Anda di halaman 1dari 25

RESUME

KESEHATAN JIWA

Diajukan kepada Bapak Dr. H. Rifki Rosyad, MA sebagai dosen pengampu mata kuliah
Kesehatan Jiwa untuk memenuhi tugas ujian akhir semester.

Disusun oleh:

Titeu Latifa 1181040120

TASAWUF PSIKOTERAPI 3C
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
A. Identitas Buku Mental Hygiene

Judul : Mental Hygiene Terapi Psikospritual untuk Hidup Sehat Berkualitas

Penulis : Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.

Desainer sampul : Nuyug Temals

Penerbit : Maestro, Alamat : Sekolah Timur 170 Bandung 40134, no. Telepon :
02291446066-081394410870.

ISBN : 979-99030-6-8

B. Identitas Pengarang

Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. lahir di Bandung, 20 Juni 1952. Beliau adalah guru
besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Di UPI ini beliau memangku jabatan
sebagai Kepala UPT Layanan Bimbingan dan Konseling dan ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling SPS. Beliau menikah dengan ibu Dra. Nani M. Sugandhi, M.Pd., yang
dikaruniai dua orang anak: Rizqi M. Ridwan, M.Sc. dan Ilhamullah Yusuf, S.T.
Pendidikan: Samud Institut Islam Agama Siliwangi Bandung (1975); Sarmud Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan Konseling IKIP (1982); S2 Bimbingan dan Konseling PPs IKIP
Bandung IKIP (1989); S3 Bimbingan dan Konseling PPs IKIP Bandung (1998).

Menerbitkan Buku: Selain buku ini sudah terbit buku Psikologi Kependidikan (1992);
Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (2000); Landasan Bimbingan dan Konseling
(2005); Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (2005); Teori Kepribadian (2007);
Psikologi Belajar Agama (2008).

C. Sasaran dari Buku Mental Hygiene

Buku ini didedikasikan untuk masyarakat luas, terkhususnya mahasiswa yang ingin
mengetahui “mental hygiene” baik secara konseptual maupun aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari.

D. Sistematika Penulisan

Dalam bab I lebih menjelaskan tentang sejarah dari mental hygiene sendiri, dari mulai era
pra ilmuah sampai era modern. Bab II lebih banyak menjelaskan tentang kesehatan mental yang
mendasar, di bab II ini dijelaskan juga pengertian dari mental hygiene, karakteristik, fungsi
mental hygiene, prinsip-prinsip serta ruang lingkup mental hygienen contohnya seperti dalam
keluarga, sekolah, tempat kerja, di kehidupan politik, hukum dan lain-lain.

Pada bab III ini lebih menjelaskan kepada penyesuaian diri dan kesehatan mental, Jadi
bagaimana kita sebagai manusia bisa dapat menyesuaikan diri dengan suatu penyakit tersebut.
Dijelaskan juga tentang keterkaitan antara penyesuain diri dengan kesehatan mental lalu ada
penyesuaian yang menyimpang dan dijelaskan pula gelaja-gejalanya. Kecenderungan
perkembangan kesehatan mental merupakan bagian dari bab IV yang di dalamnya terdapat
bagian gaya hidup modern dan kesehatan mental pada anak dan remaja. Kaitannya antara bab
III dan bab IV ini adalah bahwa yang mengalami penyesuaian yang menyimpang yaitu
kebanyakan dari kalangan anak dan juga remaja. Para anak dan remaja terkadang mereka sulit
dalam penyesuaian terhadap dirinya karena mereka belum mempunyai banyak pengalaman dan
juga tidak terbukanya kepada orang tuanya.

Dalam bab V ini lebih menjelaskan kepada manajemen stres, menjelaskan teori dari stres,
gejala, faktor-faktor, bagaimana mengelola stres tersebut dan juga di jelaskan stres pada setiap
periode kehidupan dari mulai masa bayi hingga orang dewasa. Bab VI menjelaskan tentang
pengaruh agama terhadap kesehatan mental. di bab VI juga menjelaskan bagaimana kita dapat
memelihara fitrah, jiwa, akal, dan keturunan. Antara bab V dan bab VI sangatlah berkaitan
karena stres yang di jelaskan di bab V akan sangat berkaitan dengan agama yang di dalamnya
itu pasti berhubungan dengan sang maha pencipta, yang seharusnya kita hanya
menggantungkan jiwa dan raga ini hanya padaNya.

Bab VII menjelaskan tentang pengembangan kesehatan mental, dari mulai hal yang terkecil
sampai besar. Pengembangan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Dan bab yang terakhir
yaitu menjelaskan tentang konseling islam. Pada bab ini juga dijelaskan bagaimana
perkembangan potensi individu dan juga terdapat tujuan dari konseling islam ini. Jadi
bagaimana kita bisa menjadi pendengar yang baik untuk keluarga, sekolah dan masyarakat
sekitar.

E. Daftar Isi

BAB I SEJARAH SINGKAT MENTAL HYGIENE

A. Era Pra Ilmiah


B. Era Modern

BAB II PRINSIP-PRINSIP DAN FUNGSI MENTAL HYGIENE

A. Pengertian Mental Hygiene


B. Karakteristik Mental Hygiene yang Sehat
C. Ruang Lingkup Mental Hygiene
1. Mental Hygiene dalam Keluarga
2. Mental Hygiene di Sekolah
3. Mental Hygiene di Tempat Kerja
4. Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik
5. Mental Hygiene di Bidang Hukum
6. Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama
D. Prinsip-prinsip Mental Hygiene
E. Fungsi Mental Hygiene bagi Kehidupan Manusia
1. Preventif (pencegahan)
2. Amelioratif (perbaikan)
3. Suportif (pengembangan)

BAB III PENYESUAIAN DIRI DAN KESEHATAN MENTAL


A. Keterkaitan Penyesuaian Diri dengan Kesehatan Mental
B. Penyesuaian yang Normal
C. Penyesuaian yang Menyimpang
1. Reaksi Bertahan
2. Reaksi Menyerang
3. Reaksi Melarikan Diri dari Kenyataan
4. Penyesuaian dengan Patologis
5. Tingkah Laku Anti Sosial
6. Kecanduan dan Ketergantungan Alkohol dan Obat Terlarang
7. Penyimpangan Seksual dan AIDS

BAB IV KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

A. Gaya Hidup Moder


B. Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
1. Masalah Kesehatan Mental
2. Gangguan Mental pada Anak dan Remaja
3. Penyebab Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja

BAB V MANAJEMEN STRES

A. Teori Stres
B. Stres pada Setiap Periode Kehidupan
1. Stres pada Bayi
2. Stres pada Anak
3. Stres pada Remaja
4. Stres pada Orang Dewasa
C. Gejala Stres
D. Faktor Penyebab Stres
E. Mengelola Stres
1. Dukungan Sosial
2. Kepribadian

BAB VI PENGARUH AGAMA TERHADAP KESEHATAN MENTAL

1. Memelihara fitrah
2. Memelihara jiwa
3. Memelihara akal
4. Memelihara keturunan

BAB VII PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

A. Pengembangan Kesehatan Mental dalam Keluarga


B. Pengembangan Kesehatan Mental di Sekolah
C. Pengembangan Kesehatan Mental di Masyarakat

BAB VIII KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN KESEHATAN MENTAL

Konseling Islam

Daftar Pustaka

Indeks

F. Resume

BAB I SEJARAH SINGKAT MENTAL HYGIENE

A. Era Pra Ilmiah


1. Kepercayaan Animisme

Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan
terhadap paham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa.
Orang primitif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon
tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda-benda tersebut.

Orang Yunani kuno mempercayai bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa
marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka
mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.

2. Kemuncul Naturalisme

Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-367). Dia
dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam hal pengobatan, yaitu
dengan menggunakan pendekatan "Naturalisme”, suatu aliran yang berpendapat bahwa
gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates menolak, pengaruh roh, dewa, setan
atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, "Jika anda memotong batok kepala, maka
anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat
roh, dewa atau hantu yang memelukai badan anda."

Ide naturalistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen, seorang tabib bedah hewan. Dalam
perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak digunakan lagi di kalangan
Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan
sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala
Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, para pasiennya di rantai, dikat ke tembok dan
tempat tidur. Para pasien yang telah dirantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap
sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, di antara mereka banyak
yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak
dirinya sendiri.

B. Era Modern

Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental, yaitu dari
animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap yang rasional (ilmiah) terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika, yaitu pada tahun 1783. Ketika
itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylania. Di
rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai "lunatics" (orang gila atau sakit ingatan).

Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebabdan cara menyembuhkan
penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup (kurang sekali alat
pentilasinya), dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.

Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang
menderita gangguan mental tersebut. Cara yang ditempuhnya adalah melalui penulisan atikel-
artikel dalam koran, ceramah, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Akhirnya setelah usaha itu
dilakukan (selama 13 tahun), yaitu pada tahun 1796 di rumah sakit dibangunlah ruangan khusus
bagi para pasien penderita gangguan mental. Ruangan untuk pasien wanita dan pria dipisahkan.
Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada para pasien dengan
memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.

Perkembangan mental hygiene dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli,
terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers.
Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental
dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah.
Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946,
yaitu ketika Presiden Amemerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act.
Dokumen ini merupakan "blueprint" komprehensif, yang berisi rogram jangka panjang yang
diarahkan untuk meningkatkanlesehatan mental seluruh warga masyarakat.

Gerakan mentail hygiene ini terus berkembang, sehingga pada tahun 1975 di Amerika
terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan
ini dikembangkan melalui The World Federation for Mental Health dan The World Health
Organization.

BAB II PRINSIP-PRINSIP DAN FUNGSI MENTAL HYGIENE

A. Pengertian Mental Hygiene

Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan, bahwa kesehatan mental merupakan


“Terwujudnya keharmonisan antara fungsi-sungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk
menghadapi problem-problem yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya”. Kesehatan mental dapat juga diartikan sebagai “Kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intektual dan emosional yang optimal pada seseorang dan
perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain.

Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap pandangan dan keyakinan hidup, harus
dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya
keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin (konflik).

Dapat diartikan juga bahwa kesehatan mental adalah: terhindarnya seseorang dari gejala-
gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfatkan segala
potensi yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta
tercapainya keharmonisan jiwa.

B. Karakteristik Mental Hygiene yang Sehat

Ada beberapa point di karakteristik ini, yaitu sebagai berikut.

1. Terhindar dari gangguan jiwa. Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan


antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit pribadi (psikose), yaitu:
a. Neurose adalah masih mengetahui, merasakan kesukarannya, sebaliknya dengan
yang terkena psikose tidak seperti neurose.
b. Psikose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam
kenyataan pada umumnya, sedangkan yang terkena psikose kepribadiannya dari
segala segi (tanggapan, perasaan emosi, dan dorongan-dorongannya) sangat
terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
2. Dapat menyesuaikan diri. Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk
memperoleh/memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik,
frustasi, serta masala-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu.
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin. Individu yang sehat mentalnya adalah
yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang
positif dan konstruktif bgi pengembangan kualitas dirinya.
4. Tercapainya kebahagiaan pribadi dan orang lain. Orang yang sehat mentalnya
menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi
kebutuhannya, memberikan dampak positif bagi dirinya dan atau orang lain. Dan tidak
mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Semua aktivitas ditunjukan untuk bertujuan
kebahagiaan bersama.

Ciri-ciri yang tidak sehat mental yaitu sebagi beriku.

1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy)


2. Perasaan tidak aman (insecurity)
3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
4. Kurang memahami diri sendiri (self-understanding)
5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
6. Ketidak matangan emosi
7. Kepribadian terganggu
8. Mengalami patologis dalam struktur sistem syaraf (Thorpe dalam Schneiders, 1964:
61).
C. Ruang Lingkup Mental Hygiene

Setiap manusia seharusnya harus lebih mngenali gejala-gejala awal dari gangguan
mental. Gangguan mental ini sangat berpengaruh dari faktor lingkungan,. Lingkungan itu
baik di keluarga, sekolah, kerja, hukum, politik agama dan lain-lain. Karena pada
hakikatnya kehidupan ini pasti selalu ada problem-problem di setiap lingkungan. Setiap
orang berbeda-beda cara menghadapi atau menyesuaikan dirinya dengan masalahnya. Oleh
sebab itu setiap orang wajib memahami gejala-gejala awal dari masalah yang terdapat
dilingkungan agar pada saat turun ke lapangan sudah mengetahui apa saja yang harus
dilakukan/ditindak lanjuti.

1. Mental Hygiene dalam Keluarga


2. Mental Hygiene di Sekolah
3. Mental Hygiene di Tempat Kerja
4. Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik
5. Mental Hygiene di Bidang Hukum
6. Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama

D. Prinsip-prinsip Mental Hygiene


1. Prinsip Berdasarkan Hakikat Manusia
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri tergantung kondisi jasmani yang baik dan
integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka perilaku individu
harus sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, sebagi makhluk sosial, moral,
emosional, agama, intektual.
c. Dapat di capai apabila melalui integritasi dan kontrol diri, baik dalam berpikir,
menghayal, memuaskan keinginan, mengekspresikan perasaan dan bertingkah laku
d. Dalam mencapai kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka memerlukan
pengetahuan diri sendiri.
e. Konsep diri: Pengetahuan dan sikap terhadap kondisi fisik, dan psikis diri sendiri.
secara sehata, yang meliputi: penerimaan didi, dan penghargaaan terhadap status
diri sendiri secara realistik atau wajar.
f. Untuk mencapainya, maka harus paham dengan diri dan penerimaan diri, dan perlu
adanya perbiakan diri, dan perwujudan diri.
g. Kestabilan mental dan penyesuain diri yang baik dapat di capai dengan
pengembangan moral yang luhur dalam diri sendiri, seperti; sikap adil, hati-hait,
keteguhan hati, semangat, rendah hati, jujur dll.
h. Untuk mencapainya diharuskan untuk penanaman dan pengembangan kebiasaan
yang baik (good habits).
i. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan usaha yang terus menerus
untuk mencapai kematangan berpikir, mengambil keputusan, mengekspresikan
emosi, dan melakukan tindakan. Dan juga dapat dicapai sengan belajar mengatasi
konflik dan frustasi serta ketegangan-ketegangan secara efektif.
2. Prinsip Berdasarkan pada Hubungan Manusia dengan Lingkungan
a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri tergantung pada hubungan antar pribadi yang
harmonis, terutama dalam keluarga.
b. Dalam kepuasan bekerja tergantung pada penyesuaian diri yang tenang batinnya dan
baik.
c. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dicapai dengan sikap yang realistik,
termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.
3. Prinsip Berdasarkan pada Hubungan Manusia dengan Tuhan
a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran terhadap sesuatu yang
lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia bergantung: Allah SWT.
b. Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity) dicapai dengan kegiatan yang
tetap dan teratur dalam hubungan denga Tuhan, seperti melalui shalat dan berdoa.
E. Fungsi Mental Hygiene bagi Kehidupan Manusia
A. Preventif (pencegahan)

Preventif adalah prinspi-prinsip kesehatan mental yang ditunjukan untuk mencegah


terjadinya gangguan mental. Fungsi ini menerapkan prinsip-prinsip yang menjamin mental
yang sehat seperti memelihara fisik yang sehat. Istirahat yang cukup merupakan cara untuk
memelihara fisik yang sehat, sementara pemuasan kebutuhan psikologis cotohnya seperti,
kasih sayang dan rasa aman merupakan prinsip yang dasar dalam memelihara kesehatan
mental.

B. Amelioratif (perbaikan)

Ameloratif merupakan upaya memperbaiki kepribadian dari meningkatkan


kemampuan menyesuaikan diri, sehingga gejala-gejala tingkah laku dan mekanisme
pertahanan diri dapat dikendalikan.

C. Suportif (pengembangan)

Suportif fungsinya merupakan upaya untuk mengembangkan mental yang sehat atau
kepribadian, sehingga seseorang mampu menghindari kesulitan-kesulitan psikologis yang
mungkin dialaminya. Fungsi-fungsi mental hygiene itu dapat digambarkan sebagai berikut.
BAB III PENYESUAIAN DIRI DAN KESEHATAN MENTAL

A. Keterkaitan Penyesuaian Diri dengan Kesehatan Mental

Penyesuaian adalah proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi, dan konflik dengan
memperhatikan norma atau tuntutan lingkungan dimana seseorang hidup.

Keterkaitan antara kesehatan mental dengan penyesuain diri adalah bahwa (1) kesehatan
mental merupakan kunci dari penyesuain diri yang sehat, (2) kesehatan mental merupakan
bagian integral dari proses adjustment secara keseluruhan, dan (3) kualitas mental yang sehat
merupakan fundamen yang penting bagi “good adjustment”. Untuk memahami pernyataan-
pernyataan tersebut berikut contohnya: Siswa yang mengalami depresi (kualitas kesehatan
mental) tidak akan dapat belajar dengan baik (kualitas penyesuaian).

Orang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap suatu hal, belum tentu mentalnya tidak
sehat. Contohnya: seseorang yang tidak dapat memenuhi persyaratan pekerjaan, tidak dapat
dikatakan bahwa dia itu sehat atau sakit mentalnya. Orang itu baru dapat dikatakan mentalnya
tidak sehat, apabila kesulitan yang dialaminya dalam memenuhi persyaratan pekerjaan itu
menyebabkan berkembangnya perasaan frustasi, tidak bahagia, rasa benci, atau rasa
permusuhan.

B. Penyesuaian yang Normal

Menurut Schneiders (1964: 5) penyesuaian (adjustment) adalah suatu proses yang


melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan
hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan
dimana dia hidup. Selanjutnya Schneiders menjelaskan ciri-ciri penyesuaian diri yang baik,
yaitu mampu merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat
(wholesome) , Yang dimaksud efisien adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak energi,
waktu atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat
kemanusiaannya, hubungan dengan yang lain, dan hubungan dengan Tuhan.

Berdasarkan pengertian diatas, seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang
normal, yang bail (well adjustment) apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi
masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan
norma agama.
C. Penyesuaian yang Menyimpang

Penyesuain diri yang menyimpang adalah pemenuhan kebutuhan atau pemecahan masalah
dengan cara-cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dikjunjung tnggi oleh
masyarakat.

1. Reaksi Bertahan

Individu dikepung oleh tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar yang
kadang-kadang mengancam rasa aman egonya. Untuk melindungi rasa aman egonya itu
dengan mereaksikan pada mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). Mekanisme
petahanan dapat diartikan sebagai respon yang tidak disadari yang berkembang dalam
struktur kepribadian individu, dan menjadi menetap, sebab dapat mereduksi ketegangan
dan frustasi, dan dapat memuaskan tuntutan-tuntutan penyesuaian diri.

2. Reaksi Menyerang (Agresive Reaction)

Agresi adalah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui media
tingkah laku yang merusak, berkuasa atau mendominasi. Reaksi agresi tidak
berkontribusi atau tidak memberikan nilai manfaat bagi kesejahteraan rohaniah individu
atau penyelesaian masalah yang dihadapinya.

3. Reaksi Melarikan Diri dari Kenyataan

Reaksi escape dan withdrawal merupakan pertahanan diri terhadap tuntutan, desakan,
atau ancaman dari lingkungan. Escape mereflesikan perasaan kejenuhan atau putus asa;
sementara withdrawal mengindikasikan kecemasaan atau ketakutan.

4. Penyesuaian dengan Patologis

Penyesuain yang patologis berari individu yang mengalaminya perlu mendapat


perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit,. Yang
termasuk penyesuain patologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis”.

a. Neurosis

Neurosis adalah gangguan kepribadian yang relatif ringan, sebagai akibat dari
ketegangan yang kronis, konflik, frustasi dan ketidakmampuan pribadi yang
terekspresikan dalm gejala-gejala perilaku sindroma.

b. Psikisis
Psikosis adalah bentuk kekacauan kepribadian yang serius, dimana penderitanya
kehilangan kontak dengan dunia nyata, yang direflesikan ke dalam gangguan persepsi,
berpikir, emosi dan orientasi pribadi.

5. Tingkah Laku Anti Sosial

Tingkah laku anti sosial merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan norma
masyarakat (baik secara formal hukum/perundang-undangan, maupun informal=adat
istiadat), dan norma agama.

6. Kecanduan dan Ketergantungan Alkohol dan Obat Terlarang

Kecanduan alkohol dan penyalahgunaan narkoba/naza merupakan prilaku


menyimpang. Dampaknya sangat buruk terhadap kesehatan fisik (seperti gangguan
fungsi otak dan peradangan lambung dan usus) dan psikis (seperti pemalas, pembohong,
penipu dll). Sementara penyembuhannya sangat mahal, lama, dan susah. Oleh karena itu,
yang perlu menjadi perhatian utama adalah upaya preventif atau pencegahan.

7. Penyimpangan Seksual dan AIDS

Penyimpangan seksual merupakan salah satu problem kepribadian atau kesehatan


mental. Penyimpangan ini dapat dikategorikan sebagai psychopatic personality. Dengan
alasan ini, istilah sexual psychopath telah digunakan secara luas dalam bidang medis,
psikologi, dan kriminologi.

BAB IV KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

A. Gaya Hidup Modern

Modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan, seperti diperolehnya


kemudahan-kemudahan dalam berbagai bidang, namun ternyata telah melahirkan dampak yang
kurang menguntungkan, yaitu dengan menggejalanya berbagai problema yang semakin
kompleks, baik yang bersifat personal maupun sosial. Manusia modern telah dipedaya oleh
produk pemikirannya sendiri, karena kurang mampu mengontrol dampak negatifnya, yaitu
rusaknyalingkungan yang memporak-porandakar. kenyamanan hidupnya.

Kehidupan yang terlalu berorientasi pada kemajuan material (pemenuhan kebutuhan-fisik


biologis), berdampak pada pemiskinan rohaniah. Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi
berkembangnya masalah-masalah pribadi dan sosial yang terekspresikan dalam suasana
psikologis yang kurang nyaman, seperti: perasaan cemas, stres, dan perasaan terasing, serta
terjadinya penyimpangan moral atau sistem nilai.

Penelitian terhadap masyarakat Barat dikemukakan bahwa akibat lain dari gaya hidup
modern, seperti di negera industri adalah munculnya berbagai problem sosial dan personal yang
cukup kompleks. Probiem tersebut seperti: (1) ketegangan fisik dan psikis (2) kehidupan yang
serba rumit, (3) kekhawatiran atau kecemasan akan masa depan, (4) makin tidak manusiawinya
hubungan antar individu, (5) rasa terasing, dari anggota keluarga dan anggota masyarakat
lainnya, (6) renggangnya hubungan kekeluargaan, (7) terjadinya penyimpangan moral dan
sistem nilai, dan (8) hilangnuaidentitas diri (Rusdi Muslim, Suara Pembaharuan, 9/10/1993)

Ernaldi Bahar (Republika, 25 September 1995) mengemukakan bahwa gangguan jiwa


merupakan gambaran khas kota metropolitan yang diperkirakan angkanya akan semakin
membesar setiap tahunnya. Perkembangan metropilitan yang cepat, lengkap dengan berbagai
masalahnya sering tak mampu diadptasi masyarakat dengan baik, sehingga memicu timbulnya
ketegangan.

B. Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja


1. Masalah Kesehatan Mental

Seperti halnya orang dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat mengalami masalah-
masalah kesehatan mental yang mempengaruhi cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak.
Masalah-masalah kesehatan mental menyebabkan kegagalan studi, konflik keluarga,
penggunaan obat terlarang, kriminalitas dan bunuh diri. Di samping itu masalah kesehatan
mental pun dapat membatasi kemampuannya untuk menjadi orang yang produktif. Masalah
yang sering dialami oleh anak-anak dan remaja, diantaranya depresi, rasa cemas, hiperaktif dan
gangguan makan.

2. Gangguan Mental pada Anak dan Remaja


a. Gangguan perasaan
 Perasaan sedih tak berdaya (helplessness)
 Sering marah-marah
 Perasaan tak berharga
 perasaan takut, cemas atau khawatir berlebihan dll.
b. Gangguan perilaku
 Mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang
 Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum
 Melakukan sesuatu perbuatan yang dapat mengancam kehidupannya
 Sering malamun
3. Penyebab Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
a. Faktor biologis, seperti: genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh, menderita
penyakit kronis dan kerusakan sistem syaraf pusat.
b. Faktor psikologis, seperti: frustasi (seperti kecewa atau tidak puas memiliki wajah atau
penampilan yang tidak menarik, gagal dalam meraih prestasi dll.
c. Faktor Lingkungan, seperti: merebaknya tayangan film di televisi yang bertema
kejahatan dan pornoaksi, merebakknya perdaganga minuman keras dan naza, penjualan
alat-alat kontrasepsi yang tidak terkontrol, kehidupan ekonomi keluarga yang morat-
marit dll.

BAB V MANAJEMEN STRES

A. Teori Stres

Stres merupakan kondisi psikofisik yang ada (inheren) dalam diri setiap orang. Artinya
stres dialami oleh setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia kedudukan, jabatan atau
status sosial ekonomi. Stres bisa dialami oleh siapa saja.

Stres dapat berpengaruh positif juga negatif. Pengaruh positif yaitu mendorong individu
untuk membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh
negatif yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah atau
depresi; dan memicu sakit kepala, perut, insomia, tekanan darah tinggi atau stoke.

B. Stres pada Setiap Periode Kehidupan


1. Stres pada Bayi

Stres umumnya pada bayi sebagai pengaruh lingkungan yang tidak ramah
(unfamiliar), dan adanya keharusan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau
peraturan orang tua.Dalam menyesuaikan siri terhadap tuntutan tersebut, dia harus
mengendalikan dorongan-dorongan alamiah atau naluriahnya. Tuntutan atau peraturan
yang harus diikuti itu diantaranya: menerima penyapihan dari ibunya, belajar cara
makan dan mematuhi jadwal waktunya, berlatih buang air kecil pad tempatnya dan
mencebok setelahnya. Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut
ternyata tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui suatu proses yang tidak
jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses inilah bayi sering mengalami stres.

2. Stres pada Anak

Stres pada anak biasanya bersumber dari keluarga, teman-teman dan sekolahnya.
Stres yang bersumber dari keluarga biasanya kurang kasih sayang dari orang tua dll.

3. Stres pada Remaja

Yang menjadi sumber stres pada masa remaja adalah konflik atau pertentangan
antara dominasi, peraturan atau tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk ebas
atau independence dari peraturan tersebut. Untuk mencapai kebabsan tersebut biasanya
para remaja bereaksi yang negatif. Gejala-gejala umum dari kesulitan penyesuaian diri
remaja ini diantaranya: bolos sekolah, bersikap keras/melawan dan berbohong.

4. Stres pada Orang Dewasa

Stres yang dialami orang dewasa umumnya bersumber dari faktor-faktor:kegagalan


perkawinan, ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah-masalah nafkah
hidup atau kehilangan pekerjaan dll.

C. Gejala Stres

Gejala stres ada dua penyebab yaitu sebagai berkut:

1. Gejala Fisik, diantaranya: sakit kepala, sakit lambung (mag), hypertensi, sakkt jantung,
insomia, mudah lelah dll.
2. Gela Psikis, diantaranya : gelisah, cemas, tidak dapat kontrasi, belajar atau bekerja,
sikap apatis, pesimis, hilang rasa humor, sering melamun, sering marah-marah dll.
D. Faktor Penyebab Stres

Faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berikut.

1. Fisik-biologik, seperti: penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang
berfungsinya salah satu anggota tubuh,merasa penampilan kurang menarik, misalnya
wajah tidak ganteng/cantik dan postur tubuh yang dipersepsikan tidak ideal.
2. Psikologik, seperti: negative thinking, frustasi (kekecewaan karena gagal memperoleh
sesuatu yang diinginkan), hasad, sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik prinadi
dll.
3. Sosial, seperti: Kehidupan keluarga, hubungan anggota keluarga yang tidak harmonis
(broken home), perselingkuhan suami/istri, perceraian, anak nakal dll. Faktor
pekerjaan, kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran karena di PHK, perselisihan
dengan atasan dll. Iklim lingkungan, maraknya kriminalitas, harga kebutuhan pokok
mulai naik, kemarau panjang, udara yang sangat panas/dingin dll.

Keterkaitan antara stressor, respon, dan dampak stres dapat dilihat pada bagian berikut.

Respon emosi: rasa marah, cemas,


takut dll.

depresi

Respon fisik: perubahan biokimia


stressor
tubuh & fluktuasi hormonal

Respon perilaku: mencari


pertolongan, dan memecahkan
masalah/ perilaku yang negatif
(merokok, minuman keras dll)

E. Mengelola Stres
1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai “nbantuan dari orang lain yang memiliki
kedekatan (saudara atau teman) terhadap seseorang yang mengalami stres.” Pengertian lain
dari Rietschlin (Shelley E taylor: 2003), yaitu “pemberian informasi dari orang lain yang
mempunyai kepedulian atau kedekatan hubungan, seperti orangtua, suami/istri, teman dan
orang-orang yang aktif dalam lembaga keagamaan”.

House (1981) mengemukakan dukungan sosial memiliki empat fungsi, yaitu:

a. Emotional support, meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian dan


kepedulian.
b. Apprasial support, meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan
kesedaran akan masalah yang dihadapkai, termasuk usaha-usaha untuk mengklarifikasi
dan memberikan umpan balik dari hikmah masalah tersebut.
c. Informational support, meliputi nasihat dan diskusi tentang bagaimana mengatasi
atau memecahkan masalah.
d. Intrumental support, meliputi bantuan material, sepeti memberikan tempat tinggal,
meminjamkan uang dll.
2. Kepribadian

Kepribadian seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap “coping” atau usaha dalam
mengatasi stres yang dihadapinya.

a. Hardiness (ketabahan, daya tahan)

Hardiness adalah tippe “tipe kepribadian yang ditandai dengan sikap komitmen,
internal locus control dan kesadaran akan tantangan (challenge)”. Suzanne Kobasa (1979).

b. Optimism

Optimisme merupakan “kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang


baik (sesuai harapan)” (Weitwn/Lloyd, 1994: 90). Sikap optimis memungkinkan seseorang
dapat meng “cape” stres lebih efektif, dan dapat mereduksi dampaknya.

c. Humoris

Orang yang senang humor (humoris) cenderung lebih toleran dalam menghadapi situasi
stres daripada orang yang tidak senang humor (seperti orang yang bersikap kaku, dingin,
pemurung atau pemarah).

BAB VI PENGARUH AGAMA TERHADAP KESEHATAN MENTAL

Manusia, menurut fitrahnya, adalah makhluk beragama yaitu makhluk yang memiliki rasa
dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Fitrah inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya, dan juga yang mengangkat derajat
kemuliaannya di sisi Allah SWT. Mengamalkan ajaran agma, berarti mewujudkan jati diri,
identitas diri (self identity) yang hakiki, yaitu sebagai Abdullah (hamba Allah) dan
Khalifatullah (Khalifah Allah) dimuka bumi.

1. Memelihara fitrah

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, bersih dari dosa dan noda. Namun karena manusia
mempunyai hawa nafsu (naluri atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan), dan
juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyesatkan manusia dari
kebenaran, yaitu setan, maka manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar
manusia, dapat mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (sehingga
dirinya tetap suci), maka manusia harus beragama, atau bertakwa kepada Allah, yaitu beriman
dan beramal shaleh, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Apabila
manusia telah bertakwa kepada Tuhan, berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan ini berarti
bahwa dia termasuk orang yang akan memperoleh rahmat Allah.

2. Memelihara jiwa

Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemuliaan manusia. Dalam
memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama melarang manusia melakukan penganiayaan,
penyiksaan, atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

3. Memelihara akal

Allah memberikan akal kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya.
Melalui kemampuannya inilah manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang berbudaya
(beradab). Begitu pentingnya peran akal ini, maka agama memberi perunjuk kepada manusia
untuk mengembangkan dan memelinaranya, yaitu hendaknya manusia (a) mensyukuri nikmat
akal itu, dengan cara memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk berpikir, belajar, atau
mencari ilmu; dan (b) menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal, seperti: meminum
minuman keras (miras),menggunakan obat-obat terlarang, menggunakan narkoba (naza), dan
hal-hal lain yang merusak keberfungsian akal yang sehat. Memelihara Keturunan Agama
mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara

4. Memelihara keturunan

Keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara
keturunan itu adalah pernikahan. Pernikahan merupakan upacara agama yang sakral (suci),
yang wajib ditempuh oleh pasangan pria dan wanita sebelum melakukan hubungan biologis
sebagai suami-istri. Pernikahan ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah
(tenteram, nyaman), mawaddah (cinta kasih, mutual respect), dan rahmah (mendapat curahan
karunia dari Allah).

M. Surya (1977) mengemukakan bahwa agama memegang peranan penting yaitu sebagai
penentu dalam proses penyesuaian diri. Hal ini diakui oleh ahli klinis, psikiartis, pendeta, dan
konselor bahwa agama adalah faktor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan
mental.

Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustrasi, dan
ketegangan lainnya, dan memberikan suasana damai dan tenang. Agama merupakan sumber
nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan,
dan kestabilan hidup umat manusia. Kehidupan yang efektif menuntut adanya tuntunan hidup
yang mutlak. Shalat dan doa merupakan medium dalam agama untuk menuju ke arah
kehidupan yang berarti.

BAB VII PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

A. Pengembangan Kesehatan Mental dalam Keluarga

Keluarga merupakan aset yang paling penting dalam kehidupan individu, karena sejatinya
manusia adalah makhluk sosial. begitu menurut fitrahnya, budayanya, dan begitulah perintah
Allah SWT. Keluarga merupakan lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan manusiawi,
terutama kebutuhan bagi perkembangan kepribadiannya, dan pengembangan ras manusia.
Keluarga adalah upaya pertama untuk memenuhi kehidupan individu. Melalui perawatan, dan
perlakuan yang baik dari orangtua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik
fisik-biologis maupun sosio psikologisnya.

Keluarga bahagia sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama
anak). Fungsi dari dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang;
dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.

Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik dapat memicu
timbulnya berbagai masalah kesehatan mental (mental ilness) bagi anak. Penerapan nilai-nilai
agama dalam keluarga merupakan landasan fundamental bagi perkembangan tatanan
masyarakat yang damai dan sejahtera. Namun sebaliknya, apabila terjadi erosi nilai-nilai agama
dalam keluarga maka akan timbul malapetaka kemanusiaan. Maka dari itu fungsi orang tua
disini adalah sangat penting bagi anaknya. Orangtua harus dapat mencuiptakan lingkungan
yang baik untuk sanganak karena seorang anak itu masih tahap meniru apa yang dilakukan oleh
orangtuanya, maka itu orangtua harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.

B. Pengembangan Kesehatan Mental di Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan


program bimbingan, pengajaran, dan pelatihan untuk membantu siswa mengmbangkan
potensinya, baik menyangkut aspek moral-spritual, intelektual, emosional maupun sosial.

Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986: 322)
mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian
siswa, baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun berperilaku. Sekolah sebagi subsiusi
keluarga, dan guru subtitusi orangtua. Ada beberapa alasanmengapa sekolah memainkan
peranan penting bagi perkembangan kepribadian anak: (a) para siswa harus hadir di ssekolah,
(b) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan masa perkembangan
“konsep diri” nya, (c) anak-anak banyak menghabiskan waktunya disekolah ari pada di tempat
lain/ di rumah, (d) sekolah memberikan kesempatan kepada siswaa untuk meraih kesuksesan,
(e) sekolah memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan
kemampuannya secara realistik.

C. Pengembangan Kesehatan Mental di Masyarakat

Pengembangan kesehatan mental dalam masyarakat sangat lah penting bagi kehidupannya.
karena perkembangan kesehatan mental seseorang akan d sangat dipengaruhi oleh suasana
kehidupan masyarakat dimana ia tinggal.

Pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pegmbangan kesehatan mental di antaranya


asdalah pemerintah, para pimpinan organisasi politik, para pemimpin organisasi keagamaan,
para pengusaha, tokoh masyarakat dan warga masyarakat itu sendiri.

Dampak negatif bagi masyarakat terhadap kesehatan mental di antaranya sebagai berikut.

 Tingginya harga kebutuhan pokok rumah tangga


 Lingkungan yang tidak aman (seperti kriminalitas da tawuran antar warga atau pemuda)
 sering terjadi kemacetan
 minimnya lapangan pekerjaan dll.

Upaya-upaya yang seharusnya dilakukaan (khususnya oleh pemerintah sebagai pengambil


kebijakan) untuk mengembangkan kesehatan mental warga masyarakat adalah sebagai berikut.

1. Menciptakna suasana kehidupan sosial-politik-ekonomi yang kondusif dan stabil, dapat


memberdayakan kehidupan masyarakat yang sejahtera.
2. Meciptakan iklim kehidupan beragama yang kondusif bagi masing-masing peeluknya.
3. Mengembangkan sikap saling menghormati dan toleransi antar umat beragama, suku
dan ras.
4. Menghilangkan atau memberantas berbagai faktor yang memicu merebaknya
dekadensi moral seperti: menutup pabrik-pabrik minuman keras, dan hiburan-hiburan
malam dan hal-hal yang tidak baik untuk masyarakat lainnya.
5. Para pemimpin memberikan contoh teladan yang baik kepada masyarakat, seperti
melaksanakan nila-nilai moral, hidup sederhana, jujur, amanah dan bertanggung jawab.
Perkembangan kesehatan mental bagi anak, remaja dan masyarakat sekitar di ketiga
lingkungan sangat berpengaruh baginya. Secara sinergi menciptakan iklim kehidupan yang
merujuk kepada nilai-nilai agama sesuai dengan peran dan funsinya masing-masing individu
(‘amar ma’ruf); membersihkan lingkungan ari kemungkaran dan kemaksiatan (miras, narkoba,
perjudian, penayangn porno dll.) Jika teah terkonsep dirinya seperti ini maka seseorangpun
akan menjadi individu yang sehat mentalnya.

BAB VIII KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN KESEHATAN MENTAL

Konseling dalam konsep ini adalah membantu individu agar mampu mengembangkan
potensinya menjadi insan yang dapat memaknai hidupya sebagai hamba dan khalifah Allah
dimuka bumi. Konseling ini dapat dimaksudkan sebaga pendekatan yang bersifat
pengembangan, pencegahan maupun penyembuhan.

