Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BULLYING

Disusun oleh :

 Elzar Ken Watanabe Aquino


 Gigih Eryan Bangun A.
 Indra Faroby

SMP MUTU SEMPU


TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Bullying ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah Bullying ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini
sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Bullying ini sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Bullying ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.
DAFTAR ISI
 
 KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
 BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
 B. Rumusan Masalah
 BAB II PEMBAHASAN
 A. Definisi Bullying
 B. Jenis-jenis Tindakan Bullying
 1. Bullying secara verbal
 2. Bullying secara fisik
 3. Bullying secara relasional
 4. Bullying elektronik
 C. Ciri Orang yang Membullying dan Orang yang Dibullying
 1. Ciri Orang yang Membullying
 2. Ciri Orang yang Dibullying
 D. Faktor Penyebab Bullying
 1. Faktor keluarga
 2. Faktor sekolah
 3. Faktor kelompok sebaya
 E. Dampak Tindakan Bullying
 1. Dampak negatif
 2. Dampak positif
 F. Upaya Mengatasi Bullying
 1. Cara menghadapi tukang “bully”
 2. Solusi/upaya buat orang tua atau wali orang tua
 3. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru
 4. Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying
 5. Penanganan buat anak yang menjadi pelaku bullying
 6. Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya bullying
 7. Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying
 8. Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying
 BAB III PENUTUP
 A. Kesimpulan
 B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Di mana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.
Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan berbagai
kesulitan. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan
berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas
perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam
keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani
permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu
dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan sekitarnya, mulai
lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan masyarakat. Semua pengetahuan yang
baru diketahuinya diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-
masing. Di sinilah peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian
seorang remaja. Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai
kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup
secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang
dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.
Dalam pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor protektif. Faktor risiko ini dapat bersifat
individual, kontekstual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan psikosial dan
resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang
khas pada seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang memberikan
penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami
masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu.
Faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan
respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang
dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil
akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental kemudian
hari. Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah di kalangan
remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di media. Kekerasan di sekolah
ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Akan
terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari akar
persoalannya.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta
didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera menangani masalah ini secara serius.
Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya
kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan
keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang
dilakukan secara sistematis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bullying?
2. Apa jenis-jenis perbuatan bullying?
3. Bagaimana ciri orang yang membullying dan orang yang dibullying?
4. Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku bullying?
5. Apa saja dampak dari perilaku bullying?
6. Bagaimana upaya pencegahan bullying?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bullying
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal
dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah.
Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk
menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan,
perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi. Dari definisi di atas, ada beberapa para
ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang bullying, di antaranya:
Barbara Coloroso (2003: 44): “Bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan
secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui
ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun
yang spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang
seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh
seorang anak atau kelompok anak”.
Olweus (1993) dalam Pikiran Rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of any action
that is used to hurt another child repeatedly and without cause”. Bullying merupakan perilaku
yang ditujukan untuk melukai siswa lain secara terus-menerus dan tanpa sebab. Sedangkan
menurut Rigby (2005: dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa “bullying” merupakan
sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang
lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan
senang (Retno Astuti, 2008: 3). Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan
school bullying sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-
ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih
lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Beberapa ahli meragukan pengertian-pengertian di atas bahwa bullying hanya sekedar
keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang bahwa “keinginan untuk
menyakiti seseorang” dan “benar-benar menyakiti seseorang” merupakan dua hal yang jelas
berbeda. Oleh karena itu beberapa ahli psikologi menambahkan bahwa bullying merupakan
sesuatu yang dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti
orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan serangan
berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal, yang dilakukan dalam posisi
kekuatan yang secara situasional didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan mereka
sendiri. Bullying merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar.
Bisa secara fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa
dilakukan oleh kelompok atau individu. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang
dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban diganggu atau
diasingkan dan dapat merugikan korban.
B. Jenis-jenis Tindakan Bullying
Barbara Coloroso (2006: 47-50) membagi jenis-jenis bullying ke dalam empat jenis,
yaitu sebagai berikut:
1. Bullying secara verbal
Perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan,
pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-
surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan
keliru, gosip dan sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah
salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal
dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada
kekerasan yang lebih lanjut.
2. Bullying secara fisik
Yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik,
menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak
yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk
diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk
lain. Remaja yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan
remaja yang paling bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal
yang lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional
Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui
pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang
tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa
mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku
bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai puncak
kekuatannya di awal masa remaja, karena saat itu terjadi perubahan fisik, mental emosional
dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan
menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
4. Bullying elektronik
Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya
melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room,
email, SMS, dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan
menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman video atau film yang sifatnya
mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh
kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi
informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak
wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun keduanya sama-sama
menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang
terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006: 51).

C. Ciri Orang yang Membullying dan Orang yang Dibullying


1. Ciri Orang yang Membullying
Menurut Ubaydillah (AN dalam e-psikologi.com), siswa/orang yang mempunyai
kecenderungan sebagai pelaku bullying umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Suka mendominasi anak lain.
 Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
 Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain.
 Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau peduli dengan
perasaan anak lain.
 Cenderung melukai anak lain ketika orang tua atau orang dewasa lainnya tidak ada di
sekitar mereka.
 Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai sasaran.
 Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
 Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh terhadap akibat dari
perbuatannya.
 Haus perhatian.

2. Ciri Orang yang Dibullying


Sedangkan siswa/orang yang akan dijadikan atau menjadi korban bullying biasanya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Anak baru di lingkungan itu.
 Anak termuda atau paling kecil di sekolah.
 Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena rasa takut.
 Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang melakukan sesuatu
karena takut dibenci atau ingin menyenangkan.
 Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain.
 Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah.
 Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik
perhatian orang lain.
 Anak yang paling miskin atau paling kaya.
 Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah.
 Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah.
 Anak yang agamanya dipandang rendah.
 Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain.
 Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan tidak berkompromi
dengan norma-norma.
 Anak yang siap mendemonstrasikan emosinya setiap waktu.
 Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung.
 Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata.
 Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.
 Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental.
 Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib buruk).

D. Faktor Penyebab Bullying


Bullying dapat terjadi di mana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri, sekolah
swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying terjadi karena interaksi dari
berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban, dan lingkungan di mana bullying
tersebut terjadi. Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005) alasan seseorang
melakukan bullying adalah karena korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan
bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban
laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban laki-laki), dan iri hati
(menurut korban perempuan). Adapun korban juga memersepsikan dirinya sendiri menjadi
korban bullying karena penampilan yang mencolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku
dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, bullying disebabkan karena saat ini remaja di Indonesia
penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari sekolah akibat kurikulum yang padat dan
teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit bagi remaja untuk menyalurkan bakat
non akademisnya penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan menyiksa. Budaya
feodalisme yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab bullying
sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus menurut sama yang
atas.
1. Faktor keluarga
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan
mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa
hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang
negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu
menyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah
kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.
2. Faktor sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai
pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan
intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan
sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa
hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan
menghormati antar sesama anggota sekolah.
3. Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadang
kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak melakukan bullying
pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam
kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

E. Dampak Tindakan Bullying


1. Dampak negatif
Bullying memiliki dampak yang sangat buruk bagi seorang. Berikut ini adalah beberapa
dampak bullying di antaranya: prestasi belajar menurun, fobia sekolah, gelisah, sulit tidur,
gangguan makan, menyendiri, mengucilkan diri, sensitif, lekas marah, agresif , bersikap kasar
pada orang lain (contoh: pada kakak atau adik bahkan orang tua), depresi, hasrat bunuh diri
(data dari jepang dinyatakan bahwa 10% korban bullying mencoba bunuh diri), rendahnya
kepercayaan diri/minder, dan merasa terisolasi dalam pergaulan.
2. Dampak positif
Dari dampak negatif di atas, ternyata bullying dapat mengakibatkan dampak positif
yaitu:
 Bullying bisa menjadi stresor positif bagi remaja yang kuat fisik dan mental dalam
menjalani hidupnya.
 Remaja yang terkena bullying akan termotivasi untuk berani membela dirinya di hadapan
orang lain, dapat membela temannya (berjiwa ksatria).
 Lebih proaktif dan tanggap akan permasalahan yang dihadapi.
 Timbul keinginan untuk belajar lebih giat (karena mendapat ejekan masalah akademik).
 Timbul rasa setia kawan yang tinggi karena ada rasa peduli akan derita teman.
 Bisa mengontrol emosi dengan baik.
 Lebih percaya diri karena merasa dirinya memiliki harga diri yang pantas untuk dihargai
dan dihormati (tidak mau disakiti).
 Meningkatkan keberanian berkomunikasi, menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
dalam diri sendiri (introspeksi diri).
 Menjadi lebih dewasa dalam bersikap.
 Berusaha bangkit dan menjadi pribadi yang tanggung dan kuat secara fisik dan mental.
 Berani menghadapi tantangan dan cobaan hidup.
 Lebih dekat dengan orang tua dan guru.

F. Upaya Mengatasi Bullying


1. Cara menghadapi tukang “bully”
Tatap mata mereka dan katakan pada mereka untuk berhenti. Jika pengganggu semakin
mendekat, letakkan tangan Anda seperti menghentikan kendaraan saat menyeberang,
ciptakan penghalang antara Anda dan si tukang bully. Tataplah mata mereka dan katakan
dengan tenang tapi tegas, “Cukup! Kamu harus berhenti sekarang!” Jika mereka terus
melewati batas atau terus mengejek Anda berbagai cara, cukup ulangi kalimat Anda.
“Hentikan! Aku ingin kamu berhenti sekarang!” Jangan mengatakan atau melakukan apa pun
selain terus mempertahankan jarak Anda dan ulangi lagi.
Pelajari bagaimana cara berpikir tukang “bully”. Mereka cenderung memilih orang-
orang yang mereka anggap tidak mau atau tidak mampu membela diri sendiri. Pengganggu
memilih sasaran empuk dan “mengujinya” dengan kata-kata yang menusuk dan tindakan
yang mengganggu. Cara tercepat dan cara terbaik untuk mengakhiri intimidasi mereka adalah
dengan membela diri dan menyuruhnya dengan tegas untuk menghentikan tingkahnya dan
mengulanginya sampai mereka mendengarkannya.
Negosiasi, mencoba untuk berteman, atau menunjukkan bahwa Anda terganggu hanya
akan memberi mereka lebih banyak kesempatan dan akan semakin menjadi-jadi. Jangan
merengek, cobalah untuk tidak menangis, dan tetap teguh. Mereka akan bosan dan
kehilangan minat ketika santai saja dan tidak memberi mereka alasan apa-apa untuk
mengganggu. Tidak ada yang lucu dengan berkata “berhenti atau cukup.” Mereka tidak akan
bisa mengejek jika terlihat kuat.
Berdiri tegak dan tatap mereka. Perhatikan gestur tubuh di hadapan si pengganggu.
Bahkan jika mereka lebih besar (yang memang seringnya demikian) berdirilah tegak dan
tatap langsung di matanya. Lawan pandangan mereka secara dingin. Perhatikan mereka
dengan saksama dari ujung kaki ke ujung rambutnya. Seolah-olah melihat dan tahu sesuatu
yang mereka tidak sadari.
Tutup telinga. Jangan mendengarkan hal-hal yang dikatakannya atau memasukkannya
ke dalam hati. Mereka mengatakan hal-hal tersebut untuk membuat Anda emosi, bukan
karena itu yang mereka pikirkan, bukan karena itu benar, dan bukan karena mereka mencoba
untuk membantu Anda. Mereka mencoba untuk membuat Anda terpuruk sebagai cara
menaikkan posisi mereka sendiri, karena mereka sebenarnya merasa tidak aman dan memiliki
hati yang lemah.
Ciptakan sebuah mantra jika diganggu secara terus-menerus. Bacakan mantra tersebut
secara berulang di dalam pikiran saat tukang “bully” sedang beraksi. Sebuah mantra yang
baik mungkin berasal dari satu bait lirik lagu yang Anda sukai, atau berbentuk doa, ataupun
kutipan kata-kata yang memotivasi Anda. Jika mereka semakin mendekat, katakan untuk
berhenti dan terus menatapnya dengan tatapan dingin Anda. Tetap tenang dan ulangi mantra
Anda.
Pertahankan diri dengan cerdas. Jangan biarkan diri Anda terjebak dalam sebuah situasi
saling menghina dengan mereka. Anda akan hampir selalu kalah jika beradu mulut satu lawan
satu, bahkan jika Anda lebih jenaka, lebih lucu, dan lebih cerdas (sebagaimana seharusnya
Anda) sekalipun. Karena merekalah yang merancang permainan ini. Jangan mencoba
membalas dengan hinaan yang lebih hebat yang hanya dapat membuat keadaan dirinya
menjadi lebih buruk.
Abaikan tukang “bully” di dunia maya. Hal terbaik yang dapat Anda lakukan untuk
melawan pengganggu maya secara online adalah dengan mengabaikan mereka. Jika
seseorang melakukan bully kepada Anda secara online, apakah itu melalui email, teks,
Facebook, atau jejaring sosial lainnya, Anda harus melepaskan diri dari pengganggu itu
sebisa mungkin. Hindari tersedot ke dalam situasi saling bertukar hinaan atau argumen
melalui internet, terutama yang bersifat publik. Terkadang memang sangat menggoda untuk
membalasnya, namun hindari godaan itu sebisa mungkin.
2. Solusi/upaya buat orang tua atau wali orang tua
Satukan persepsi dengan istri/suami. Sangat penting bagi suami-istri untuk satu suara
dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak-anak di sekolah. Karena kalau tidak,
anak akan bingung, dan justru akan semakin tertekan. Kesamaan persepsi yang dimaksud
meliputi beberapa aspek, misalnya: apakah orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang
ke sekolah, apakah perlu menemui orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah perlu lapor
ke polisi.
Pelajari dan kenali karakter anak kita. Perlu kita sadari, bahwa satu-satu penyebab
terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya karakter yang mudah
dijadikan korban.
Jalin komunikasi dengan anak. Tujuannya adalah anak akan merasa cukup nyaman
(meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita kepada kita sebagai orang tuanya
ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk
memonitor apakah suatu kasus sudah terpecahkan atau belum.
Masuklah di saat yang tepat. Jangan lupa, bahwa sering kali anak kita sendiri (yang
menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau kita (orang tuanya) turut campur. Bahwa
prestasi belajar anak mulai terganggu.
3. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru
Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian
tersebut bukan kesalahannya. Bantu anak mengatasi rasa tidak nyaman yang ia rasakan,
jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan Anda menerangkan dalam
bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. Jangan pernah menyalahkan anak atas
tindakan bullying yang ia alami. Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional)
untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu
bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan
pihak lain.
Amati perilaku dan emosi anak Anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah
lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku
di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka
membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak Anda. Waspadai
perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak Anda di rumah dan di sekolah
(ada atau tidak ada orang tua/guru/pengasuh).
Binalah kedekatan dengan teman-teman anak. Cermati cerita mereka tentang anak.
Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa. Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau
ahli profesional) untuk menangani pelaku.
4. Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying
Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak
ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Bekali anak dengan kemampuan
menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam
kehidupannya Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali
kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak ke mana ia
dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan
saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus
berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang. Upayakan anak mempunyai
kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua.
5. Penanganan buat anak yang menjadi pelaku bullying
Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya
merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani
dengan baik dan selesai dengan tuntas. Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab
menjadi penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan
ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah
menjadi korban. Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresivitasnya yang berbeda.
Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
6. Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya bullying
Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pendapat atau
opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk kemampuan untuk
mengatakan tidak atas tekanan-tekanan yang didapatkan dari teman/pelaku bullying. Sekolah
meningkatkan kesadaran akan adanya perilaku bullying (tidak semua anak paham apakah
sebenarnya bullying itu) dan bahwa sekolah memiliki dan menjalankan kebijakan anti
bullying. Murid harus bisa percaya bahwa jika ia menjadi korban, ia akan mendapatkan
pertolongan. Sebaliknya, jika ia menjadi pelaku, sekolah juga akan bekerja sama dengan
orang tua agar bisa bersama-sama membantu mengatasi permasalahannya. Memutus
lingkaran konflik dan mendukung sikap bekerja sama antar anggota komunitas sekolah, tidak
hanya interaksi antar murid dalam level yang sama tapi juga dari level yang berbeda.
7. Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying
Kunci utama dari antisipasi masalah bullying adalah hubungan yang baik dengan anak.
Hubungan yang baik akan membuat anak terbuka dan percaya bahwa setiap masalah yang
dihadapinya akan bisa diatasi dan bahwa orang tua dan guru akan selalu siap membantunya.
Dari sinilah anak kemudian belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
8. Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying
Membekali anak dengan keterampilan assertive, sehingga bisa memberikan pesan yang
tepat pada pelaku bahwa dirinya bukan pihak yang bisa dijadikan korban.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana
tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang
merasa tidak nyaman. Jenis bullying dapat dibedakan menjadi 4, bullying secara verbal,
bullying secara fisik, bullying secara relasional, dan bullying elektronik.
Ciri orang yang membullying salah satunya adalah haus perhatian, sedangkan ciri orang
yang dibullying salah satunya adalah karena anak yang dibully itu paling miskin atau paling
kaya. Faktor dari bullying bisa berasal dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
kelompok sebaya.
Dampak dari bullying ada yang positif dan ada juga yang negatif. Solusi atau upaya
untuk mengatasi bullying bisa dilakukan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan sebagainya.

B. Saran
1. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran keterampilan
sosial, problem solving, manajemen konflik, dan pendidikan karakter.
2. Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam maupun di
luar kelas; dan perlu kerja sama yang harmonis antara guru BK, guru-guru mata pelajaran,
serta staf dan karyawan sekolah.
3. Sebaiknya orang tua menjalin kerja sama dengan pihak sekolah untuk tercapainya tujuan
pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai