Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP PSIKOLOGI SOSIAL

SISWA
Retno Tri Anjani
Universitas Islam Raden Rahmat Malang
retnoanjay24@gmail.com

ABSTRAK

Secara etimologis menurut Nasution, Henny Syafriana dan Abdillah (2019: 1), kata
bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu kata “ Guidance” berasal dari
kata kerja “to guidance” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun,
ataupun membantu, sesuai dengan istilahnya, maka secara umum dapat diartikan sebagai
suatu bantuan atau tuntunan. Ada juga yang menerjemahakan kata “Guidance” dengan arti
pertolongan. Berdasarkan arti ini, secara etimologis, bimbingan berarti bantuan, tuntunan atau
pertolongan; tetapi tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya
bimbingan.

Menurut Dayakisni, Tri (dalam Sarwono, 2001:4), psikologi sosial didefinisikan sebagai
“ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsangan-
rangsangan sosial”. Dalam hal ini yang dimaksud rangsangan-rangsangan sosial adalah
manusia dan seluruh hasil karya manusia yang ada di sekitar individu. Psikologi sosial
menjadi ilmu pendukung dalam bimbingan dan konseling yakni konseli sebagai bagian dari
masyarakat mempunyai karakteristik tersendiri. Konseling berperan dan berfungsi secara
otomatis dalam menentukan perilaku siswa. Psikologi sosial sendiri memperluas faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa. Ini menekankan bagaimana siswa menggunakan faktor
psikologi sosial mereka sendiri untuk mengatasi masalah seperti kelelahan pada saat kegiatan
sekolah.

Kata kunci: bimbingan dan konseling, psikologi sosial, siswa


PENDAHULUAN

Psikologi sosial adalah studi tentang hubungan hubungan antara manusia dan
kelompok. Para ahli dalam bidang interdisipliner ini pada umumnya adalah ahli psikologi
atau sosiologi, walaupun semua ahli psikologi sosial menggunakan baik individu
maupun kelompok sebagai unit analisis mereka. Psikologi sosial sempat dianggap tidak
memiliki peran penting, tetapi kini hal itu mulai berubah. Dalam psikologi modern,
psikologi sosial mendapat posisi yang penting. Psikologi sosial telah memberikan
pencerahan bagaimana pikiran manusia berfungsi dan memperkaya jiwa dari masyarakat.
Melalui berbagai penelitian laboratorium dan lapangan yang dilakukan secara sistematis,
para psikolog sosial telah menunjukkan bahwa untuk dapat memahami perilaku manusia,
kita harus mengenali bagaimana peranan situasi, permasalahan, dan budaya.
Definisi psikologi sosial sendiri merupakan studi yang menginvestigasi bagaimana
pemikiran, perasaan, dan perilku individu dipengaruhi oleh kehadiran orang lain baik
