Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Bullying


Bullying sering dikenal dengan istilah pemalakan, pengucilan, serta intimidasi. Bullying
merupakan perilaku dengan karakteristik melakukan tindakan yang merugikan orang lain secara
sadar dan dilakukan secara berulang-ulang dengan penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis.
Perilaku ini meliputi tindakan secara fisik seperti menendang dan menggigit, secara verbal seperti
menyebarkan isu dan melalui perangkat elektronik atau cyberbullying. Semua tindakan bullying,
baik fisik maupun verbal, akan menimbulkan dampak fisik maupun psikologis bagi korbannya.

Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang
senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhrinya diambil untuk menguraikan suatu tindakan
destruktif (Wiyani, 2012:12). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah
bullying merupakan padanan kata dari perundungan. Perundungan berasal dari kata rundung yang
memiliki arti menganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan (www.kbbi.web.id diakses pada
27 Januari 2020 pukul 06.33 wib). Perundungan berarti proses, cara, perbuatan merundung yang
dapat diartikan sebagai seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi
orang-orang yang lebih lemah dari pelaku perundungan.

Menurut Kathryn (2012:17) bullying dapat didefinisikan sebagai sebuah tindakan atau
perilaku agresif yang di sengaja, yang dilakukan sekelompok orang atau seseorang secara berulang-
ulang dan dari waktu kewaktu terhadap seseorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya
dengan mudah atau sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan secara sistematik. Sedangkan
menurut Astuti (2008:2) mengatakan bahwa bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang
dilakukan berulang kali oleh seseorang/anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah secara
psikis dan fisik. Kebanyakan tindakan agresi yang dilakukan oleh anak yang lebih kuat ini dilakukan
secara tidak langsung, dan juga secara diam-diam sehingga tidak diketahui oleh orang tua maupun
para guru di sekolah.

13
Kemudian definisi lain yang diungkapkan oleh Olweus yang dikutip oleh Wiyani (2012:12)
bullying adalah perilaku negatif yang menyebabkan seorang dalam keadaan tidak nyaman atau
terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang. Perilaku agresif dan negatif ini biasanya dilakukan oleh
individu/sekelompok orang yang dilakukan secara berulang kali, hal ini terjadi karena
ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara mental atau fisik.
Trigg dalam Media Indonesia (2006), mengatakan bahwa bullying merupakan penggunaan
kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok, sehingga korban merasa
tertekan, trauma dan tak berdaya. Penggunaan kekuasaan tersebut dilakukan berulang-ulang, baik
dengan sasaran korban yang sama ataupun berbeda.

Papalia, (2004) menyatakan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan
berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah,
mudah diejek dan tidak bisa membela diri. Riauskina (2005) mencoba mengartikan bullying dengan
membatasi konteksnya dalam school bullying. Mereka mendefinisikan school bullying yaitu sebagai
perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki
kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Olweus et al. (Greene, 2006) menyebutkan definisi yang lebih lengkap tentang bullying.
Bullying adalah salah satu bentuk agresi yang ditujukan untuk menyakiti atau menyebabkan
gangguan pada korban. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan kekuasaan atara pelaku dengan
korban. Perilaku dapat dikatakan bullying bila hal itu terjadi secara berulang. Perilaku bullying
muncul bukanlah karena hasil provokasi melainkan muncul dari keinginan pelakunya. Newman,
Horne & Bartolomucci (Orpinas, 2006:14-15) mengatakan mengenai perilaku bullying sebagai
berikut.

Bullying may be considered a subset of aggression. Characterized by what is sometimes


refered to as “double I and R” (Imbalance of power, Intentional acts and Repeated over time), the
bully is more powerfull than the victim and commits aggressive behaviors intentionally and
repeatedly over time.

Kesimpulan dari berbagai definisi diatas adalah perundungan (bullying) adalah suatu tindakan
yang dilakukan seseorang atau kelompok baik secara fisik maupun mental yang bertujuan untuk
merendahkan korban sehingga menimbulkan trauma dan hilangnya rasa percaya diri. Tindakan
tersebut dilakukan oleh anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah.

14
2.2 Sejarah dan Bullying di Seluruh Dunia
Bullying dimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat manusia Neanderthal digantikan
oleh Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah-
sejarah mengenai perilaku bullying adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak
sengaja namaun secara purposive atau bertujuan.
Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad, bullying tidak menerima
perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978). Profesor dan Olweus adalah
ilmuan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya
pada literatur bullying. Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan
bullying dan mengapa beberapa yang lainnya menjadai korban bullying. Bukan itu saja, Olweus juga
menunjukkan bullying di sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian
yang sangat penting.
Hasil studi dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke-20
berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel, website, video, dan CD
mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan untuk
mereduksi bahkan menghentikan perilaku bullying.
Sebagaimana yang diindikasikan oleh Olweus (1978), penelitian berkenaan dengan bullying
dimulai di negara-negara Eropa. Perhatian penelitian di Norwegia dan Swedia pada tahun1980-an
mengarah pada kampanye intervensi nasional pertama menentang bullying. Kesuksesan penelitian ini
memotivasi negara-negara lain seperti Finlandia, Inggris, dan Irlandia untuk meneliti bullying (Ross,
2002; Smith&Brain, 200). Sejak akhir tahun 1980-an, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
melaksanakan penelitian-penelitian lintas bangsa setiap empat tahun berkenaan dengan perilaku sehat
pada anak-anak usia sekolah. Sampel usia 11, 12, 13, dan 15 tahun dari berbagai dunia dinilai, dan
bullying dimasukkan sebagai suatu aspek penting dari penelitian tersebut.
Di Asia, Jepang merupakan negara yang telah melakukan upaya untuk memahami bullying dan
mengembangkan cara-cara untuk mencegah bullying. Kata Bahasa Jepang ijime diterjemahkan
sebagai “bullying” dalam kamus bahasa Inggris.Menurut Kawabata (2001), ijime merujuk pada
bullying yang menyebabkan hasil-hasil dalam trauma dan dalam kasus beberapa kasus fobia sekolah.
Selain itu, Tanakan (2001) menggambarkan shunning sebagai suatu tipe bullying yang khas
ditemukan di Jepang. Shunning dalah satu tipe bullying dimana sekelompok teman sebaya secara
kolektif mengabaikan dan mengeluarkan seorang korban (dari kelompoknya).

Di Amerika, bullying jelas-jelas merupakan sebuah isu serius. Menururt ross (2002), bullying itu
dianggap sebagai bentuk agresi yang paling dominan ditemukan di sekolah-sekolah Amerika dan

15
berpengaruh kuat pada sebagian besar anak-anak bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan
lainnya.

2.3 Faktor Penyebab Bullying

16
Faktor-faktor penyebab perilaku bullying dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu :

a. Faktor yang berasal dari dalam diri


Menurut Beane (1999), beberapa faktor yang bisa menyebabkan timbulnya perilaku
bullying yang berasal dari dalam diri seseorang antara lain yaitu : anak yang secara genetik dapat
menjadi anak yang agresif dan mudah sekali mencontoh lingkungannya; memiliki berbagai
macam agresi internal dalam diri; memerlukan tempat untuk menyalurkan atau memindahkan
agresi internal kepada orang lain; tidak mengetahui cara berinteraksi dengan sesama yang
konstruktif.
b. Faktor yang berasal dari luar diri
Selain faktor dari dalam diri seseorang, faktor yang dapat menimbulkan perilaku bullying
adalah faktor-faktor yang berada di luar diri seseorang. Faktor tersebut berbagai macam
bentuknya, dan dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok lingkungan yang menjadi wilayah
hidup seorang anak.

1) Lingkungan sekolah

Berbagai macam faktor penyebab timbulnya perilaku bullying yang berasal dari
lingkungan sekolah yaitu :

a) Menurut psikolog Seto Mulyadi dalam perbincangan dengan detik.com (28 Januari 2020)
dikatakan bahwa remaja saat ini hidup penuh dengan tekanan, terutama yang datang dari
sekolah. Sekolah memiliki kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku.
Remaja membutuhkan wadah untuk menyalurkan bakat non-akademik yang terpendam
akibat tekanan kurikulum sekolah yang terlalu berat. Saat ini, remaja tidak mempunyai
wadah dan sarana untuk menyalurkan kreativitasnya, sehingga penyalurannya pun menjadi
menyimpang, yaitu wujudnya dengan kejahilan-kejahilan, penyiksaan dan dengan adanya
perilaku bullying yang lainnya.

b) Para guru yang menganggap bullying di sekolah akan dapat berlalu begitu saja seiring
dengan berlalunya waktu, sehingga mereka berpikir tidak perlu melakukan sebuah tindakan
pencegahan apapun menanggapi adanya perilaku bullying di sekolah (Juwita, 2006).

c) Sebagian guru di sekolah menganggap sebuah hal yang biasa saat kakak kelas
mengintimidasi adik kelas dengan alasan bahwa si adik kelas ini akan melakukan hal yang
sama jika ia sudah duduk di kelas yang lebih tinggi. Di sini budaya feodalisme berubah
menjadi senioritas, yaitu siswa junior harus patuh kepada siswa senior. Karena sudah

17
menjadi tradisi dan berlangsung sangat lama, maka menjadi sebuah kewajaran jika pihak
yang senior menjadi sewenang-wenang dan pihak junior yang menerima perlakuan tersebut
menjadi terbiasa. Bullying yang dilakukan senior terhadap junior pada akhirnya menjadi
lingkaran rantai kekerasan yang tidak akan pernah ada habisnya.

d) Kelas-kelas di sekolah yang memiliki jumlah murid yang sangat besar, sehingga dapat
berpotensi menumbuhkan suasana bullying dibandingkan dengan jumlah murid yang
terbatas. Jumlah murid yang besar membuat para guru tidak bisa mengontrol dan
mengawasi dengan maksimal perilaku yang terjadi antar siswa

2) Lingkungan keluarga

Anak belajar bertingkah laku pertama kali adalah di lingkungan keluarga, sehingga
keluarga dianggap sebagai pencetak atau pondasi tingkah laku seseorang. Salah satu faktor
yang dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying dari lingkungan keluarga yaitu :

a) Jenis keluarga

Semua jenis keluarga akan memberikan sumbangsih tersendiri dalam pembentukan


masing-masing pribadi pelaku, korban maupun penonton bullying.

Tabel 1

18
Jenis Sumbangan Keluarga Dalam Pembentukan Pribadi Menjadi Pelaku, Korban Maupun
Penonton Bullying (Coloroso, 2007 : 150-195)

Keluarga Otoriter Keluarga Permisif Keluarga Demokrasi


Calon Dalam keluarga ini, anak akan Dalam keluarga ini, anak akan Jenis keluarga ini dianggap
pelaku menjadi pribadi yang keras, menjadi pribadi yang tidak dapat paling ideal dalam
terbiasa berkompetisi, tidak ada merasakan perasaan mereka pembentukann pribadi seorang
ruang bagi yang salah, adanya sendiri (cenderung mengubur anak. Tetapi sangatlah sukar
berbagai macam hukuman perasaan tersebut), tidak empati, mewujudkan keluarga yang
fisik/verbal yang sering pribadi yang senang melihat dan sungguh demokratis. Jika
dilakukan oleh orang tua, tidak merasa baik dengan membuat suatu saat terjadi timpang,
berkembangnya rasa empati, orang lain merasa buruk, dan maka anak dapat terbentuk
dll, yang membuat seseorang pengertian akan cinta yang sebagai pribadi yang fanatik
anak menacari orang lain untuk bersyarat. terhadap mayoritas, berani
melampiaskan ketakutan berkata tidak dan melawan
mereka dan menindas orang (tetapi dalam hal apapun),
lain untuk memenuhi kebutuhan senang untuk mengontrol
mereka orang lain, dan adanya
kepuasan saat mempunyai
kewenangan atau kepuasan.
Calon Dalam keluarga ini tidak ada Keluarga ini sangat fleksibel, Keberanian untuk
korban ruang untuk sebauah kesalahan. justru membuat anak menjadi mengungkapkan perbedaan
Ketika mereka ditindas atau sangat pasrah atas kejadian yang yang dipelajari dalam keluarga
mendapatkan tekanan, mereka akan dihadapinya. Selain itu, ini, seringkali membuat anak
akan berpendapat bahwa sudah calon korban dalam keluarga ini menjadi calon korban di
sewajarnya mereka tidak tahu cara mencari lingkungan pergaulannya.
mendapatkan tekanan tersebut pemecahan dari masalah yang
(menjadi hal yang wajar). dihadapi.
Calon Dalam keluarga ini, tidak jarang Tipe keluarga ini adalah Dalam keluarga ini, pribadi
penonto ditemukan kekerasan mengikuti arus dan aturan dibuat calon penonton bisa menjadi

n fisik/verbal yang sering tetapi tidak pernah ada penonton pasif maupun
dilaukan oleh orang tuakepada ketegasan. Oleh karena itu, penonton aktif. Penonton pasif
anak-anak. Hal ini membentuk sumbangannya bagi calon yaitu hanya menonton saja
pribadi para calon penonton penonton bullying yaitu pribadi karena mereka berpikir itu
yang terbiasa akan hal tersebut. mereka yang mudah mengikuti bukan urusan mereka. Menjadi

19
Saat peristiwa itu mereka tidak arus. Arus disini dalam penonton aktif karena
akan berbuat sesuatu untuk pengertian bahwa sesekali keberanian mereka bertindak
mencegah ataupun yang reaksi mereka bisa menikmati dan saat peristiwa itu terjadi.
yang lain. Bahkan ada yang hanya sebagai penonton saja. Di Mereka bisa membela pelaku
justru yang menyukainya lain hari, saat ia melihat, ia bisa ataupun malah si korban,
karena peristiwa tersebut saja membantu pelaku bullying ataupun melerai peristiwa
dianggap tontonan yang ataupun bisa pula membantu supaya tidak berlanjut.
menarik terjadi dihadapan korban bullying.
mereka.

b). Pandangan yang keliru dari orangtua.

Banyak orang tua yang melihat perilaku bullying sebagai ajang tempa diri bagi anaknya
agar tumbuh menjadi pribadi tahan banting dan disiplin. Hal ini yang membuat bullying di
sekolah dapat tumbuh dengan subur (Juwita : 2006)

c) Modelling

Anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan kekerasan akan
lebih terbiasa dengan perilaku kekerasan dibandingkan dengan anak yang lingkungan
keluarganya tidak penuh dengan kekerasan. Dengan selalu menyaksikan orang tuanya
marah, bertindak kasar (atau anak yang merasa di abaikan dan tidak dicintai), mereka akan
dengan cepat dan mudah mengadaptasi perilaku yang di dapatnya dari lingkungan keluarga
itu.

d) Aspek relasional

Juwita (2006) menemukan bahwa anak yang tidak mulus interaksinya dengan sang
ayah, akan cenderung menjadi pelaku atau korban bullying. Ayah yang tidak memberikan
perhatian yang cukup kepada anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, akan
menyebabkan anak tanpa sadar bertingkah laku apa pun untuk menarik perhatian. Tidak
jarang mereka juga menularkan perasaan tidak amannya tersebut dari rumah ke sekolah.

3) Lingkungan masyarakat

20
Juwita (2006) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab perilaku bullying bisa
tumbuh dengan subur dalam masyarakat adalah budaya feodalisme, yaitu ketika orang muda
harus menghormati mereka yang usianya lebih tua apa pun perlakuan mereka. Budaya ini
terwujud di segala bidang kehidupan, sehingga dapat dikatakan menjadi salah satu faktor yang
kuat penyebab timbulnya perilaku bullying di masyarakat. Jika di dalam lingkungan sekolah,
seperti salah satu sub-bab yang sudah di jelaskan di atas, budaya feodalisme ini terwujud
dalam budaya senioritas kakak kelas dan adik kelas. Karena sudah menjadi budaya, maka
masyarakat menjadi tidak sadar bahwa bullying sering terjadi di depan mereka.

Menurut Sulistyowati (2007) siaran televisi yang mengumbar kekerasan juga memberi
andil pada praktik bullying. Bukan seberapa besar pengaruh televisi dalam mengubah perilaku
penontonnya, tetapi, yang perlu mendapat tekanan ialah kekerasan yang diumbar melalui
televisi menyebabkan individu (terutama anak-anak) menjadi cenderung permisif. Kekerasan
pada tayangan televisi mungkin tidak mengubah perilaku penontonnya tetapi mendesakkan
kekerasan itu sebagai sesuat yang biasa atau wajar. Karena biasa dan wajar, praktik bullying di
sekolah menjadi luput dari perhatian kita secara serius

2.4 Unsur-unsur Perilaku Bullying

21
Ketika peristiwa bullying terjadi, ada beberapa unsur yang terlibat di dalamnya. Menurut
Coloroso (2007 : 44), ketika peristiwa bullying terjadi, maka sesungguhnya akan selalu melibatkan
unsur-unsur berikut ini.

A. Ketidakseimbangan kekuatan.
Para pelaku bullying selalu lebih kuat dari korban bullying. Hal ini membuat perilaku
bullying dapat terjadi berulang kali, karena sang pelaku memiliki kekuatan yang tidak bisa
diimbangi oleh korban maupun lingkungannya.

B. Kesengajaan
Tindakan bullying dapat dilakukan dengan niat untuk mencederai. Jika pelaku dapat
melakukan tindakan yang melukai orang lain, maka akan menimbulkan rasa senang di hati sang
pelaku saat menyaksikan luka tersebut.

C. Pengulangan
Tindakan bullying dilakukan berulang kali. Pelaku maupun korban bullying mengetahui
bahwa penindasan dapat dan mungkin akan terjadi kembali.

D. Teror.
Bullying adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk mengintimidasi dan
memelihara dominasi. Teror yang menusuk tepat di jantung korban bullying bukan hanya
merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan bullying, teror itulah yang menjadi tujuan
penindasan.

Berdasarkan pendapat para ahli yang sudah tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa
perilaku bullying merupakan suatu tindakan yang menggunakan kekuasaan atau kekuatan yang ada
dalam diri untuk menyerang dan merendahkan seseorang atau kelompok lain yang lebih lemah
supaya seseorang atau kelompok tersebut menjadi tertekan serta tidak berdaya. Perilaku tersebut
dilakukan tidak hanya sekali melainkan berulang-ulang terhadap sasaran korban yang sama ataupun
berbeda. Semakin korban tidak berdaya menghadapi serangan atau perlakuan negatif yang diberikan
kepadanya maka para pelaku akan mendapatkan kesenangan. Pelaku juga akan melakukan serangan
kembali dengan tingkat yang semakin tinggi pula.

2.5 Bentuk-bentuk Bullying

22
Astuti (2008: 22) dalam buku meredam bullying, membagi perundungan (bullying) menjadi dua
yaitu sebagai berikut.

a. Fisik
Contohnya adalah menggit menarik rambut, memukul, menendang, mengunci dan
mengintimidasi korban diruang atau dengan mengitari, memelintir menonjok, mendorong,
mencakar, meludahi, mengancam dan merusak kepemilikan (property) korban, penggunaan
senjata dan perbuatan kriminal.
b. Non Fisik
Terbagi dalam bentuk verbal dan Non-verbal
a) Verbal

Contohnya, panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan,

mengancam atau intimidasi, menghasut, berkata kuang baik pada korban, berkata

menekan, menyebarluaskan kejelekan korban.

b) Non-verbal
Terbagi menjadi langsung dan tidak langsung. Tindakan secara tidak langsung
diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan,
mengirim pesan menghasut, curang dan sembunyi-sembunyi. Tindakan secara langsung
contohnya gerakan (tangan, kaki atau anggota badan lain) kasar atau mengancam,
menatap, muka mengancam, menggeram, hentakan mengancam, atau menakuti.
Riauskina dkk, dalam Wiyani (2012:27) mengelompokkan perilaku perundungan (bullying)
kedalam lima kategori sebagai berikut.
1) Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras, dan merusak barang-
barang milik orang lain).
2) Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan (name-calling), sarkasme, merendahkan (putdowns), mencela atau
mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip).
3) Perilaku nonverbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam biasanya disertai oleh
bullying fisik atau verbal).
4) Perilaku non verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
hingga retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng).

23
5) