Anda di halaman 1dari 27

JENS-JENIS BENCANA

1. Gempa Bumi
a. Pengertian
Gempa bumi adalah getaran/gelombang semntara pada kulit bumi/ lempeng / kerak
lifofer yang menyebar ke seh\gala arah. Baik dalam skala kuat (karena dekat dengan pusat
gempa/ episentrum di permukaan bumi maupun skala lemah. Berkay perkembangan ilmu
teknologi, kekuatan gempa memang dapat diukur. Sayangnya, gempa tetap belum bias
diramalkan secar akurat bilamana akan terjadi.

b. Jenis Gempa
Berdasarkan sebab dan akibat yang tercatat, gempa bumi di kelompokkan menajadi
tiga, yaitu gempa bumi vulkanik (disebut gempa vulkanik) , gempa bumi tektonik (gempa
tektinik), dan gempa bumi runtuhan (disebut gempa runtuhan).
1) Gempa Vulkanik
Gempa vulkanik adalah gempa yang disebabkan oleh kinerja gunung apai. Pada
umumnya hanya merupakan gempa yang lemah yang hanya terasa di sekitar gunung
api. Anggpan bahwa gempa yang besar di sebabkan oleh adany aerupsi gunung api
tidak sepunuhanya benar. Gempa vulkanik biasanya terjadi sebelum, selama, dan
sesudah letusan gunung api.
a) Sebab utama gempa vulkanik adalah :
(1) Persentuhan magma dengan dinding-dinding tubuh gunung api dan tekanan gas
pada peledakan-peledakan hebat
(2) Perpindahan mendadak dari magma di dalam dapur magma.
Berdasrkan rekaman kejadian gempa yang pernah terjadi, kurang lebih hanya 7
persen yang digolongkan ke dalam gempa vulkanik.

2) Gempa Tektonik
Gempa tektonik di sebabkan oleh pergeseran kulit bumi yang tiba-tiba di dalam bumi
dan erat sekali dengan gejala pembentukan gunungan. Gempa tetktonik dikenal pula
sebagai gempa dislokasi. Gempa tektonik terjadi apabila terbentuk patahan-patahan
yang baru atau jika terjadi pergeseran-pergeseran sepanjang patahan karena timbul
tegangan-tegangan di dalam kulit bumi.

a) Bahaya yang mungkin timbul


Kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa tektonik sangat ditentukan oleh kekuatan
gempa dan lamanya gempa berlangsung. Bahaya akan timbul antara lain sebagaia
berikut :
1) Terjadi retakan di dalam tanah dan dapat berlanjut di permukaan tanah.
2) Bila terjadi retakan tanah di suatu daerah, sangat dimungkinkan akan
mengganggu sitem muka air tanah.
3) Terjadi penurunan kekuatan tanbah di daerah yang terjadi retkan tanah. Tanah
menjadi berongga tidak layak huni,
4) Terjadi longsoran di daerah-daerah yang terjal, tebing sungai.
5) Terjadi pergeseran lapisan tanah. Akibatnya jalan akan pecah dan rusak,
jembatan akan roboh, lalu lintas akan terganggu.
6) Terjadi penurunan permukaan tanah. Akibatnya bangunan akan miring.
7) Dapat terjadi rongga dalam tanah, permukaan tanah terkena penyakit geologi
yang sulit untuk di perbaiki.
8) Terjadi korban manusia dan harta benda.
9) Masyarakat menjadi trauma
10) Putusnya hubungan transportasi yang akan berdampang pada pengiriman
bantuan bahan makanan yang tidak segara dilakukan, terlambatya pengeriman
bahan obat-obatan.
11) Banyaknya bangkai binatang yang tidak padat ditemukan tetapi sudah berbau
dapat mengakibatkan penyakit.

3) Gempa runtuhan
Gempa runtuhan jarang sekali terjadi fdan hanya merupakan 3 persen dari seluaruh
gempa yang berhasil direkam. Gejala ini terdapat di daerah-daerah yang terdapat
runtuhan-runtuhan dalam tanah. Misalnya, di daerah gua-gua batu gamping dan daerha
pertambangan. Sering pula di bedakan gempa yang berpusat di daratan atau gempa
darat dan gempa yang berpusat di laut atau gempa laut.
c. Penyebab Gempa Bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh
tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian
membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat
ditahan lagi oleh pinggiran lempengan.

2. Banjir
Fenomena banjir selalu dikaitkan dengan sungai. Banjir terjadi apabila debit air yang
mengalir melalui bagian penampang sungai tidak tersalurkan dan tertampung sampai
lembah aliran sungai. Tidak tersalurkannya air sungai dengan baik disebabkan oleh badan
sungai yang semakin sempit karea didesak permukiman warga. Banjir juga dapat terjadi
karena sungai tersumbat sampah sehingga daya mengalirkan air tidak seimbang.
a. Daerah Aliran Sungai
Sungai berdasarkan atas asal terbentuknya dibagi menjadi:
1) Sungai primer umumnya terbentuk di daerah pegunungan yang tinggi dan di
disnilah mata air yang keluar dari dalam tanah mengalir
2) Sungai sekunder merupakan cabang sungai primer, umumnya terbentuk di daerah
lereng pegunungan
3) Sungai tersier adalah sungai yang merupakan muara sungai sekunder yang akhirnya
mengalirkan semua air sungai dan bermuara di laut.
Ketiga jenis sungai tersebut tersebut membentuk sistem jaringan sungai dan
daerah yang dilaluinya dan disebut sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS). Wilayah DAS
dibagi menjadi tiga, DAS hulu, DAS tengah, dan DAS hilir.
Berdasarkan kontinuitas aliran air di sungai, dibedakan :
1) Sungai intermitent yaitu sungai yang mengalirkan air tidak sepanjang tahun
2) Sungai permanent yaitu sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun, meskipun
debit sungai dapat berubah, engecil, atau membesar tergantung musim.

b. Tanda-tanda akan banjir


1) Terjadi hujan lebat di wilayah DAS hulu
2) Air sungai menjadi keruh akibat proses erosi di bagian hulu sungai
3) Air sungai mulai menghanyutkan serasah atau ranting-ranting kayu. Apabila banjir
terjadi pada malam hari, akan terdengar suara kemrosak karana aliran air yang
deras.

c. Bahaya yang mungkin terjadi


1) Tereganangnya daerah pemukiman yang dibangun di daerah sempadan sungai. Air
bersama dengan segala kotoran masuk ke lingkungan pemukiman, mengakibatkan
keadaan lingkungan menjadi becek, tidak sehat, dan berbagai penyakit dapat
timbul.
2) Hanyut dan rusaknya bangunan yang diterjang oleh banjir, hal ini terjadi bila
konstruksi teknis bangunan tidak dibuat berdasarkan persyaratan yang telah
ditentukan.
3) Terjadinya tanah longsor akibat arus air yang mengikis tebing sungai.
4) Rusaknya daerah pertanian dan perkebunan di wilayah sepadan sungai.
5) Timbulnya penyakit gatal-gatal pada kulit, dan leptospirosis akibat sanitasi
lingkungan yang tidak mememnuhi syarat kesehatan.

e. Mitigasi yang dapat dilakukan


1) Melakukan reboisasi secra menyeluruh di wilayah DAS.
2) Membangun bendungan secara selektif di beberapa pegal sungai untuk mengurangi
debit sungai, sekaligus untuk menyediakan air irigasi daerah pertanian maupun
PLTA.
3) Membangun tanggul pengaman di sepanjang tepi aliran sungai secraa selektif,
seperti tanggul Sungai Bengawan Solo di kota Bonjonegoro, Jawa timur.
4) Melakukan pengerukan dasar sungai sehingga sungai dapat dimanfaatkan sebagai
prasarana transportsai (angkutan sungai). Dengan cara ini sungai akan terjamin
kebersihannya.
5) Memberlakukan aturan sempadan sungai, yaitu daerah kiri dan aknan aliran sungai
dengan jarak 100 m dari tepi sungai atau dari tebing sungai. Dilarang mendirikan
bangunan di sempadan sungai, kecuali bangunan sarana dan prasaranan sungai.
6) Memberlakukan larangan memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan
sampah.
7) Melakukan normalisasi sungai secara selektif.
8) Melakukan penambangan pasir sungai sesuai dengan aturan yang berlaku.
9) Membentuk dinas yang mempunyai otoritas sebagai pengelola sungai untuk
mengawasi dan menjaga pengelolaan wilayah sempadan sungai.
10) Di daerah pemukiman yang merupakan wilayah luapan banjir, masyarakat
dianjurkan membangun rumah dengan fondasi tinggi, membuat rumah panggung,
dan menyiapkan ruangan atas (loteng) untuk diri.

f. Penyakit dan kerugian yang mungkin timbul


1) Penyakit diare, leptospirosis, dan gatal-gatal pada kulit akibat lingkungan yang
tidak bersih
2) Penyakit malaria akibat terbentuknya genangan air yang mengundang nyamuk
malaria
3) Penyakit TCD akibat pemakaian air yang tidak higienis

Selain menimbulkan penyakit, banjir juga dapat berdampak pada:


1) Kegagalan panen, apabila banjir melanda daerah pertanian
2) Rusaknya bendungan akibat daerah hilir tergenang banjir
3) Terendamnya jalan raya dan rusaknya jembatan, sehingga lalu lintas macet
mengakibatkan suatau daerah menjadi terisolasi dan dapat terjadi rawan pangan
4) Korban harta benda dan jiwa manusia

3. Tanah Longsor
Tanda-tanda awal akan terjadinya tanah longsor antara lain condognya pepohonan,
miringnya tiang listrik, ada rekahan tanah berbentuk seperti tapal kuda, dan keluarnya mata
air. Pada kenyataannya tanda-tanda itu tidak berlaku universal. Banyak faktor yang ikut
berperan dalam terjadinya tanah longsor antara lain kondisi geologi, model pemanfaatan
lahan, perlakuan manusia pada lingkungan hutan, rekayasa manusia dalam membuat sarana
dan prasarana pembangunan, serta rekayasa manusia dalam mengubah bentang alam dan
memanfaatkannya.
a. Daerah rawan tanah logsor
Tanah longsor dibedakan menjadi beberapa jenis, berdasarkan atas cara
perpindahannya massa batuan yang ada. Jenis tanah longsor tersebut adalah:
1). Tanah longsor tipe jatuhan (rocks fall), terjadi apabila massa batuan berpindah dari
daerah elevasi tinggi ke daerah elevasi rendah. longsor ini semata-mata terjadi
karena pengaruh gravitasi. Tanah longsor tipe ini terjadi di tebing yang curam baik
yang terjadi secara alamiah atau karena buatan manusia.
2). Tanah longsor tipe rayapan (creep soil), terjadi apabila massa batuan yang terdiri
dari pelapukan tanah yang cukup tebal longsor secara perlahan-lahan. Tanda-tanda
awal tanah longsor ini adalah keluarnya air. Longsornya akan bertambah cepat
apabila dipicu huajn lebat. Tanah longsor jenis ini umumnya terjadi pada musim
hujan.
3). Tanah longsor tipe nendatan, biasanya terjadi di daerah yang relatif datar. Tanah
longsor ini dipicu oleh terjadinya hujan lebat.

b. Tanda bahaya tanah longsor


Tanda-tanda akan terjadinya gerakan tanah untuk masing-masing tipe berbeda-beda dan
pada umumnya dipicu oleh curah hujan yang tinggi. Oleh sebab itu, tanah longsor
sangat umum terjadi pada musim hujan.
1). Pada tipe kejatuhan, tanda-tanda diawali dengan pembentukan bongkahan sebagai
akibat tektonik atau karna lapukan batuan. Getaran lalu lalangnya kendaraan dapat
memicu terjadinya tanah longsor tipe ini.
2). Pada tipe rayapan, mulai tampak pertumbuhan tanaman yang tidak tegak.
3). Tipe nendatan diawali dengan terjadinya rekahan di permukaan, seperti bentuk
tapal kuda.

c. Kerusakan yang mungkin timbul


1) Kerusakan fisik permukaan tanah dan bangunan, permukaan tanah rekah-rekah
tidak beraturan, bangunan miring bahkan ada yang sudah roboh.
2) Pohon-pohon tumbang tidak beraturan karena tanah yang lembek kurang kuat untuk
menahan perakaran tanaman.
3) Jatuh korban manusia, terutama yang rumahnya berdekatan dengan tebing yang
longsor.
4) Jalan dan jembatan putus.
5) Sungai menyempit akibat tebing sungai longsor.
6) Jalan becek pada musim hujan dan pecah-pecah pada musim kemarau.
7) Air sumur selalu keruh karena mengandung larutan lempung.
8) Talud selokan atau talang saluran irigasi pecah atau bergeser.

d. Mitigasi yang dapat dilakukan


Berbagai mitigasi dilakukan dengan melihat jenis tanah longsor. Beberapa mitigasi
tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Membuat pengamanan lereng dengan sistem:
a) Membuat topografi lereng dan ditanami tanaman pencegah erosi, antara lain
rumput.
b) Membuat bangunan talud di dasar tanah yang tidak bergerak.
c) Memasang bronjong kawat untuk menghindari tanah runtuh.
d) Melakukan stabilisasi pada tanah lempung dengan cara menambahkan batu
kapur di permukaannya.
e) Membatasi beban jalan di daerah-daerah yang labil.
f) Mengaplikasikan teknologi geotextile secara tepat.
2) Mengatur arah aliran air dengan cara membuat saluran drainase yang sesuai dengan
tipe gerakan tanah.
3) Jika memilih lokasi untuk mendirikan bangunan perhatikan hal-hal:
a) Jangan mendirikan bangunan di daerah yang labil atau leren bukit.
b) Jangan membangun rumah berdekatan dengan tebing yang terjal.
c) Jangan membangun perumahan di daerah sempadan sungai.

e. Penyakit dan kerugian yang mungkin timbul


Beberapa jenis penyakit dan kerugian yang mungkin timbul antara lain sebagai berikut:
1). Demam lembah (valley fever) yang disebabkan oleh bakteri yang timbul akibat
terjadinya rekahan-rekahan pada tanah.
2). Lahan pertanian rusak sehingga mengakibatkan gagal panen.
3). Rusaknya sarana prasarana transportasi.
4). Apabila terjadinya kerusakan jembatan kereta api, dapat menyebabkan rangkaian
kereta api terguling sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar.
5). Korban manusia meninggal, cacat, atau sakit serta stres.
6). Kerusakan rumah dan bangunan lain serta hilang harta benda.
7). Penyakit ISPA dan penyakit mata akibat debu silica yang halus, khususnya pada
musim kemarau.

