Anda di halaman 1dari 67

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA ANAK


DI PUSKESMAS TAROGONG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana


Pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Karsa Husada Garut

IRMA PUTRI UTAMI


NIM : KHGC 17026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : IRMA PUTRI UTAMI

NIM : KHG C 17026

Program Studi : S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut

Mahasiswa yang bersangkutan telah disetujui untuk melaksanakan seminar

sidang skripsi dengan judul : Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

Demikian persetujuan ini kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya

Garut, September, 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Engkus Kusnadi S.Kep., M.Kes Devi Ratnasari, S.Kep., Ners., M.Kep

ii
LEMBAR PERSETUJUAN
SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : IRMA PUTRI UTAMI

NIM : KHG C. 17026

Program Studi : S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut

Mahasiswa yang bersangkutan telah disetujui untuk melaksanakan seminar usulan


penelitian dengan judul :

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas
Tarogong

Demikian persetujuan ini kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya

Garut, Agustus 2021

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Engkus Kusnadi S.Kep., M.Kes Devi Ratnasari, S.Kep., Ners., M.Kep

iii
LEMBAR PERSETUJUAN
PERBAIKAN SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

NAMA : IRMA PUTRI UTAMI

NIM : KHG C. 17026

JUDUL PENELITIAN : Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian


Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong

Menyatakan bahwa mahasiswa di atas telah melaksanakan perbaikan


seminar sidang proposal

Garut, Agustus 2021

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Engkus Kusnadi S.Kep., M.Kes Devi Ratnasari, S.Kep., Ners., M.Kep

Penelaah I Penelaah II

H. Zahara Farhan., S.Kep., Ns., M.Kep Sri Yekti Widadi, S.Kep., Ns., M.Kep

iv
ABSTRAK

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di


Puskesmas Tarogong

xiii + V BAB + 41 Halaman + 3 Tabel + 1 Bagan

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak dibawah lima tahun yang
diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Salah satu faktor yang terkait dengan kejadian stunting adalah faktor karakteristik
orangtua antara lain pendidikan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Asma.
Metode penelitian yang digunakan deskriptif korelasional, pengambilan sampel
dengan purposive sampling sebanyak 96 ibu, analisis secara univariat dan uji bivariat
menggunakan Rho Spearman.
Hasil Karakteristik ibu berdasarkan pendidikan hampir seluruh responden
berpendidikan dalam kategori rendah dan kejadian stunting pada anak di Puskesmas
Tarogong sebagian responden mengalami stunting.
Kesimpulan terdapat hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting
pada anak di Puskesmas Tarogong.Kesimpulan tingkat pengetahuan dapat
meningkat dengan diberi pendidikan kesehatan. Disarankan petugas kesehatan untuk
terus meningkatkan pendidikan kesehatan bagi keluarga agar memperhatikan asupan
gizi yang seimbang agar anak terhindar dari stunting

Kata Kunci : Pendidikan ibu, Stunting


Daftar Pustaka : 19 Buku (2013-2020)

v
ABSTRACT

Relationship of Mother's Education Level with Stunting Incidence in Children at


Tarogong Health Center

xiii + V CHAPTER + 41 Pages + 3 Tables + 1 Chart

Stunting is a condition of failure to thrive in children under five years who have
malnutrition so that the child is too short for his age. One of the factors associated
with the incidence of stunting is the parental characteristic factor among other
educations. The aim of this study was to determine the effect of health education on
the level of asthma knowledge.
The research method used was descriptive correlation, purposive sampling as many
as 96 mothers, univariate analysis and bivariate test using Rho Spearman.
The results of the characteristics based on education are almost all respondents with
low education in the low category and the incidence of stunting in children at the
Tarogong Health Center, some respondents experience stunting.
The conclusion was that there was a relationship between the level of mother's
education and the incidence of stunting in children at the Tarogong Health Center.
The conclusion is that the level of knowledge can be increased by being given health
education. It is recommended that health workers continue to improve health
education for families to pay attention to balanced nutritional intake so that children
avoid stunting

Keywords: Mother's education, stunting


Bibliography : 19 Books (2013-2020)

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wbr

Puji syukur peneliti panjatkan ke khadirat Allah SWT, karena atas Rakhmat

dan Karunia-Nya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Tingkat

Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong..

Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah untuk

memenuhi salah satu persyaratan dalam persiapan menempuh ujian sarjana pada

Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut.

Dalam penyusunan proposal ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk moril maupun materil. Pada

kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. H. Hadiat, MA, selaku Ketua Pembina Yayasan Dharma Husada Insani

Garut.

2. H. D. Saepudin, S.Sos., M.Mkes., selaku Ketua Pengurus Yayasan Dharma

Husada Insani Garut.

3. H. Engkus Kusnadi, S.Kep., M.Kes., selaku Ketua STIKes. Karsa Husada

Garut, merangkap sebagai pembimbing utama yang telah memberikan arahan

dan masukan yang sangat berharga saat penyusunan skripsi.

4. Devi Ratnasari, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku pembimbing pendamping yang

telah banyak memberikan masukan dan arahan yang sangat berharga dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Teman-teman seangkatan, senasib dan seperjuangan di STIKes Karsa Husada

Garut.

vii
Peneliti menyadari bahwa banyaknya kekurangan dan ketidak sempurnaan

dalam pembuatan skripsi ini karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang

peneliti miliki. Namun apapun kekurangan dari isi skripsi ini mudah-mudah ada

manfaatnya serta menambah ilmu bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca

lain yang sedang mendalami ilmu keperawatan pada umumnya serta mohon masukan

yang membangun.

Terima Kasih,

Wassalamualaikum Wr. Wbr

Garut, September 2021

Peneliti

viii
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PERSETUJUAN PERSETUJUN SIDANG......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN PROPOSAL..................................... iii
ABSTRAK................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................................. viii
DAFTAR BAGAN.................................................................................................. x
DAFTAR TABEL................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Praktis................................................................................ 6
1.4.2 Manfaat Teoritis.............................................................................. 6
BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................... 7
2.1 Konsep Teori............................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Stunting .......................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi Status Gizi....................................................................... 9
2.1.4 Penyebab Stunting............................................................................. 9
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting................... 13
2.1.6 Manifestasi klinis.............................................................................. 15
2.1.7 Dampak Stunting.............................................................................. 15
2.1.8 Pencegahan Stunting Pada Anak.......................................................18

ix
2.2 Kerangka Pemikiran.....................................................................................20
2.3 Hipotesis.......................................................................................................21
BAB III Metode Penelitian.....................................................................................22
3.1 Rancangan Penelitian..................................................................................22
3.2 Variabel Penelitian......................................................................................23
3.3 Definisi Operasional...................................................................................23
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................23
3.4.1 Populasi..............................................................................................23
3.4.2 Sampel................................................................................................23
3.5 Teknik Pengumpulan Data .........................................................................25
3.6 Pengolahan dan Analisis Data.....................................................................25
3.7 Langkah-langk34ah Penelitian....................................................................29
3.8 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................29
BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan........................................................... 31
4.1 Hasil Penelitian.......................................................................................... 31
4.1.1 Karakteristik Responden................................................................. 32
4.1.2 Kejadian Stunting............................................................................ 32
4.2 Pembahasan............................................................................................. 34
4.2.1 Analisis Univariat............................................................................ 34
4.2.2 Analisis Bivariat............................................................................... 37
BAB V Kesimpulan Dabn Saran........................................................................... 40
5.1 Kesimpulan..................................................................................................40
5.2 Saran-Saran............................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA

x
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Pemikiran…...........................................................................21

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional……..………………………………………….... 23

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan,Pekerjaan, dan Umur

Ibu dan kejadian Stunting Pada Anak Di Puskesmas Tarogong.............31

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Stunting Pada Anak Di Puskesmas

Tarogong Garut....................................................................................... 32

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2 : Informed Consent

Lampiran 3 : Lembar Bimbingan

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bagi bayi dibawah

lima tahun) yang diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek

untuk usianya (Supariasa, 2014). Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam

kandungan dan pada bayi masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi

stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Stunting yang dialami anak

dapat disebabkan oleh tidak terpaparnya periode 1000 hari pertama kehidupan

mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik,

kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan. Stunting dapat pula

disebabkan tidak melewati periode emas yang di mulai 1000 hari pertama

kehidupan yang merupakan pembentukan tumbuh kembang anak pada 1000 hari

pertama. Pada masa tersebut nutrisi yang diterima bayi saat di dalam kandungan

dan menerima ASI memiliki dampak jangka panjang terhadap kehidupan saat

dewasa. Hal ini dapat terlampau maka akan terhindar dari terjadinya stunting pada

anak-anak dan status gizi yang kurang Mikhail, et al., 2013) .

Menurt World Health Organization (WHO), data stunting di dunia

diperkirakan mencapai 22,2 % atau 150,8 juta balita (UNICEF, WHO, 2018),

sedangkan prevalensi di kawasan Asia berjumlah 55 % dan di kawasan Afrika 39

%. Data di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013)

menunjukkan di Indonesia, prevalensi stunting mencapai 37,2 % dan telah

1
2

terjadi penurunan hingga 30,8 %. (Riskesdas, 2018). Namun menurut WHO angka

tersebut jika dibandingkan dengan ambang batas prevalensi stunting, masih

berada pada kategori tinggi. Indonesia sendiri, merupakan negara dengan beban

anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia

(Kemenkes, 2018).

Angka-angka terbaru yang tersedia menunjukkan bahwa di Indonesia, lebih

dari 7 juta anak balita menderita stunting, atau terlalu pendek untuk usia mereka ,

lebih dari 2 juta anak balita kekurangan berat badannya, atau terlalu kurus untuk

tinggi badan mereka, 2 juta anak balita kelebihan berat badan atau obesitas .

Sekitar 1 dari 4 remaja menderita anemia, kemungkinan besar karena kekurangan

vitamin esensial dan nutrisi seperti zat besi, asam folat dan vitamin A (Badan

Statistik Pusat, 2018).

Indonesia sendiri, merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-

2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia, angkanya hingga 23,6 persen.

Sementara target WHO, angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. Jutaan

anak-anak dan remaja Indonesia tetap terancam dengan tingginya angka anak

yang bertubuh pendek (stunting) dan kurus (wasting) serta beban ganda”

malnutrisi dimana terjadinya kekurangan dan kelebihan gizi, belum ada

peningkatan pada status gizi anak-anak (PBB , 2019).

Kasus Berat Garis Merah (BGM) pada baduta di Jawa Barat tahun 2019

sebanyak 23,481 orang atau 29,2% dari jumlah baduta yang ditimbang, dilaporkan

oleh 24 kabupaten /kota dengan kasus BGM tertinggi dari kabupaten Garut

mencapai 5% dan kasus terendah terdapat di kabupaten Indramayu dan kabupaten


3

Bandung sebesar 0,3%. Tiga kabupaten atau kota, yakni kabupaten Pangandaran,

kabupaten Karawang dan kota Banjar tidak ada data kasus BGM (Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2018), sedangkan data di Kabupaten Garut pada

tahun 2019 mencapai angka 27,03% .

Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menuturkan, sejak 2017 Pemerintah

Kabupaten Garut sudah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka

stunting. Khususnya di 10 desa yang menjadi penyumbang. Salah satunya di Desa

Simpang, Kecamatan Cibalong. Pada tahun 2017 ada 41 anak yang masuk

kategori stunting,". Setelah dilakukan penanganan, jumlah anak yang

dikategorikan stunting di desa tersebut mengalami penurunan cukup signifikan.

Hasilnya, pada 2018 jumlah anak stunting turun menjadi 12 anak dari sebelumnya

41 anak. Namun kondisinya kembali naik di tahun 2020. Kabupaten Garut

memiliki anak balita "stunting" paling tinggi di Jawa Barat. Dari data hasil survei

yang dirilis Kementerian Kesehatan, sebanyak 43,2 persen anak balita di Garut

mengalami "stunting" (Kemenkes, 2018).

Berdasarkan laporan tahunan Unit Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan

Kabupaten Garut tahun 2019, terdapat 5 dari 67 Puskesmas di Kabupaten Garut

dengan angka kejadian stunting tertinggi, yaitu Puskesmas Mekarwangi (20,35%),

Puskesmas DTP Leuwigoong (15,60%) dan Puskesmas Cibiuk (15,43%),

Puskesmas Bayongbong 55,24% anak (Dinkes Kab Garut, 2019). Menurut data

yang diperoleh dinas kesehatan Kabupaten Garut di Puskesmas Tarogong pada

tahun 2020 menunjukan anak stunting sebanyak 905 orang anak (15,52%),
4

terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 783 anak menjadi 905 anak

bertambah sebanyak 122 anak.

Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunting berhubungan dengan

berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik orangtua antara lain pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota dalam

keluarga, faktor genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR, kekurangan energi dan

protein , sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak

sesuai (Fikadu, 2014).

Penelitian yang dilakukan di Kota Bogor menunjukkan bahwa stunting anak

usia 6-24 bulan pendidikan orangtua yang rendah merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap stunting pada anak usia 6-24 bulan (Rukmana Eka, 2016).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirun dan Siti menunjukan terdapat

hubungan antara panjang badan lahir balita, riwayat ASI eksklusif, pendapatan

keluarga, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian stunting

pada balita. Perlunya program yang terintegrasi dan multisektoral untuk

meningkatkan pendapatan keluarga, pendidikan ibu,pengetahuan gizi ibu dan

pemberian ASI eksklusif untuk mengurangi kejadian stunting (Ni’mah Khoirun,

Rahayu Siti, 2016).

Pendidikan yang tinggi berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik, yang nantinya akan berdampak pada pendapatan dan ketersediaan

pangan bagi keluarganya. Pendidikan orangtua khususnya Ibu yang tinggi

dikaitkan juga dengan pola pengasuhan anak termasuk pemberian kapsul vitamin
5

A, imunisas lengkap, sanitasi yang baik dan penggunaan garam beryodium yang

baik (Rukmana Eka , 2016).

Peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan ke Puskesmas Tarogong

dan mewawancari 10 orang ibu yang sedang berada di Pusklesmas Tarogong yang

memliliki anak Stunting, 5 orang berpendidikan SD, 2 orang SMP dan 2 orang

SMA, secara umum ada yang memamahi penyebab dan cara penanganan stunting

dan ada yang tidak tahu.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji Hubungan

Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas

Tarogong 2021.

1.2 Rumusan Masalah

Mengidentifikasi apakah ada Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan

kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian

stunting pada anak di puskesmas Tarogong.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Tarogong

2. Mengidentifikasi kejadian stunting pada anak di Puskesmas Tarogong


6

3. Mengidentifikasi hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian

stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Diharapkan hasil penelitian ini lebih menambah keterampilan yang dapat

digunakan dalam menangani pasien stunting pada anak di puskesmas

Tarogong

2. Diharapkan hasil penelitian ini bisa mengurangi angka kejadian stunting

khususnya di puskesmas tarogong.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam

bidang kesehatan khususnya untuk anak stunting. Dengan dilakukannya penelitian

ini, diharapkan masyarakat mengetahui bahaya stunting pada anak. Dengan

dilakukannya penelitian ini semoga ibu lebih mengetahui pentingnya pendidikan

stunting pada anak .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Konsep Teori

2.1.1 Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima

tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada

periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK) , yaitu dari janin hingga anak

berusia 23 bulan . Anak tergolong stunting atau pendek jika panjang badan atau

tinggi badan dibandingkan umur hasilnya lebih rendah dari standar nasional

yang ditetapkan (Kementrian PPN/Bappenas, 2018).

Dalam kehidupan sehari-hari , anak dengan stunting tempak lebih pendek

jika dibandingkan dengan anak normal yang seumuran (Rahmawati,

2020).Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih

pendek dibanding tinggi badan oranglain pada umumnya (yang seusia)

(Nurlailis, 2020) . Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa

stuntingini merupakan masalah kurang gizi dengan periode yang cukup lama

sehingga muncul gangguan pertumbuhan tinggi badan pada anak yang lebih

rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya (Schmidt, 2014).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan oleh

berbagai faktor seperti kekurangan asupan zat gizi dan atau penyakit

infeksi kronis dalam jangka waktu yang lama yang ditunjukkan dengan nilai

7
8

z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) < -2SD berdasarkan standar WHO

(Priyono, Sulistiyani, & Ratnawati, 2015).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa stunting

adalah merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.

2.1.2 Pengukuran Stunting

1. Indeks PB/U dan TB/U

Indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan

menurut umur (TB/U) menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi

badan anak berdasarkan umurnya . Indeks ini dapat mengidentifikasi

anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted),

yang disebabkan oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit.

Anak-anak yang tergolong tingga menurut umurnya juga dapat

diidentifikasi . Anak-anak dengan tinggi badan di atas normal (tinggi

sekali) biasanya disebabkan oleh gangguan endokrin. Namun, hal ini

jarang terjadi di indonesia. Terdapat perbedaan istilah dalam pengukuran

balita yaitu PB dan TB , yaitu :

a. Panjang badan (PB) digunakan untuk mengukur anak usia 0 sampai

24 bulan dan anak dalam posisi telentang . Bila anak usia 0 sampai

24 bulan diukur dengan berdiri ,maka hasil pengukurannya

dikoreksi dengan menambah 0,7 cm .


9

b. Tinggi badan (TB) digunakan untuk mengukur anak usia di atas 24

bulan dan anak diukur dalam posisi berdiri. Bila anak usia lebih

dari 24 bulan diukur dengan telentang, maka hasil pengukurannya

dikoreksi dengan mengurangi 0,7 cm (Rahmawati, 2020).

2.1.3. Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri tinggi

badan menurut umur (TB/U) yang telah ditetapkan oleh KEPMENKES

RI nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 adalah sebagai berikut:a.Sangat

pendek: <-3 SDb.Pendek : -3 SD sampai dengan <-2 SDc.Normal: -2 SD

sampai dengan 2 SDd.Tinggi: >2 SD (Kemenkes, 2015).

2.1.4 Penyebab Stunting

Penyebab Stunting pada anak meski gejala stunting baru dapat terlihat

ketika balita , namun sebenarnya untuk memahami penyebab stunting

adalah hal yang dapat dilakukan sejak bayi masih di dalam kandungan :

1. Pola Asuh Ibu

Penyebab yang paling dominan menyebabkan anak stunting

adalah karena pola asuh orangtua yang salah. Ibu hamil yang kurang

mengonsumsi makanan bergizi seperti asam folat , protein , kalsium,

zat besi,dan omega-3 cenderung melahirkan anak dengan kondisi

kurang gizi . Kemudian saat lahir , anak tidak mendapatkan ASI

ekslusif dalam jumlah yang cukup dan MPASI dengan gizi yang

seimbang ketika berusia 6 bulan ke atas .


10

2. Praktik ANC dan Post natal care yang kurang baik masih terbatasnya

layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) dan

pembelajaran dini yang berkualitas .

3. Cara pemberian makan

Pemberian makanan pelengkap yang tidak cukup dan kekurangan

nutrisi penting disamping asupan kalori murni adalah salah satu

penyebab pertumbuhan pada anak terhambat. Anak-anak perlu diberi

makanan yang memenuhi persyaratan minuman dalam hal frekuensi

dan keragaman makanan untuk mencegah kekurangan gizi .

Penelitian terbaru menemukan bahwa kemampuan usus dalam

menyerap makanan juga yang telah dikonsumsi anak, akan

berpengaruh pada tumbuh kembang si anak . artinya bahwa meskipun

jumlah nutrisi yang dikonsumsi sudah sesuai kebutuhan tubuh, tetapi

satu dan lain hal, terjadi gangguan pada penyerapan makanan di usus,

maka akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan si

anak.

4. Kebersihan Lingkungan

Ada kemungkinan besar hubungan antara pertumbuhan linear

anak-anak dan praktik senitasi rumah tangga. kontaminasi jumlah

besar bakteri fecal oleh anak-anak kecil ketika meletakan jari-jari

kotor atau barang-barang rumahtangga dimulut mengarah ke infeksi

usus. Ini mempengaruhi status gizi anak-anak dan mengurangi nafsu


11

makan , mengurangi penerapan nutrsi , dan meningkatkan kehilangan

nutrisi .

Penyakit-penyakit yang berulang seperti diare dan infeksi cacing

usus (Helminthiasis) yang kedua nya terkait dengan sanitasi yang

buruk telah terbukti berkontribusi terhadap terhambatnya

pertumbuhan anak . Enteropati lingkungan adalah sindrom yang

menyebabkan perubahan pada usus kecil orang dan dapat terjadi

karena kurangnya fasilitas sanitasi dasar dan terkena kontaminasi

feses dalam jangka panjang . Penelitian pada tingkat

global telah menemukan bahwa proporsi stunting yang dapat dikaitkan

dengan lima atau lebih episode diare sebelum usia 2 tahunadalah 25%.

Karena diare terkait erat dengan air , sanitasi dan kebersihan (WASH),

ini merupakan indikator yang baik untuk hubungan antara WASH dan

pertumbuhan yang terhambat . Sejauh mana peningkatan dalam

keamanan air minum, penggunaan toilet dan praktik mencuci tangan

yang baik berkontribusi untuk mengurangi stunting tergantung pada

seberapa buruk praktik-praktik ini sebelum intervensi. keluarga yang

mempunyai akses jamban mengurangi kemungkinan stunting sebesar

23-44% pada anak-anak usia 6-23 bulan.

Salah satu studi pencemaran lingkungan yang berdampak pada

kesehatan masyarakat adalah cemaran pestisida yang banyak

digunakan pada pertanian . pada satu wilayah yang penggunaan

pestisidanya tinggi ditemukan perbedaan proporsi penderita


12

hipotiroidisme (bedasarkan kadar TSHs/Thyroid stimulating hormons)

yang nyata antara daerah terpapar dan daerah yang tidak terpapar

cemaran pestisida . bila dibiarkan, pertumbuhan akan tergantung dan

meyebabkan kejadian stunting (pendek) yang semakin banyak.

meskipun studi ini cakupan wilayahnya tidak begitu besar, namun

dampak cemaran lingkungan harus terus diwaspadai .

5. Kemiskinan

Masih dominannya kejadian anak pendek pada penduduk besar

kemungkinan merupakan dampak dari kelaparan yang terjadi dalam

waktu lama . penyebab yang mendasar antara lain adalah kemiskinan .

meskipun kasus anak stunting tidak semata mata disebabkan oleh

kemiskinan karena stunting bisa terjadi pada setiap kelompok sosial

ekonomi akan tetapi hasil riset menunjukan bahwa paling dominan

anak stunting ditemukan pada keluarga ekonomi rendah .

6. Faktor infeksi

ISPA, diare berulang, biasanya nafsu makan kurang

7. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu yang rendah sehingga kurang memahami asupan

nutrisi bagi anak sehingga anak kekurangan gizi .

8. BBLR

BBLR merupakan prediktor penting dengan umur kehamilan

kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gr.
13

Dampak berat badan lahir rendah (BBLR) sangat erat kaitannya

dengan mortalitas janin . Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan

dan perkembangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis

dikemudian hari .

Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu asupan

makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat , protein , lemak , mineral , vitamin , dan

air), riwayat berat badan lahir rendah (BBLR), riwayat penyakit,

praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya

pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa

kehamilan , serta setelah ibu melahirkan . pemberian air susu ibu

(ASI) secara ekslusif , tidak menerima makanan pendamping air susu

ibu (MP-ASI) (La Ode, 2020) .

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting

Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunting

berhubungan dengan berbagai macam faktor yaitu faktor karakteristik

orangtua yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pola asuh , pola miskin,

dan jumlah anggota dalam keluarga, faktor genetik, penyakit infeksi,

kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein , sering mengalami

penyakit kronis , praktek pemberian makan yang tidak sesuai ) (Nurlailis,

2020).

Adapun faktor resiko stunting yaitu :

1. Pendidikan orangtua
14

Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

dan masyarakat (Djumali, 2014). Pengertian Pendidikan dapat

diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf

hidup atau untuk kemajuan lebih baik (Notoatmodjo, 2014).

Pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan teknis. Dalam arti

luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang

mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau

perkembangan jiwa, watak, atau kemampuan fisik individu. dalam arti

teknis, pendidikan adalah proses dimana masyarakat melalui lembaga-

lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau lembaga lainnya)

dengan sengaja mentransfermasikan warisan budaya nya, yaitu

pengetahuan, nilai-nilai keterampilan-keterampilan dan generasi-

generasi. Pendidikan menurut Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat , bangsa, dan negara .


15

Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara

teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat .

pendidikan ini berlangsung disekolah, pendidikan dasar , pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah

pendidikan yang di dapatkan seseorang dari pengalaman sehari-hari

baik secara sadar maupun tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini

dapat berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari maupun

dalam pekerjaan, masyarakat, dan organisasi, pendidikan non formal

adalah pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi

tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. tingkat pendidikan mer

upakansuatu proses yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuannya melalui pendidikan formal yang

berjenjang.

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan melalui

cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas.

pendidikan orangtua terutama ayah memiliki hubungan timbal balik

dengan pekerjaan. Pendidikan ayah merupakan faktor yang

mempengaruhi harta rumahtangga dan komuditi pasal yang

dikonsumsi karena dapat mempenngaruhi sikap dan kecenderungan

dalam memilih bahan-bahan konsumsi. sedangkan pendidikan ibu

mempengaruhi status gizi anak, dimana semakin tinggi pendidikan ibu

maka akan semakin baik pula buat status gizi anak . tingkat

pendidikan juga berkaitan dengan pengetahuan gizi yang dimiliki,


16

dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik pula

pemahaman dalam memilih bahan makanan.

2. Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua mempunyai andil yang besar dalam masalah

gizi . Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan penghasilan keluarga

yang mempengaruhi daya beli keluarga . keluarga dengan pendapatan

yang terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya secara kualitas dan kuantitas. peningkatan pendapatan

keluarga dapat berpengaruh pada susunan makanan . pengeluaran

yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya

konsumsi pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang memadai akan

menunjang tumbuh kmbang anak, karena orangtua dapat menyediakan

semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder .

3. Tinggi Badan Orangtua

Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala hingga telapak kaki ,

parameter ini merupakan paramenter yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal dan tidak sensitif untuk mendeteksi

permasalahan gizi pada waktu yang singkat. Pengukuran tinggi badan

sebagai parameter tinggi badan mempunyai banyak kegunaan, yaitu

dalam penilaian status gizi, penentuan kebutuhan energi basal ,

penghitungan dosis obat , dan prediksi dari fungsi fisiologis sepertii

volume paru , kekuatan otot , dan kecepatan filtrasi glomelurus .


17

Tinggi badan dapat ukur dari alas kaki ke titik tertinggi pada posisi

tegak . tinggi badan merupakan ukuran posisi tubuh berdiri (vertical)

dengan kaki menempel pada lantai , posisi kepala dan leher tegak,

pandangan rata-rata air, dada dibusungkan, perut datar dan tarik nafas

beberapa saat . Tinggi badan diukur dalam posisi berdiri sikap

sempurna tanpa alas kaki . untuk mengukur tinggi badan seseorang

pada posisi berdiri secara anatomis, dapat diukur dari kepala bagian

atas sampai ketelapak kaki bagian bawah .

4. Status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang

dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis . status gizi

merupakan gambaran terhadap ketiga indikator yakni berat badan

menurut umur (BB/U) , tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) terjadi akibat faktor langsung

dan tidak langsung, maka berdasarkan hasil riset menggunakan data

sekunder (Depkes, 2015)

Hasil penelitian menunjukan hasil bahwa berat badan dan tinggi

badan orangtua dengan status gizi , dimana hasil penelitian ini

menjadi gambaran mengenai situasi gizi balita berdasarkan berat dan

tinggi badan orangtua . Tinggi badan merupakan salah satu bentuk


18

dari ekpresi genetik, dan merupakan faktor yang diturunkan kepada

anak serta berkaitan dengan kejadian stunting.

Status gizi adalah tanda tanda atau penampilan yang diakibatkan

oleh keseimbangan antara pemasukan gizi disatu pihak dan

pengeluaran energi dipihak lain yang terlihat melalui indikator berat

badan dan tinggi badan (Yuliana, 2019).

2.1.6 Manifestasi klinis

Tanda Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<

2SD), ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan

kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia

anak. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan

pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang.

Untuk gizi kurang pada anak . stunting dapat didiagnosis melalui indeks

antropomentrik tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan

linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan

gizi jangka panjang , akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan .

stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi

genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit . stunting

yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka

kematian , kemampuan kognitif dan perkembangan motik yang rendah serta

fungsi tubuh yang tidak seimbang (Yuliana, 2019).

2.1.7 Patofisiologi
19

1. Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi / sebelum terjadi kehamilan yaitu

ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia . Remaja

putri indonesia usia 15-19 tahun kondisinya berisiko kurang energi kronik

(KEK) 24,2% (Riskesdes 2017).

2. Menjadi parah ketika hamil dengan asupan gizi tidak mencukupi kebutuhan

3. Ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai

4. Wanita usia subur usia 15-49 tahun di Indonesia hamil dengan risiko kurang

energi kronik (KEK) dan anemia sebesar 37,1% . (Modul Deteksi Dini

Pencegahan Dan Penanganan Stunting , 2020) .

2.1.8 Dampak Stunting

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegansia (IQ), sehingga

prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Anak

yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek

saja , tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan persentasinya kelak

setelah dewasa , sehingga akan menjadi beban negara . Selain itu dari aspek

estetika , seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik

dari yang tubuhnya. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-

masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit

diperbaiki . Masalah stunting menunjukan ketidakcukupan gizi dalam jangka

waktu panjang yaitu kurang energi dan protein , juga beberapa zat gizi mikro.
20

Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis . Anak-

anak yang mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik .

Anak yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau

kronis, terutama yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat

pertumbuhan fisiknya sehingga menjadi pendek (stunted).

Kondisi ini lebih beresiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak

di dalam kandungan . Data-data secara nasional di Indonesia membuktikan

bahwa angka stunting yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi .

Seperti disebut dalam laporan Riskesdes terakhir , ada 30,8% atau 7,3 juta

anak di Indonesia mengalami stunting , dengan 19,3% atau 4,6 juta anak

pendek , dan 11 , 5% atau 2,6 juta anak sangat pendek.

1. Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat

Banyak penelitian menunjukan anak yang tumbuh dengan stunting

mengalami masalah perkembangan kognitif atau psikomotor. Jika proporsi

anak yang mengalami kurang gizi , gizi buruk , dan stunting besar dalam

suatu negara, maka akan berdampak pula pada proporsi kualitas sumber

daya manusia yang akan dihasilkan . Artinya , besarnya masalah stunting

pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa masa depan .

2. Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga


21

Anak-anak yang tumbuh dan berkembang tidak proporsional hari ini ,

pada umumnya akan mempunyai kemampuan secara intelektual di bawah rata-

rata dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik. (Yuliana, 2019) .

Anak pendek atau stunting merupakan indikator yang diterima secara luas

mengenai penurunan produktivitas masyarakat suatu negara pada masa

mendatang. Anak-anak pendek pada umumnya akan tumbuh menjadi anak yang

kurang berpendidikan , memiliki pendapatan dan kualitas hidup yang rendah ,

serta rentan mengalami penyakit tidak menular .

Menurut Econimic Commission for Latin America and the Caribbean

(ECLAC) dan World Food Programme (WFP) (2017) menyatakan bahwa

malnutrisi pada bayi dan balita memiliki dampak ekonomi yang besar bagi suatu

negara . Sebuah penelitian mengenai dampak dan biaya yang ditimbulkan dari

beban ganda malnutrisi terhadap pendidikan, kesehatan, dan produktivitas di

Amerika Latin mengungkapkan bahwa malnutrisi memiliki dampak negatif

terhadap angka kesakitan dan kematian, pendidikan , inklusi tenaga kerja dan

sosial, serta produktivitas .


22

Kondisi malnutrisi dapat menimbulkan konsekuensi biaya yang hilang ,

baik kelebihan maupun kekurangan gizi . Biaya yang ditimbulkan dari kejadian

gizi kurang , antara lain adalah adanya biaya yang hilang akibat kematian

prematur dan tingkat pendidikan yang rendah sehingga produktivitas masyarakat

menjadi rendah . Adapun dalam jangka panjang, kelebihan gizi dapat

menyebabkan penyakit denegratif. kerugian yang sangat besar dapat timbul

karena tingginya biaya pengobatan untuk penyakit-penyakit, seperti diabebes ,

strok , jantung , hipertensi , dan lain-lain (Helmyanti, 2020).

2.1.9 Pencegahan Stunting Pada Anak

1. Saat hamil

Ada gangguan pada plasenta , nutrisi ibu dan genetik

2. Saat lahir

Pola asuh orangtua termaksud didalamnya lebih penting adalah asupan

nutrisi. Renungan gizi atau nutrisi anak harus memenuhi 4 unsur yakni

karbohidrat , protein , vitamin , dan mineral . orangtua harus mengusahakan

setiap kali makan anak harus memenuhi 4 syarat makanan utama tersebut

(La Ode, 2019) .

Di Indonesia , upaya untuk mencegah dan menangani permasalahan

stunting sudah banyak dilakukan. Bahkan dalam rangka menurunkan angka

stunting , Pemerintah telah menetapkan desa sejumlah 1.000 desa yang menjadi

prioritas intervensi stunting yang tersebar pada 100 kabupaten/kota dan 34


23

provinsi . Selain itu , pencegahan masalah stunting juga sudah disusun dalam

Strategi Nasional Pencepatan Pencegahan stunting 2018-2024 .

Berdasarkan gambar diatas dapat dipahami bahwa strategi nasional yang

dilakukan sebagai upaya penanganan dan pencegahan stunting antara lain :

Menentukan sasaran prioritas, dalam hal ini sasaran prioritas yang

ditetapkan dalam strategi nasional ialah ibu hamil dan anak dengan usia 0-2 tahun

atau rumah tangga 1.000 HPK. Tentunya perlu dilakukan pencatatan atau

pendataan ibu hamil dan anak dengan usia tersebut di masing-masing wilayah

sehingga akan memudahkan sosialisasi dan atau tindakan-tindakan lebih lanjut

terkait penanganan masalah stunting.

Intervensi prioritas, setelah dilakukan pendataan sasaran prioritas (ibu

hamil dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga 1.000 HPK maka kemudian

dilakukan intervensi terhadap sasaran prioritas tersebut . Intervensi dilakukan

dengan dua cara yaitu intervensi gizi spesifik. Setelah ditentukannya sasaran

prioritas dan intervensi yang dilakukan terhadap sasaran prioritas tersebut, strategi
24

ketiga adalah menentukan prioritas daerah atau wilayah percepatan pencegahan

stunting. Pada gambar di atas pada tahun 2018, pemerintah telah menetapkan

1.000 desa intervensi stunting di 100 kabupaten . Untuk tahun 2019 jumlah desa

intervensi stunting ditambah menjadi 1 .600 desa dengan persebaran 160

kabupaten . Sedangkan , untuk tahun 2020-2024 direncanakan akan ditambah

menjadi seluruh desa intervensi stunting di semua kabupaten yang dilakukan

secara bertahap . (Helmyanti, 2020).

2.2 Kerangka Pemikiran

Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih

pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia) (Nurlailis,

2020). Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting adalah : pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, pola asuh, pola miskin, dan jumlah anggota dalam keluarga, faktor

genetik, penyakit infeksi, kejadian BBLR, kekurangan energi dan protein, sering

mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai)

(Nurlailis, 2020).

Dasar untuk melakukan pencegahan stunting adalah pendidikan, pendidikan

adalah kognitif dari individu untuk melakukan suatu tindakan (Notoatmodjo,

2014). Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya dan masyarakat (Djumali, 2014).


25

Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran pada penitian ini dapat dilihat pada

bagan tersebut di bawah ini :

Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting
pada anak di Puskesmas Tarogong
Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting

1. Pendidikan Stunting

2. Pekerjaan,
3. Pendapatan,
4. Pola asuh,
5. Pola makan,
6. Jumlah anggota dalam Stunting
keluarga, Non Stunting
7. Faktor genetik,
8. Penyakit infeksi
9. BBLR,
10. Kekurangan energi dan
protein,
11. Sering mengalami
penyakit kronis
12. Praktek pemberian
makan yang tidak sesuai

Sumber : Modifikasi Nurlailis (2020), Notoatmodjo (2014) dan Djumali

(2014).

2.3 Hipotesis

Ho : Tidak terdapat Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong

Ha : Terdapat Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong


26
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan jenis penelitian case control yaitu

suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko

dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif, dengan kata lain efek

penyakit atau status kesehatan diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2014).

Penelitian ini untuk mengidentifikasi Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu

dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

Kelompok Kasus
Pendidikan Rendah

Stunting

Pendidikan Tinggi

Kelompok Kontrol
Pendidikan Rendah

Tidak Stunting

Pendidikan Tinggi

7
8

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian (Arikunto, 2014). Variabel dalam penelitian ini adalah :

3.2.1. Variabel Independen ( bebas )

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendidikan

3.2.2. Variabel Dependen (terikat).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Stunting .

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Pengukuran

Pendidikan Jenjang pendidikan Lembar Wawancara 1. Rendah, bila Ordinal


formal yang dilalui ibu Observasi menanyakan pendidikannya SD +
jenjang SMP+SMA
pendidikan 2. Tinggi, bila pendidikannya
Perguruan Tinggi

Stunting Stunting adalah kondisi Lembar Observasi 1. Stunting, bila ukuran Nominal
gagal tumbuh pada anak observasi langsung dan tubuhnya pendek tidak
berusia di bawah lima melihat dari sesuai umurnya
tahun catatan medis 2. Non Stunting, bila
ukuran tubuhnya sesuai
umurnya

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah setiap objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2014). Populasi pada penelitian
9

ini adalah semua anak stunting dan tidak stunting di Puskesmas Tarogong tahun

2020 sebanyak 905 orang.

3.4.2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Notoatmodjo, 2014). Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik dengan cara

purposive sampling, dimana kriteria sampel yaitu :

Kriteria Inklusi :

No Kelompok Kasus Kelompok Kontrol


1 Anak dalam penanganan di Anak dalam penanganan di
Puskesmas Tarogong Puskesmas Tarogong
2 Usia ibu tidak dibatasi Usia ibu tidak dibatasi
3 Bersedia menjadi responden Bersedia menjadi responden
4 Stunting Non Stunting

Kriteria Eksklusi :

No Kelompok Kasus Kelompok Kontrol


1 Tidak bersedia menjadi Tidak bersedia menjadi
responden responden

Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental

sampling. Untuk menentukan besarnya sampel dengan skala pengukuran

kategorikal uji hipotesis beda 2 proporsi (Dahlan, 2013) sebagai berikut :

z 1-α √2P̃ (1-P̃) + Z1-β √P1 (1- P1) + P2(1-P2)²


n1 = n2 =
(P1-P2)²
10

n = Jumlah sampel minimal

Z 1-α/2 = Confidence interval 95% (1,96)

Z1-β = power tes 80% = 0,84

P̃ = rata-rata kedua proporsi ( 0,50 +0,20)/2 = 0,35

P1 = proporsi pendidikan, tidak diketahui, estimasi 50%

P2 = proporsi pada kelompok stunting (20% ). Kunjungan lain = total

4524

z 0,5 √2(0,35) (1-0,35) + 0,84 √0,50 (1- 0,50) + 0,2(1-0,2)²


n1 = n2 =
(0,5-0,2)²

n1 = n2 = 38,7 ≈ 39

Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh besar sampel penelitian

sebanyak 39 orang untuk tiap kelompok proporsi atau jumlah keseluruhan sampel

78 orang ibu. Selanjutnya dilakukan pencocokan (matching) antara kelompok

kasus dengan kelompok kontrol melalui variabel usia ibu.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

data yang dapat menunjang penelitian. Untuk pengumpulan data pasien peneliti

melakukan pengamatan dan pencatatan. Dalam pengumpulan data terlebih dahulu

mengadakan pendekatan kepada calon responden, menjelaskan maksud penelitian

dan diadakan tanya jawab, bila calon responden bersedia menjadi responden,
11

calon responden diminta untuk mengisi persetujuan menjadi responden (Informed

Concent).

Selanjutnya peneliti melakukan observasi dan wawancara. Pengumpulan

data dilakukan terhadap 34 pasien yang penanganan di Puskesmas Tarogong.

Dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok A sebagai kelompok kasus sebanyak 17

orang yaitu pasien yang mengalami stunting. Sedangkan kelompok B sebagai

kelompok kontrol yaitu sebanyak 17 orang pasien lainnya yang tidak mengalami

stunting.

Baik kepada kelompok A maupun kepada kelompok B peneliti menanyakan

jenjang pendidikan, kemudian dicatat pada lembar pengamatan. Bila data sudah

terkumpul dan sudah lengkap, selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan penelitian

ini.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1. Teknik pengolahan Data :

1. Editing data, yakni memberikan pengecekan, penilaian dan memastikan data

yang diperoleh telah lengkap.

2. Coding data, yakni memberikan kode pada setiap item untuk memudahkan

dalam pengolahan data selanjutnya. Kode yang diberikan baik pada

kelompok kasus maupun kontrol pada penelitian ini untuk variabel senam

kaki yaitu : 1. melaksanakan senam kaki, 2. tidak melaksanakan senam kaki,

untuk variabel ulkus 1. Tidak mengalami ulkus, 2 mengalami ulkus.


12

3. Processing data, yakni melakukan entry data dari daftar isian kedalam

komputer.

4. Cleaning data, yakni melakukan pembersihan terhadap data yang telah

dimasukan kedalam komputer, apakah terdapat kesalahan dengan cara

mengetahui data yang hilang dan konsistensi data.

3.6.2. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan,

dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis

dalam mengungkap fenomena (Arikunto, 2010).

3.6.2.1. Analisis Data Univariat

Analisis univariat yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-

masing variabel dari masing-masing kelompok yang diteliti sehingga diperoleh

gambaran masing-masing variabel tersebut.

Untuk mengetahui gambaran hasil penelitian berdasarkan analisis univariat

maka dilakukan analisis sebagai berikut :

1. Pendidikan

Pengolahan data untuk mendapatkan deskripsi atau gambaran tentang

pendidikan dikelompokan kedalam kaidah penelitian sebagai berikut :

pendidikan rendah bila lulusan SD + SMP + SMA, sedangkan pendidikan

tinggi bila lulusan Perguruan tinggi

2. Kejadian Stunting
13

Kejadian stunting dibagi dua, stunting bila ukuran tubuh anak pendek tidak

sesuai umurnya dan tidak stunting bila ukuran tubuhnya normal sesuai

umurnya.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data univariat, setelah mendapatkan hasil

sesuai kriteria penilaian dari semua responden, selanjutnya dibuat persentase baik

kelompok kasus maupun kelompok kontrol sesuai kategori tersebut di atas,

kemudian dibuat proporsi dengan menggunakan rumus :

X
P= x 100 %
n
Keterangan :

P = Persentase

X = Jumlah sesuai kategori (pendidikan dan kejadian stunting)

n = Jumlah sampel.

Selanjutnya hasil persentase ini diinterpretasikan menggunakan kriteria

sebagai berikut :

1. 0% : tidak seorang pun responden

2. 1% - 19% : sangat sedikit dari responden

3. 20% - 39% : sebagian kecil dari responden

4. 40% - 59% : sebagian responden

5. 60% - 79% : sebagian besar responden

6. 80% - 99% : hampir seluruh dari responden

7. 100% : seluruh responden.

3.6.2.2. Analisa Bivariat


14

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkolerasi (Arikunto, 2014). Analisa dilakukan dengan menggunakan uji

statistik Chi Square dengan rumus sebagai berikut :

∑ (ƒo - ƒh)²
χ² =
ƒh

Keterangan :

χ² :chi square

ƒo : frekuensi observasi

ƒh : frekuensi harapan

Jadi dapat disimpulkan bahwa :

p value < α = 0,05, Ho : Ditolak, Ha diterima artinya terdapat hubungan antara

pendidikan dengan kejadian stunting.

p value > α = 0,05, Ho : Diterima, Ha ditolak artinya tidak terdapat hubungan

antara pendidikan dengan kejadian stunting.

3.6.2.3 Odds Ratio Pendidikan dan Kejadian Stunting

Tabel 3.2
Cara Penghitungan Odds Ratio (OR)
Pendidikan dan Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
Pendidikan
Tidak Stunting Stunting
Pendidikan Rendah a b
Pendidikan Tinggi c d
Jumlah a+c b+d

a c a
: =
Odds kelompok Pendidikan : a+c a+c c
b d b
: =
Odds kelompok Kejadian Stunting : b+d b+ d d
15

a b ad
: =
: c d bc
Odds Ratio

Interpretasi Odds Ratio (OR) adalah sebagai berikut :

OR > 1, Confident Interval > 1, artinya mempertinggi resiko

OR = 1, Confident Interval = 1, artinya faktor rsiko bersifat netral atau

tidak terdapat hubungan

OR < 1, Confident Interval < 1, artinya faktor resiko mengurangi resiko

3.7 Langkah-langkah Penelitian

3.7.1 Tahap persiapan

1. Memilih lahan penelitian yitu di Puskesmas Tarogong

2. Melakukan pendekatan ketempat penelitian

3. Telah melakukan studi pendahuluan untuk menentukan masalah

penelitian

4. Studi kepustakaan

5. Menyusun proposal penelitian

6. Membuat lembar pengamatan (observasi)

7. Seminar proposal penelitian.

3.7.2 Tahap pelaksanaan

1. Pengumpulan data dengan tanya jawab menggunakan lembar

observasi

2. Pengecekan kelengkapan data


16

3. Pengolahan data

4. Pembahasan hasil penelitian

3.7.3 Tahap akhir

1. Penyusunan laporan penelitian

2. Penyajian hasil penelitian.

3.8 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tarogong, adapun waktu

pengumpulan data penelitian telah dilkukan pada bulan Agustus 2021.


17

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan hasil penelitian, pengolahan dan

pembahasan mengenai Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong, penelitian dilakukan terhadap 96

responden pada tanggal bulan Agustus 2021.

Adapun hasil penelitian ini dapat dilihat pada uraian sebagai berikut :

4.1.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian karakteristik ibu mengenai tingkat pendidikan, pekerjaan,

dan umur ibu dan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan,Pekerjaan, dan Umur Ibu dan kejadian
Stunting Pada Anak Di Puskesmas Tarogong

Karakteristik Frekuensi (n= 96) %


Pendidikan
18

Rendah 86 89,6
Tinggi 10 10,4
Pekerjaan
Swasta 28 29,2
Wiraswasta 17 17,7
Dagang 5 5,2
IRT 46 47,9

Umur
Deawas Awal 21 21,9
Dewasa Menengah 56 58,3
Dewasa Akhir 19 19,8

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa karakteristik ibu dilihat dari

pendidikan hampir seluruh responden (89,6%) berpendidikan dalam kategori

rendah, sedangkan bila dilihat dari pekerjaan sebagian responden (47,9%) bekerja

sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dan berdasarkan umur sebagian responden

(58,3%) dalam kategori dewasa menengah (26-35 tahun).

4.1.2 Analisis Univariat

4.1.2.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting

Hasil penelitian mengenai kejadian stunting Pada Anak di Puskesmas

Tarogong Garut adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Stunting Pada Anak Di Puskesmas Tarogong Garut

Kejadian Stunting Frekuensi %


Stunting 71 74,0
Non Stunting 25 26,0
Jumlah 96 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kejadian Stunting pada anak di

Puskesmas Tarogong sebagian responden (74,0%) mengalami stunting.


19

4.1.3 Analisa Bivariat

Hasil analisis bivariat mengenai Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu

dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong dapat dilihat pada

tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3
Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Di Puskesmas Tarogong

Corelation Coeficient Sig. (2-tailed)


Pendidikan - Stunting 0,497 0,000
Spearman's rho

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui hasil pengolahan data bahwa hasil uji

bivariat diperoleh p-value = 0,000 dan Corelation Coeficient = 0,0,497. Dengan

p-value = 0.000 < 0.05, menunjukan bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan

ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.


20

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Univariat

1. Karakteristik Ibu

Berdasarkan hasil penelitian sesuai tabel 4.1 diketahui bahwa,

karakteristik ibu berdasarkan pendidikan hampir seluruh responden (89,6%)

berpendidikan dalam kategori rendah sedangkan bila dilihat dari pekerjaan

sebagian responden (47,9%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dan

berdasarkan umur sebagian responden (58,3%) dalam kategori dewasa

menengah.

Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan

dalam bidang kesehatan. Secara opearasional pendidikan kesehatan adalah

semua kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap,

praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2014).

Pendidikan dalam penelitian ini menunjukan hampir seluruh responden

(89,6%) berpendidikan dalam kategori rendah. Rendanya pendidikan ini

dapat mempengaruhi pola kehidupan yang dijalankan sehari, baik untuk

mengurus diri sendiri maupun orang. Hal ini juga terkait dengan pola

pengasusuhan pada anak, seperti pengasuhan pola makan. Bila pengasuhan

pola makan tidak baik, maka kecendurangan keluarga atau anak menjadi tidak

sehat, seperti halnya anak mengalami stunting. Stunting salah satu

penyebabnya adalah pemberian pola makan yang tidak tepat dan sehat pada
21

anak sehingga anak kekurangan gizi. Seperti pernyataan (Schmidt, 2014)

salah satu faktor peneyb stunting adalah faktor gizi.

Bila dilihat dari pekerjaan, sebagian responden (47,9%) bekerja sebagai

Ibu Rumah Tangga (IRT). Pekerjaaan berkaitan dengan pendapatan, bila

pendapatan rendah maka ekonominya menjadi lemah. Pendapatan berkaitan

dengan daya beli, daya beli rendah, kemampuan untuk membeli makanan

menjadi berkurang. Pembelian makanan yang kurang erat kaitan dengan jenis

makanan yang dibeli hal ini juga kaitannya dengan gizi (Priyono, Sulistiyani,

& Ratnawati, 2015).

Bila dilihat dari umur, sebagian responden (58,3%) dalam kategori dewasa

menengah. Umur erat kaitannya dengan pengalaman, melihat dari umur ibu

berada pada kategori dewasa menengah yang kalu dilihat berada pada umur

yang baik dalam pencarian informasi. Namun mungkin karena ibu memiliki

pendidikan yang kurang sehingga informasi yang diterima kurang baik

dicerna oleh ibu sehingga informasi tersebut kurang baik diolah dan diterima

oleh ibu, khususnya dalam penanganan anak stunting. Informasi dapat

diperoleh dari mana saja dapat melalui pertanyaan yang diajukan dan melihat.

Karena pendidikan yang rendah mungkin dalam bergaulpun agak terbatas,

karena merasa kurang, sehingga informasi tidak didapat dengan baik. Seperti

diungkapkan Pormes (2014), salah satu penyebab anak stunting adalah

kurangnya dalam mengawasi dan menangani perkembangan anak, ibu yang

berumur muda kemungkinan belum paham secara benar dalam pengasuhan


22

anak, sehingga pemberian makan yang seadanya saja menjadikan anak

kekurangan gizi dan akhirnya menimbulkan stunting.

2. Stunting

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kejadian Stunting pada anak

di Puskesmas Tarogong sebagian responden (74,0%) mengalami stunting.

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan oleh

berbagai faktor seperti kekurangan asupan zat gizi dan atau penyakit

infeksi kronis dalam jangka waktu yang lama yang ditunjukkan dengan

nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) < -2SD berdasarkan standar

WHO (Priyono, Sulistiyani, & Ratnawati, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukan sebagian responden stunting.Salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi stunting adalah pendidikan. Hal ini sejalan

dengan Notoatmodjo (2014), pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan

teknis. Dalam arti luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau

pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan

pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau kemampuan fisik

individu. Sejalan juga dengan penelitian ini yang menunjukan pendidikn ibu

yang menangani stunting hampir seluruh responden rendah. Tingkat

pendidikan mempengaruhi pola pandang dalam mengkonsumsi makanan.

Pola konsumsi makan melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal

kualitas dan kuantitas. Pendidikan ibu merupakan faktor yang mempengaruhi

harta rumah tangga dan komuditi pasal yang dikonsumsi karena dapat

mempengaruhi sikap dan kecenderungan dalam memilih bahan-bahan


23

konsumsi. sedangkan pendidikan ibu mempengaruhi status gizi anak, dimana

semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin baik pula buat status gizi

anak. Tingkat pendidikan juga berkaitan dengan pengetahuan gizi yang

dimiliki, dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik pula

pemahaman dalam memilih bahan makanan.

4.2.2 Uji Bivariat Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Stunting

Berdasarkan tabel 4.3 hasil pengolahan data diketahui bahwa hasil uji

bivariat diperoleh p-value = 0,000 dan Corelation Coeficient = 0,497. Dengan p-

value = 0.000 < 0.05, menunjukan bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan

demikian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu

dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong.

Salah satu faktor yang berhubungan dengan stunting yaitu pendidikan,

(Nurlailis, 2020). Hasil penelitian ini menunjukan terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian Stunting. Makna dari penelitian ini

menunjukan bila pendidikan ibu rendah maka anak akan mengalami stunting.

Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis. Anak-anak yang

mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik.

Anak yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama

atau kronis, terutama yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat

pertumbuhan fisiknya sehingga anak menjadi pendek. Tingkat pendidikan ibu

mempengaruhi pola pandang dalam mengkonsumsi makanan. Pola konsumsi

makan melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas.
24

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fitra (2017) mengenai

Hubungan Faktor Asupan Makanan dan Kondisi Penyakit Dengan Kejadian

Stunting Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Barombong Kota

Makassar, menunjukan asupan energi dan penyakit infeksi mempunyai

hubungan dengan kejadian stunting pada anak balita. Diperkuat juga dengan

penelitian Yati (2017) mengenai Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan

Stunting Pada Balita Usia 36- 59 Bulan Di Desa Mulo Dan Wunung Di Wilayah

Kerja Puskesmas Wonosari I, menunjukan ada hubungan antara pola pemberian

makan dengan stunting pada balita usia 36- 59 bulan dengan nilai p-value

(0,001<0,05).

Stunting erat kaitannya dengan tingkat pendidikan (Mustamin, 2018). Ibu

memiliki peranan penting dalam pengasuhan anak mulai dari pembelian hingga

penyajian makanan. Apabila pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi

rendah akibatnya ia tidak mampu untuk memilih hingga menyajikan makanan

untuk keluarga yang memenuhi syarat gizi seimbang. Tingkat pendidikan

mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Tingkat pendidikan

tinggi akan lebih mudah menerima informasi daripada tingkat pendidikan

rendah.

Tingkat pendidikan ibu dikaitkan dengan kemudahan ibu dalam menerima

informasi tentang gizi khususnya tentang stunting. Ibu dengan tingkat

pendidikan tinggi diharapkan lebih mudah menerima informasi dari luar

dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Akan

tetapi, ibu dengan pendidikan rendah tidak selalu memiliki balita stunting,
25

dan sebaliknya ibu dengan pendidikan tinggi tidak selalu memiliki balita yang

tidak stunting. Hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan bukan satu-satunya

faktor yang mempengaruhi stunting (Lailatul & Ni’mah., 2015). Stunting

menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, rendahnya produktivitas, serta

meningkatkan resiko penyakit mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi

ekonomi Indonesia (Trihono, dkk, 2015).

Petugas kesehatan agar terus mempromosikan mengenai penanganan dan

pencegahan Stunting melalui pendidikan kesehatan agar anak terhindar dari

kejadian stunting
26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian mengenai Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian

Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1 Karakteristik ibu berdasarkan pendidikan hampir seluruh responden

berpendidikan dalam kategori rendah.

2. Kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong sebagian responden

mengalami stunting.

3. Terdapat hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada

anak di Puskesmas Tarogong.

5.2 Saran-Saran

Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data kemudian dilakukan

pembahasan serta manarik kesimpulan penelitian seperti diuraikan tersebut diatas

maka peneliti menyampaikan saran untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan

kepada pihak :

5.2.1 Bagi Puskesmas Tarogong Garut

(1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu pedoman untuk

menentukan kebijakan dalam pengendalian kejadian anak stunting,


27

bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian stunting. Oleh karenanya orangtua diberikan

pendidikan kesehatan mengenai kejadian stunting.

(2) Bagi Perawat

Memberikan bimbingan mengenai perlunya pengawasan dan

penatalaksanaan keluarga dalam pemberian makanan terutama gizi

yang diperlukan anak agar tidak terjadi stunting.

5.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk bahan penelitian

selanjutnya mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian

stunting.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2018. Laporan Sosial Ekonomi. Jakarta : BPS

Dahlan, M. Sopiyudin. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel


dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba
Medika

Djumali, dkk. 2014. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: GAVA MEDIA

Helmyanti. , dkk. 2020. Stunting Permasalahan dan penanganannya

KEMENKES RI. 2018. Ini Penyebab Stunting Pada Anak. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-
pada-anak.html

Kementerian PPN/Bappenas. 2018. Pedoman Pelaksanaan Intervensi


Penurunan Stunting terintegrasi di Kabupaten/Kota, Jakarta

Nurlailis, dkk. 2020. Cegah Stunting Dengan Stimulasi Psikososial Dan


Keragaman Pangan

Mikhail W. Z. A., Sobhy H. M.,El-sayed H, H., Khairy S, A., Salem H. Y. A.,


Samy M. A. 2013. Effect of Nutritional Status on Growth Pattern of
Stunted Preschool Children in Egypt. Academic Journal of
Nutrition2(1):01-09.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.


Rineka Cipta.

Priyono, D. I. P., Sulistiyani danRatnawati, L. Y. 2015. ‘Determinan Kejadian


Stunting pada Anak Balita Usia 12-36 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang ( Determinants of
Stunting among Children Aged 12-36 Months in Community
Health Center of Randuagung , Lumajang Distric )’, Jurnal Kesehatan
Masyaakat, 3(2), pp. 349–355

RahmawatiLA,Hardy FR,AnggraeniA.2020.Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Stunting Sangat Pendek dan Pendek pada Anak Usia 24-59 Bulan
di Kecamatan Sawah Besar. Jilm Kesehatan Masyarakat ;Jurnal 12(2).

Rukmana, Umu Komariah, Rachmah Indawati. 2014. Kondisi Sosio ekonomi


dan Demografi Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I Di Kota

7
8

Mojokerto. Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya

Schmidt dan Charles, W. 2014. Beyond Malnutrition, The Role of Sanitation in


Stunted Growth. Environmental Health Perpevtives, 122(11): 298-303.

Sugiyono, 2014, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


(Bandung: ALFABETA)

Supariasa, I.D.N. dkk. 2014. Peniaian Status Gizi (Edisi Revisi).Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yuliana, W. D. 2019. Darurat Stunting Dengan Melibatkan Keluarga: Yayasan


Ahmar Cendekia Indonesia.
9

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :
Bapak/Ibu……………………….
di Puskesmas Tarogong
Garut

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program S-1
Keperawatan STIKes. Karsa Husada Garut :
Nama : Irma Putri Utami
NIM : KHG.C. 17026
akan melakukan penelitian dengan judul : “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu
dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas Tarogong”.
Untuk penelitian ini, saya mohon bantuan Bapak/Ibu untuk dapat menjadi
responden penelitian ini. Observasi dalam penelitian ini tidak bermaksud untuk
memberikan penilaian terhadap kondisi bapak/ibu, tetapi hanya untuk kebutuhan
penelitian semata.
Saya sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden
penelitian ini dan selanjutnya dimohon kesediaannya untuk menandatangani
lembar persetujuan (informed concent) yang telah disediakan.
Atas kesediaan ibu serta perhatian dan bantuannya, saya ucapkan terima
kasih.

Hormat Saya
Irma Putri Utami
10

LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : …………………………………………………

Umur : …………………………………………………

Alamat: …………………………………………………............…………………

Setelah mendengarkan penjelasan dari mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan


STIKes Karsa Husada Garut atas nama
Irma Putri Utami, NIM : KHG.C. 17026 dengan judul penelitian “Hubungan
Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak di Puskesmas
Tarogong”.
Demikian persetujuan saya, atas perhatian dan kepercayaan yang diberikan
kepada saya, saya ucapkan terima kasih.

Garut, ………………………….

Yang membuat persetujuan

________________________
11

Lembar Observasi

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan kejadian Stunting pada anak


di Puskesmas Tarogong

Kelompok Kasus (Stunting)

A. Identitas Diri ibu


Nama/Kode : ........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMA/SMK D3/S-1
Pekerjaan : a. PNS b. Karyawan Swasta c. Wiraswasta
c. Ibu Rumah Tangga d.......................
B. Identitas Anak
Nama/Kode :...........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Kelompok Kontrol (Non Stunting)
A. Identitas Diri ibu
Nama/Kode : ........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMA/SMK D3/S-1
Pekerjaan : a. PNS b. Karyawan Swasta c. Wiraswasta
c. Ibu Rumah Tangga d.......................
B. Identitas Anak
Nama/Kode :...........................................
Umur :.........................................(Tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
12

Frequencies

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Rendah 86 89,6 89,6 89,6

Valid Tinggi 10 10,4 10,4 100,0

Total 96 100,0 100,0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Swasta 28 29,2 29,2 29,2

Wiraswasta 17 17,7 17,7 46,9

Valid Dagang 5 5,2 5,2 52,1

IRT 46 47,9 47,9 100,0

Total 96 100,0 100,0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Dewasa Awal 21 21,9 21,9 21,9

Dewasa Menengah 56 58,3 58,3 80,2


Valid
Dewasa Akhir 19 19,8 19,8 100,0

Total 96 100,0 100,0

Stunting

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
13

Stunting 71 74,0 74,0 74,0

Valid Non Stunting 25 26,0 26,0 100,0

Total 96 100,0 100,0

Nonparametric Correlations

Correlations

Pendidikan Stunting

Correlation Coefficient 1,000 ,497**

Pendidikan Sig. (2-tailed) . ,000

N 96 96
Spearman's rho
Correlation Coefficient ,497** 1,000

Stunting Sig. (2-tailed) ,000 .

N 96 96

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Anda mungkin juga menyukai