Anda di halaman 1dari 16

Makalah Bullying

Mata Pelajaran Sosiologi

Anggota :
o Siti Nurhalimah
o Mili maelani
o Lovi
o Miftah

Madrasah Aliyah Negeri 3 Sukabumi


Jl. Lapang Lodaya Setra No. 47 Surade Telp (0266)
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Bullying ini dapat diselesaikan dengan
baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah Bullying ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah
Bullying ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Bullying ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

Surade, 10 Desember 2023


Penyusun

………………………………………
DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR
 BAB I PENDAHULUAN
 BAB II PEMBAHASAN
 A. Definisi Bullying
 B. Jenis-jenis Tindakan Bullying
 C. Ciri Orang yang Membullying dan Orang yang Dibullying
 D. Faktor Penyebab Bullying
 E. Dampak Tindakan Bullying
 F. Upaya Mengatasi Bullying
 1. Cara menghadapi tukang “bully”
 2. Solusi/upaya buat orang tua atau wali orang tua
 3. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru
 4. Pencegahan buat anak yang menjadi korban
bullying
 5. Penanganan buat anak yang menjadi pelaku
bullying
 6. Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya
bullying
 7. Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku
bullying
 8. Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban
bullying
 BAB III PENUTUP
 A. Kesimpulan
 B. Saran
 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-
kanak dan masa dewasa. Di mana pada masa ini remaja memiliki kematangan
emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan
yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya,
remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan
permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan
remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian
yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam
menangani permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja
sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu
ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari
lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan
dan masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya diterima dan
ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-masing. Di sinilah
peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian
seorang remaja. Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat
mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat
menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun
potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang
oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.
Dalam pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor protektif. Faktor risiko
ini dapat bersifat individual, kontekstual (pengaruh lingkungan), atau yang
dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor
risiko yang disertai dengan kerentanan psikosial dan resilience pada seorang
remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada
seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang memberikan
penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan
mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu.
Faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau
menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam
tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi
dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku
atau emosi, atau gangguan mental kemudian hari. Lemahnya emosi seseorang
akan berdampak pada terjadinya masalah di kalangan remaja, misalnya bullying
yang sekarang kembali mencuat di media. Kekerasan di sekolah ibarat
fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja.
Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan
dari akar persoalannya.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di
kalangan peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera
menangani masalah ini secara serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan
anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang
lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan
tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan
secara sistematis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bullying?
2. Apa jenis-jenis perbuatan bullying?
3. Bagaimana ciri orang yang membullying dan orang yang dibullying?
4. Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku bullying?
5. Apa saja dampak dari perilaku bullying?
6. Bagaimana upaya pencegahan bullying?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bullying
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris.
Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang
mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang
seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di
antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan,
pengucilan, atau intimidasi. Dari definisi di atas, ada beberapa para ahli yang
mengemukakan pendapatnya tentang bullying, di antaranya:
Barbara Coloroso (2003: 44): “Bullying adalah tindakan bermusuhan yang
dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti
menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga
tindakan yang direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata atau hampir
tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk
diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang
anak atau kelompok anak”.
Olweus (1993) dalam Pikiran Rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of
any action that is used to hurt another child repeatedly and without cause”.
Bullying merupakan perilaku yang ditujukan untuk melukai siswa lain secara
terus-menerus dan tanpa sebab. Sedangkan menurut Rigby (2005: dalam
Anesty, 2009) merumuskan bahwa “bullying” merupakan sebuah hasrat untuk
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok
orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan
dilakukan dengan perasaan senang (Retno Astuti, 2008: 3). Riauskina, Djuwita,
dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif
kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang
lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Beberapa ahli meragukan pengertian-pengertian di atas bahwa bullying
hanya sekedar keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang
bahwa “keinginan untuk menyakiti seseorang” dan “benar-benar menyakiti
seseorang” merupakan dua hal yang jelas berbeda. Oleh karena itu beberapa ahli
psikologi menambahkan bahwa bullying merupakan sesuatu yang dilakukan
bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti orang lain
dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan
serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal, yang
dilakukan dalam posisi kekuatan yang secara situasional didefinisikan untuk
keuntungan atau kepuasan mereka sendiri. Bullying merupakan bentuk awal
dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara fisik, psikis,
melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa dilakukan oleh
kelompok atau individu. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang
dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban
diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban.

B. Jenis-jenis Tindakan Bullying


Barbara Coloroso (2006: 47-50) membagi jenis-jenis bullying ke dalam
empat jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Bullying secara verbal
Perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam,
penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan
yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari
ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang
paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari
perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju
pada kekerasan yang lebih lanjut.
2. Bullying secara fisik
Yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar,
mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan
barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang
paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara
fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur
melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling
bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang
lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional
Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara
sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat
mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan
mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek.
Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit
dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di
awal masa remaja, karena saat itu terjadi perubahan fisik, mental emosional dan
seksual remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri
mereka dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
4. Bullying elektronik
Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan
pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet,
website, chatting room, email, SMS, dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk
meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman
video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.
Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah
memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan
media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara
fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional,
namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih
berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan
perempuan (Coloroso, 2006: 51).

C. Ciri Orang yang Membullying dan Orang yang Dibullying


1. Ciri Orang yang Membullying
Menurut Ubaydillah (AN dalam e-psikologi.com), siswa/orang yang
mempunyai kecenderungan sebagai pelaku bullying umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:

 Suka mendominasi anak lain.


 Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
 Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain.
 Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau
peduli dengan perasaan anak lain.
 Cenderung melukai anak lain ketika orang tua atau orang dewasa lainnya
tidak ada di sekitar mereka.
 Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai
sasaran.
 Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
 Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh
terhadap akibat dari perbuatannya.
 Haus perhatian.
2. Ciri Orang yang Dibullying
Sedangkan siswa/orang yang akan dijadikan atau menjadi korban bullying
biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Anak baru di lingkungan itu.


 Anak termuda atau paling kecil di sekolah.
 Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena
rasa takut.
 Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang
melakukan sesuatu karena takut dibenci atau ingin menyenangkan.
 Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain.
 Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah.
 Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak
mau menarik perhatian orang lain.
 Anak yang paling miskin atau paling kaya.
 Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah.
 Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah.
 Anak yang agamanya dipandang rendah.
 Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain.
 Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan
tidak berkompromi dengan norma-norma.
 Anak yang siap mendemonstrasikan emosinya setiap waktu.
 Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung.
 Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata.
 Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.
 Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental.
 Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib
buruk).

D. Faktor Penyebab Bullying


Bullying dapat terjadi di mana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri,
sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying
terjadi karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku,
korban, dan lingkungan di mana bullying tersebut terjadi. Dalam penelitian
Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005) alasan seseorang melakukan bullying
adalah karena korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying
karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut
korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut
korban laki-laki), dan iri hati (menurut korban perempuan). Adapun korban juga
memersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena penampilan
yang mencolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan,
dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, bullying disebabkan karena saat ini remaja
di Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari sekolah akibat
kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit
bagi remaja untuk menyalurkan bakat non akademisnya penyalurannya dengan
kejahilan-kejahilan dan menyiksa. Budaya feodalisme yang masih kental di
masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab bullying sebagai wujudnya
adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus menurut sama yang atas.
1. Faktor keluarga
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying
sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima
pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan
konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman
tersebut mereka cenderung akan lebih dulu menyerang orang lain sebelum
mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk
melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.
2. Faktor sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-
anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying
berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan
masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak
membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati
antar sesama anggota sekolah.
3. Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar
rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa
anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun
mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

E. Dampak Tindakan Bullying


1. Dampak negatif
Bullying memiliki dampak yang sangat buruk bagi seorang. Berikut ini
adalah beberapa dampak bullying di antaranya: prestasi belajar menurun, fobia
sekolah, gelisah, sulit tidur, gangguan makan, menyendiri, mengucilkan diri,
sensitif, lekas marah, agresif , bersikap kasar pada orang lain (contoh: pada
kakak atau adik bahkan orang tua), depresi, hasrat bunuh diri (data dari jepang
dinyatakan bahwa 10% korban bullying mencoba bunuh diri), rendahnya
kepercayaan diri/minder, dan merasa terisolasi dalam pergaulan.
2. Dampak positif
Dari dampak negatif di atas, ternyata bullying dapat mengakibatkan
dampak positif yaitu:

 Bullying bisa menjadi stresor positif bagi remaja yang kuat fisik dan
mental dalam menjalani hidupnya.
 Remaja yang terkena bullying akan termotivasi untuk berani membela
dirinya di hadapan orang lain, dapat membela temannya (berjiwa
ksatria).
 Lebih proaktif dan tanggap akan permasalahan yang dihadapi.
 Timbul keinginan untuk belajar lebih giat (karena mendapat ejekan
masalah akademik).
 Timbul rasa setia kawan yang tinggi karena ada rasa peduli akan derita
teman.
 Bisa mengontrol emosi dengan baik.
 Lebih percaya diri karena merasa dirinya memiliki harga diri yang pantas
untuk dihargai dan dihormati (tidak mau disakiti).
 Meningkatkan keberanian berkomunikasi, menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam diri sendiri (introspeksi diri).
 Menjadi lebih dewasa dalam bersikap.
 Berusaha bangkit dan menjadi pribadi yang tanggung dan kuat secara
fisik dan mental.
 Berani menghadapi tantangan dan cobaan hidup.
 Lebih dekat dengan orang tua dan guru.

F. Upaya Mengatasi Bullying


1. Cara menghadapi tukang “bully”
Tatap mata mereka dan katakan pada mereka untuk berhenti. Jika
pengganggu semakin mendekat, letakkan tangan Anda seperti menghentikan
kendaraan saat menyeberang, ciptakan penghalang antara Anda dan si tukang
bully. Tataplah mata mereka dan katakan dengan tenang tapi tegas, “Cukup!
Kamu harus berhenti sekarang!” Jika mereka terus melewati batas atau terus
mengejek Anda berbagai cara, cukup ulangi kalimat Anda. “Hentikan! Aku
ingin kamu berhenti sekarang!” Jangan mengatakan atau melakukan apa pun
selain terus mempertahankan jarak Anda dan ulangi lagi.
Pelajari bagaimana cara berpikir tukang “bully”. Mereka cenderung
memilih orang-orang yang mereka anggap tidak mau atau tidak mampu
membela diri sendiri. Pengganggu memilih sasaran empuk dan “mengujinya”
dengan kata-kata yang menusuk dan tindakan yang mengganggu. Cara tercepat
dan cara terbaik untuk mengakhiri intimidasi mereka adalah dengan membela
diri dan menyuruhnya dengan tegas untuk menghentikan tingkahnya dan
mengulanginya sampai mereka mendengarkannya.
Negosiasi, mencoba untuk berteman, atau menunjukkan bahwa Anda
terganggu hanya akan memberi mereka lebih banyak kesempatan dan akan
semakin menjadi-jadi. Jangan merengek, cobalah untuk tidak menangis, dan
tetap teguh. Mereka akan bosan dan kehilangan minat ketika santai saja dan
tidak memberi mereka alasan apa-apa untuk mengganggu. Tidak ada yang lucu
dengan berkata “berhenti atau cukup.” Mereka tidak akan bisa mengejek jika
terlihat kuat.
Berdiri tegak dan tatap mereka. Perhatikan gestur tubuh di hadapan si
pengganggu. Bahkan jika mereka lebih besar (yang memang seringnya
demikian) berdirilah tegak dan tatap langsung di matanya. Lawan pandangan
mereka secara dingin. Perhatikan mereka dengan saksama dari ujung kaki ke
ujung rambutnya. Seolah-olah melihat dan tahu sesuatu yang mereka tidak
sadari.
Tutup telinga. Jangan mendengarkan hal-hal yang dikatakannya atau
memasukkannya ke dalam hati. Mereka mengatakan hal-hal tersebut untuk
membuat Anda emosi, bukan karena itu yang mereka pikirkan, bukan karena itu
benar, dan bukan karena mereka mencoba untuk membantu Anda. Mereka
mencoba untuk membuat Anda terpuruk sebagai cara menaikkan posisi mereka
sendiri, karena mereka sebenarnya merasa tidak aman dan memiliki hati yang
lemah.
Ciptakan sebuah mantra jika diganggu secara terus-menerus. Bacakan
mantra tersebut secara berulang di dalam pikiran saat tukang “bully” sedang
beraksi. Sebuah mantra yang baik mungkin berasal dari satu bait lirik lagu yang
Anda sukai, atau berbentuk doa, ataupun kutipan kata-kata yang memotivasi
Anda. Jika mereka semakin mendekat, katakan untuk berhenti dan terus
menatapnya dengan tatapan dingin Anda. Tetap tenang dan ulangi mantra Anda.
Pertahankan diri dengan cerdas. Jangan biarkan diri Anda terjebak dalam
sebuah situasi saling menghina dengan mereka. Anda akan hampir selalu kalah
jika beradu mulut satu lawan satu, bahkan jika Anda lebih jenaka, lebih lucu,
dan lebih cerdas (sebagaimana seharusnya Anda) sekalipun. Karena merekalah
yang merancang permainan ini. Jangan mencoba membalas dengan hinaan yang
lebih hebat yang hanya dapat membuat keadaan dirinya menjadi lebih buruk.
Abaikan tukang “bully” di dunia maya. Hal terbaik yang dapat Anda
lakukan untuk melawan pengganggu maya secara online adalah dengan
mengabaikan mereka. Jika seseorang melakukan bully kepada Anda secara
online, apakah itu melalui email, teks, Facebook, atau jejaring sosial lainnya,
Anda harus melepaskan diri dari pengganggu itu sebisa mungkin. Hindari
tersedot ke dalam situasi saling bertukar hinaan atau argumen melalui internet,
terutama yang bersifat publik. Terkadang memang sangat menggoda untuk
membalasnya, namun hindari godaan itu sebisa mungkin.
2. Solusi/upaya buat orang tua atau wali orang tua
Satukan persepsi dengan istri/suami. Sangat penting bagi suami-istri untuk
satu suara dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak-anak di sekolah.
Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan justru akan semakin tertekan.
Kesamaan persepsi yang dimaksud meliputi beberapa aspek, misalnya: apakah
orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang ke sekolah, apakah perlu
menemui orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah perlu lapor ke polisi.
Pelajari dan kenali karakter anak kita. Perlu kita sadari, bahwa satu-satu
penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya
karakter yang mudah dijadikan korban.
Jalin komunikasi dengan anak. Tujuannya adalah anak akan merasa cukup
nyaman (meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita kepada kita
sebagai orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini menjadi kunci
berbagai hal, termasuk untuk memonitor apakah suatu kasus sudah terpecahkan
atau belum.
Masuklah di saat yang tepat. Jangan lupa, bahwa sering kali anak kita
sendiri (yang menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau kita (orang tuanya)
turut campur. Bahwa prestasi belajar anak mulai terganggu.
3. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru
Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa
kejadian tersebut bukan kesalahannya. Bantu anak mengatasi rasa tidak nyaman
yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan
Anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak.
Jangan pernah menyalahkan anak atas tindakan bullying yang ia alami.
Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu
mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah
mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan
masukan pihak lain.
Amati perilaku dan emosi anak Anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia
alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam
dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan
pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada
perubahan emosi atau fisik anak Anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi
yang berbeda yang ditunjukkan anak Anda di rumah dan di sekolah (ada atau
tidak ada orang tua/guru/pengasuh).
Binalah kedekatan dengan teman-teman anak. Cermati cerita mereka
tentang anak. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa. Minta
bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
4. Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying
Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama
ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Bekali
anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan
yang mungkin ia alami dalam kehidupannya Walau anak sudah diajarkan untuk
mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban
tindak kekerasan, tetap beritahukan anak ke mana ia dapat melaporkan atau
meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja
bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang
terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang. Upayakan anak
mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang
yang lebih tua.
5. Penanganan buat anak yang menjadi pelaku bullying
Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa
tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga
ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas. Cari
penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan.
Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara
berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi
korban. Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresivitasnya yang
berbeda. Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
6. Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya bullying
Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan
pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk
kemampuan untuk mengatakan tidak atas tekanan-tekanan yang didapatkan dari
teman/pelaku bullying. Sekolah meningkatkan kesadaran akan adanya perilaku
bullying (tidak semua anak paham apakah sebenarnya bullying itu) dan bahwa
sekolah memiliki dan menjalankan kebijakan anti bullying. Murid harus bisa
percaya bahwa jika ia menjadi korban, ia akan mendapatkan pertolongan.
Sebaliknya, jika ia menjadi pelaku, sekolah juga akan bekerja sama dengan
orang tua agar bisa bersama-sama membantu mengatasi permasalahannya.
Memutus lingkaran konflik dan mendukung sikap bekerja sama antar anggota
komunitas sekolah, tidak hanya interaksi antar murid dalam level yang sama
tapi juga dari level yang berbeda.
7. Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying
Kunci utama dari antisipasi masalah bullying adalah hubungan yang baik
dengan anak. Hubungan yang baik akan membuat anak terbuka dan percaya
bahwa setiap masalah yang dihadapinya akan bisa diatasi dan bahwa orang tua
dan guru akan selalu siap membantunya. Dari sinilah anak kemudian belajar
untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
8. Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying
Membekali anak dengan keterampilan assertive, sehingga bisa memberikan
pesan yang tepat pada pelaku bahwa dirinya bukan pihak yang bisa dijadikan
korban.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-
ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai
dan membuat seseorang merasa tidak nyaman. Jenis bullying dapat dibedakan
menjadi 4, bullying secara verbal, bullying secara fisik, bullying secara
relasional, dan bullying elektronik.
Ciri orang yang membullying salah satunya adalah haus perhatian,
sedangkan ciri orang yang dibullying salah satunya adalah karena anak yang
dibully itu paling miskin atau paling kaya. Faktor dari bullying bisa berasal dari
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor kelompok sebaya.
Dampak dari bullying ada yang positif dan ada juga yang negatif. Solusi
atau upaya untuk mengatasi bullying bisa dilakukan dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan sebagainya.

B. Saran
1. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program
pengajaran keterampilan sosial, problem solving, manajemen konflik,
dan pendidikan karakter.
2. Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di
dalam maupun di luar kelas; dan perlu kerja sama yang harmonis antara
guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah.
3. Sebaiknya orang tua menjalin kerja sama dengan pihak sekolah untuk
tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan
bullying antar pelajar di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Sosiologi. Bullying: Pengertian, Bentuk, Dampak, dan Pencegahan.
(2023). Oleh Siti Nurhalimah, surade. Man 3 Sukabumi

Anda mungkin juga menyukai