4. Gunung Berapi
a. Pengertian
Gunung api adalah suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair
atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat erupsi. Erupsi adalah fenomena keluarnya magma dari dalam
bumi (Pusat Mitigasi Bencana UPI,2010).
b. Jenis gunung berapi
Berdasarkan bentuknya, Pusat Mitigasi Bencana UPI(2010) membagi jenis gunung
api, yaitu :
1) Stratovolcano
Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat
menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga
membentuk suatu kerucut besar (raksasa), terkadang bentuknya tidak beraturan,
karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis
ini.
2) Perisai
Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga
tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan
berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh
bentuk gunungapi ini terdapat di kepulauan Hawai.
3) Cinder Cone
Merupakan gunungapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di
sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di
puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
4) Kaldera
Gunung api jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung
atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini
Klasifikasi gunung berapi di indonesia :
1) Tipe A
Gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu
kali sesudah tahun 1600an
2) Tipe B
Gunung api yang sesudah tahun 1600an belum lagi mengadakan erupsi
magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan
solfatara.
3) Tipe C
Gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih
terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola
pada tingkah lemah.

c. Jenis-jenis erupsi
Menurut Sukandarumidi (2010) ada dua jenis erupsi, yaitu :
1) Erupsi linier
Disebut juga erupsi belahan, yaitu erupsi yang melalui belahan atau rekahan yang
terbentuk memanjang. Pada umumnya, hasil yang dikeluarkan sebagian besar terdiri
atas lava yang bersifat basaltik dan membentuk apa yang disebut sebagai basalt
2) Erupsi sentral
Apabila lava keluar melalui terusan kepundan atau diatrema. Erupsi yang demikian
dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a) Erupsi yang semata-mata efusif, yang sebagian besar menghasilkan lava.
Sebagai contohnya yang terkenal terdapat di Hawaii dikenal sebagai aspit atau
gunung api perisai (lava datar tinggi dihasilkan oleh erupsi belahan, sedangkan
asspit oleh erupsi sentral.
b) Erupsi eksplosif, yang sebagian besar menghasilkan bahan-bahan lepas atau
debu gunung api. Lubang kepundaan disebuut corot sedangkan lubang eksplosif
disebut maar. Sgunung api ini mempunyai tekanan gas tinggi dan ledakan yang
hampir selalu keras.
c) Erupsi campuran , yang menghasilkan gunung api stato atau gunung api berlapis,
terdiri dari bahan-bahan lepas dan lava sebagian besar adalah rempah-rempah
lepas dan sebagian keci lava.

d. Tanda –tanda awal bahaya


Menurut Sukandarumidi (2010) ada beberapa tanda-tanda awal bahaya ;
1) Sering terjadi gempa vulkanik
2) Sering timbul suara gemuruh yang dirasakan oleh masyarakat sekitar
3) Keluar awan panas mengepul dan bergulung-gulung
4) Munculnya awan panas
5) Munculnya bau belerang yang sangat menyengat
6) Beberapa mata air dibagian lereng atas mulai mengering atau debit airnya turun
7) Diatas puncak gunung api ssering terjadi kilatan-kulatan bunga api
8) Terjadinya aliran lava vijar
e. Bahaya yang mungkin timbul
Menurut Sukandarumidi (2010) ada pun beberapa bahaya yng mungkin timbul adalah
1) Awan panas
2) Kebakaran hutan
3) Eksplosif (letusan)
4) Banjir lahar dingin
5) Keluar dan mnyebarnya uap belerang
6) Longsoran kubah lava

Penyakit dan bahaya yang sering timbul


Beberapa jenis penyakit yang sering timbul mengikuti bahaya vulkanisme antara lain
sebagai berikut :
1) Diare akibat sanitasi lingkungan yang kurang sempurna
2) Penyakit kulit akibat terbatasnya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang
sempurna dib arak-barak pengungsian.
3) Keracunan makanan akibat mengkonsumsi makanan yang yang mengandung bakteri
atau racun karena salah olah atau kadaluwarsa.
4) Penyakit Infeksi Saluran Peranafasan Akut (ISPA) akibat lingkungan yang berdebu dan
minum air yang kurang higienis.
5) Penyakit sesak napas karena menghirup udara yang mengandung uap sulphur.
6) Penyakit mata akibat butiran debu vulkanik.

5. Tsunami
a. Pengertian
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu “tsu” yang berarti pelabuhan/laut, dan
“nami” yang berarti gelombang. US Army Corps of Engineers (1990) mendefinisikan
Tsunami sebagai gelombang laut gravitasi periode panjang yang ditimbulkan oleh
gangguan seperti petahan, gempa, longsor, jatuhnya benda langit, letusan gunung berapi
dibawah laut dan letusan didekat muka air laut.
b. Penyebab tsunami
1) Longsoran Lempeng Bawah Laut (Undersea landslide)
Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar
lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut dengan
sesar (fault). Proses ini dinamakan dengan penujaman (subduction). Gempa
subduksi sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami.
2) Gempa Bumi Bawah Laut (Undersea earthquake)
Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng
bumi. Jika gempa semacam ini terjadi dibawah laut, air diatas wilayah lempeng yang
begerak tersebut berpindah dari posisi ekuilibriumnya. Gelombang muncul ketika air ini
bergerak oleh pengaruh gravitasi kembali ke posisi ekuilibriumnya. Apabila wilayah yang
luas pada dasar laut bergerak naik ataupun turun, tsunami dapat terjadi.
Berikut adalah persyaratan terjadinya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi:
a) Gempa bumi yang berpusat ditengah laut dan dangkal (0-30 km)
b) Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
c) Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

3) Aktivitas Vulkanik (Volcanic activities)


Pergesaran lempeng di dasar laut, selain dapat mengakibatkan gempa juga seringkali
menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik pada gunung berapi. Kedua hal ini dapat
menggoncang air laut diatas lempeng tersebut. Demikian pula, meletusnya gunung berapi
yang terletak di dasar samudera juga dapat menaikkan air dan membangkitkan gelombang
tsunami.
4) Tumbukan Benda Luar Angkasa (Cosmic-body Impacts)
Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan terhadap air
laut yang datang dari arah permukaan. Tsunami yang timbul karena sebab ini umumnya
terjadi sangat cepatt dan jarang mempengaruhi wilayah pesisir yang jauh dari sumber
gelombang. Sekalipun begitu, apabila pergerakan lempeng dan tabrakan benda angkasa
luar cukup dahsyat, kedua peristiwa ini dapat menciptakan megatsunami (Sugito, 2008).

B. Dampak Bencana
Menurut Kanisius (2010, hal. 33), dampak yang terjadi akibat bencana adalah:
a. Dampak bencana terhadap kehidupan sosial
Bencana alam yang melanda suatu daerah dapat mengakibatkan terganggunya
ketenangan dan pola hidup masyarakat. Mereka kehilangan sebagian atau seluruh kekayaan
yang dimiliki, seperti rumah, ternak, ladang, dan sawah, maupun anggota keluarga
(Kanisius, 2010, hal. 33).
Bencana alam pasti menimbulkan penderitaan bagi masyarakat. Keadaan kehidupan
sosial masyarakat berubah menjadi kurang menguntungkan dan memerluka bantuan
masyarakat lain yang tidak mengalami bencana dan memiliki kelebihan harta dan ikhlas
membantu. Bencana alam memunculkan kembali solidaritas masyarakat, tanpa
memandang golongan, bahkan asal negara dan bangsa. Dampak negatif bencana alam
terhadap sosial masyarakat dapat dikurangi apabila setiap anggota masyarakat menyadari
betapa pentingnya hidup berdampingan, bergotong royong, saling membantu, dan
menghilangkan rasa saling curiga (Kanisius, 2010, hal. 35).
1) Dampak bencana terhadap kehidupan ekonomi masyarakat
Bencana alam dapat merusak sarana prasarana ekonomi masyarakat, seperti pasar,
perindustrian, perkantoran, dan lain sebagainya. Saluran telekomunikasi rusak, jaringan
listrik putus, dan kemampuan ekonomi masyarakat pun menjadi sangat terbatas (Kanisius,
2010, hal. 35).
Dampak bencana alam terhadap ekonomi masyarakat dapat berlangsung dalam waktu
yang singkat atau waktu yang lama tergantung pada kepedulian pemerintah dan daya juang
hidup masyarakat. Usaha mengurangi dampak bencana alam terhadap ekonomi antara lain
dengan meyakinkan setiap anggota masyarakat bahwa mereka harus bangkit, tidak boleh
merenungi nasib, harus berusaha mengatasi masalah ekonomi bersama-sama pemerintah
(Kanisius, 2010, hal. 36).
2) Dampak bencana terhadap politik dan keamanan
Bencana alam dapat dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang kurang bertanggung
jawab untuk mengguncang keamanan dan kestabilan politik. Terjadi pencurian,
perampokan, pertikaian antar kelompok, dan teror yang dihembuskan oleh orang-orang
ikut meramaikan suasana yang mengguncang kerukunan masyarakat. Usaha untuk
mengurangi dampak negatifnya antara lain dengan cara membangun rasa saling percaya
antar para korban bencana alam dan menghilangkan rasa saling curiga, setia kawan dan
bergotong royong menangkal isu-isu tendensi dari luar, solidaritas sosial diperkuat, dan
ciptakan ketenangan bersama (Kanisius, 2010, hal. 37).
3) Dampak bencana terhadap lingkungan hidup
Bencana alam dapat mengubah lingkungan hidup menjadi kurang mendukung secara
estetika. Misalnya, lumpur laut yang terbawa gelombang tsunami ke darat mencemari
semua sumur penduduk sehingga air sumur tidak layak dimanfaatkan untuk keperluan
rumah tangga dan juga keadaan sanitasi yang tidak terjamin (Kanisius, 2010, hal. 38).
Lingkungan akan menjadi lebih baik kembali apabila dibarengi dengan perencanaan dan
pelaksanaan rekonstruksi pemukiman. Usaha untuk mengurangi dampak negatif bencana
alam terhadap lingkungan hidup wajib dilakukan, dengan kesadaran bahwa lingkungan
yang sehat dan tertata baik mampu menjauhkan ancaman terhadap kesehatan. Kesehatan
lingkungan merupakan tanggung jawab kita bersama (Kanisius, 2010, hal. 39).

2. Dampak Bencana Gempa Bumi


Menurut Hendra (2012) dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari kejadian gempa
bumi meliputi:
a. Korban jiwa, cedera/ luka
b. Gangguan psikologis baik ringan atau berat, biasanya berlangsung lama atau bersifat
sementara adalah aspek lain yang bisa terjadi pasca bencana, kehilangan nyawa orang tua,
anak, saudara, teman dekat, harta benda dll, akan berdampak pada kondisi psikis orang-
orang secara umum. Hal ini bisa kita lihat pada kondisi tidak ada gairah lagi dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, merasa bersalah tidak mampu menolong keluarganya
yang menjadi korban, sedih, cemas dan lain-lain. Dari pemeriksaan fisik biasanya akan
didapati gangguan tidur, tidak selera makan, jantung berdebar-debar, sering sakit kepala,
denyut nadi dan tekanan darah tidak stabil dan lain-lain. Semuanya mengindikasikan
kondisi psikologis yang mengalami masalah akibat dari suatu bencana.
c. Kerusakan fisik bangunan, sarana dan fasilitas umum. Boleh dikatakan hampir semua
bangunan terletak diatas muka tanah, seperti bangunan gedung, menara, bendungan, dan
prasarana transportasi. Dampak dari gempa terhadap sarana transportasi adalah berupa
kerusakan pada jalan, kerusakan pada jembatan, dan kejadian longsor pada tebing di sisi
jalan. Kerusakan tersebut mulai dari yang ringan sampai yang berat, bahkan jalan tersebut
tidak dapat lagi dilalui sama sekali. Dan biasanya kerusakan prasarana transportasi ini
terjadi pada jaringan jalan yang terletak didaerah perbukitan atau pergunungan. Jalan
utama maupun jalan alternative akan mengalami kerusakan, tebing penyangga jalan
longsor atau jalan tertimbun oleh tebing yang mengapit jalan.
d. Perubahan kehidupan sosial; perubahan kehidupan pasca bencana, khususnya bencana
gempa yang dahsyat, dengan interaksi yang terjadi antara pihak korban dan penolong
mempunyai dua efek yaitu positif dan negative dalam kehidupan sosial masyarakat
setempat. Efek positifnya seperti terjalinnya kerjasama yang baik diantara keduanya yaitu
saling memberi dan menerima dalam kepedulian membantu sesama, ada proses
pembelajaran bagaimana berinteraksi sosial dengan berbagai suku dan bangsa-bangsa.
e. Ekonomi; kehidupan perekonomian pasca bencana akan mempengaruhi kehidupan
sehari-hari masyarakat, dikarenakan terjadinya pengangguran, kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan.
f. Spiritual; ketangguhan masyarakat dalam mengamalkan nilai – nilai ajaran agama dapat
membuktikan ketahanan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai bencana sehingga
diharapkan dampak dari bencana tidak membuat masyarakat atau penduduk putus asa dan
bunuh diri.

3. Dampak gunung berapi


a. Fisik
1) Diare akibat sanitasi lingkungan yang kurang sempurna
2) Penyakit kulit akibat terbatsnya air bersih
3) Keracuna makan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung bakteri
4) Penyakit ISPA akibat lingkungan yang berdebu dan air minum yang kurang hyegienis
5) Penyakit sesak nafas akibat menghirup udara yang mengandung uap sulfur
6) Penyakit mata akibat butiran debu vulkanik
b. Mental
1) Tenakan psikologis menghinggapi orang dewasa karena tidak ada kegiatan yang produktif
2) Gangguan psikologis pada anak-anak terutama disebabkan kegiatan belajar yang menjadi
terganggu
3) Kekerasan seksual. Akibat lingkungan yang sangat heterogen anak-anak melihat tingkah
laku orang dewasa ditempat terbuka , membuat kematangan seksual anak terlalu dini.
c. Lingkungan
1) Tempat pemukiman pengungsi yang ditinggalkan pemiliknya rentan terhadap pencurian
ternak, harta benda dan tanaman kebun
2) Sanitasi lingkungan dibarak pengungsian kurang terpelihara dengan baik, sebagai akibat
budaya hidup yang belum mapan, saling menunggu. Pengenalan sanitasi dan hidup sehat
perlu disosialisasikan.
4. Dampak bencana banjir
a. Tereganangnya daerah pemukiman yang dibangun di daerah sempadan sungai. Air
bersama dengan segala kotoran masuk ke lingkungan pemukiman, mengakibatkan keadaan
lingkungan menjadi becek, tidak sehat, dan berbagai penyakit dapat timbul.
b. Hanyut dan rusaknya bangunan yang diterjang oleh banjir, hal ini terjadi bila konstruksi
teknis bangunan tidak dibuat berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan.
c. Terjadinya tanah longsor akibat arus air yang mengikis tebing sungai.
d. Rusaknya daerah pertanian dan perkebunan di wilayah sepadan sungai.
a. Timbulnya penyakit gatal-gatal pada kulit, dan leptospirosis akibat sanitasi lingkungan
yang tidak mememnuhi syarat kesehatan

Tabel Bencana Alam Representatif dan Kerusakan Tipikal


Jenis bencana Kerusakan tipikal
Gempa a. Kerusakan Fisik
Kerusakan bangunan atau sarana dan prasarana, bencana
kebakaran, kerusakan dam (bendungan), tanah longsor,
banjir, dll.
b. Para Korban
Banyak korban, terutama di sekitar lokasi sumber bencana
atau daerah pemusatan penduduk, wilayah yang belum
tertata, bangunan yang bukan tahan gempa.
c. Masalah kesehatan
Cacat kerena patah tulang atau tertindih, masalah yang
disebabkan oleh kerusakan lingkungan sanitasi.
d. Suplai Air
Menjadi masalah besar karena kerusakan fasilitas suplai.
Tsunami a. Kerusakan Fisik
Kerusakan bangunan atau tanah, kerusakan bangunan dan
sarana prasarana akibat banjir setelah tsunami.
b. Para Korban
Banyak korban meninggal karena tenggelam atau terjebak
dalam puing-puing bangunan.
c. Suplai Air
Kesulitan persediaan air bersih akibat tercampurair laut dan
kerusakan fasilitas suplai air dan puing-puing bangunan.
d. Suplai Makanan
Kerugian dan kerusakan akibat air laut, yang berkaitan
dengan suplai makanan seperti tanah pertanian, stok
makanan, dan kapal nelayan.
Letusan gunung api a. Masalah Kesehatan
Kematian, luka, luka bakar yang disebabkan oleh benda
piroklastik (seperti abu atau batu apung), gas, lava, dll. Serta
gangguan pernapasan karena gas dan abu vulkanik.
b. Tempat tinggal, sarana dan prasarana, dan pertanian
Semua rusak karena aliran awan panas dan aliran lava.
Kerusakan bangunan, banjir akibat tertutupnya sungai,
terputusnya sistem komunikasi dan transportasi yang
disebabkan oleh tumpukan abu vulkanik dalam jumlah besar.
c. Suplai makanan
Hasil tanaman pada aliran awan panas dan aliran lava
menjadi musnah. Kerusakan pohon akibat abu vulkanik dan
pencemaran padang rumput. Hewan ternak terkena dampak
karena menghirup gas dan abu vulakanik.
Tanah longsor a. Kerusakan Fisik
Daerah tanah longsor semuanya rusak. Terputusnya sungai,
transportasi dan komunikasi karena tanah dan pasir. Secara
tidak langsung, rusaknya produktivitas pada produksi
pertanian dan hutan, banjir, dan menurunnya nilai kekayaan.
b. Masalah Kesehatan
Banyak korban tewas dan luka karena terjebak dalam tanah
dan pasir.
Angin topan a. Kerusakan Fisik
Kerusakan bangunan dan tanah longsor karena angin
kencang, banjir, badai, dll.
b. Masalah Kesehatan
Luka akibat puing-puing yang beterbangan, tenggelam
karena banjir, munculnya penyakit menular karena polusi.
c. Suplai Air
Ada kemungkinan fasilitas air minum tercemar akibat banjir.
d. Suplai Makanan
Hasil tanaman, pohon dan buah-buahan terkena dampak
akibat badai hujan atau angin kencang.
e. Jaringan komunikasi dan transportasi
Kehancuran pada jalur komunikasi, antena dan fasilitas
satelit karena angin kencang dan berdampak pada jaringan
transportasi.
Banjir a. Kerusakan Fisik
Rusaknya bngunan karena terbawa air, kerusakan akibat
kayu terapung dan puing-puing bangunan, serta tanah
longsor.
b. Masalah Kesehatan
Tenggelam, jumlah korban luka tidak banyak, munculnya
penyakit, yang tersebar melalui air.
c. Suplai Air
Fasilitas air minum (PAM) dan saluran drainase tercemar dan
sulit menyuplai air bersih.
d. Suplai Makanan
Berdampak pada hasil panen dan stok makanan. Dan juga
merugikan hewan ternak dan mesin dan fasilitas pertanian.
Sumber: Japanes Red Cross
C. Peran Perawat Dalam Keperawatan Bencana Menurut International Council of Nursing
(ICN)
Menurut ICN, kompetensi bermakna pengetahuan, keterampilan sikap dan
pertimbangan yang terinterkasi yang harus dimiliki/dipersyaratkan untuk melakukan
tindakan secara aman dalam ruang lingup praktik keperawatan individu. Kompetensi
seorang perawat adalah sesuatu yang ditampilkan secara menyeluruh oleh seorang perawat
adalah sesuatu yang ditampilkan secara menyeluruh oleh seorang perawat dalam
memberikan pelayanan profesional kepada pasien, mencakup pengetahuan, keterampilan
dan pertimbangan yang diperisyaratkan dalam situasi praktik (Nursalam &Efendi, 2008:
p42)
Kompetensi keperawatan bencana menurut WHO dan ICN (2009:p49) terbagi atas 4
komponen yaitu;
1. Kompetensi pencegahan/mitigasi
Pencegahan/mitigasi adalah proses yang dirancang untuk mencegah atau
meminimalkan resiko yang terkait dengan bencana. Mengidentifikasi resiko dan
mengambil tindakan yang sesuai untuk mencegah bencana atau mengurangi efek bencana.
Kegiatan ini untuk mengrangi hilangnya nyawa dan harta benda.

a. Pengurangan Risiko dan Pencegahan Penyakit


1) Menggunakan data epidemiologi mengevaluasi risiko dan dampak bencana pada
komunitas dan populasi dan menentukan implikasi untuk menyusui.
2) Kerjasama dengan profesional perawatan kesehatan lainnya, organisasi masyarakat,
pemerintah dan tokoh masyarakat untuk mengembangkan langkah-langkah pengurangan
risiko untuk mengurangi kerentanan populasi.
3) Berpartisipasi dalam perencanaan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dalam
bencana.
4) Mengidentifikasi tantangan untuk sistem perawatan kesehatan dan bekerja dengan tim
multidisiplin untuk mengurangi tantangan.
5) Mengidentifikasi populasi yang rentan dan mengkoordinasikan kegiatan untuk
mengurangi risiko
6) Memahami prinsip-prinsip dan proses isolasi, karantina, penahanan dan dekontaminasi
dan membantu dalam mengembangkan rencana untuk implementasi di masyarakat
7) Kerjasama dengan organisasi dan pemerintah untuk membangun kapasitas masyarakat
untuk mempersiapkan dan menanggapi bencana.

b. Promosi kesehatan
1) Berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan masyarakat yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan bencana.
2) Menilai masyarakat untuk menentukan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya,
prevalensi penyakit, penyakit kronis dan kecacatan dan sumber daya kesehatan di
masyarakat. 51 ICN Kerangka Kompetensi Keperawatan Bencana
3) Mitra dengan pihak lain untuk melaksanakan langkah-langkah yang akan mengurangi
risiko yang berkaitan dengan orang-ke-orang transmisi penyakit, sanitasi dan penyakit
bawaan makanan.
4) Berpartisipasi dalam perencanaan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan
masyarakat seperti, imunisasi massal dan program administrasi pengobatan.
5) Bekerja dengan masyarakat untuk memperkuat kemampuan sistem perawatan kesehatan
untuk merespon dan pulih dari bencana.

c. Pengembangan kebijakan dan perencanaan


1) Menunjukkan pemahaman terminologi bencana yang relevan .
2) Menjelaskan tahapan kontinum manajemen bencana : pencegahan / mitigasi ,
kesiapsiagaan , respon dan pemulihan / rehabilitasi .
3) Menjelaskan peran pemerintah dan organisasi dalam perencanaan dan tanggap bencana .
4) Memahami rencana bencana masyarakat dan bagaimana kaitannya dengan rencana respon
nasional dan internasional .
5) Mengakui rencana penanggulangan bencana di tempat kerja dan peran di tempat kerja
seseorang pada saat bencana .
6) Berpartisipasi dalam perencanaan bencana dan pengembangan kebijakan
7) Berkontribusi untuk pengembangan, evaluasi dan modifikasi rencana penanggulangan
bencana.
8) Memastikan bahwa kebutuhan populasi rentan termasuk dalam rencana bencana
masyarakat ( termasuk anak-anak , wanita, wanita hamil , orang dengan cacat mental atau
fisik , orang tua dan orang-orang lain yang rentan / rumah tangga ) .
9) Berpartisipasi politik dan legislatif dalam pengembangan kebijakan yang berkaitan
dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana .
10) Menjelaskan peran kesehatan masyarakat di bencana dan bagaimana kaitannya dengan
peran perawat

2. Kompetensi kesiapsiagaan/preparedness
Menurut Warfield (2008) kesiapsiagaan adalah fase manajemen bencana dimana
perencanaan dan kesiapsiagaan adalah prioritas. Tujuannya adalah untuk mencapai tingkat
yang memuaskan kesiapan untuk menanggapi situasi darurat.
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukannya persiapa yang baik dengan
memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yag ditimbukan akibat
terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan pertolongan serta
perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana (Japanese Red Cross Society &PMI,
2009:14)
a. Praktik etika , praktik hukum dan akuntabilitas
1) Praktik etika
a) Kerjasama dengan pihak lain untuk mengidentifikasi dan mengatasi tantangan etika
b) Menerapkan kerangka etika nasional disetujui untuk mendukung pengambilan keputusan
dan memprioritaskan.
c) Melindungi hak, nilai-nilai dan martabat individu dan masyarakat.
d) Praktik sesuai dengan keyakinan budaya, sosial dan spiritual individu dan masyarakat.
e) Menjaga kerahasiaan dalam komunikasi dan dokumentasi.
f) Memahami keyakinan pribadi seseorang dan bagaimana keyakinan berdampak pada
respon bencana.
g) Menjelaskan bagaimana masalah keamanan dan etika mungkin bertentangan.

2) Praktik hukum
a) Praktik sesuai dengan, negara bagian, nasional dan internasional hukum yang berlaku
setempat.
b) Memahami bagaimana hukum dan peraturan khusus untuk dampak bencana pada praktek
keperawatan dan korban bencana.
c) Mengakui peran hukum kesehatan masyarakat untuk melindungi masyarakat dalam
bencana.
d) Memahami implikasi hukum dari bencana dan darurat 53 ICN Kerangka Kompetensi
Keperawatan Bencana peristiwa (misalnya keamanan, menjaga bukti, kerahasiaan).
e) Menjelaskan masalah hukum dan peraturan yang berkaitan dengan isu-isu seperti: bekerja
sebagai sukarelawan;
(1) peran dan tanggung jawab relawan;
(2) meninggalkan pasien;
(3) adaptasi standar pelayanan;
(4) peran dan tanggung jawab kepada majikan, dan
(5) delegasi.

3) Akuntabilitas
a) Menerima akuntabilitas dan tanggung jawab atas tindakan sendiri.
b) Delegasi kepada orang lain sesuai dengan praktek profesional, hukum dan peraturan yang
berlaku dan situasi bencana.
c) Mengidentifikasi batas-batas pengetahuan sendiri, keterampilan dan kemampuan dalam
bencana dan praktek sesuai dengan mereka.
d) Praktik sesuai dengan hukum dan peraturan yang mengatur perawat dan praktik
keperawatan.
e) Advokat untuk penyediaan perawatan yang aman dan tepat.

b. Kominikasi dan pembagian informasi


a) Menjelaskan rantai komando dan peran perawat dalam sistem .
b) Berkomunikasi dengan cara yang mencerminkan kepekaan terhadap keragaman penduduk
.
c) Menjelaskan prinsip-prinsip komunikasi krisis intervensi krisis dan manajemen risiko .
d) Mengidentifikasi dan mengkomunikasikan informasi penting segera ke pihak yang
berwenang . 54 Bab Empat: Kerangka ICN untuk Kompetensi Keperawatan Bencana
e) Memanfaatkan berbagai alat komunikasi untuk mengurangi hambatan bahasa.
f) Koordinat informasi dengan anggota lain dari tim tanggap bencana .
g) Memberikan informasi up-to -date dengan tim penanggulangan bencana mengenai isu-isu
perawatan kesehatan dan kebutuhan sumber daya .
h) Bekerja dengan tim penanggulangan bencana untuk menentukan peran perawat dalam
bekerja dengan media dan orang lain yang tertarik dalam bencana .
i) Memahami proses pengelolaan informasi kesehatan dalam bencana .
j) Menunjukkan kemampuan untuk menggunakan peralatan komunikasi khusus .
k) Menjaga catatan dan dokumentasi dan memberikan laporan yang dibutuhkan.
l) berkomunikasi diidentifikasi atau diduga risiko kesehatan dan / atau lingkungan kepada
pihak yang berwenang ( yaitu Kesehatan Masyarakat ) .

c. Pendidikan dan kesiapsiagaaan


a) Menjaga pengetahuan dalam bidang yang relevan dengan bencana dan keperawatan
bencana .
b) Berpartisipasi dalam latihan di tempat kerja dan masyarakat .
c) Berusaha untuk memperoleh pengetahuan baru dan mempertahankan keahlian dalam
keperawatan bencana .
d) Memfasilitasi penelitian dalam bencana.
e) Mengevaluasi kebutuhan untuk pelatihan tambahan dan memperoleh pelatihan yang
dibutuhkan .
f) Mengembangkan dan memelihara rencana kesiapan pribadi dan keluarga .
g) Menjelaskan peran perawat dalam berbagai tugas bencana ( misalnya penampungan , situs
perawatan darurat , pengaturan perawatan kesehatan sementara , 55 ICN
h) Kerangka Kompetensi Keperawatan Bencana koordinasi bencana dan unit manajemen )
i) Menjaga bencana / darurat kit pribadi (misalnya kartu identitas , pakaian yang sesuai ,
nyamuk, botol air serangga ) dalam hal penyebaran bencana.
j) Melaksanakan kegiatan kesiapsiagaan sebagai bagian dari tim multidisiplin .
k) Membantu dalam mengembangkan sistem untuk mengatasi asuhan keperawatan dan
kesehatan personil kapasitas untuk tanggap bencana .
l) Membawa pada peran kepemimpinan dalam pengembangan dan pelaksanaan program
pelatihan untuk perawat dan penyedia perawatan kesehatan lainnya .
m) Mengevaluasi kesiapan masyarakat dan mengambil tindakan untuk meningkatkan
kesiapan di mana diperlukan .
3. Kompetensi respon
Tahap tanggap meliputi tindakan segera yang diambil dalam menghadapi bencana. Pada
tahap tanggap, tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin,
menyediakan dan memenuhi kebutuhan yang mendesak untuk para korban dan mengurangi
dampak kesehatan jangka panjang dari bencana. Fase ini bisa berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu tergantung pada besarnya bencana.
Peran perawat pada tahap tanggap darurat yaitu menyediakan baik secara fisik dan
mental dalam perawatan kesehatan yang diberikan. Perawatan disediakan dalam berbagai
pengaturan dalam kondisi menantang yang membutuhkan, tenaga kerja yang terampil dan
kreatif serta berpengetahuan.
Mengidentifikasi individu dengan penyakit kronis atau cacat adalah tanggung jawab
penting. Dengan akses perawatan kesehatan dan mobilitas terbatas, orang-orang yang
beresiko besar terpapar panas, dingin, dan kesulitan dalam mempertahankan diet yang
tepat. Pasca Traumatic Stress Disorder, depresi dan kecemasan sering terlihat setelah
terjadinya bencana. Perawat harus terus memantau korban untuk tanda-tanda masalah
kesehatan mental, harus memberikan perawatan dan harus membuat rujukan bagi korban
yang memerlukannya.
Peran perawat dalam fase tanggap meliputi advokasi bagi pasien dan korban,
pengajaran, kepemimpinan dan manajemen. Perawat harus memantau responden untuk
menjamin bahwa perawatan kesehatan mental atau fisik tidak diperlukan. Selain itu,
perawat memberikan pelatihan di tempat untuk perawat lain, pekerja kesehatan dan
relawan. Pada fase ini, perawat sering bekerja sebagai bagian dari tim perawatan kesehatan
dan kolaboratif dengan responden lain untuk memberikan bantuan kepada korban sebanyak
mungkin. Selama respon, perawat menggunakan keahlian mereka dalam epidemiologi
untuk mengidentifikasi pola penyakit untuk mendeteksi ancaman penyakit menular atau
bahaya kesehatan lainnya. Mereka juga mengumpulkan data tentang cedera dan penyakit
terlihat selama bencana, yang kemudian dikomunikasikan kepada ahli epidemiologi untuk
dianalisis.

Pada fase respon diharapkan kompetensi respon dapat terpenuhi seperti:


a. Perawatan masyarakat
1) Menjelaskan tahapan respon masyarakat terhadap bencana dan implikasi untuk intervensi
keperawatan.
2) Mengumpulkan data tentang cedera dan penyakit yang diperlukan.
3) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan dan sumber daya yang tersedia di daerah yang
terkena bencana untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk.
4) Kolaborasi dengan tim penanggulangan bencana untuk mengurangi bahaya dan risiko di
daerah terkena bencana.
5) Memahami bagaimana memprioritaskan perawatan dan mengelola beberapa situasi.
6) Berpartisipasi dalam strategi pencegahan seperti kegiatan imunisasi massal.
7) Kerjasama dengan organisasi-organisasi bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat (misalnya tempat tinggal, makanan, air, perawatan kesehatan).
8) Menyediakan pendidikan berbasis masyarakat mengenai implikasi kesehatan bencana.
9) Mengevaluasi dampak dari intervensi keperawatan pada populasi dan budaya yang
berbeda dan menggunakan hasil evaluasi untuk membuat keputusan berbasis bukti.
10) Mengelola sumber daya dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan
di masyarakat.
11) Efektif berpartisipasi sebagai bagian dari tim multidisiplin.

b. Perawatan individu dan keluarga


1) Pengkajian
(a) Melakukan pengkajian cepat terhadap situasi bencana dan kebutuhan asuhan
keperawatan.
(b) Melakukan riwayat kesehatan dan usia penilaian yang tepat yang meliputi respon fisik dan
psikologis untuk bencana.
(c) Mengenali gejala penyakit menular dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi
pemapaparan penyakit
(d) Menjelaskan tanda dan gejala paparan kimia, biologi, radiologi, nuklir dan peledak agen.
(e) Mengidentifikasi pola yang tidak biasa atau pengelompokan penyakit dan cedera yang
mungkin menunjukkan paparan zat biologis atau lainnya yang terkait dengan bencana.
(f) Menentukan kebutuhan untuk dekontaminasi, isolasi atau karantina dan mengambil
tindakan yang sesuai.
(g) Mengakui kebutuhan kesehatan dan kesehatan mental responden dan membuat arahan
yang tepat.

2) Implementasi
(a) Melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat termasuk pada saat darurat dan
perawatan trauma sesuai dengan prinsip ilmiah yang diterima.
(b) Berlaku kritis, fleksibel dan berpikir kreatif untuk menciptakan solusi dalam memberikan
asuhan keperawatan
(c) Berlakunya prinsip triase yang diterima saat melakukan perawatan berdasarkan situasi
bencana dan sumber daya yang tersedia.
(d) Menciptakan lingkungan perawatan pasien yang aman.
(e) Mempersiapkan dan menyediakan transportasi untuk keselamatan pasien
(f) Menunjukkan administrasi yang aman untuk obat, vaksin dan imunisasi.
(g) Menerapkan prinsip-prinsip pengendalian infeksi untuk mencegah penyebaran penyakit.
(h) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan dan merevisi perawatan yang diperlukan.
(i) Menyediakan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi.
(j) Menjaga keselamatan pribadi dan keselamatan orang lain di tempat bencana
(k) Dokumen perawatan sesuai dengan prosedur bencana.
(l) Menyediakan perawatan dengan cara yang mencerminkan latar belakang budaya,
sosial, spiritual dan beragam individu.
(m) Melakukan perawatan pada korban yang meninggal dengan cara yang menghormati
keyakinan budaya, sosial dan spiritual penduduk sebagai situasi memungkinkan.
(n) Mengelola kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh orang lain.
(o) Bekerja dengan individu dan lembaga yang tepat untuk membantu korban agar bisa
berhubungan kembali dengan anggota keluarga dan orang yang dicintai.

c. Perawatan psikologis
1) Menjelaskan tahapan respon psikologis terhadap bencana dan tanggapan perilaku yang
diharapkan.
2) Memahami dampak psikologis bencana terhadap orang dewasa, anak-anak, keluarga,
masyarakat rentan dan masyarakat.
3) Memberikan dukungan psikologis yang tepat bagi mereka yang selamat
4) Menggunakan hubungan terapi efektif dalam situasi bencana.
5) Mengidentifikasi respon perilaku individu terhadap bencana dan memberikan intervensi
yang tepat sesuai kebutuhan (misalnya psikologis pertolongan pertama).
6) Membedakan antara respon adaptif terhadap bencana dan respon maladaptif.
7) Berlaku intervensi kesehatan mental yang tepat dan memulai arahan yang diperlukan.
8) Mengidentifikasi strategi penanganan yang tepat bagi mereka yang selamat.
9) Mengidentifikasi korban dan responden yang memerlukan dukungan perawatan
kesehatan mental tambahan dan mengacu pada sumber daya yang tepat.

d. Perawatan populasi rentan


1) Menjelaskan populasi rentan pada risiko akibat bencana (misalnya orang tua, wanita
hamil, anak-anak, dan individu dengan kondisi cacat atau kronis yang membutuhkan
perawatan lanjutan) dan mengidentifikasi implikasi untuk keperawatan, termasuk:
(a) respon fisik dan psikologis populasi yang rentan terhadap bencana
(b) kebutuhan unik dan risiko tinggi populasi yang rentan terkait dengan bencana tersebut.
2) Menciptakan lingkungan hidup yang memungkinkan populasi rentan berfungsi sebagai
independen
3) Advokat untuk kebutuhan populasi yang rentan.
4) Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia, membuat rujukan yang tepat dan bekerja
sama dengan organisasi-organisasi yang melayani populasi rentan dalam memenuhi
kebutuhan sumber daya.
5) Mengimplementasikan asuhan keperawatan yang mencerminkan kebutuhan masyarakat
yang rentan terkena dampak bencana.
6) Berkonsultasi dengan anggota tim kesehatan untuk memastikan perawatan lanjutan
dalam memenuhi kebutuhan perawatan khusus.

4. Kompetensi recovery / rehabilitasi


Setelah kebutuhan mendesak terpenuhi, tahap pemulihan dapat dimulai. Pada fase ini,
pekerjaan terkonsentrasi untuk membantu masyarakat dan penduduk yang terkena bencana
untuk pulih dari dampak bencana. Pemulihan termasuk memulihkan layanan vital,
membangun kembali infrastruktur dan perumahan, dan memenuhi kebutuhan penduduk
sambil membantu mereka untuk memulihkan kehidupan mereka. Pemulihan adalah proses
yang membutuhkan baik jangka pendek dan jangka panjang yang meliputi sasaran
rehabilitasi, rekonstruksi dan pembangunan berkelanjutan.
Perawat melanjutkan peran dalam memberikan perawatan dan dukungan bagi mereka
yang memerlukan perawatan kesehatan fisik dan mental. Mereka dengan luka atau sakit
atau orang dengan penyakit kronis, penyakit kesehatan mental, atau cacat harus dipantau
untuk mengurangi risiko komplikasi. Arahan harus dilakukan untuk penyedia perawatan
kesehatan yang tepat, pemerintah atau lembaga bantuan untuk perumahan, tersedianya
makanan, obat-obatan, peralatan medis, perawatan khusus, jangka panjang untuk
kebutuhan kesehatan medis atau mental, atau bantuan keuangan untuk memenuhi biaya
perawatan. Perawat juga menindaklanjuti dan memastikan semua kebutuhan korban telah
terpenuhi.
Perawat memiliki peran dalam pemulihan infrastruktur kesehatan. Tanpa infrastruktur
pelayanan kesehatan, masyarakat akan berjuang untuk bertahan hidup. Pelayanan medis
sementara harus dialihkan kembali ke fasilitas permanen. Perawat harus memberikan
kepemimpinan dalam kegiatan perencanaan dan rekonstruksi untuk memastikan bahwa
kebutuhan pasien dapat terpenuhi. Perawat adalah orang yang dapat mengidentifikasi dan
mengadvokasi kebutuhan pasien. Peran advokasi sangat penting selama tahap pemulihan
untuk memastikan bahwa semua kebutuhan terpenuhi.
Selama fase pemulihan dan rehabilitasi perawat mengevaluasi rencana bencana dan
juara perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengelolaan bencana dan dampak
bencana terhadap penduduk. Evaluasi merupakan komponen penting dalam mengurangi
dampak bencana di masa depan. Perawat memiliki tanggung jawab untuk menyediakan
dokumentasi dan mengevaluasi

Pada fase pemulihan diharapkan kompetensi respon dapat terpenuhi seperti:


a. Pemulihan individu dan keluarga
1) Mengembangkan rencana untuk memenuhi kebutuhan keperawatan jangka pendek dan
jangka panjang baik secara fisik dan psikologis korban.
2) Mengidentifikasi perubahan kebutuhan korban dan merevisi rencana perawatan yang
diperlukan.
3) Mengacu pada korban dengan kebutuhan tambahan untuk organisasi atau spesialis yang
sesuai.
4) Mengajarkan strategi pada korban dalam pencegahan penyakit dan cedera.
5) Membantu fasilitas kesehatan setempat dalam pemulihan.
6) Kolaborasi dengan komunitas perawatan kesehatan yang ada untuk pemeliharaan
kesehatan dan perawatan kesehatan.
7) Berfungsi sebagai advokat untuk korban dalam memenuhi kebutuhan jangka panjang.

b. Pemulihan masyarakat
1) Mengumpulkan data yang berhubungan dengan penanggulangan bencana untuk di
evaluasi.
2) Mengevaluasi respon dan praktik keperawatan selama bencana dan bekerja sama dengan
organisasi-organisasi keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan respon.
3) Berpartisipasi dalam analisis data yang berfokus pada peningkatan respon.
4) Mengidentifikasi bidang diperlukan perbaikan dan mengkomunikasikan daerah-daerah
untuk personil yang tepat.
5) Membantu masyarakat dalam transisi dari tahap respon bencana / darurat melalui
pemulihan dan rehabilitasi untuk fungsi normal.
6) Memberikan informasi tentang sumber-sumber rujukan dan sumber daya yang digunakan
dalam bencana.
7) Membantu dalam mengembangkan strategi pemulihan yang meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
8) Kerjasama dengan kelompok yang sesuai dan lembaga untuk membangun kembali
pelayanan kesehatan dalam masyarakat.

D. Kebijakan Pemerintah Terhadap Bencana


Undang-undang No. 24 tahun 2007 sesungguhnya merupakan kebijakan pemerintah RI
yang mengikat bagi pemerintah itu sendiri. UU ini memuat anggung jawab wewenang
pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta hak dan kewajiban
masyarakat dalam penanggulangan bencana. Secara rinci tanggung jawab pemerintah
adalah:
1. Pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana dengan program
pembangunan.
2. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
3. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil
dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
4. Pemulihan kondisi dari dampak bencana.
5. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara yang memadai.
6. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.
7. Pemeliharaan arsip atau dokumen otentik dari ancaman dan dampak bencana.
Sedangkan wewenang pemerintah adalah:
1. Penetapan kebijakan penanggulangna bencana selaras dengan kebijakan pembangunan
nasional
2. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana
3. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah
4. Penetuan kebijakan kerjasama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain,
badan-badan ata pihak-pihak internasional lainnya
5. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman atau bahaya bencana
6. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya yang melebihi
kemampuan alam untuk melakukan pemulihan
7. pengendalian pengumpulan dana atau barang yang bersifat nasional

DAFTAR PUSTAKA
(2010). Bencana Alam Dan Bencana Antropogene. Jakarta: Kanisius
Hendra. C. (2012). Dampak Gempa Bumi http://gureekebencanaan.blogspot.com/. (Diakses tanggal
3 Februari 2014 pukul 22.30 WIB)

Nuri. (2011). Gempa Bumi dan Faktor-faktor Penyebab. http://ips-web-


id.blogspot.com/2011/10/pengertian-gempa-bumi-dan-faktor-faktor.html. (Diakses tanggal
3 Februari 2014 pukul 21.00 WIB)

DAFTAR PUSTAKA

Sukandarumidi.(2010). Bencana alam dan bencana anthropogene : petunjuk untuk mnyelamtkan


diri dan lingkungan. Kanisius : Yogyakarta
Pusat mitigasi bencana UPI.(2010). Letusan gunung api. Tersedia dalam www..
p2mb.geografi.upi.edu. diakses pada tanggal 3 Februari 2014.

Khatryn.(2005). Ada apa di bumi ? gunung berapi. Erlangga : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai