Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying
biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya
sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullying akan mengalami
depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri. Bullying harus dihindari karena bullying
mengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia
akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun
prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.
Dunia pendidikan Indonesia menjadi salah satu perhatian untuk masalah bullying, dimana
di dalam kegiatan belajar-mengajar, kerap terjadi tindakan bullying antar pelajar. Ironis memang
dan sepatutnya benar-benar menjadi perhatian semua orang, tidak hanya pemerintah, namun
semua pihak yang memiliki peran langsung maupun tidak langsung di sekolah (orang tua, murid,
guru, lembaga-lembaga sekolah dan lain sebagainya).Budaya bullying (kekerasan) atas nama
senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak
segera menangani masalah ini secara serius.Penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa
anak melakukan bullying dan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying. Bukan itu
saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal
ini merupakan pencapaian yang sangat penting.
Hasil studi dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke-
20 berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel, website, video
dan CD mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan apa saja yang perlu kita lakukan
untuk mereduksi bahkan menghentikan bullying di sekolah.
Kesulitan membaca pada dasarnya suatu gejala yang Nampak dalam berbagai jenis
manifestasi tingkah laku secara langsung, sesuai dengan pengertian kesulitan membaca
sebagaimana dikemukakan di atas, maka tingkah laku yang dimanifestasikan ditandai dengan
adanya hambatan-hambatan tertentu.

1
Kesulitan belajar spesifik adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa tulisan, gangguan tersebut
mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini merupakan upaya dalam mengatasi terjadinya
bullying di sekolah.dan upaya dalam mengatasi kesulitan membaca.

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas individu Rekayasa Ide mata kuliah Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tinddakan bullying dan jenis-jenis
perbuatan yang termasuk dalam tindakan tersebut.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tindakan bullying serta dampak yang
diakibatkan dari tindakan tersebut.
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya mengatasi bullying di sekolah.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesulitan membaca.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan membaca.
7. Untuk mengetahui upaya mengatasi kesulitan membaca.

D. Manfaat
1. Untuk memenuhi tugas individu Rekayasa Ide mata kuliah Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling.
2. Untuk mengetahui awal mula terjadinya bullying di sekolah.
3. Untuk mengetahui penyebab permasalahan dalam kesulitan membaca dan pembullyingan
di sekolah.
4. Untuk mengetahui solusi dalam permasalahan kesulitan membaca dan pembullyingan
siswa di sekolah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bullying
Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu.
Banyak definisi tentang bullying ini, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja,
masyarakat. komunitas virtual), namun penulis akan membatasi dalam school bullying.
Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif
kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang
memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang
tersebut.
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal
dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa
istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan
fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan,
pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006). Barbara Coloroso (2003:44) : “Bullying adalah
tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk
menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan terror. Termasuk juga
tindakan yang direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat,
dihadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung
dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.
Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai bullying. Seperti pendapat
Olweus (1993) dalam pikiran rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of any action that is used
to hurt another child repeatedly and without cause”. Bullying merupakan perilaku yang ditujukan
untuk melukai siswa lain secara terus-menerus dan tanpa sebab. Sedangkan menurut Rigby
(2005; dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa “bullying” merupakan sebuah hasrat untuk
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang (Retno Astuti,
2008: 3). Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai

3
perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan
tujuan menyakiti orang tersebut.
Beberapa ahli meragukan pengertian-pengertian di atas bahwa bullying hanya sekedar
keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang bahwa “keinginan untuk menyakiti
seseorang” dan “benar-benar menyakiti seseorang” merupakan dua hal yang jelas berbeda. Oleh
karena itu beberapa ahli psikologi menambahkan bahwa bullying merupakan sesuatu yang
dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti orang lain dalam
bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Definisi lain tentang bullying dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya.
b. Bullying sebagai penggunaan agresi dalam bentuk apapun yang bertujuan menyakiti ataupun
menyudutkan orang lain secara fisik maupun mental. Bullying dapat berupa tindakan
fisik,verbal, emosional, dan juga seksual
c. Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik
maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih lemah oleh seseorang atau
sekelompok orang yang mempersiakannya lebih kuat. Terjadinya bullying di sekolah menurut
Salmivalli dan kawan-kawan merupakan proses dinamika kelompok dan di dalamnya ada
pembagian peran. Peran-peran tersebut adalah bully, asisten bully, reinfocer, defender, dan
outsider.
Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam
perilaku bullying.
Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung begantung atau
mengikuti perintah bully.
Rinfocer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan,
mentertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton.
Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban,sering kali
akhirnya mereka menjadi korban.
Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak mentertawakan
apapun.

4
B. Jenis-Jenis Tindakan Bullying
1. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik
yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar,
kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying
dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal
dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan
yang lebih jauh.
2. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju,
menendang, menggigit, emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi
yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas.
Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun
kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang secara
teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan
cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang
teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah
pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian
atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan
yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa
tubuh yang kasar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja,
saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika
remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman
sebaya.
4. Bullying elektronik, merupakan bentuk dari perilaku bullying yang dilakukan pelakunya
melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail,
SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan,
animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau
menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki
pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.

5
C. Faktor Penyebab Bullying
Banyak sekali faktor penyebab mengapa seseorang berbuat bullying. Pada umumnya
orang melakukann bullying karena merasa tertekan, terancam,terhina, dendam dan sebagainya.
Berikut faktor-faktor yang menyebabkan perilaku bullying antar pelajar:
1. Faktor keluarga
Pelaku bullying bisa jadi menerima perlakuan bullying pada dirinya, yang
mungkindilakukan oleh seseorang di dalam keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga
yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan
fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini
akan diperparah dengan kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan
pengarahan membuat anak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku bullying. Sebuah
studi membuktikan bahwa perilaku agresif meningkat pada anak yang menyaksikan kekerasan
yang dilakukan sang ayah terhadap ibunya.
2. Faktor kepribadian
Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah tempramen.
Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini
mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang yang aktif
dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu.
Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau
memperoleh barang-barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan menimpa
diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk
citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan
perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap
orang lain.
3. Faktor sekolah
Tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan seringnya terjadi
peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat pengawasan di rumah, rendahnya
pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku bullying di kalangan
siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan lapangan, karena
biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari

6
guru atau pengawas terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku bullying
yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu terulang.

D. Awal Mula Terjadinya Bullying


Biasanya yang menjadi korban bully adalah beberapa anak muda yang kurang pintar
bergaul, dan biasa mengasingkan diri dari lingkungan, sebaiknya jika ada teman kamu yang
seperti ini, cobalah untuk berusaha dekat dengannya, coba untuk berkomunikasi dengan baik.
Dengan begini beberapa anak muda tersebut, mendapatkan kembali percaya diri nya, dan
mungkin tidak lagi menjadi korban bully.
Memang pada awal mulanya pembullyan terjadi karena kurang akrabnya kita kepada
teman, sehingga teman sangat mudah menjudge kita. Biasanya kita tidak ingin ikut-ikutan dalam
hal tersebut, namun hal yang mungkin mudah akan terasa sulit bila kita tidak mulai mencobanya.
Untuk memberhentikan aktivitas tercela tersebut mulailah dari diri sendiri dan mulai peduli
dengan sesama ataupun lingkungan sekitar.

E. Upaya Mengatasi Bullying


Dalam rangka mencegah bullying, banyak pihak telah menjalankan program dan
kampanye anti bullying di sekolah-sekolah, baik dari pihak sekolah sendiri, maupun organisasi-
organisasi lain yang berhubungan dengan anak. Namun, pada nyatanya, bullying masih kerap
terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. Lalu apakah yang dapat kita lakukan untuk memerangi
bullying?
1. Membantu anak-anak mengetahui dan memahami bullying
Dengan menambah pengetahuan anak-anak mengenai bullying, mereka dapat lebih mudah
mengenali saat bullying menimpa mereka atau orang-orang di dekat mereka. Selain itu anak-
anak juga perlu dibekali dengan pengetahuan untuk menghadapi bullying dan bagaimana
mencari pertolongan. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman anak
mengenai bullying, diantaranya:
 Memberitahu pada anak bahwa bullying tidak baik dan tidak dapat dibenarkan dengan
alasan maupun tujuan apapun. Setiap orang layak diperlakukan dengan hormat, apapun
perbedaan yang mereka miliki.
 Memberitahu pada anak mengenai dampak-dampak bullying.

7
 Sebagai orang tua hendaknya menanamkan etika dan moral kepada anaknya.
 Seorang guru hendaknya mendidik siswa degan baik agar tidak terjadi bully.
 Guru harus bisa mempelajari dan mengenali karakter anak. Perlu kita sadari, bahwa satu
satu penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya karakter
yang mudah dijadikan korban.
 Jalin Komunikasi dengan Anak. Bangunlah jaringan hubungan orang tua denga anak
agar anak bisa berkmunikasi dengan baik kepada orang tua dan juga orang lain.
 Jangan ajari lari dari masalah, jika ada masalah ajarilah anak agar dapat bertanggung
jawab dalam masalah walaupun itu masalah yang kecil.
 Jauhkan anak dari lingkungan yang tidak baik (tercela).

F. Pengertian Kesulitan Membaca


Kesulitan membaca sering didefinisikan sebagai suatu gejala kesulitan dalam
mempelajari komponen-komponen dan kalimat. Siswa yang mengalami kesulitan membaca
mengalami satu atau lebih kesulitan dalam memproses informasi. Anak berkesulitan membaca
sering memperlihatkan kebiasaan membaca yang tidak penuh ketegangan seperti mengernyitkan
kening, gelisah, irama, suara meninggi, atau menggigit bibir. Menurut Mercer, ada empat
kelompok karakteristik kesulitan membaca, yaitu 1) kebiasaan membaca, 2) kekeliruan mengenal
kata, 3) kekeliruan pemahaman, dan 4) gejala-gejala serba aneka. Pada umumnya “kesulitan”
merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam
kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.
Kesulitan membaca dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses membaca yang
ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini
mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat
sosiologis, psikologis dalam keseluruhan proses belajarnya.

G. Karakteristik Siswa Kesulitan Membaca


Anak yang memiliki kesulitan belajar membaca mempunyai ciri-ciri seperti berikut :
1. Membaca secara terbalik tulisan yang dibaca, seperti: suku dibaca kusu, d dibaca b, atau p
dibaca q.
2. Menunjuk setiap kata kyang sedang dibaca.

8
3. Menelusuri setiap baris bacaan ke bawah dengan jari.
4. Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak.
5. Menampilkan buku dengan cara yang aneh.
6. Menampilkan buku terlalu dekat dengan mata.
7. Sering melihat pada gambar, jika ada.
8. Mulutnya komat-kamit waktu membaca.
9. Membaca demi kata.
10. Membaca terlalu cepat.
11. Membaca tanpa ekspresi.
12. Melakukan analisis tetapi tidak menistensiskan.
13. Adanya nada suara yang aneh atau yang menandakan keputusan.

H. Ciri-Ciri Anak Kesulitan Membaca


Menurut Hargove dan Poteet anak yang mengalami kesulitan membaca memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan,
2) Tidak mampu menganalisis kata menjadi huru-huruf,
3) Memiliki kekurangan dalam memori visual,
4) Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris,
5) Tidak mampu memahami sumber bunyi,
6) Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dan pendengaran,
7) Kesulitan dalam mempelajari asosiasi symbol-simbol irregular (khusus yang berbahasa
inggris),
8) Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huru-huruf,
9) Membaca kata demi kata-kata, dan
10) Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.

I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Membaca


Banyak faktor yang mempengaruhi kesulitan membaca siswa, baik membaca permulaan
maupun membaca lanjut atau membaca pemahaman. Adapaun faktornya sebagai berikut:
1. Faktor fisiologis

9
Faktor ini mencakup kesehatan fisik. Kelelahan bisa juga merupakan kondisi yang tidak
menguntungkan bagi anak untuk belajar, apalagi membaca. Gangguan pada alat bicara, alat
pendengaran, dan alat penglihatan dapat memperlambat kemajuan membaca anak. Meskipun
anak itu tidak mempuyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak dapat mengalami
kesulitan membaca. Hal itu terjadi karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam
membedakan simbol-simbol cetakan, seperti huruf, angka-angka, dan kata-kata, misalnya belum
dapat membedakan b,p, dan d.
2. Faktor Intelektual
Faktor intelektual atau istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan
berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan
meresponnya secara tepat. Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi
berhasil atau tidaknya anak dalam membaca. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan
kemampuan juga turut mempengaruhi kemampuan membaca anak.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi peningkatan kemampuan membaca siswa. Faktor
lingkungan mencakup latar belakang dan pengalaman siswa di rumah serta social ekonomi
keluarga siswa.
4. Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga mempengaruhi peningkatan kemampuan membaca anak adalah faktor
psikologis. Faktor ini mencakup motivasi, minat, kematangan social, emosi, dan penyesuaian
diri.
5. Faktor Penyelenggaraan Pendidikan yang Kurang Tepat
Faktor ini berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : 1) Harapan guru yang terlalu tinggi tidak
sesuai dengan kemampuan anak, 2) Pengelolaan kelas yang kurang efektif, 3) Guru yang terlalu
banyak mengeritik anak, 4) Kurikulum yang terlalu padat, sehingga hanya dapat dicapai oleh
anak yang berkemampuan tinggi.
Ada beberapa faktor yang dapat menghambat minat baca pada anak antara lain adalah:
1) Hambatan dari lingkungan keluarga, bisa dikarenakan orang tua tidak suka membaca, hal
inilah yang menjadi masalah jika orangtua sendiri tidak menyukai kegiatan membaca
tentu saja akan berdampak buruk pada proses pendidikan dan pembelajaran anak, karena
merekalah guru pertama anak. Pada dasarnya anak akan mencotoh apa-apa yang biasa

10
dilakukan dan diajarkan orangtuanya dan tidak memberi contoh serta kurangnya waktu
orantua bersama anak, biasanya hal ini disebabkan orangtua yang sibuk dengan urusan
pekerjaan saking sibuknya dengan pekerjaan sampai anaknya diserahkan kepada
pembantu.
2) Hambatan dari lingkungan sekolah, sekolah menganggap pelajaran membaca tidak lagi
dianggap penting, padahal anakanak sangat perlu untuk senantiasa memanaskan otak.
Dan sungguh ironis di lembaga pendidikan yang paling diandalkan dalam hidup yakni
sekolah, justru aktivitas membaca tidak lagi ditampilkan sebagai sesuatu yang
menyenangkan mereka.
3) Hambatan dari lingkungan masyarakat, masyarakat sendiri memang banyak yang belum
paham bahwa membaca itu penting dan menjadi kunci kemajuan bersama efeknya orang
masih memandang aneh pada siapapun yang memegang buku dan membaca di tempat
umum.
4) Hambatan dari keterbatasan akses atas buku, sebenarnya harga buku di Indonesia masih
wajar jadi terasa mahal, karena daya beli masyarakat yang memang rendah dengan
adanya harga buku yang mahal tersebut. Orangtua malas membeli buku apalagi bagi
mereka yang ekonominya pas-pasan, namun hal ini bisa diatasi dengan membeli buku
yang murah rajin berkunjung keperpustakaan atau bias saja menyewa buku di tempat-
tempat persewaan yang baik.

J. Strategi Pembelajaran untuk Mengatasi Kesulitan Membaca


Ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak yang berkesulitan belajar yang dibicarakan
pada bagian ini, yaitu:
a. Metode Fernald
Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran membaca multisensoris yang dikenal
pula sebagai metode VAKT (visual, auditory, kinesthetic, dan tactile). Metode ini menggunakan
materi bacaan yang dipilih dari kata kata yang diucapkan oleh anak, dan tiap kata yang diajarkan
secara utuh.
b. Metode Gillingham
Metode Gillingham ini merupakan pendekatan terstruktur taraf tinggi yang memerlukan lima jam
pelajaran selama dua tahun. Aktifitas pertama diarahkan pada belajar berbagai huruf dan

11
perpaduan huruf-huruf tersebut. Anak menggunakan teknik menjiplak atau mencontoh untuk
mempelajari berbagi huruf. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke dalam
kelompokkelompok yang lebih besar dan kemudian diselesaikan.
c. Metode Aalisis Glass Abdurrahmann
Metode ini merupakan suatu metode pengajaran melalui pemecahan sandi kelompok huruf dalam
kata. Metode ini bertolak dari asumsi yang mendasari membaca sebagai pemecahan sandi atau
kode tulisan. Ada dua asumsi yang mendasari asumsi ini (1) proses pemecahan sandi dan
membaca merupakan kegiatan yang berbeda. (2) pemecahan sandi mendahului membaca.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti
seseorang atau sekelompok orang sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tak berdaya.
Peristiwanya mungkin terjadi berulang. Perilaku bullying dapat berbentuk fisik (memukul,
menendang, mencubit, memalak, dll), verbal (memaki, mencibir, memanggil dengan julukan
yang tidak menyenangkan, dll), dan psikologis (mengintimidasi, mengucilkan, mengancam,
mempermalukan, dll).
Kesulitan membaca dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses membaca
yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan
ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat
sosiologis, psikologis dalam keseluruhan proses belajarnya.
Menurut Mercer, ada empat kelompok karakteristik kesulitan membaca, yaitu 1)
kebiasaan membaca, 2) kekeliruan mengenal kata, 3) kekeliruan pemahaman, dan 4) gejala-
gejala serba aneka.

B. Saran
1. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran keterampilan sosial,
problemsolving, manajemen konflik, dan pendidikan karakter.
2. Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam maupun di luar
kelas; dan perlu kerjasama yang harmonis antara guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf
dan karyawan sekolah.
3. Sebaiknya orang tua menjalin kerjasama dengan pihak sekolah untuk tercapainya tujuan
pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di sekolah.
4. Sebaiknya guru dan orang tua bekerjasama dalam mengatasi kesulitan membaca pada anak.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:Rineka Cipta. Hal
204.
Blogspot.com. 2014. Makalah Bimbingan dan Konseling Bullying.
http://dsh231295.blogspot.com/2014/07/makalah-bimbingan-dan-koselingbullying.
Rahim, F. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal 16-29.
Smamda.org. 2009. Bullying di Sekolah dan Upaya Meminimalisir.
http://naufal.smamda.org/2009/05/28/bullying-di-sekolah-dan-upaya-meminimalisir

14

Anda mungkin juga menyukai