Untuk memfasilitasi berkembangnya potensi individu secara opitimal, maka konseling


yang diberikan meliputi:

1. Konseling ekologis, yaitu mengembangkan potensi dengan menciptakan lingkungan


yang kondusif, nyaman menyenangkan dan harmonis baik di lingkungan keluarga,
sekolah ataupun masyarakat.
2. Konseling pribadi, sosial dan belajar. yait mengembangkan potensi intelektual,
emosional, sosial maupun moral-spiritual.
3. Konseling kesehatan. yaitu mengembangkan pemahaman dan kemampuan untuk
memelihara kesehatan dan lingkungan (seperti konseling reproduksi sehata kepada
remaja dan hal-hal positif lainnya)
4. Konseling keluarga. yaitu bantuan yang melibatkan para anggota keluarga, dalam
upaya memecahkan masalah yang mungkin taau sdang dialaminya.
5. Konseling karier. yaitu mengembangkan pemahaman tentang karakteristik pribadi,
dunia kerja, dan pengembangan sikap positif terhadap dunia kerja tersebut dengan
berbagai permasalahannya.
6. Konseling pernikahan. yaitu pemberian bantuan kepada individu yang akan memasuki
jenjajng pernikahan. Dalam konseling ini akan diberikan layanan informasi atau diskusi
tentang hukum pernikahan, hak dan kewajiban suami-istri dll.
7. Konseling gangguan traumatik, yaitu bantuan kepada individu yang mengalami pos
traumatic stres disorder (PTSD )atau yang mengalami stres akibat suatu peristiwa yang
dialaminya, yang sangat menggangu ketenangan, kenyamanan, contohnya seperti
orang-orang yang mengalami trauma pmerkosaan, peperangan, bencana alam dll.Stres
yang mereka alami akan mengakibatkan munculnya gejala-gejala gangguan psikis,
seperti kurang berminat terhadap kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, kekakuan
emosional, gangguan tidur, lemah daya ingat dll.
8. Konseling atau konsultasi psikiatrik, yaitu bantuan yang diberikan oleh psikiatrer kepda
individu, baik anak, remaja atau orang dewasa yang mengalami masalah berat.
9. Konseling religius, yaitu memberikan pemahaman dan motivasi dalam emmahami dan
mengamalkan nilai-nilai agamamelalui peneladanan, pembiasaan atau pelatihan dialog
dan pemberian informasi yang berlangsung sejak usia dini sampai dewasa.

Konseling islam

Terkait dengan konseling religius, dalam hal ini konseling islami, diartikan sebagai
"pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen
beragamanya. Sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan
kesejahteraan hidup bersama, baik secara fisik-jasmaniah maupun psikis-ruhaniah, baik
kebahagiaan di dunia ini maupun diakhirat kelak.

konseling ini merupakan proses motivasional agar memiliKi kesadaran untuk come back
to religion. Karena agama akan memberikan pencerahan terhadap sikap, pola pikir, dan
perilakunya ke arah kehidupan personal dan sosial yang sakinah, mawaddan, rahmah dan
ukhuwwah, sehingga terhindar dari mental yang tidak sehat, atau sifat-sifat individualistik,
nafsu eksploitatif (tamak atau rakus), borjuistik, materialistik dan hedonistik (hubbud dunya
wakaráhiyatul maut), yang menjadi pemicu munculnya malapetaka di muka bumi ini (alfasâdu
fil ardhi). Orang yang punya penyakit rohaniah hubbud dunya wakaráhiyatul maut, dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, atau keinginan-keinginannya tidak lagi memperhatikan norma
agama atau etika moral (batha l-haram), tetapimenggunakan prinsip menghalalkan segala cara.

Tujuan konseling religius adalah membantu individu agarmemiliki sikap, kesadaran,


pemahaman, atau perilaku seperti berikut.

1. Menyadari akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah.


2. Memiliki kesadaran bahwa hidupnya di dunia sebagai khalifah Allah.
3. Memahami dan menerima kondisi dirinya secara sehat.
4. Memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur, dan menggunakan waktu
luang.
5. Menciptakan kehidupan keluarga yang fungsional.
6. Mengamalkan ajaran agama, baik yang bersifat hablumminallah maupun
hablumminannas.
7. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar.
8. Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah atau sabar.
9. Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stres.
10. Mampu mengambil hikmah
11. mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamkan dengan introfeksi diri.

 Kekurangan: Kekurangan dalam buku ini hanya sedikit, buku ini masih ada kata-kata
yang sedikit terbelit-belit yang mungkin agak sedikit susah dicerna jika dibaca oleh
anak-anak/remaja. Dari cover bukunya juga jika anak-anak yang melihat bukunya
mungkin agak kurang tertarik karena cover bukunya bergambar sederhana saja. Tetapi
jika orang dewasa contohnya seperti masyarakat/mahasiswa yang memang sedang
mempelajari/mengalami gangguan-gangguan sepertinya mereka tertarik karena
bukunya pun mengaitkan antara kesehatan mental dengan agama khususnya islam.
 Kelebihan: Kelebihan buku ini adalah mudah untuk dipahami kata-katanya jika di
pamahi oleh orang dewasa. Dalam bukunya juga dijelaskan apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang itu bisa terkena kesehatan mental dan juga dijelaskan pula
dengan solusisnya, dan yang lebih bagusnya dari buku ini selalu mengaitkan semuanya
pada agama (Tuhan). Lalu didalamnya juga terdapat gambar-gambar (foto) yang
membuat menarik pembaca.
 Saran: Cover bukunya harus di perbaharui lagi karena memang agak sedikit kurang
menarik dan mungkin si pembeli akan bosan mungkin dengan cover yang lama. Jika
boleh saran mungkin bukunya harus dikhususkan antara untuk anak-anak dan remaja
terpisah bukunya dengan orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai