Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2019 mencatat 3
bulan terakhir kasus bulliying mecapai 84 % yang banyak terjadi dikalangan
anak-anak dan kasus yang paling meningkat yaitu kekerasan pada anak dan
bulliying pada anak sekolah yang marak terjadi pada usia 12-17 tahun.
Menurut Assegaf (2017), bullying sering dikenal dengan istilah pemalakan,
pengucilan, serta intimidasi. Bullying meruan perilaku dengan karakteristik
melakukan tindakan yang merugikan orang lain secara sadar dan dilakukan secara
berulang-ulang dengan penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis. Perilaku ini
meliputi tindakan secara fisik seperti menendang dan menggigit, secara verbal
seperti menyebarkan isu dan melalui perangkat elektronik atau cyberbullying.
Semua tindakan bullying, baik fisik maupun verbal, akan menimbulkan dampak
fisik maupun psikologis bagi korbannya.
Bullying terjadi dalam berbagai bentuk diantaranya yaitu bullying secara
verbal perilaku berupa kritikan kejam, fitnah, penghinaan. Bullying secara fisik
dengan memukuli, menendang, menampar. Bullying secara relasional merupakan
pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengucilan, pengabaian,
atau penghindaran. Sedangkan bullying secara elektronik bisa dengan
mengirimkan pesan atau image melalui internet atau telepon seluler. Bentuk
bullying tersebut bisa terjadi di kalangan pelajar maupun masyarakat luas, tidak
terkecuali pada pengguna internet atau media massa elektronik lainnya (Astuti,
2018).
Pelaku bullying pada media massa elektronik biasanya dilakukan dengan
memposting gambar atau foto seseorang dengan meminimalisir memodifikasi
minimal sehingga pembaca masih mudah mengenali korban. Tidak hanya
gambarnya saja yang dimodifikasi serta di-upload dalam akun jejaring sosial,
namun pelaku bullying juga menambahkan kata-kata yang tidak pantas dibaca,
mengolok-olok, melecehkan, mencaci maki, bahkan menghina.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
bagaimana cara mencegah dan menangani bullying anak sekolah.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan dan mengetahui tingkat pengetahuan anak sekolah
tentang cara mencegah dan menangani bullying.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui defnisi bullying
2. Mengetahui jenis bullying
3. Mengetahui penyebab terjadinya bullying
4. Mengetahu komponen-komponen dalam bullying
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bullying
6. Mengetahui dampak bullying
7. Mengetahui hal-hal yang dicermati pada kasus bullying
8. Mengetahui solusi pada kasus bullying
9. Mengetahui pencegahan bullying beserta penanganannya
10. Mengetahui solusi untuk bullying

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat menambah wawasan ke ilmuan tentang cara
mencegah dan mengobati anak dengan bulliying serta dapat
mempraktekkannya dilapangan.
1.4.2 Manfaat Untuk Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang cara
mencegah dan mengobati serta dapat mempraktekkannya dilapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bullying


Definisi Bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah penggunaan
agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun
mental. Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, emosional dan juga seksual
(Ali 2018).
Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya, takut, terintimidasi, oleh
tindakan seseorang baik secara verbal, fisik atau mental. Ia takut bila perilaku
tersebut akan terjadi lagi, dan ia merasa tak berdaya mencegahnya. (Astuti
(2019).
Bullying merupakan kata serapan dari bahasa Inggris (bully) yang berarti
menggertak atau mengganggu orang (pihak) yang lemah. Bullying sebenarnya
bukan hanya terjadi di lembaga pendidikan/sekolah, tetapi juga di tempat kerja,
masyrakat, bahkan komunitas virtual) Assegaf (2019).

2.2 Jenis Bullying


Menurut Assegaf (2019) jenis-jenis bulliying sebagai berikut:
1. Bullying Fisik
Jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya
karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya.
Contohnya antara lain memukul, menarik baju, menjewer, menjambak,
menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan
WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak,
melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum
dengan cara push up.
2. Bullying Verbal
Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra
pendengaran kita. Contoh antara lain membentak, meledek, mencela, memaki
– maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan didepan umum,
menyoraki, menebar gosip, memfitnah.
3. Bullying Mental Atau Psikologis
Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh
mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik
bullying ini terjadi diam-diam dan diluar jangkauan pemantauan kita.
Contohnya mencibir, mengucilkan, memandang sinis, memelototi,
memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan,
meneror lewat pesan pendek, telepon genggam atau email, memandang yang
merendahkan.
4. Social Alienation (Alienasi sosial)
Mengecualikan seseorang dari kelompok, seperti dengan
menyebarkan rumor, dan mengolok-olok.
5. Bullying (Bullying elektronik)
Merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya
dengan menggunakan sarana elektronik seperti komputer, handphone,
internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Tujuannya,
meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman
video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.
Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah
memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan
media elektronik lainnya.

2.3 Penyebab Terjadinya Bullying


Menurut Ariesto (2009, dalam Astuti (2019) penyebab terjadinya bullying
antara lain :
1. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah,
orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi
rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari
perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang
tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya.
2. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang
dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif
pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga
tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama
anggota sekolah.
3. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di
sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa
anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka
bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak
nyaman dengan perilaku tersebut.

2.4 Komponen-Komponen Dalam Bullying


Menurut Astuti (2019) beberapa komponen dalam buliying sebagai berikut:
1. The Bully
Stephenson dan Smith mengindentifikasi ada tiga tipe dari pelaku
bullying antara lain :
a) Pelaku yang percaya diri dimana pelaku mempunyai fisik yang kuat,
menyukai agresi atau kekerasan, selalu merasa aman dan mempunyai
popularitas.
b) Pelaku yang cemas dimana pelaku merasa lemah dalam nilai
akademiknya, konsentrasi yang rendah, kurang terkenal dan juga kurang
aman (ada 18% dari pelaku dan sebagian besar adalah laki-laki).
c) Pelaku yang mengincar korban dalam situasi tertentu dan pelaku juga
pernah di “bullied” juga oleh orang lain.
Banyak peneliti mengatakan bahwa pelaku “bully” mempunyai
karakteristik yang agresif, suka mendominasi dan mempunyai pandangan
yang positif tentang kekerasan, selalu menuruti kata hati dan tidak
mempunyai sifat empati terhadap korbannya.
Ada beberapa tanda–tanda pelaku dan karakteristik di sekolah terjadi
Bullying yakni sebagai berikut (Astuti, 2019):
a) Sikapnya agresif dan perilaku mendominasi terhadap orang lain,
menjengkelkan.
b) Bersifat rahasia dan sulit untuk dilakukan pendekatan.
c) Secara teratur memiliki perhiasan, pakaian atau uang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
d) Ada laporan dari anak-anak lain tentang perkelahian atau tindak
kekerasan anak tertentu sengaja menyakiti anak lain.
e) Memiliki bukti bahwa milik seorang anak telah dirusak atau merusak
milik seseorang.
f) Menggunakan orang lain untuk mendapatkan apa yang ia suka.
g) Terus-menerus menceritakan kebohongan tentang perilakunya.
h) Ketika ditanya, anak memperlihatkan perilaku yang tidak pantas dan
sering bermuka masam.
i) Menolak untuk mengakui melakukan sesuatu yang salah atau menerima
kesalahan, tetapi ketika mengakui kesalahan, tidak ada penyesalan nyata
atau rasa empati.
j) Tampak menikmati menyakiti orang lain dan melihat mereka menderita,
melihat teman yang lebih lemah sebagai mangsa.
k) Menceritakan cerita atau membuat komentar menghasut (menyalahkan,
mengkritik, dan tuduhan palsu) tentang orang lain yang tidak benar
untuk menempatkan mereka ke dalam kesulitan.
l) Anak-anak lain yang diintimidasi menjadi gugup atau diam dalam
kehadiran anak tertentu.
m) Anak-anak lainnya berbohong untuk melindungi anak tertentu.
n) Tidak punya gambaran ke depan untuk mempertimbangkan konsekuensi
atas perilakunya.
o) Menolak untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan-tindakan yang
sudah dilakukannya.

2. The Victim
a) Korban yang pasif mempunyai sifat cemas serta self esteem dan
kepercayaan diri yang rendah, mereka selalu merasa dirinya lemah dan
tidak berdaya serta tidak dapat berbuat apa-apa untuk menjaga diri
mereka.
b) Korban yang proaktif mempunyai sifat yang lebih kuat secara fisik dan
lebih aktif dibandingkan korban yang pasif.
c) Korban yang diprovokasi cenderung melakukan tindakan bullying juga.
Perry menemukan bahwa hal yang paling ekstrim dari korban adalah
ketika mereka melakukan tindakan agresif, di “bullied” oleh anak yang
lebih kuat, lalu menjadi pelaku Bullying terhadap anak yang lebih lemah.
Ada beberapa tanda-tanda perilaku korban Bullying yakni sebagai
berikut:
1) Tidak bahagia di sekolah dan malas bangun di pagi hari.
2) Merasa cemas meninggalkan sekolah dan mengambil rute pulang ke
rumah yang tidak biasa.
3) Mengeluh tentang perasaan sakit di pagi hari tanpa tanda-tanda fisik,
produktifitas semakin memburuk disertai dengan berkurangnya minat di
sekolah.
4) Menjadi marah atau emosional untuk alasan sepele, Luka atau memar di
tubuh di mana penjelasan tidak benar-benar bisa dipercaya.
5) Buru-buru ke kamar mandi ketika pulang ke rumah dan enggan untuk
pergi keluar dan bermain.
6) Membuat pernyataan yang komentar dan menurunkan kemampuan diri
(“saya ini tidak pantas punya teman, atau saya ini bodoh”).
7) Menderita sakit perut, sakit kepala, serangan panik, atau luka yang tidak
dapat dijelaskan.
8) Tidak punya keterampilan sosial-emosional, tidak punya teman.
9) Mengembangkan minat yang tiba-tiba pada kegiatan pembelaan diri dan
bergabung dengan klub bela diri.
10) Menjadi gelisah ketika teman-teman di sekolah .
11) Tidak tampil seperti biasa dan merasa tak berdaya diri, kelihatan atau
merasa sedih, kesal, marah atau takut setelah mendapat panggilan
telepon atau email.
12) Memiliki konsep diri yang rendah dan tampak tidak bahagia.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bullying


Bullying dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: temperamen dan
kepribadian dengan control yang rendah. Perilaku agresif dan impulsivitas sering
diasosiasikan dengan perilaku Bullying (Astuti,2019).
Menurut Astuti (2019) Faktor keluarga yang menyangkut faktor kualitas
hubungan orang tua dengan anak, yang penggunaan hukuman fisik di rumah,
dinilai sangat signifikan dengan faktor resiko terjadinya bullying. Anak yang
sering terkena bully, mempunyai kecenderungan hubungan yang tidak harmonis
pada lingkungan keluarganya. Anak tersebut biasanya bermasalah dalam
menjalin komunikasi yang baik. Dalam skema kognitif, korban mempunyai
persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena:
1. Tradisi, Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban
laki-laki).
2. Ingin menunjukkan kekuasaan
3. Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
4. Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan)
5. Iri hati (menurut korban perempuan).

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio dalam Ali (2018) adapun


korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban Bullying karena:
1. Penampilan menyolok
2. Tidak berperilaku dengan sesuai
3. Perilaku dianggap tidak sopan, dan menganggap ini adalah Tradisi.
Media massa juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya
bullyingAnderson menyimpulkan bahwa kekerasan melalui televisi atau film,
serta video game mejadi bukti konkret untuk memicu terjadinya bullying baik
dalam kurun waktu yang cepat ataupun lama. Efeknya juga akan terlihat berupa
bentuk perilaku bullying mulai dari yang sifatnya ringan sampai dengan yang
dapat menelan korban jiwa.

2.6 Dampak Bullying


Menurut Assegaf (2019) beberapa dampak buliying sebagai berikut:
1. Dampak bullying bagi pelaku
National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada
umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan
harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang
pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan
impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini
memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang
berempati terhadap targetnya.
2. Dampak bullying bagi korban
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention
Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa
bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi
konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari
sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat
mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan
perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi,
serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat
mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau
melakukan bunuh diri (commited suicide).
3. Dampak bagi siswa yang menyaksikan bullying
Penelitian- penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun luar
negeri menunjukkan bahwa bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif
sebagai berikut:
a. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian. Konsep
diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa
tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai
pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu
di bully oleh teman dekatnya sendiri.
b. Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku,
dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan
ada yang menyilet-nyilet tangannya.
c. Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah.
d. Keinginan untuk bunuh diri.
e. Kesulitan konsentrasi; rasa takut berkepanjangan dan depresi.
f. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis.
g. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa,
akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun
dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
h. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga.
i. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu,
batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah.
2.7 Hal-Hal Yang Dicermati Pada Kasus Bullying
Menurut Assegaf (2019) hal-hal yang dapat dicermati dalam kasus bullying :
1. Tanda-tanda anak yang menjadi korban bullying :
a. Timbulnya keluhan atau perubahan tingkah laku atau emosi anak karena
depresi yang ia alami sebagai korban bullying.
b. Adanya masukan laporan dari teman ataupun guru mengenai kejadian
bullying yang di alami anak tersebut.
2. Tanda-tanda anak sebagai pelaku :
a. Anak menjadi agresif khususnya pada anak lain yang lebih muda usianya.
b. Anak tidak memperlihatkan emosi negatifnya pada anak yang lebih tua
tapi sebenarnya anak itu memiliki perasaan yang tidak senang.
c. Ketika bersama orang tua sesekali anak bertindak agresif.
d. Adanya laporan dari berbagai pihak ketika ia melakukan tindakan agresis.
e. Anak yang pernah menjadi korban bully bisa jadi akan menjadi akan
pelaku bully.

2.8 Solusi Terhadap Kasus Bullying


Manurut Astuti (2019) beberapa solusi sebagai berikut :
a. Untuk orang tua :
1. Satukan pemikiran antara suami dan istri untuk menangani masalah yang
terjadi pada anak.
2. Kenali dan perdalam karakter anak agar dapat mengantisipasi bermacam
potensi pengintimidasian yang mungkin dapat menimpah anak.
3. Menjalin komunikasi dengan anak, supaya anak merasa nyaman
menceritakan berbagai hal yang terjadi disekolah kepada orang tuanya.
4. Jangan mudah ikut campur tapi orang tua harus membiasakan timbulnya rasa
keberanian dan percaya diri pada anak untuk menyelesaikan urusannya
sendiri.
5. Jika sudah perlu dalam situasi yang tepat orang tua dapat ikut campur untuk
menyelesaikan masalah anaknya.
6. Bicaralah dengan orang yang tepat
7. Jangan turuti jika anak meminta untuk pindah sekolah karena itu akan
mengajarkan kepada anak untuk lari dari masalah.
b. Untuk para guru :
1. Sebisa mungkin mendapatkan kejelasan informasi mengenai apa yang terjadi.
2. Bantu siswa menyelesaikan masalahnya jangan menyalahkan siswa tersebut.
3. Jika perlu mintalah bantuan guru BP atau ahli professional untuk
mengembalikan kondisi korban kesemula.

2.9 Pencegahan Buliying Serta Penanganannya


Menurut Assegaf (2019) pencegahan untuk anak supaya tidak menjadi korban
bullying :
1. Jadikan anak mempunyai kemampuan untuk membela dirinya sendiri dapat
berupa pertahanan fisik : bela diri, kemampuan motorik yang baik dan
kesehatan yang prima. Ertahanan psikis mempunyai : rasa percaya diri,
keberanian akal sehat, dan menganalisis sederhana, juga mampu
menyelesaikan permasalahannya.
2. Bekali anak supaya mempunyai kemampuan menghadapi berbagai kondisi
yang tidak menyenangkan.
3. Jika kejadian bullying tetap terjadi sebisanya beritahukan kepada anak
dimana tempat untuk memintai pertolongan atau melaporkan tindakan
bullying yang dia alami.
4. Sebisa mungkin anak mempunyai kemampuan bersosialisasi yang baik.
5. Sekolah dapat meniadakan perlakuan bullying
Menurut Astuti (2019) penanganan untuk anak yang menjadi pelaku bullying :
1. Mulai ajak anak bicara tentang apa yang ia lakukan
2. Segera cari penyebab anak melakukan hal tersebut
3. Jangan menghakimi anak sebaliknya kita harus memposisikan diri untuk
menolongnya

2.10 Solusi untuk Bullying


Menurut Assegaf (2019) Upaya mencegah dan mengatasi bullying di sekolah
bisa dimulai dengan :
a. Menciptakan Budaya Sekolah yang Beratmosfer Belajar yang Baik.
Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa rasa
takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan
bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model
penerapan sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran tentang
bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah
tangga dan tempat tinggal.
b. Menata Lingkungan Sekolah Dengan Baik.
Sekolah dengan baik, asri dan hijau sehingga anak didik merasa
nyaman juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan akan
membantu untuk pencegahan bullying.
c. Dukungan Sekolah terhadap Kegiatan Positif Siswa
Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar
diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses
pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan
sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap
tindakan bullying.
Ratiyono (2018) mengemukakan dua strategi untuk mengatasi
bullying yakni strategi umum dan khusus.
Strategi umum dijabarkan dengan menciptakan kultur sekolah
yang sehat. Ratiyono mendeskripsikan kultur sekolah sebagai pola nilai-
nilai, norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk
dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah dilaksanakan oleh
warga sekolah secara bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf
administrasi maupun siswa sebagai dasar dalam memahami dan
memecahkan berbagai persoalan yang muncul.
Sedangkan strategi khusus adalah mengidentifikasi faktor internal
dan eksternal yang menyebabkan terjadinya tindakan bullying di
lingkungan sekolah, aktifkan semua komponen secara proporsional sesuai
perannya dalam menanggulangi perilaku bullying, susun program aksi
penanggulangan bullying berdasarkan analisis menyeluruh dan melakukan
evaluasi dan pemantauan secara periodik dan berkelanjutan tetapi dalam
melakukan identifikasi memerlukan orang tua sebagai pendamping, tetapi
bisa trategi khusus ini bisa juga dengan cara mengungkapkan perasaannya
melalui tulisan atau karangan-karangan contoh : puisi ataupun cerpen.
BAB III
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Pembahasan :Konsep Bulliying


Sub Pokok Pembahasan :Pendidikan Kesehatan Pencegahan Dan Penanganan
Anak Yang Mengalami Bulliying
Sasaran :Anak-Anak Sekolah
Hari/Tanggal :Rabu, 04 Maret 2020
Tempat :SMPN 5 Simpang Empat
Judul Penyuluhan :Deteksi Dini Perilaku Bulliying Dalam Upaya
Pencegahan Gangguan Mental Berbasis Comunity
Mental Health Nursing (CMHN).
3.1 Analisa Situasi
Bullying merupakan kata serapan dari bahasa Inggris (bully) yang berarti
menggertak atau mengganggu orang (pihak) yang lemah. Bullying sebenarnya
bukan hanya terjadi di lembaga pendidikan/sekolah, tetapi juga di tempat kerja,
masyrakat, bahkan komunitas virtual) (Assegaf 2019).
Dari hasil analisa situasi disekolah masih banyak siswa yang belum
mengetahui seperti apa yang dimaksud dengan buliyng yang sebenarnya dan
mereka juga belum memahami secara pasti apakah mereka pelaku ataupun korban
buliying disekolahnya.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
3.3 Tujuan
3.3.1 Tujuan Intruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan Bulliying diharapkan anak-anak dapat
mengetahui bahaya bulliying dan mencegah bulliying.

3.3.2 Tujuan Intruksional Khusus


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan Manajemen Laktasi, ibu-ibu
menyusui di Desa Maju Makmur diharapkan mampu :
1) Menjelaskan kembali definisi bullying
2) Menjelaskan kembali jenis bullying
3) Menjelaskan kembali penyebab terjadinya bullying
4) Menjelaskan kembali komponen-komponen dalam bullying
5) Menjelaskan kembali faktor-faktor yang mempengaruhi bullying
6) Menjelaskan kembali dampak bullying
7) Menjelaskan kembali hal-hal yang dicermati pada kasus bullying
8) Menjelaskan kembali solusi pada kasus bullying
9) Menjelaskan kembali pencegahan bullying beserta penanganannya
10) Menjelaskan kembali solusi untuk bullying
3.4 Isi Materi (terlampir)
1. Definisi bullying
2. Jenis bullying
3. Penyebab terjadinya bullying
4. Kompunen-kompunen dalam bulliying
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi bullying
6. Dampak bullying
7. Hal-hal yang dicermati pada kasus bullying
8. Solusi pada kasus bullying
9. Pencegahan bullying beserta penanganannya
10. Solusi untuk bullying

3.5 Metode
Ceramah
Tanya jawab

3.6 Media
Laptop
LCD (Power point)
Leaflet

3.7 Kegiatan pembelajaran


Waktu Kegiatan Metode Sumber Sasaran
Penyuluhan Belajar
15 menit Pembukaan: Ceramah - Menjawab salam,
 Salam mendengarkan
 Perkenalan dan

 Tujuan memperhatikan
30 menit Penjelasan materi Ceramah Buku Peserta atau tamu
undangan
30 menit Tanya Jawab Memberikan
pertanyaan dan
menyamoaikan
kesimpulan hasil
penyuluhan
5 Menit Penutup: Mendengarkan
Kesimpulan, dengan antusias
terimakasih dan dan menjawab
saran salam.
3.8 Evaluasi
3.8.1 Evaluasi Struktural
Sasaran hadir 100% di tempat penyuluhan sesuai waktu yang
dijadwalkan. Penyelenggaraan dilaksanakan di. Peorganisasian
penyelengaraan dilaksanakan sebelumnya.
3.8.2 Evaluasi Proses
Sasaran antusias terhadap materi penyuluhan. Tidak ada sasaran yang
meninggalkan tempat penyuluhan sampai acara berakhir. Sasaran
mengajukan pertanyaan dan dapat menyimpulkan hasil penyuluhan.

3.9 Pelaksanaan
No Nama NIM Jabatan Tugas
.
1. Citra Helmi Farisa 11 14 17 0583 Ketua Koordinator kegiatan
penyuluhan
2. - Noorliati Zaleha 11 14 17 0605 Anggota Koordinator
- Nor Hasanah 11 14 17 0589 perlengkapan
- M. Ari Setiawan 11 14 17 0585
3. - Anisa Alivianti 11 14 17 0581 Anggota Koordinator konsumsi
- Kartinah 11 14 17 0601
4. - Dina Mardiana 11 14 17 0593 Anggota Koordinator acara
- Ria Windika 11 14 17 0608
5. Ina Musdaniah 11 14 17 0597 Anggota Koordinator surat
menyurat
DAFTAR PUSTAKA

Ali Mohamad dan Asrori Mohamad, (2018). Psikologi Remaja Perkembangan


Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
Assegaf, Abd. Rahman.(2019). Pendidikan Tanpa Kekerasan : Tipologi Kondisi,
Kasus dan Konsep. Yogya: Penerbit Tiara Wacana.
Astuti, P.R. (2019). Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada
anak. Jakarta: PT. Grasindo.
Ratiyono (2018). Keperawatan jiwa dan terapi aktivitas kelompok. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai