Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bullying sering dikenal dengan istilah pemalakan, pengucilan, serta


intimidasi. Bullying merupakan perilaku dengan karakteristik melakukantindakan
yang merugikan orang lain secara sadar dan dilakukan secara berulang-ulang
dengan penyalah gunaan kekuasaan secara sistematis. Perilaku ini meliputi
tindakan secara fisik seperti menendang dan menggigit, secara verbal seperti
menyebarkan isu dan melalui perangkat elektronik atau cyberbullying. Semua
tindakan bullying, baik fisik maupun verbal, akan menimbulkan dampak fisik
maupun psikologis bagi korbannya.

Dampak bullying pada korban diantaranya kesehatan fisiknya menurun, dan


sulit tidur (Rigby dan Thomas dalam Sudibyo, 2013). Seorang korban juga
cenderung memiliki psychological well-being yang rendah (Rigby dalam Sudibyo,
2015), seperti perasaan tidak bahagia secara umum, self-esteem rendah (Rigby
dan Thomas dalam Sudibyo, 2013), perasaan marah, sedih, tertekan dan
terancam ketika berada pada situasi tertentu (Rigby dan Thomas dalam Sudibyo,
2013). Secara psikologis, seseorang korban akan mengalami psychological
distress; misalnya adalah tingkat kecemasan yang tinggi, depresi dan pikiran-
pikiran untuk bunuh diri (Rigby dalam Sudibyo, 2015). Secara akademis seorang
korban akan mengalami poor results; prestasi akademis menurun, kurangnya
konsentrasi korban (Sullivan, Cleary dan Sullivan dalam Sudibyo, 2015). Oleh
karena dampak bullying yang banyak dan sangat merugikan korban, fenomena
ini harus bisa ditangani. Salah satu cara dengan tindakan preventif yaitu
intervensi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam situasi bullying.

1
Bullying terjadi dalam berbagai bentuk diantaranya yaitu bullying secara
verbal perilaku berupa kritikan kejam, fitnah, penghinaan. Bullying secara fisik
dengan memukuli, menendang, menampar. Bullying secara relasional merupakan
pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengucilan, pengabaian,
atau penghindaran. Sedangkan bullyying secara elektronik bisa dengan
mengirimkan pesan atau image melalui internet atau telepon seluler (Coloroso
dalam Rofik, 2015). Bentuk bullying tersebut bisa terjadi di kalangan pelajar
maupun masyarakat luas, tidak terkecuali pada pengguna internet atau media

massa elektronik lainnya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Agar pembaca mengetahui faktor penyebab terjadinya bullying
b. Agar pembaca mengetahui beberapa jenis – jenis bullying
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui beberapa tanda – tanda korban bully di sekolah
b. Untuk mengetahui faktor apa yang membuat korban menjadi di bully :
faktor keluarga, sekolah, faktor sekelompok sebaya dan media sosai serta
media cetak dan tayangan televise
c. Untuk mengetahui dampak bully pada masa remaja yang akan
mempengaruhi penurunan harga diri pada masa dewasa dan cara
mencegah dan penangan bully di sekolah dengan melibatkan peran guru
dan orang tua

C. Manfaat penulis
1. Aspek teoritis
Memberikan referensi mengenai bullying di kalangan remaja
2. Aspek praktis
a. Intitusi pendidikan

2
Sebagai masukan dan pertimbangan dalam memberikan pendidikan
bullying

b. Remaja
Menambah wawasan tentang bullying, sehingga dengan pengetahuan
yang baik dapat mengurangi kejadian bullying
c. Penulis lain
Penulis berharap agar hasil penulisan ini dapat menambah pengetahuan
dan sebagai bahan pertimbangan untuk penulisan berikutnya

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan
manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dimana
terjadi perubahan dari masa kanakkanak ke masa dewasa yang meliputi
perubahan biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. World
Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja adalah mereka yang
berusia antara 10-19 tahun (Kemenkes RI, 2015).
Bullying adalah perilaku negative seseorang atau sekelompok orang
yang berulang kali menyalah gunakan ketidak seimbangan kekuatan
dengan tujuan menyakiti korban baik secara fisik maupun mental (Wiyani,
2012).
Bullying telah dikenal sebagai masalah sosial yang banyak ditemukan
terutama dikalangan anak-anak sekolah. Menurut Global School-based
Student Health Survey (GSHS) atau disebut juga survei kesehatan global
berbasis sekolah sebelum tahun 2007 sekitar 40% pelajar berusia 13-15
tahun di Indonesia melaporkan mengalami serangan 427 oleh teman
sebaya berupa kekerasan fisik dan psikologis seperti dipukul dan diejek.
(Herlinda, 2015).

B. EPIDEMIOLOGI
Fenomena kasus bullying yang terjadi di Indonesia selalu
meningkat tiap tahunnya. Dari 2011 hingga Agustus 2014, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia KPAI mencatat 369 pengaduan terkait
masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang
pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai

4
bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi
pendidikan, ataupun aduan pungutan liar. KPAI mencatat sebanyak 79
kasus anak sebagai pelaku bullying di sekolah sepanjang tahun 2015.
Kasus ini bertambah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu

sebanyak 67 kasus sepanjang tahun 2014 (KPAI, 2015).

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak


(P2TP2A) Kota Pekanbaru mencatat selama tahun 2015 terdapat 98 kasus
kekerasan terhadap anak. Pada semester I (pertengahan tahun) ditahun
2016. P2TP2A sudah mendapat catatan yaitu sebanyak 29 kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak (Hasan, 2016).

C. Klasifikasi
Kasus bullying yang ditemukan oleh KPAI ditemukan dalam berbagai
bentuk/jenis. Andrew Mellor menjelaskan bahwa ada beberapa jenis
bullying, yakni:
1. bullying fisik, yaitu jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara
pelaku dan korban. Perilaku yang termasuk, antara lain: memukul,
menendang, meludahi, mendorong, mencekik, melukai menggunakan
benda, memaksa korban melakukan aktivitas fisik tertentu,
menjambak, merusak benda milik korban, dan lain-lain.
2. bullying verbal melibatkanbahasa verbal yang bertujuan menyakiti
hati seseorang. Perilaku yang termasuk, antara lain: mengejek,
memberi nama julukan yang tidak pantas, memfitnah, pernyataan
seksual yang melecehkan, meneror, dan lain-lain.
3. bullying relasi sosial (psikologis) adalah jenis bullying bertujuan
menolak dan memutus relasi sosial korban dengan orang lain,
meliputi pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui
pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Contoh bullying sosial

5
antaralain: menyebarkan rumor, mempermalukan seseorang di depan
umum, menghasut untuk menjauhi seseorang, menertawakan,
menghancurkan reputasi seseorang, menggunakan bahasa tubuh
yang merendahkan, mengakhiri hubungan tanpaalasan, dan lain-lain.
4. bullying elektronik merupakan merupakan bentuk perilaku bullying
yang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer,
handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS, dan lain-
lain. Perilaku yang termasuk antara lain menggunakan tulisan, gambar
dan video yang bertujuan untuk mengintimidasi, menakuti, dan
menyakiti korban (KPAI 2005)

D. Faktor Penyebab terjadinya Bullying


Menurut Ariesto (2009), faktor-faktor penyebab terjadinya bullying antara
lain:
1. keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah :
orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau
situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan
mempelajari prilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang
terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap
teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan
terhadap prilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa mereka yang
memiliki kekuatan diperoleh untuk berprilaku agresif,dan prilaku agresif
dan meningkatkan status dan kekuasan seseorang’’. Dari sini anak
megembangkan prilaku bullyingnya.
2. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini.
Akibatnya, anak-anak sebagai prilsaku bullying akan mendapatkan

6
pengetahuan tentang prilaku mereka untuk melakukan intimidasiu pada
anak lain.bullyng berkembang sangat pesat dalam lingkungan sekolah
sering meberikan masukan negative pada siwanya, misalnya berupa
hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah
3. Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berintraksi dalam sekolah dan dengan teman
sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa
anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka
bias masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa
tidak nyaman dengan prilaku tersebut.
4. Kondisi lingkungan sekitar
Kondisi lingkungan social dapat pula menjadi penyebab timbulnya
prilaku bullying. Salah satu factor lingkungan social yang menyebabkan
tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam
kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutahan hidupnya,
sehingga tidak heran jika dilingkungan sekolah sering terjadi pemalakan
antar siswanya.
5. Tayangan televisi dan media cetak
Tayangan televisi dan media cetak membentuk pola prilaku bullying
dari segi tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan kompas
(sarivah, 2006) memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan
flem yang ditontonnya umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan
kata-katanya (43%).