aktual maupun imajinatif. Walaupun terdapat banyak kesamaan, para ahli riset dalam
bidang psikologi dan sosiologi cenderung memiliki perbedaan dalam hal tujuan,
pendekatan, metode dan terminologi. Mereka juga lebih menyukai jurnal akademik dan
masyarakat profesional yang berbeda. Periode kolaborasi yang paling utama antara para
ahli sosiologi dan psikologi berlangsung pada tahun-tahun taklama setelah perang dunia
II. Walaupun ada peningkatan dalam hal isolasi dan spesialisasi dalam beberapa tahun
terakhir, hingga tingkat tertentu masih terdapat tumpang tindih dan pengaruh di antara
kedua disiplin ilmu tersebut.
Sebagian besar ahli psikologi sosial mendapatkan pelatihan dalam bidang
psikologi. Pendekatan mereka terhadap bidang tersebut berfokus pada individu dan
mencoba untuk menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu
dipengaruhi oleh orang lain. Para periset yang berorientasi psikologi menekankan situasi
sosial yang baru terjadi dan interaksi sosial antara seseorang dan variabel situasi. Riset
mereka cenderung empiris dan kuantitatif, dan sering kali dipusatkan dalam eksperimen
laboratorium, tetapi ada juga upaya pemodelan komputasional dalam bidang tertentu.
Para ahli psikologi yang mempelajari psikologi sosial tertarik dengan topik seperti sikap,
persuasi, perilaku, pengaruh sosial dan perilaku interpersonalseperti agresi.
Menurut Suryanto, dkk (2012:5), sebagai studi ilmiah psikologi sosial memiliki dua
kategori utama, yaitu: deskripsi dan penjelasan. Dalam mendeskripsikan suatu fenomena,
seorang psikolog tidak boleh menambahkan atau mengurangi apa yang terjadi dalam
realitas sosial. Sementara dalam memberikan penjelasan, ahli psikolog harus
menggunakan teori dan menghubungkannya dengan realita yang telah dideskripsikan.
Tokoh psikologi sosial yaitu Burrhus Frederic Skinner, seorang psikolog dari Harvard
yang berjasa dalam pengembangan teori perilaku Watson. Pandangannya tentang
kepribadian disebut dengan behaviorisme radikal yang menekankan pada studi ilmiah
tentang bagaimana respon perilaku yang dapat diamati dan determinan lingkungan.
Dalam behaviorisme dari sudut pandang Skinner, pikiran tidak diperlukan untuk
menjelaskan bagaimana perilaku dan perkembangan manusia. Menurut Skinner,
perkembangan adalah perilaku itu sendiri dan yakin bahwa perkembangan manusia
dipelajari dan sering berubah seiring dengan berjalannya waktu dengan pengalaman
lingkungan yang didapatkan. Skinner melakukan sebuah eksperimen di laboratorium
menggunakan seekor tikus yang kelaparan dan menaruhnya di dalam sebuah kotak, yang
disebut dengan kotak Skinner.

PEMBAHASAN

1. Pengaruh Bimbingan dan Konseling terhadap Psikologi Sosial pada Siswa


Pembahasan tentang self (diri) merupakan salah satu topik yang mendapat
porsi banyak dalam bidang psikologi. Biasanya kajian tentang hal ini dimulai dengan
konsep diri dan harga diri. Dalam psikologi sosial, kajian tentang hal ini secara lebih
intensif lebih difokuskan pada bagaimana konsep diri terbentuk, darimana seseorang
mendapatkan gambaran tentang dirinya, bagaimana kita mengevaluasi diri kita
sendiri. Kita juga akan mempertimbangkan bagaimana seseorang menemukan
kesadaran tentang dirinya sendiri. Mengapa orang merasa tak senang dengan
menyadari dirinya, bagaimana orang mempresentasikan dirinya di hadapan orang lain
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Leon Festenger sebagai pencipta dari teori perbandingan sosial,
ketika orang merasa tidak pasti mengenai kemampuan atau pendapatnya, kemudian
ketika informasi objektif tidak ada, maka mereka akan mengevaluasi diri mereka
sendiri melalui perbandingan dengan orang lain yang sama. Menurut Hudaniah
(2001:58), studi-studi tentang perbandingan sosial ini menekankan bagaimana dan
kapan perbandingan dengan orang lain mempengaruhi evaluasi diri dan dengan siapa
kita memilih untuk membandingkan diri kita. Para peneliti telah menemukan motif-
motif yang melatarbelakangi orang untuk melakukan perbandingan dengan orang lain.
Motif itu sangat beragam, namun di sini ada motif penting yang dapat disebutkan,
yaitu (1) kita membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain untuk evaluasi diri,
(2) kita juga membuat perbandingan dengan orang lain supaya kita dapat
memperbaiki diri, (3) kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain sehingga
kita dapat meningkatkan diri sendiri.
Oleh karena itu, harga diri seseorang bisa lebih tinggi ataupun lebih rendah
daripada orang lain. Karena penilaian ini berada di sistem kognitif, maka penilaian
seseorang terhadap diri sendiri sangat tergantung pada perubahan konsep diri penilai
terhadap atribut yang melekat berubah, maka harga diri seseorang juga dapat berubah.
Seperti halnya sikap dan perubahannya, unsur diri dalam belief adalah unsur objek,
sedangkan sifat-sifat lain yang melekat merupakan atributnya. Menurut Dayakisni, Tri
(dalam Michener & Delamater, 2001:61), sumber-sumber terpenting dalam
pembentukan atau perkembangan harga diri adalah pengalaman dalam keluarga,
umpan balik terhadap performance dan perbandingan sosial.
Keadaan kesadaran diri muncul ketika kita mengarahkan perhatian kita ke
dalam untuk memfokuskan pada isi dari diri sendiri. Menurut Hudaniah (dalam
Brighman, 2001:63), kesadaran diri menunjukkan derajat perhatian diarahkan ke
dalam untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari diri sendiri. Sebagian besar
dari perilaku kita sehari-hari adalah rutin dan otomatis, sehingga tak pernah kita
pikirkan. Pada umumnya, kita tidak berpikir tentang diri kita sendiri ketika melakukan
perilaku yang otomatis, bahkan tidak juga berpikir tentang apa yang dipikirkan orang
lain tentang kita. Tetapi situasi tertentu memaksa kita untuk memperhatikan ke dalam
diri kita sehingga isi dalam diri kita menjadi objek dari perhatian kita. Misal, ketika
kita berbicara mengenai diri sendiri, memandang melalui sebuah cermin, berdiri di
depan audiens atau kamera, menyaksikan diri sendiri pada videotape, maka kita akan
memasuki kesadaran diri yang secara alami untuk membandingkan perilaku kita
dengan standar internal.
Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada
yang kita lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita akan lebih senang
mengakhiri hubungan semacam ini. Bila sebaliknya kita yang mengungkapkan diri
terlalu akrab dibandingkan orang lain, kita akan merasa bodoh dan tidak aman.
Kebudayaan juga memiliki pengaruh dalam pengungkapan diri seseorang. Tiap-tiap
bangsa dengan corak budaya masing-masing memberikan batas tertentu sampai
sejauh mana individu pantas atau tidak pantas mengungkapkan diri. Menurut
Hudaniah (dalam Raven & Rubin, 2001:77), dari hasil penelitiannya menemukan
bahwa orang-orang Amerika nampaknya lebih mudah terbuka daripada orang-orang
Jerman, tetapi keterbukaan ini hanya terbatas pada hal-hal permukaan saja dan
sanggat enggan untuk membuka rahasia yang menyangkut pribadi mereka. Dilain
pihak, orang Jerman pada awalnya lebih sulit untuk mengungkapkan diri meskipun
untuk hal-hal yang bersifat permukaan, namun jika sudah menaruh kepercayaan,
maka mereka tidak enggan untuk membuka rahasia pribadi mereka yang paling
dalam.
2. Hubungan Bimbingan dan Konseling terhadap Psikologi Sosial pada siswa
a. Sikap (Attitude)

Menurut Dayakisni, Tri (dalam Azwar, 2001:83), masalah sikap merupakan


masalah yang urgent dalam bidang psikologi sosial. Sikap merupakan
kecenderungan untuk bertindak untuk bereaksi terhadap rangsang. Oleh karena
itu, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan
terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.

Pada hakekatnya, sikap adalah suatu intetelasi dari berbagai komponen, di


mana komponen-komponen menurut Hudaniah (dalam Mar’at, 2001:84) ada 3,
yaitu:

1. Komponen Kognitif. Yaitu komponen yang tersusun atas dasar


pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari
pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek
sikap tersebut.
2. Komponen Afektif. Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang atau
tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai
kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
3. Komponen Konatif. Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk
bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya.
Dengan demikian sikap seseorang pada suatu objek sikap merupakan
manifestasi dari konstelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi
untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap objek sikap. Ketiga
komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan yang lain. Jadi,
terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.
Ada beberapa ciri sifat (karakteristik) dasar dari sikap, yaitu:
1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
2. Sikap ditunjukkan mengarah kepada objek psikologis atau kategori.
3. Sikap dipelajari
4. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah
pada suatu objek memberikan satu alasan cara untuk berperilaku mengarah pada
objek itu dengan suatu cara tertentu.
Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil
interaksi antar individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis.
Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula
dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan.
Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hudaniah (dalam Sherif & Sherif, 2001:86),
bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai
hasil belajar dari sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan
sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan
objek tertentu.
b. Interaksi Sosial dan Daya Tarik Interpersonal
Menurut Dayakisni, Tri (dalam Bimo Walgito, 2001:109), interaksi
sosial merupakan suatu hubungan atara individu satu dengan individu lainnya
dimana individu yang satu dengan individu yang lainnya, dimana individu
yang satu dapat mempengaruhi individu yang lainnya sehingga terdapat
hubungan yang saling timbal balik. Sementara menurut Hudaniah (dalam
Soekanto, 2001:109), mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan antar
orang per orang atau dengan kelompok manusia. Interaksi sosial tak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi 2 syarat, yaitu adanya kontak sosial
dan adanya komunikasi. Kontak sosial dapat terjadi antara individu dengan
individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan
kelompok. Kontak juga dapat bersifat primer jika itu terjadi secara langsung
atau face to face, dan sekunder jika hubungan itu melalui perantara orang atau
media lainnya.
c. Perilaku Prososial
Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang
menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi si
pelaku. William (1981) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci
sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau
psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik. Dalam hal
ini, dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk membantu
meningkatkan well being orang lain. Lebih jauh lagi, menurut Hudaniah
(dalam Eisenberg & Mussen, 2001:161), pengertian perilaku prososial
mencakup tindakan-tindakan: membagi, kerjasama, menyumbang, menolong,
kejujuran, kedermawanan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
orang lain.
Ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, yaitu:
1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan
pada pihak pelaku.
2. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.
3. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
d. Perilaku Agresi
Secara umum agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang
dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme orang lain, objek lain,
bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk,
sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks karena
adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik. Sementara menurut
Dayakisni, Tri (dalam Koswara, 2001:179), menyatakan bahwa agresi adalah
tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakai individu
lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi dari
Baron ini mencakup 4 faktor tingkah laku yaitu: tujuan untuk melukai atau
mencelakai, individu yang menjadi pelaku, individu yang menjadi korban dan
ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku.
e. Prasangka dan Diskriminasi
Istilah prasangka dan diskriminasi sebenarnya mengandung konsep
pengertian tidak sama. Prasangka dibatasi sebagai sikap negatif yang tidak
dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya.
Sementara menurut Hudaniah (dalam Brehm & Kassin, 2001:209),
berpendapat bahwa prasangka adalah perasaan negatif yang ditunjukkan
terhadap seseorang berdasar semata-mata pada keanggotaan mereka dalam
kelompok tertentu. Ini berarti bahwa prasangka melibatkan penilaian apriori
sebab memperlakukan objek sasaran prasangka tidak berdasar pada
karakteristi unik dari individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya
yang menonjol.

KESIMPULAN

Dari penulisan karya ilmiah diatas mengenai “Pengaruh Bimbingan dan


Konseling terhadap Psikologi Sosial pada siswa” dapat disimpulkan bahwa dalam
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal,
pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan
peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua
perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni
proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat
dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab
yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis
antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk
mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku. Sementara dalam sikologi
sosial, kajian tentang hal ini secara lebih intensif lebih difokuskan pada
bagaimana konsep diri terbentuk, darimana seseorang mendapatkan gambaran
tentang dirinya, bagaimana kita mengevaluasi diri kita sendiri. Kita juga akan
mempertimbangkan bagaimana seseorang menemukan kesadaran tentang dirinya
sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Henny Syafriana & Abdillah. 2019: Bimbingan Konseling “Konsep,


Teori dan Aplikasinya”. Medan: LPPPI
Dayakisni, Tri & Hudaniah. 2001. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai