Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN ANAK (BULLYING DAN PENYAKIT AIN


PADA REMAJA)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sehat dan Sehat Akut
Dosen pengampu : Eli Lusiani, S.Kep., Ners., M.Kep

Nabila Vica Lusiana 312021005

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2021
1. Bullying
A. Definisi Bullying
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti
banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara
etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah.
Sedangkan secara terminology bullying adalah “sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat
ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan
secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung
jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang”. Bullying adalah
bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun
fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau
sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga
sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power
(kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga
mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa
terancan oleh bully (Zakiyah, E 2017).
Saat ini, bullying merupakan istilah yang sudah tidak asing di telinga masyarakat
Indonesia. Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang
atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban
merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Pelaku bullying sering disebut
dengan istilah bully. Seorang bully tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan,
bullying sudah sering terjadi di sekolah dan dilakukan oleh para remaja (Zakiyah, E
2017).

B. Peran dalam bullying


Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4
(empat) yaitu (Zakiyah, E 2017) :
a. Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau emosional melukai
murid lain secara berulang-ulang, remaja yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying
sering memperlihatkan fungsi psikososial yang lebih buruk daripada korban bullying
dan murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying. Pelaku bullying cenderung
mendominasi orang lain dan memiliki kemampuan sosial dan pemahaman akan emosi
orang lain yang sama. Pelaku bullying biasanya memiliki karakteristik agresif,
memiliki konsep positif tentang kekerasan, impulsif, dan memiliki kesulitan dalam
berempati.
b. Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku agresif,
tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan
penyerangnya. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menjadi
korban, korban bullying cenderung menarik diri, depresi, cemas dan takut akan situasi
baru. Murid yang menjadi korban bullying dilaporkan lebih menyendiri dan kurang
bahagia di sekolah serta memiliki teman dekat yang lebih sedikit daripada murid lain,
dan korban bullying juga dikarakteristikkan dengan perilaku hati-hati, sensitif, dan
pendiam.
c. Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi
korban perilaku agresif. Bully victim menunjukkan level agresivitas verbal dan fisik
yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain. Bully victim juga dilaporkan
mengalami peningkatan simptom depresi, merasa sepi, dan cenderung merasa sedih
dan moody daripada murid lain. Bully-victim juga dikarakteristikkan dengan
reaktivitas, regulasi emosi yang buruk, kesulitan dalam akademis dan penolakan dari
teman sebaya serta kesulitan belajar.
d. Netral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying.

C. Faktor Penyebab terjadinya Bullying


a. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang tua yang
sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress,
agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati
konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya
terhadap teman-temannya (Zakiyah, E 2017).
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya, anakanak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka
untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat
dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya,
misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah (Zakiyah, E 2017)

c. Faktor Kelompok Sebaya


Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah,
kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying
dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok
tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut
(Zakiyah, E 2017)
d. Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying.
Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan tindakan bullying adalah
kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi
memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah
sering terjadi pemalakan antar siswanya (Zakiyah, E 2017)

D. Jenis Bullying
Bullying juga terjadi dalam beberapa bentuk tindakan, bullying dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu (Zakiyah, E 2017):
a. Bullying Fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling dapat
diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian penindasan
fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan oleh siswa
b. Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh
anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan
dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi.
Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,
penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan
seksual.
c. Bullying Relasional jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan
relasionaladalah pelemahan harga diri si korban penindasan secara sistematis melalui
pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu
tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan
mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya.
Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang
teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan.
d. Cyber bullying adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya
teknologi, internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus
mendapatkan pesan negative dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan
media sosial lainnya

E. Pelaku Bullying dalam Remaja


Terdapat empat faktor yang mempengaruhi remaja melakukan tindakan beresiko.
Faktor tersebut adalah faktor individu, keluarga, peer group, dan faktor komunitas. Faktor
lain yang merupakan faktor dominan yang merubah seseorang menjadi bully adalah
kelompok bermain remaja. Faktor ini merupakan faktor yang muncul dan diadpsi ketika
seorang individu tumbuh dan menjadi seorang remaja. Ketika remaja tidak memiliki
pedoman dalam memilih kelompok bermain, remaja bisa jadi masuk ke dalam
kelompokbermain yang mengarah pada kegiatan-kegiatan kenakalan remaja. Remaja
merupakan individu dengan fase perkembangan psikologis di mana ia sangat
membutuhkan pengakuan eksistensi diri. Kelompok bermain remaja yang menyimpang
bisa jadi mencari pengakuan eksistensi diri dari menindas orang yang dirasa lebih lemah
agar dia memiliki pengakuan dari lingkungannya bahwa ia memiliki keberanian dan
kekuasaan (Zakiyah, E 2017).
Perilaku bullying memiliki dampak dalam masalah kesehatan baik secara fisik
(seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di
lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi akademis) maupun
mental (seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa
hingga dewasa). Konsep diri bagi remaja akan menentukan sikap dan perilaku remaja.
Dalam pengembangan konsep diri remaja ada hal yang tidak boleh di abaikan yaitu
proses internalisasi nilai – nilai yang dapat membentuk konsep diri pada remaja yang
positif dan kearah yang dapat mendewasakan diri. Seseorang yang mempunyai konsep
diri yang positif cenderung mendorong sikap optimis dan percaya diri yang kuat untuk
menghadapi situasi apa saja di luar diri individu, namun sebaliknya konsep diri negatif
akan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan ini dapat mengundang kompensasi dengan
bertindak agresif kepada obyek-obyek yang ada di sekitar diri individu yang
bersangkutan, yang di landasi oleh rasa ketidak berdayaan yang berlebihan (Wijayanto,
G. A & Hidayati, E. 2021).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Galih dan Eni (2021) mengatakan bahwa
responden dengan kategori bullying rendah akan memiliki konsep diri yang tinggi yaitu
sebanyak 54 orang, konsep diri sedang 34 orang, dan konsep diri rendah 1 orang.
Kategori bullying sedang yang memiliki konsep diri tinggi sebanyak 3 orang, konsep diri
sedang 37 orang, dan konsep diri rendah 12 orang. Sedangkan kategori bullying tinggi
yang memiliki skor konsep diri tinggi tidak ada, konsep diri sedang 4 orang dan konsep
diri rendah 11 orang. Hal ini berarti semakin tinggi atau sering remaja dibully maka
konsep dirinya akan semakin menurun, begitu juga sebaliknya semakin rendah atau
jarang remaja dibully maka konsep dirinya akan tinggi. Hal ini menandakan bahwa
begitu besar dampak buruk bullying terhadap konsep diri pada remaja dimana pada masa
remaja konsep diri individu masih dalam proses perkembangan. Apabila dalam masa
perkembangannya remaja sering dibully atau sering menjadi korban bully bukan tidak
mungkin remaja tersebut tumbuh menjadi individu yang mempunyai konsep diri yang
negatif (Wijayanto, G. A & Hidayati, E. 2021).

F. Penatalaksanaan Bullying

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bayu dan Santi (2019) mengatakan bahwa guru
memiliki peran yang sangat penting di sekolah dalam mengurangi kejadian bullying.
Guru harus bisa mewujudkan lingkungan yang nyaman dan aman bagi siswa dengan cara
membuat hubungan yang positif dengan para siswa. Kondisi tersebut akan memberikan
efek yang positif bagi siswa untuk tidak menerapkan perilaku bullying. Intervensi
perilaku positif yang diperankan oleh guru terbukti dapat menurunkan angka perilaku
bullying, penerapan perilaku positif oleh guru terhadap siswa dapat mengurangi perilaku
bullying pada siswa. Pemberian contoh perilaku positif yang dilakukan oleh guru dapat
menginspirasi siswa untuk selalu berperilaku positif terhadap orang lain. Namun dalam
penatalaksanannya, untuk menghasilkan sesuai yang diharapkan maka perlu adanya kerja
sama antar semua karyawan sehingga dalam penatalaksanaannya lebih mudah dan ringan
(Atmojo, B. S. R. & Wardaningsih, S. 2019).

Intrvensi yang lain dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan class meetings untuk
program pencegahan perilaku bullying. Penerapan model belajar seorang guru dalam
pencegahan perilaku bullying dapat menentukan respon siswa pada perilaku bullying
salah satu yang dilakukann yaitu program class meetings. Program class meetings
dilakukan setiap seminggu sekali oleh guru inti akademik dan guru yang telah memiliki
kompeten dalam menangani perilaku bullying. Kegiatan tersebut dilakukan selama 4 jam
oleh guru yang telah memiliki sertifikat untuk pencegahan bullying. Pada saat
penatalaksanan penanganan bullying seorang guru harus memiliki pengetahuan tentang
tindakan bullying.
Hal tersebut diharapkan seorang guru dapat mengidentifikasi penyebab dan
membedakan perilaku bullying pada siswa. Pengetahuan yang baik diperoleh dari
pengalaman yang didapatkan oleh guru khususnya tentang perilaku bullying. Pengalaman
seorang guru pada masa kanak-kanak terhadap perilaku bulying dapat mempengaruhi
respon seorang guru dalam menangani dan mencegah perilaku bullying siswa (Atmojo,
B. S. R. & Wardaningsih, S. 2019).

2. Penyakit Ain
A. Definisi Penyakit ‘Ain
Penyakit ‘ain merupakan penyakit yang disebabkan dari pandangan mata yang
bisa menjalar pada tubuh manusia, bisa karena rasa hasad maupun dengki ketika melihat
suatu hal yang membuatnya iri sehingga menimbulkan perasaan benci kepada seseorang
yang dihasad-i. Ain adalah sebab yang paling banyak menimbulkan berbagai penyakit
yang terjadi pada manusia, sementara yang lain adalah penegcualian saja. Dalam islam
penyakit ‘ain (mata) adalah pengaruh dari pandangan hasad atau dengki dari seseorang,
sehingga orang yang dipandang bisa mengalami gangguan berupa penyakit, kerusakan,
hingga kematian. Ibnu Hajar berkata: (Sebagian orang merasa bingung, mereka bertanya:
Bagaimanakah cara kerja 'ain sehingga bisa memudharatkan orang dari jarak yang jauh).
Rasulullah SAW bersabda: "Penyakit yang ditimbulkan oleh mata adalah benar adanya,
yang dibarengi oleh setan dan sifat dengki anak Adam". Hadits ini mejelaskan bahwa
setiap manusia dikelilingi oleh jin dan setan yang siap menjerumuskannya, setiap
manusia mungkin bisa terjerumus pada penyakit hasad bahkan hampir setiap individu
tidak (Farid, N. 2021).
B. Penatalaksanaan Penyakit ‘Ain

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laelatul, A. (2021) megatakan bahwa


penyakit ain adalah suatu penyakit yang bukan seperti penyakit fisik maupun rohani yang
biasa diketahui oleh masyarakat, tetapi langsung memberi perubahan terhadap fisik
seseorang tanpa disadari oleh seseorang yang terkena penyakit tersebut. Hal ini
disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki, takjub atau kagum, sehingga
Penyakit ain ini sangat berbahaya bagi orang yang terkenanya. Maka dari itu cara untuk
menyembuhkannya yaitu dengan terapi ruqyah syar’iyyah. Terapi ini diperbolehkan dan
mempunyai dasar syariat serta doa dan zikir yang dijadikan jampi yang dapat
menyembuhkan orang yang terkena penyakit ain, kesurupan dan sejenisnya. Karena
dengan terapi ini kita dapat berlindung diri melalui bacaan atau mantra yang dibaca untuk
orang yang terkena gangguan tersebut (Azqia, L. 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, B. S. R., & Wardaningsih, S. (2019). PERAN GURU DALAM MENCEGAH
PERILAKU BULLYING. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan (E-
Journal), 10(2), 17-17.

Azqia, L. (2021). Penyakit Ain dalam Perspektif Islam: Studi Takhrij dan Syarah
Hadis. Jurnal Riset Agama, 1(2), 401-411.

Farida, N. (2021). Pesan dakwah Prof Zahro dalam Ruqyah pengobatan COVID-19:


analisis tindak tutur Video Youtube Penyakit'Ain (Disertasi Doktor, UIN Sunan Ampel
Surabaya).

Wijayanto, G. A., & Hidayati, E. (2021). Konsep Diri Pada Remaja yang mengalami
Bullying. Jurnal Keperawatan Silampari, 4(2), 503-509.

Zakiyah, EZ, Humaedi, S., & Santoso, MB (2017). Faktor yang mempengaruhi remaja
dalam melakukan bullying. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat , 4 (2).

Anda mungkin juga menyukai