknya kita dapat mencegah dan
mengendalikan perilaku remaja sehingga tidak menimbulkan masalah sosial yang terjadi akibat
kenakalan-kenakalan remaja tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
Sulistyarini , Muhammad Jauhar. 2014. Dasar – Dasar Konseling. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Sukardi, Dewa Ketut . 1995 . Bimbingan dan Penyuluhan Belajar Di Sekolah. Surabaya : Usaha
Nasional.
Eksistensi Guru BK Dalam Implementasi Kurikulum 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan Konseling atau
disingkat (BK). Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut atau mementingkan pada
upaya dalam hal memfasilitasi atau memberikan samacam fasilitas kepada para peserta didik
agar mampu mengembangkan potensi dirinya.Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan
program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini
menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik. Selain itu juga, iklim dan
lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK)
menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa yang merupakan
salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa merupakan aktor
utama dalam peristiwa tersebut.
Kenakalan siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan
sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak
teratur. Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah merupakan perilaku yang
mencerminkan telah melanggar aturan sekolah.
Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan pelajar. Dari beberapa survei, jumlah siswa
yang membolos pada jam efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang
tidak membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi
institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek bebek, tidak tertutup
kemungkinan yang kecil akan menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan
terus menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar.
Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan kerena
perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu.
Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering
dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi
fenomena yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di
kota - kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya di
daerah - daerah pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja tetapi
banyak sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor internal dan
faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan
alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa
yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir
dan beraktifitas, hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa yang penuh
gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia seseorang antara 15 - 21
tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa
diimbangi dengan pola pengajaran yang sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di
sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos,
walaupun secara tidak langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban yang
baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali menjadi ikut serta
terlibat pada hal - hal yang cenderung merugikan. Namun anehnya lagi dan sungguh sangat
disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos atau fenomena pelajar yang terlibat dan
terjerumus dalam penggunaan narkotika, pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke
permukaan, sekolah seakan - akan ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti,
pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak -
anak ‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih banyak
dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal seperti memang benar
adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan.
Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan
keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di
sekolah - sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang
sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak
terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik
yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi
beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah
masalah. Sikap humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk
menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi
alasan untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan
saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai
pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian
yang berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan
dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan
berlalu, maka yang bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan
dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut
menangungnya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian dari membolos ?
2. Apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
3. Apakah akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
4. Bagaimana peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
mengatasi siswa yang suka membolos ?
5. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang
Suka Membolos ?
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini.
Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan karena alasan
yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan
sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih
bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah,
hal ini perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk
baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi remaja merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana
mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sayang,
kenyataannya banyak remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang dikenal dengan
istilah truancy ini dilakukan dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan
berseragam, tetapi mereka tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja
mulai tingkat pendidikan SMP. Salah satu penyebabnya terkait dengan masalah kenakalan
remaja secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku yang tidak adaptif sehingga harus
ditangani secara serius. Penanganan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui
penyebab munculnya perilaku membolos tersebut.
Sebelum kita memasuki pengertian dari membolos, faktor - faktor yang menjadi
penyebab siswa membolos, akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos serta
peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka
membolos, tidak ada salahnya terlebih dahulu mengetahui apa itu bimbingan dan konseling.
1. Perilaku membolos
A. Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan
alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa
adanya suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa,
yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih
parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang
sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu
dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam
keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat
penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
B. Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor -
faktor penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa
karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari
rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya
kebijakan sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak profesional,
fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga
kurikulum yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor
pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
a. Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak
diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini
dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan
kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk
menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut
bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut
tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk
permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut
ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat
laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau
masuk atau tidak.
1) Orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan. Selain itu sikap orang tua terhadap
sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa
sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka
menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang
semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa
pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan.
Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan
mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka
juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak
tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya
masa depan anaklah yang menjadi korban.
2) Membeda - bedakan anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak
laki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi
tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan
kawin dan hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang
terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan didorong untuk tidak masuk sekolah.
Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang
banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak yang merasa kurang percaya diri jika uang
saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak
tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada
bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli
LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-
barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa
yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli
akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b. Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama
penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa.
Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau
merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan
takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia
tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut.
Perasaan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak
mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada
mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia
akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan
tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari
masalah malah akan menambah masalah tersebut.
c. Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul
tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di
kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan
sindiran atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman
berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada
juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama.
Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor
SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
d. Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat
akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi
alkohol dan minuman keras.
e. Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja,
karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya
barangkali siswa membolos karena faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya.
Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang
menghukum kadang menghiraukannya. Ketidak konsistenan ini akan berakibat pada
kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos
lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan
dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih
jelas dengan sangsi - sangsi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai
presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar
yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan
individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan
keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah,
apakah siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang
menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi. Tugas pihak sekolah dalam
membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga
nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses
administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk
perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya berorientasi
pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa
semakin besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang
dapat dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan
merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi
minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka
selama dalam proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk
lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu.
Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang
mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini
hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga
juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga
pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu
sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa -
siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik
perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di
dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan
aktivitas belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain
itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys.
Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai
pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak
sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi
siswa.
D. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu sering kali menjadi momok
atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa
dari pada membimbing siswa. Jika ada siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka
langsung dipanggil guru BP untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman.
Paradigma itu semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya
mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus bisa berfungsi
sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi tempat curhat. Bimbingan konseling
semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada siswa dengan dapat memberikan banyak solusi
terhadap masalah-masalah yang dihadapi siswa baik stres masalah pelajaran,
keluarga,pertemanan dan lain sebagainya. Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan
maupun stress dikalangan siswa bisa semakin dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang
berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk
membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan
pada siswa, pendidik atau pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan
keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk
mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat
lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat
gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan
membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk
meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah
ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan
mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum
bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi
hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja
merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah.
Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu,
penanganannya harus hati - hati.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi, dimana pada masa masa seperti ini sering terjadi
ketidakstabilan baik itu emosi maupun kejiwaan. Pada masa transisi ini juga remaja sedang
mencari jati diri sebagai seorang remaja. Namun sering kali dalam pencarian jati diri ini remaja
cendrung salah dalam bergaul sehingga banyak melakukan hal yang menyimpang dari norma-
norma yang berlaku di masayarakat. Seperti perkelahian dan minum-minuman keras, pencurian,
perampokan, perusakan/pembakaran, seks bebas bahkan narkoba. Perilaku menyimpang remaja
tersebut dapat dikatakan sebagai kenakalan remaja.
Tumbuh kembang remaja pada zaman sekarang sudah tidak bisa lagi dibanggakan.
Perilaku kenakalan remaja saat ini sulit diatasi. Baru-baru ini sering kita dengar berita ditelevisi
maupun di radio yang disebabkan oleh kenakalan remaja diantaranya kebiasaan merokok,
tawuran , pemerkosaan yang dilakukan oleh pelajar SMA , pemakain narkoba dan lain-lain.
Di kalangan remaja, sangat banyak kasus tentang penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil
survei Badan Narkoba Nasional (BNN) Tahun 2005 terhadap 13.710 responden di kalangan
pelajar dan mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan rata-rata
pada usia 10 tahun. Survai dari BNN ini memperkuat hasil penelitian Prof. Dr. Dadang Hawari
pada tahun 1991 yang menyatakan bahwa 97% pemakai narkoba yang ada selama tahun 2005,
28% pelakunya adalah remaja usia 17-24 tahun.
Hasil survei membuktikan bahwa mereka yang beresiko terjerumus dalam masalah
narkoba adalah anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki sejarah kekerasan dalam rumah
tangga, dibesarkan dari keluarga yang broken home atau memiliki masalah perceraian, sedang
stres atau depresi, memiliki pribadi yang tidak stabil atau mudah terpengaruh, merasa tidak
memiliki teman atau salah dalam pergaulan. Dengan alasan tadi maka perlu pembekalan bagi
para orang tua agar mereka dapat turut serta mencegah anaknya terlibat penyalahgunaan
narkoba.Kehidupan remaja pada masa kini mulai memprihatinkan.
Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir ini Indonesia telah menjadi salah satu negara
yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat peredaran narkotika yang berdimensi
internasional untuk tujuan-tujuan komersial.3 Untuk jaringan peredaran narkotika di negara-
negara Asia, Indonesia diperhitungakan sebagai pasar (market-state) yang paling prospektif
secara komersial bagi sindikat internasioanl yang beroperasi di negara-negara sedang
berkembang.
Remaja yang seharusnya menjadi kader-kader penerus bangsa kini tidak bisa lagi menjadi
jaminan untuk kemajuan Bangsa dan Negara. Bahkan perilaku mereka cenderung
merosot.melihat latar belakang diatas maka kami mengangkat judul Makalah Kenakalan remaja (
tentang Narkoba ) yang terfokus pada pengetahuan tentang narkoba dan akibatnyan bagi remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Narkoba
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN),jumlah kasus penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia dari tahun 1998 – 2003 adalah 20.301 orang, di mana 70% diantaranya
berusia antara 15 -19 tahun. Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif
berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan,
dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi ) fisik dan
psikologis. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun
1997)
B. Jenis Narkoba :
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantunganNarkotika sendiri dikelompokkan lagi menjadi:
Golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Ganja.
Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Morfin, Petidin.
Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein.
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah: zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri
dari 4 golongan:
Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Ekstasi.
Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Amphetamine.
Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Phenobarbital.
Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Diazepam, Nitrazepam (BK, DUM).
3. Kanabis
Nama jalanan: cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang. Berasal dari
tanaman kanabis sativa atau kanabis indica. Cara penggunaan: dihisap dengan cara dipadatkan
menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek rasa dari kanabis tergolong cepat,
pemakai cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebihan (euphoria), sering
berfantasi/menghayal, aktif berkomunikasi, selera makan tinggi, sensitive, kering pada mulut dan
tenggorokan.
4. Amphetamine
Nama jalanan: seed, meth, crystal, whiz. Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna
putih dan keabuan dan juga tablet. Cara penggunaan: dengan cara dihirup. Sedangkan yang
berbentuk tablet diminum dengan air. Ada 2 jenis Amphetamine:
MDMA (methylene dioxy methamphetamine) Nama jalanan: Inex, xtc. Dikemas dalam bentuk
tablet dan capsul.Metamphetamine ice, nama jalanan: SHABU, SS, ice. Cara pengunaan dibakar
dengan mengunakan alumunium foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan menggunakan
botol kaca yang dirancang khusus (boong).
5. Lysergic Acid
Termasuk dalam golongan halusinogen. Nama jalanan: acid, trips, tabs, kertas. Bentuk:
biasa didapatkan dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam
banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil dan kapsul. Cara penggunaan:
meletakan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30 – 60 menit kemudian,
menghilang setelah 8-12 jam. Efek rasa: terjadi halusinasi tempat, warna, dan waktu sehingga
timbul obsesi yang sangat indah dan bahkan menyeramkan dan lama-lama menjadikan
penggunaanya paranoid.
6. Sedatif-hipnotik (benzodiazepin)
Termasuk golongan zat sedative (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur). Nama
jalanan: Benzodiazepin: BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp. Cara pemakaian: dengan diminum,
disuntikan, atau dimasukan lewat anus. Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada
pasien yang mengalami kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.
7. Solvent/Inhalasi
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya: Aerosol, Lem, Isi korek
api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap bensin. Biasanya digunakan dengan cara coba-
coba oleh anak di bawah umur, pada golongan yang kurang mampu. Efek yang ditimbulkan:
pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual, muntah gangguan fungsi paru, jantung dan hati.
a. Dampak Pisikis:
1. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisaHilang h
2. kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
b. Dampak Sosial:
1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga
3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga, teman dan masyarakat atau,kegagalan
dalam mencoba berhenti memakai narkoba. Namun orang normal yang depresi dapat menjadi
pemakai narkoba karena mereka berpikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan
masalah dirinya, akan tetapi semua itu tidak benar.
e. Dampak Fisik
Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung,
paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang
narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang berakhiran dengan katup jantung yang bocor,
paru-paru yang bolong, gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang
muncul akibat infeksi virus {Hepatitis C dan HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi di kalangan
pengguna jarum suntik.
Walaupun begitu, setiap kehidupan memiliki dua sisi mata uang. Di balik dampak
negatif, narkotika juga memberikan dampak yang positif. Jika digunakan sebagaimana mestinya,
terutama untuk menyelamatkan jiwa manusia dan membantu dalam pengobatan, narkotika
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
2. Kokain
Daun tanaman Erythroxylon coca biasanya dikunyah-kunyah untuk mendapatkan efek stimulan,
seperti untuk meningkatkan daya tahan dan stamina serta mengurangi rasa lelah.
3. Ganja (ganja/cimeng)
Orang-orang terdahulu menggunakan tanaman ganja untuk bahan pembuat kantung karena serat
yang dihasilkannya sangat kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai bahan pembuat minyak.
D. Cara Penanggulangan Narkoba Pada Remaja
Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Preventif
a. Pendidikan Agama sejak dini
b. Pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan penuh perhatian dan kasih
sayang.
c. Menjalin komunikasi yang konstruktif antara orang tua dan anak
d. Orang tua memberikan teladan yang baik kepada anak-anak.
e. Anak-anak diberikan pengetahuan sedini mungkin tentang narkoba, jenis, dan dampak
negatifnya
2. Tindakkan Hukum
Dukungan semua pihak dalam pemberlakuan Undang-Undang dan peraturan disertai
tindakkan nyata demi keselamatan generasi muda penerus dan pewaris bangsa. Sayangnya
KUHP belum mengatur tentang penyalah gunaan narkoba, kecuali UU No :5/1997 tentang
Psikotropika dan UU no: 22/1997 tentang Narkotika. Tapi kenapa hingga saat ini penyalah
gunaan narkoba semakin meraja lela ? Mungkin kedua Undang-Undang tersebut perlu di tinjau
kembali relevansinya atau menerbitkan kembali Undang-Undang yang baru yang mengatur
tentang penyalahgunaan narkoba ini.
3. Rehabilitasi
Didirikan pusat-pusat rehabilitasi berupa rumah sakit atau ruang rumah sakit secara
khusus untuk mereka yang telah menderita ketergantungan. Sehubungan dengan hal itu, ada
beberapa alternative penanggulangan yang dapat kami tawarkan :
a. Mengingat penyalah gunaan narkoba adalah masalah global, maka penanggulangannya
harus dilakukan melalui kerja sama international.
b. Penanggulangan secara nasional, yang teramat penting adalah pelaksanaan Hukum yang
tidak pandang bulu, tidak pilih kasih. Kemudian menanggulangi masalah narkoba harus
dilakukan secara terintegrasi antara aparat keamanan (Polisi, TNI AD, AL, AU ) hakim,
jaksa, imigrasi, diknas, semua dinas/instansi mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah.
Adanya ide tes urine dikalangan Pemda Kalteng adalah suatu ide yang bagus dan perlu
segera dilaksanakan. Barang siapa terindikasi mengkomsumsi narkoba harus ditindak
sesuai peraturan DIsiplin Pegawai Negri Sipil dan peraturan yang mengatur tentang
pemberhentian Pegawai Negri Sipil seperti tertuang dalam buku pembinaan Pegawai
Negri Sipil. Kemudian dikalangan Dinas Pendidikan Nasional juga harus berani
melakukan test urine kepada para siswa SLTP-SLTA, dan barang siapa terindikasi positif
narkoba agar dikeluarkan dari sekolah dan disalurkan ke pusat rehabilitasi. Di sekolah-
sekolah agar dilakukan razia tanpa pemberitahuan sebelumnya terhadap para siswa yang
dapat dilakukan oleh guru-guru setiap minggu. Demikian juga dikalangan mahasiswa di
perguruan tinggi.
c. Khusus untuk penanggulangan narkoba di sekolah agar kerja sama yang baik antara orang
tua dan guru diaktifkan. Artinya guru bertugas mengawasi para siswa selama jam belajar
di sekolah dan orang tua bertugas mengawasi anak-anak mereka di rumah dan di luar
rumah. Temuan para guru dan orang tua agar dikomunikasikan dengan baik dan
dipecahkan bersama, dan dicari upaya preventif penanggulangan narkoba ini dikalangan
siswa SLTP dan SLTA.
d. Polisi dan aparat terkait agar secara rutin melakukan razia mendadak terhadap berbagai
diskotik, karaoke dan tempat-tempat lain yang mencurigakan sebagai tempat transaksi
narkoba. Demikian juga merazia para penumpang pesawat, kapal laut dan kendaraan
darat yang masuk, baik secara rutin maupun secara insidental.
e. Pihak Departemen Kesehatan bekerjasama dengan POLRI untuk menerbitkan sebuah
booklet yang berisikan tentang berbagai hal yang terkait dengan narkoba. Misalnya
apakah narkoba itu, apa saja yang digolongkan kedalam narkoba, bahayanya, kenapa
orang mengkomsumsi narkoba, tanda- tanda yang harus diketahui pada orang- orang
pemakai narkoba cara melakukan upaya preventif terhadap narkoba. Disamping itu
melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan berbagai instansi
tentang bahaya dan dampak negative dari narkoba. Mantan pemakai narkoba yang sudah
sadar perlu dilibatkan dalam kegiatan penyuluhan seperti itu agar masyarakat langsung
tahu latar belakang dan akibat mengkomsumsi narkoba.
f. Kerja sama dengan tokoh-tokoh agama perlu dieffektifkan kembali untuk membina iman
dan rohani para umatnya agar dalam setiap kotbah para tokoh agama selalu mengingatkan
tentang bahaya narkoba.
g. Seperti di Australia, misalnya pemerintah sudah memiliki komitmen untuk memerangi
narkoba. Karena sasaran narkoba adalah anak-anak usia 12-20 tahun, maka solusi yang
ditawarkan adalah komunikasi yang harmonis dan terbuka antara orang tua dan anak-
anak mereka. Booklet tentang narkoba tersebut dibagi-bagikan secara gratis kepada
semua orang dan dikirin lewat pos kealamat-alamat rumah, aparteman, hotel, sekolah-
sekolah dan lain-lain. Sehubungan dengan kasus ini, maka keluarga adalah kunci utama
yang sangat menentukan terlibat atau tidaknya anak-anak pada narkoba. Oleh sebab itu
komunikasi antara orang tua dan anak-anak harus diefektifkan dan dibudayakan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Luqman, 2008. Modul Dasar-Dasar Sosiologi dan Sosiologi KesehatanI. Jakarta:
PSKM FKK UMJ.
Kartono, Kartini, 1992. Patologi II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali.
Mangku, Made Pastika, Mudji Waluyo, Arief Sumarwoto, dan Ulani Yunus, 2007.
pecegahan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia.
Shadily, Hassan, 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Soekanto, Suryono, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persuda
Sofyan, Ahmadi, 2007. Narkoba Mengincar Anak Anda Panduan bagi Orang tua, Guru,
dan Badan Narkotika dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba di Kalangan Remaja.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Sudarman, Momon, 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Syani, Abdul, 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. PT DUNIA PUSTAKA JAYA
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa faktor-faktor penyebab perilaku merokok?
2. Mengapa remaja rentan terhadap perilaku merokok?
3. Bagaimana perilaku merokok di kalangan remaja saat ini?
4. Bagaimana mencegah perilaku merokok pada remaja usia sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
Dari angket ditemukan bahwa tidak hanya siswa laki-laki yang pernah merokok tetapi juga siswa
perempuan. Sejumlah 21 siswa yang merokok, terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 6 siswa
perempuan.
Peneliti mendapati dua alasan pertama kali mereka merokok, yaitu sebagian besar alasan mereka
karena penasaran atau sekedar ingin coba-coba dan satu orang karena depresi. Seperti pengakuan
dari Fauzul, siswa yang diwawancarai, mengaku merokok pertama kali karena coba-coba. “saya
merokok karena ingin coba-coba saja, lagian juga kata temen ga ngrokok ga gaul”. Dia merokok
hanya satu tahun karena memiliki motivasi untuk berhenti merokok. Setelah peneliti tanya apa
motivasinya, dia menjawab dengan senyum ringan “ya, motivasinya karena cewek”. Akhirnya
sampai sekarang dia tidak merokok lagi.
Peneliti mengkategorikan siswa menjadi 3 yaitu: Perokok pasif, perokok aktif, perokok pecandu.
Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tapi terpaksa ikut menghirup asap rokok karena
tidak bisa menghindar lagi. Adapun indikator dari perokok pasif:
1. Belum pernah merokok.
2. Merasa terganggu dengan lingkungan perokok.
3. Mengetahui bahaya merokok.
Perokok aktif adalah orang yang merokok tetapi tidak merasa rokok menjadi kebutuhan. Adapun
indikator dari perokok aktif:
1. Merokok tidak menjadi kebutuhan.
2. Tahan jika tidak merokok dalam sehari.
3. Dapat menahan diri jika tidak mempunyai rokok.
Perokok pecandu adalah orang yang merokok karena kecanduan dan sudah menjadi kebutuhan.
Adapun indikator dari perokok pecandu:
1. Merokok merupakan kebutuhan.
2. Setiap hari pasti merokok.
3. Jika kehabisan rokok, maka tidak tahan sampai memperolehnya.
Berdasarkan indikator di atas, maka siswa dikategorikan dalam diagram berikut ini.
Dapat dilihat dalam diagram bahwa perokok pasif sebanyak 47,5%, perokok aktif sebanyak 35%
dan perokok pecandu sebanyak 17,5%.
Salah satu perokok pasif adalah Dian. Dia mengaku tidak pernah merokok karena merokok dapat
merusak kesehatan. Dia mengatakan “Merokok kan merusak kesehatan, seperti merusak paru-
paru, dan banyak sih, merugikan orang lain juga”. Dia merasa terganggu apabila disekitarnya ada
yang merokok. Sama halnya dengan Dian, yaitu Ilya. Ilya juga tidak merokok karena mengetahui
sebab-akibat merokok. Meskipun dia sering diejek temannya karena tidak merokok, dia tetap
bisa mengontrol diri untuk tidak merokok.
Sedangkan siswa yang dikategorikan dalam perokok aktif adalah Juhari dan Fauzul. Juhari
pertama kali merokok karena coba-coba. Dia hanya merokok jika ditawari temannya sebagai rasa
menghargai. Pernyataan dia “Awalnya dulu nggak ngrokok, tapi lihat temen-temen pada ngrokok
ya jadi ikut-ikutan gimana rasanya ngrokok”. Fauzul sama dengan Juhari, yaitu merokok karena
mencoba-coba. Dia sempat mengatakan “nggak ngrokok nggak gaul”, meskipun saat ini dia telah
berhenti merokok.
Salah satu perokok pecandu adalah Anto. Dia setiap hari merokok. Bahkan dalam satu hari
minimal menghabiskan 6 batang rokok. Dia merasa lemas badannya dan sulit berkonsentrasi jika
menahan diri untuk tidak merokok. “Kalau nggak ngrokok rasanya lemes, nggak kuat ngapa-
ngapain” ujar dia. Dia menambahkan “Kalau di pelajaran ya menjadi kurang konsen”. Merokok
sudah menjadi kebiasaan rutinnya. “Kalau ngrokok sih udah biasa” kata Anto.
2. Menikmati Merokok
Ada sebagian siswa yang menikmati rokok, tetapi ada sebagian pula yang tidak menikmati
rokok. Dari 52,5% siswa yang merokok, hanya sedikit yang mengaku merokok itu
menyenangkan dan menyegarkan, yaitu hanya sekitar 24%, selebihnya tidak merasa merokok itu
menyenangkan dan menyegarkan.
Jika digambarkan dalam diagram maka tergambar sebagai berikut:
Berdasarkan wawancara dengan siswa secara mendalam, didapati satu siswa yang merasa
merokok itu menyenangkan dan menyegarkan, yaitu Anto. Dia mengatakan bahwa dengan
merokok dia bisa lebih fresh dan bisa berkonsentrasi.
Sebagian remaja merokok ketika merasa marah. Hal ini menunjukkan merokok merupakan jalan
atau penenang bagi sebagian perokok yang mengalami rasa marah. Dengan kata lain, merokok
dapat mengurangi rasa marah bagi mereka.
4. Merokok Menambah Percaya Diri dan Mudah Bergaul
Merokok dapat menambah percaya diri dan mudah bergaul, seperti kata dari siswa yang merokok
yaitu Fauzul, “nggak ngrokok nggak gaul”. Ilya juga sering diejek temannya kalau nggak
ngrokok itu nggak gaul. Namun meskipun demikian Ilya tetap tidak merokok. “nggak gaul kalau
nggak ngrokok itu cuma masalah gengsi, kalau saya sih nggak papa nggak gaul” kata Ilya.
Kalimat nggak ngrokok nggak gaul benar adanya bagi sepertiga siswa yang merokok. Dari hasil
angket, terdapat 33% yang setuju bahwa merokok dapat menambah percaya diri dan mudah
bergaul. Dalam diagram digambarkan sebagai berikut:
Memang hanya sepertiga dari perokok yang setuju dengan merokok dapat menambah percaya
diri dan mudah bergaul. Dengan realita ini menunjukkan adanya hubungan antara merokok
dengan percaya diri dan pergaulan sekalipun prosentasenya tidak terlalu besar.
5. Mengetahui Bahaya Rokok
Dari angket didapati bahwa semua siswa yang pernah merokok ingin berhenti dari berperilaku
merokok. Hal ini karena rokok berbahaya bagi kesehatan. Dari 40 siswa, semuanya mengaku
mengetahui bahaya rokok. Ironisnya mereka tahu kalau merokok tidak hanya membahayakan
diri perokok itu saja, tetapi juga membahayakan orang lain.
Ilya, siswa dari SMK Insan Cendekia mengatakan bahwa dirinya tidak merokok karena
mengetahui bahaya dari merokok. “Saya nggak ngorok karena tahu sebab-akibatnya. Menurut
pengalaman teman-teman saya, merokok bikin nafasnya sesak, dan juga akibatnya sudah tertulis
dibungkusnya itu ,” ujarnya. Selain itu dia menambahkan bahwa merokok itu tidak hanya
merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang disekitarnya.
Semua siswa mengetahui bahaya merokok tetapi masih saja ada yang merokok. Hal ini
membuktikan bahwa perilaku merokok dipengaruhi oleh individu dan lingkungan. Secara
individu, mereka tahu merokok itu berbahaya. Namun karena remaja merupakan masa yang
labil, mudah terpengaruh, dan masa pencarian identitas maka tetap saja perilaku merokok
dilakukan. Besarnya rasa ingin penasaran dan ingin mencoba-coba sering mendorong remaja
untuk melakukan hal yang baru, termasuk yang belum pernah merokok ingin merasakan
bagaimana merokok itu. Lingkungan teman yang merokok kadang juga memancing diri mereka
untuk merokok juga. Selain itu, nikotin dalam rokok juga menyebabkan kecanduan sehingga
sulit untuk berhenti merokok meskipun ada keinginan untuk berhenti. Mengetahui bahaya
merokok saja tidak cukup untuk menghindarkan diri dari merokok.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian
menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap
oleh orang-orang disekitarnya. Perilaku merokok banyak menghinggapi para remaja karena
remaja memiliki rasa penasaran atau rasa ingin mencoba-coba yang cenderung tinggi, termasuk
ingin mencoba merasakan rokok.
Faktor penyebab timbulnya merokok yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor
individu meliputi: faktor biologis, faktor psikologis dan faktor faktor demografis. Sedangkan
faktor lingkungan meliputi : faktor lingkungan sosial, faktor sosial-kultural dan faktor sosial
politik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMK Insan Cendekia diketahui bahwa dari 40 siswa
terdapat 21 siswa atau 52,5% yang pernah merokok, dan 19 orang atau 47,5% yang belum
pernah merokok. Hasil itu menunjukkan adanya perilaku merokok masih relative besar meskipun
di SMK Insan Cendekia perbedaannya tidak terlalu jauh.
Untuk menanggulangi perilaku merokok diperlukan tindakan dan pengarahan yang dilakukan
oleh sekolah, khususnya guru BK dan guru agama. Tindakan penyuluhan tentang bahaya
merokok yang dilakukan sekolah dengan dinas kesehatan merupakan upaya awal dalam
menanggulangi perilaku merokok. Tindakan penyuluhan seharusnya melingkupi dampak jangka
panjang dan dampak jangka pendek. Bagi siswa yang merokok perlu diberi peringatan. Apabila
belum jera, perlu diberikan tindakan hukuman seperti membersihkan wc atau lingkungan
sekolah. Selain itu, sekolah juga harus bekerja sama dengan orangtua siswa dalam melakukan
pengawasan terhadap siswa sehingga pengawasan menjadi lebih efektif dan siswa tidak salah
mengambil tindakan dalam pergaulannya. Hal yang penting juga bahwa orangtua dan guru harus
memberikan teladan kepada siswa untuk meninggalkan perilaku merokok karena merokok dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain.
B. DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. LatarBelakang
Pembangunan telah dilaksanakan dalam segenap aspek kehidupan BangsaIndonesia,
namun keadaaan ketenagakerjaan di Indonesia, pada saat ini tidaklah menggembirakan, yang
berarti kemampuan pasar kerja untuk menyerap tenaga kerjarata-rata kecil, sebagai akibat
terjadi penumpukan tenaga kerja, dimana-mana gejala pengangguran semakin nyata, hal ini
menyebabkan timbulnya kegelisahan dikalangan anak-anak muda yang sebenarnya sudah
memasuki masa produktif
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu memberikan
bimbingan dan pelatihan guna menyiapkan anak didiknya untuk dapat menjadi anggota
masyarakat yang mampu dan bertanggung jawab, di samping menjadi anggota yang aktif
dan tenaga kerja yang tangguh. Anak didik memandang sekolah sebagai tempat untuk
mendapatkan sumber bekal yang dapat membuka dunia bagi mereka, orang tua
memandang sekolah sebagai tempat bagi anaknya untuk mengembangkan kemampuan
menjadi sosok yang trampil dan mampu sehingga siap memasuki tenaga kerja yang trampil,
pemerintah berharap agar sekolah mampu mempersiapkan anak-anak untuk
menjadi warga negara yang cakap.
Dalam usaha menyiapkan siswa agar dapat memenuhi harapan orang tua,
masyarakat dan pemerintah mempersiapkan siswa agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
mempunyai ketrampilan sehingga merupakan tenaga kerja yang terampil maka sekolah
mengusahakan suatu usaha yang nyata untuk memberikan layanan bimbingan. Bimbingan
merupakan usaha bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan
pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan (Widiatmojo, 2000: 1).
Dalam melaksanakan tugasnya layanan bimbingan dan konseling, meliputi empat
bidang bimbingan yaitu bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang
bimbingan belajar dan bidang bimbingan karier, sembilan layanan yaitu layanan
orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan kontent,
layanan kohseling perorangan, konseling kelompok, layanan bimbingan kelompok,
konsultasi dan mediasi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa dan kelas, serta
lima kegiatan pendukung yaitu kunjungan rumah, konferensi kasus, himpunan data, aplikasi
instrumen dan alih tangan kasus (Rodjikin, 2000: 3- 4 ). Untuk membantu anak dalam
mengembangkan diri secara optimal sehingga dapat) merencanakan pencapaian pekerjaan
sebagai landasan karier yang seslla dengan kemampuan, bimbingan karier sebagai salah satu
bidang layanan bimbingan konseling sangat dibutuhkan. Karena bimbingan karier merupakan
bimbinganyang mencakup kegiatan bimbingan kepada siswa dari memilih, menyiapkan diri,
mencari dan menyesuaikan diri terhadap karier (Aryatmi Siswohardjono, 1990: 457). Dengan
layanan bimbingan karier yang sudah diberikan diharapkan siswa dapat memahami karakteristik
dirinya dalam hal minat, nilai-nilai, kecakapan dan ciri-ciri kepribadian serta
dapat rnengidentifikasikan bidang pekerjaan yang luas, yang mungkin lebih cocok bagi rnereka
selanjutnya diharapkan siswa dapat menemukan karier dan melaksanakan karier yang efektif
serta memberikan kelayakan hidup.
Bimbingan karier merupakan salah satu aspek bimbingan perkembangan, sehingga
sangat diperlukan sepanjang perkembangan anak, lebih baik jika bimbingan itu diberikan ke
anak sejak rnasa kanak-kanak bahkan sebelun masuk sekolah, yang diteruskan di masa
sekolah dasar, di sekolah lanjutan dan di perguruan tinggi, bahkan mungkin masih
diperlukan sewaktu seseorang sudah memasuki dunia kerja, dengan harapan bahwa dengan
bimbingan yang diberikan akan membantu dalam penyesuaian diri dengan sifat dan situasi
kerja.
2. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pengertian Bimbingan Karir ( menurut beberapa ahli )?
2. Apa saja prinsip-prinsip Bimbingan Karir di sekolah?
3. Bagaimanakah tujuan Bimbingan Karir ( menurut beberapa ahli )?
4. Apa sajakah Fungsi Bimbingan Karir ( menurut beberapa ahli )?
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
1. Pengertian Bimbingan Karir
Sebelum kita mempelajari pengertian bimbingan karir, sebelumnya akan diuraikan
terlebih dahulu menegenai pengertian “Bimbingan” dan “Karir”. Bimbingan merupakan
terjemahan dari guidance, Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling
adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar
mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung,
berdasarkan norma-norma yang berlaku. Menurut United States Office of Education (Arifin,
2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan
bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap
berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan,
kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan
kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan kata Karir diambil dari bahasa Inggris, yaitu career. Veron G. Zunker, career
refers to the activities associated with an individual’s lifetime of work (karier menunjukan pada
aktifitas yang dihubungkan dengan pekerjaan vang mewarnai kehidupan seseorang). Merujuk
pada pengertian karir, tidaklah mengherankan jika bimbingan pekerjaan yang ada di indonesia
lebih dikenal dengan birnbingan karier, karena diharapkan orang yang dibimbing dapat
menjadikan pekerjaanya kelak bukan hanya pekerjaan yang
menghasilkan uang saja, tetapi juga bisa dihayati dan mewarnai gaya hidupnya.
Hornbr (1957) Bimbingan Karir adalah bantuan atau pertolongan dari individu/ kelompok
satu dengan individu/ kelompokyang lainnya untuk mengatasi permasalahan-permasalahn di
dalam kehidupan yang meliputi pekerjaan atau profesi. seseorang akan bekerja dengan senang
hati jikalau pekerjaan tersebut sesuai dengan keadaan dirinya, sesuai dengan kemarnpuannya,
dan sesuai dengan minatnya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa prinsip dasar agar
seseorang dapat bekerja dengan baik, dengan senang, dengan tekun, diperlukan
adanya kesesuaian antara tunrutan dari pekerjaan atau jabatan itu dengan apa yang ada dalam
individu yang bersangkutan.
Donald D. Super (1975) mengartikan bimbingan karir sebagai suatu proses membantu
pribadi untuk mengembangkan penerimaan kesatuan dan gambaran diri serta peranannya
dalam duria kerja. Menurut batasan ini, ada dua hal penting, pertama proses
membantu individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua memahami dan
menyesuaikan diri dalam dunia kerja.
Ruslan A.Gani: 11 Bimbingan karir adalah suatu proses bantuan, layanan dan pendekatan
terhadap individu (siswa/ remaja), agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya,
memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja merencankan masa depan dengan bentuk
kehidupan yang diharapkan untuk menentukan pililian dan mengambil suatu keputusan bahwa
keputusannya tersebut adalah paling tepat sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan
persyaratan-persyaratan dan tuntutan pekerjaan/ karir yang dipilihnya.
Menumt Herr bimbingan karir adalah suatu perangkat, lebih tepatnya suatu program yang
sistematik, proses, teknik, atau layanan yang dimaksudkan untuk membantu individu
memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan
dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang, serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
mengambil keputusan sehingga yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola
perkembangan karirnya (Marsudi, 2003:1 13).
Aryatmi Siswohardjono (1990:457) mengemukakan bimbingan karier adalah bimbingan
yang mencakup kegiatan bimbingan kepada siswa atau orang dari memilih, menyiapkan diri,
mencari, dan menyesuaikan diri terhadap karier.
Widada (1990:31) menjelaskan bahwa bimbingan karier merupakan suatu proses bantuan yang
ditujukan kepada individu untuk mengembangkan serta menerima tentang dirinya secara terpadu
dan memadai tentang perananya dalam dunia kerja untuk menguji gagasan-gagasannya serta
memadukannya dengan kenyataan yang menimbulkan kepuasan bagi individu yang
bersangkutan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Mohammad Thayeb Manhinru (1992:19) mendefinisikan bimbingan karier
adalah layanan yang dimaksudkan untuk membantu individu memahami dan berbuat atas dasar
pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan
waktu luang serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan sehingga
yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan kariernya.
Sears dalam Mohammad Thayeb Manhiru (199219) mendefinisikan bimbingan karier
sebagai aktivitas-aktivitas dan program-program yang membantu individu
rnengasimilasikan dan mengintegrasikan pengetahuan, pengalaman dan apresiasi-apresiasi
yang berkaitan dengan:
1. Pengenalan diri, yang meliputi hubungan seseorang dengan cirri-ciri dan persepsi-
persepsinya sendiri, serta hubungannya dengan orang lain dan lingkungan.
2. Pemahaman, pengenalan terhadap kerja masyarakat dan faktor yang mempengaruhi
perubahanya, termasuk sikap-sikap dan disiplin kerja.
3. Kesadaran akan waktu luang yang bisa berperan dalam kehidupan seseorang.
4. Pemahaman akan perlunya dan banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan
dalam perencanaan karier.
5. Pemahaman terhadap informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk
mencapai pemenuhan diri dalam pekerjaan dan waktu luang.
6. Mempelajari dan menerapkan proses pengambilan dan keputlrsan karier.
Widiadmojo (2000:3) mengemukakan definisi bimbingan karier adalah kegiatan
birnbingan yang bertujuan ultuk mengenal, memahami, dan mengembangkan potensi diri dalam
mempersiapkan masa depan bagi dirinya. Lebih lanjut dijelaskan pelayanan bimbingan karier
diberikan agar siswa mengenal konsep diri yang berkaitan dengan minat, bakat, dan
kemampuannya serta mengenal jabatan karier yang ada. Berdasarkan beberapa definisi yang
telah diuraikan di atas maka dapat diperoleh pengertian bahwa bimbingan karier adalah
kegiatan birnbingan yang diberikan kepada siswa untuk memilih, menyiapkan diri, mencari, dan
menyesuaikan diri terhadap karier yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya
sehingga dapat mengernbangkan dirinya secara optimal sehingga dapat menemukan karier dan
melaksanakan karier yang efektif dan memberi kepuasan dan kelayakan.
2. Prinsip-Prinsip Bimbingan karier di Sekolah
Agar bimbingan karier di sekolah dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan, maka beberapa pandangan tentang prinsip-prinsip bimbingan perlu
diperhatikan oleh para pembimbing pada khususnya dan administrator sekolah pada umumnya,
terutama dalam penyusunan program pelaksanaan layanan bimbingan karier di sekolah.
Secara umum prinsip-prinsip bimbingan karier di Sekolah, adalah sebagai berikut:
1. Seluruh siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya
dalam pencapaian kariernya secara tepat. Tidak ada perkecualian, baik itu yang kaya
maupun yang miskin, dan faktor-faktor lainnya.
2. Setiap siswa harus memahami bahwa karier itu adalah sebagai suatu jalan hidup, dan
pendidikan adalah sebagai persiapan dalam hidup.
3. Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang cukup
memadahi terhadap diri sendiri dan kaitannya dengan perkernbangan sosial pribadi
dan perencanaan pendidikan karier.
4. Siswa secara keseluruhan hendaknya dibantu untuk memperoleh pemahaman tentang
hubungan antara pendidikannya dan kariernya.
5. Setiap siswa hendaknya memilih kesempatan untuk menguji konsep, berbagai
peranan dan ketrampilannya guna mengembangkan nilai-nilai dan norma-nonna
yang memiliki aplikasi bagi karier di masa depannya.
6. Program bimbingan karier di sekolah hendaknya berpusat di kelas, dengan koordinasi
oleh pembimbing, disertai partisipasi orang tua dan kontribusi masyarakat.
Dari beberapa prinsip yang terdapat dalam bimbingan karier tersebut dapat disimpulkan
bahwa, bimbingan karier dalam pelaksanaannya memiliki pedoman yang umum dan jelas dalam
memberikan pelayanan kepada siswanya dalam mendeteksi diri, memberikan layanan tentang
karakteristik dunia kerja sehingga mampu menciptakan kemandirian siswa dalam menentukan
arah pilih karier yang sesuai dengan keadaan dirinya, agar mampu mencapai kebahagiaan hidup
dimasa depan kariernya.
Karneli, Yeni. 1998. Bimbingan Karir Sebagai Upaya Membantu Kesiapan Siswa Dalam
Memasuki Dunia Kerja. Tersedia di http//id. Shavoong.com// Diakses pada pukul 13.35
WIB tanggal 1 Oktober 2011.
Sukardi, Dewa Ketut. 1987. Bimbingan Karir di Sekolah-Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka
Winkel, W.S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jkarta: PT Gramedia
Zunker, Vernon G. 1981. Career, Counseling, Applied Consept of Life Planning. Belmont:
Wadsworth Inc