E. Tanda dan gejala korban bullying


Menurut Agus Sampurno, ada beberapa tanda-tanda perilaku korban
Bullying (dalam Trevi, 2010), yakni sebagai berikut :

7
1. Tidak bahagia di sekolah dan malas bangun di pagi hari
2. Merasa cemas meninggalkan sekolah dan mengambil
rute pulang ke rumah yang tidak biasa;
3. Mengeluh tentang perasaan sakit di pagi hari tanpa tanda
tanda fisik, produktifitas semakin memburuk disertai dengan berkurangnya
minat di sekolah;
4. Menjadi marah atau emosional untuk alasan sepele, Luka atau memar
5. di tubuh di mana penjelasan tidak benar-benar bisa dipercaya
6. Buru-buru ke kamar mandi ketika pulang ke rumah dan enggan untuk pergi
keluar dan bermain,
7. Membuat pernyataan yang komentar dan menurunkan kemampuan diri
(“saya ini tidak pantas punya teman, atau saya ini bodoh”),
8. Menderita sakit perut, sakit kepala, serangan panik, atau luka yang tidak
dapat dijelaskan,
9. Tidak punya keterampilan social emosional, tidak punya teman, Bermasalah
dengan kepemilikan buku sekolah, pakaian, mainan (hilang),
10. Mengembangkan minat yang tiba-tiba pada kegiatan pembelaan diri dan
bergabung dengan klub bela diri,
11. Menjadi gelisah ketika teman - teman di sekolah disebutkan,
12. Tidak tampil seperti biasa dan merasa tak berdaya diri, kelihatan atau
merasa sedih, kesal, marah atau takut setelah mendapat panggilan
telepon atau email,
13. Memiliki konsep diri yang rendah dan tampak tidak bahagia.

8
F. Dampak bullying
Perilaku bullying memiliki dampak atau akibat yang cukup serius
terhadap pelaku maupun korban bullying. Studi yang dilakukan Darney,
Howcroft dan Stroud (2013) membuktikan bahwa seseorang yang pernah 428
mengalami bullying di sekolah sebelumnya akan berakibat pada keadaan
stres dan penurunan harga diri pada masa dewasa. Dampak fisik terhadap
korban bullying berupa keluhan sakit kepala atau perut terutama saat baru
pulang sekolah, kemudian luka-luka ringan hingga berat, bahkan sampai
berujung pada kematian. Dampak psikis yaitu semakin buruknya penyesuaian
sosial, meningkatnya depresi, tertekan, malu, penurunan nilai akademik
karena kemampuan analisis terhambat, stres, bahkan sampai tindakan bunuh
diri.
Aprilia (2013), mengatakan bahwa semakin sering remaja mengalami
bullying maka semakin berat tingkat stres dan depresi pada remaja tersebut
baik berupa bullying secara fisik, verbal, dan psikologis. Seligman (1989
dalam Santrock, 2003), mengatakan bahwa banyaknya kasus depresi yang
terjadi pada remaja dan dewasa muda disebabkan meluasnya perasaan tidak
berdaya menghadapi bullying karena meningkatnya penekanan pada diri,
kemandirian, dan individualisme serta menurunnya penekanan pada
hubungan dengan orang lain, keluarga, dan agama.
Stres yang dialami oleh remaja akibat bullying dapat mempengaruhi
kehidupannya sehari-hari. Dampak dari keadaan stres yang dialami remaja
akan memberirasa tidak aman dan nyaman, membuat para korban bullying
selalu merasa dibayangi rasa takut akan terintimidasi, merasa rendah diri
serta tak berharga dilingkungan masyarakat akibatperlakuan bullying yang
diterimanya. Perasaan takut karena selalu menerima perlakuan bullying

9
menyebabkan korban yang merupakan seorang siswa/siswi akan sulit
berkonsentrasi dalam belajarnya (Magfirah & Rachmawati, 2009).
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention
Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009), menunjukkan bahwa
bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan,
mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk
menghindari sekolah. Bullying yang berlanjut dalam jangka waktu lama,
dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial,
memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap
stress dan depresi, serta rasa tidak aman. Penelitian yang dilakukan Simbar,
Ruindungan dan Solang (2015), menyebutkan bahwa 26,7% remaja memiliki
harga diri rendah paska mendapat perlakuan bullying yaitu menarik diri dari
lingkungan sekitar untuk memperoleh rasa aman. Kejadian yang berlanjut
maka akan muncul ide bunuh diri hingga percobaan bunuh diri karena
perasaan malu dan stres (Espela ge & Holt, 2012).
Dampak yang dirasakan oleh siswasiswi yang menjadi korban bullying
tersebut yaitu menangis, kesal, cemberut dan tidak bertegur sapa dengan
teman yang menjadi pelaku bullying terhadap dirinya.

G. Penanganan dan Pencegahan


1. Penanganan bully
a. Paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi
yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala
sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan
perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.
b. Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara
menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat
kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara.

10
Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan
berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid.
2. Pencegahan
a. Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak kekeraran di
kalangan remaja, diperlukan peran dari semua pihak yang terkait
dengan lingkungan kehidupan remaja.
b. Sedini mungkin, anak-anak memperoleh lingkungan yang tepat.
Keluarga-keluarga semestinya dapat menjadi tempat yang nyaman
untuk anak dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman dan
perasaan-perasaannya. Orang tua hendaknya mengevaluasi pola
interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat
dalam berinteraksi dengan orang lain.
c. Berikan penguatan atau pujian pada perilaku pro sosial yang
ditunjukkan oleh anak. Selanjutnya dorong anak untuk
mengambangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan-kegiatan
dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak
menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah.
d. Selama ini, kebanyakan guru tidak terlalu memperhatikan apa yang
terjadi di antara murid-muridnya. Sangat penting bahwa para guru
memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pencegahan dan
cara mengatasi bullying.
e. Kurikulum sekolah dasar semestinya mengandung unsur
pengembangan sikap prososial dan guru-guru memberikan
penguatan pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok
kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah
menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan

11
sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan
sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.

f. Jangan anggap remeh Masih banyak orangtua yang menganggap


kakak kelas mengintimidasi adik kelas sebagai sebuah tradisi,
demikian juga perlakuan kasar yang diterima anak dari temannya
sering diabaikan karena akan berlalu seiring dengan waktu. Saatnya
untuk mengubah pandangan tersebut. Jalin komunikasi yang
dalam dengan anak, berilah perhatian lebih bila anak tiba-tiba
murung dan malas ke sekolah.
g. Ajari anak untuk melindungi dirinya Ajari anak untuk bersikap self
defense dalam arti menhindari diri dari korban atau pelaku
kekerasan. Katakan kepadanya, “Kalau kamu dipukul temanmu,
kamu harus memberitahukan kepada Ibu Guru.” Bukan malah
mengajarkan perilaku membalas atau menggunakan kekuatan
dalam mempertahankan diri. Selain itu, ajarkan pula untuk bersikap
asertif atau mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang memang
seharusnya tidak dilakukan. Selain itu, jangan biasakan anak
membawa barang mahal atau uang berlebih ke sekolah karena bisa
berpotensi menjadi incaran pelaku bullying. Pupuk kepercayaan diri
anak, misalnya dengan aktif mengikuti kegiatan ekskul.
h. Bina relasi dengan guru dan orangtua murid Bina relasi dan
komunikasi yang baik dengan guru di sekolah atau orangtua murid
lainnya. Anda bisa mendapatkan informasi adanya kasus bullying
atau melaporkan kepada guru bila si kecil bercerita mengenai

temannya yang dipukul, misalnya.

12
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-
ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk
melukai dan memnuat seseorang merasa tidak nyaman. Pemahaman moral
adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu
tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada
keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan
tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang
berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan
dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan
menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian
yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu
menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga
di masa mendatang. Untuk itu mereka seyogyanya mendapatkan asuhan
dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya.

2. Saran
Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program
pengajaran keterampilan sosial, problemsolving, manajemen konflik, dan
pendidikan karakter. guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku
siswa di dalam maupun di luar kelas; dan perlu kerjasama yang harmonis
antara guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah.
Sebaiknya orang tua menjalin kerjasama dengan pihak sekolah untuk

13
tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan
bullying antar pelajar di sekolah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Novia Andriani, 2017. HUBUNGAN BENTUK PRILAKU BULLYING DENGAN


TINGKAT STRES PADA REMAJA KORBAN BULLYING. https://www.e-
jurnal.com/2018/05/hubungan-bentuk-prilaku-bullying-dengan.html
diakses pada tanggal 22 maret 2019 pada pukul 20:11 WITA

15

Anda mungkin juga menyukai