TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Bullying
1. pengertian Bullying
satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak
terlibat.
15
16
korbannya.
dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang
lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau
2. Tanda-tanda bullying
bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya
atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu.
Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak
yaitu minimal dua sampai tiga kali dalam sebulan. Seorang korban bullying
dapat mengalami satu atau beberapa bentuk bullying. Ketika hanya satu
sampai tiga kali dalam sebulan, hal itu juga termasuk menjadi korban
bullying.
fungsi psikososial yang lebih buruk daripada korban bullying dan murid yang
tidak terlibat dalam perilaku bullying (Haynie, dkk., dalam Totura, 2003).
tinggi daripada murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying dan
simptom depresi yang lebih rendah daripada victim atau korban (Haynie,
dan pemahaman akan emosi orang lain yang sama (Sutton, Smith, &
(dalam Sullivan, 2000), tipe pelaku bullying antara lain (1) tipe percaya diri,
18
secara fisik kuat, menikmati agresifitas, merasa aman dan biasanya populer,
kurang populer dan kurang merasa aman, dan (3) pada situasi tertentu pelaku
& Olweus dalam Sullivan, 2000). Menurut Astuti (2008) pelaku bullying
biasanya agresif baik secara verbal maupun fisikal, ingin popular, sering
membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup
Victim yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku agresif,
korban bullying cenderung menarik diri, depresi, cemas dan takut akan situasi
baru (dalam Haynie dkk, 2001). Murid yang menjadi korban bullying
teman dekat yang lebih sedikit daripada murid lain (Boulton & Underwood
2004).
anak baru di suatu lingkungan, anak termuda di sekolah, biasanya yang lebih
mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya dan biasanya sangat peka,
dan merasa sulit untuk meminta pertolongan. Selain itu juga anak penurut,
anak yang merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak yang
anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, anak yang tidak
mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, anak yang
Disamping itu juga merupakan anak yang miskin atau kaya, anak
yang ras atau etnisnya dipandang inferior sehingga layak dihina, anak yang
status sosial, serta tidak berkompromi dengan norma-norma, anak yang siap
pendek atau jangkung, anak yang memakai kawat gigi atau kacamata, anak
korbannya merupakan anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan
tidak menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat
c. Bully-victim
juga menjadi korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk, 2004).
level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
merasa sepi, dan cenderung merasa sedih dan moody daripada murid lain
(Austin & Joseph; Nansel dkk, dalam Totura, 2003). Schwartz (dalam
penolakan dari teman sebaya serta kesulitan belajar (Kaukiainen, dkk., dalam
Moutappa, 2004).
21
d. Neutral
Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau
yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi empat, yaitu
4. Bentuk-bentuk bullying
a. Verbal bullying
semangat anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling
umum dari bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan.
Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi.
Verbal bullying dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini
berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat
menyakitkan pada target. Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi
menjadi dehumanized, maka seseorang tersebut akan lebih mudah lagi untuk
mendengarnya.
sexually abusive remark (ucapan yang kasar). Hal ini juga meliputi
pemerasan uang atau benda yang dimiliki, panggilan telepon yang kasar,
tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar.
b. Physical bullying
Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan paling mudah untuk
c. Relational bullying
Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying
cara yang paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling
disertai dengan perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu
3 bentuk yaitu: fisik, verbal dan relasional. Adapun bentuk bullying yang
diteliti dalam penelitian ini adalah ketiga bentuk bullying yakni bullying
5. Dampak bullying
bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler, 2007). Menurut
kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki
empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat
depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri, pelaku bullying,
orang dewasa dan orang-orang di sekitarnya karena tidak dapat atau tidak
akademik para korbannya. Mereka mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke
pengaruh yang besar bagi kehidupan korbannya hingga dewasa. Saat masa
Selain itu menurut Swearer, dkk. (2010) korban bullying juga merasa sakit,
meningkat, adanya keinginan bunuh diri, serta dalam jangka panjang akan
esteem yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menjadi korban
bullying (Olweus, Rigby, & Slee, dalam Aluedse, 2006). Duncan (dalam
Aluedse, 2006) juga menyatakan bila dibandingkan dengan anak yang tidak
menjadi korban bullying, korban bullying akan memiliki self esteem yang
rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian diri yang buruk, tingginya tingkat
panik dan gugup di sekolah, konsentrasi terganggu, penolakan oleh rekan atau
& Perry dalam Arseneault dkk., 2009), self esteem yang rendah dan
keterampilan sosial yang buruk (Egan & Perry, dalam Arseneault, dkk.,
2009).
munculnya perasaan rendah diri dan merasa bahwa dirinya tidak berharga.
B. Pola Asuh
berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang
tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan
dinyatakan olek Zakiyat Darajat bahwa kepribadian orang tua, sikap dan cara
1996:56).
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Menurut
Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan
(1994:395) pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba
Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standar perilaku
yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti. Pernyataan yang sama juga di
kemukakan oleh Gunarsa (1990) bahwa pola asuh adalah suatu gaya
mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik
tua mendidik anak dan membesarkan anak yang dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain faktor budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan serta
pengaruh kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang
pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-
anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-
27
dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
kepada anak perilaku moral yang dapat diterima kelompok. Adapun tujuan
oleh Yusuf (2004:51) mendefenisikan pola asuh sebagai pola sikap atau
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua
dan mendidik anaknya. Dari cara perlakuan orang tua akan mencerminkan
Orang tua yang bersikap otoriter dan memberikan kebebasan penuh menjadi
pendorong bagi anak untuk berperilaku agresif. Orang tua tidak mendukung
28
anak untuk membuat keputusan sendiri, selalu mengatakan apa yang harus
orang tua yang tidak masuk akal, seperti tidak boleh bermain di luar rumah.
Pola asuh otoriter ini dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri. Ketakutan
anak terhadap hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur dan licik.
b. Sistem permisif yaitu pola asuh yang memberikan kebebasan pada individu
tanpa mengambil keputusan tanpa adanya kontrol dan perhatian orang tua,
atau cenderung sangat pasif ketika menanggapi ketidak patuhan. Orang tua
permisif tidak begitu menunut, juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi
agresif serta terkadang menjadi pemarah karena menganggap orang tua kurang
c. Sistem otoritatif yaitu : sikap orang tua yang memberi bimbingan, tetapi tidak
teman sebaya dan masyarakat. Atau disebut pola asuh demokratif. Dengan
adanya pola asuh otoritatif anak lebih percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah
orang tua sangat mempengaruhi sikap kreatif anak, terutama pola asuh
bakatnya. Tidak hanya orang tua saja yang mengarahkan anak untuk
berkreatif akan tetapi juga guru dan lingkungan sekitarnya juga dapat
membimbing demi tercapainya bakat dan minat anak, sehingga anak dapat
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa orang tua yang berasal dari kelas
ekonomi menengah cenderung lebih bersifat hangat dibanding orang tua yang
berasal dari kelas sosial ekonomi bawah. Orang tua dari golongan ini
untuk menunda keinginan, bekerja untuk tujuan jangka panjang dan kepekaan
anak dalam berhubungan dengan orang lain. Orang tua dari golongan ini lebih
Dari berbagai hal penelitian ditemukan bahwa orang tua yang bersikap
tua dan anak cenderung berkepribadian tinggi. Orang tua dengan berlatar
belakang pendidikan yang tinggi dalam praktek pola asuhnya terlihat sering
30
dalam memiliki latar belakang pengetahuan yang luas, sedangkan orang tua
Parke, 1979:20).
c. Jumlah anak
Jumlah anak juga mempengaruhi pola asuh tersebut. Orang tua yang hanya
memiliki 2-3 orang anak akan menggunakan pola asuh otoriter. Dengan
digunakannya pola asuh ini orang tua menganggap dapat tercipta ketertiban
dianut oleh banyak orang tua dengan latar belakang budaya barat. Sedangkan
dapat mempengaruhi pola asuh orang tua. Sehingga suatu bentuk pola asuh
sangat tergantung pada bagaimana keluarga atau pendidik menata pola dalam
itu, suatu sistem pola asuh sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu
berikut:
C. Penelitian Relevan
yang paling menonjol berawal dari bentuk mengejek dari mulut kemulut
terhadap moralitas siswa dialami oleh korban bulli dan pelaku bullying itu
32
puasa sunah siswa bernama hafizi semakin dekat dengan Allah, dampak
PAI adalah memberikan nasihat kepada siswa, dan apabila perilaku bullying
masih berlajut, maka pihak sekolah menyerahkan kepada guru BK, dan
apabila perilaku bullying masih saja terjadi, pihak sekolah nmemanggil kedua
adalah, diam, takut atau menangis; pelaku menunjukkan perilaku acuh dan
pelaku atau diam; (3) bentuk school bullying yang terjadi adalah bentuk fisik
kalangan peserta didik, karena keluarga yang kurang harmonis, tidak utuh
(orang tua meninggal atau bercerai), proses sosialisasi yang tidak sempurna
dari keluarganya, komunikasi yang tidak lancar antara orang tua dan anak,
serta pola asuh yang tidak adil., (2) faktor teman sebaya menjadi penyebab
kelompoknya di mata peserta didik lain. (3) faktor media massa menjadi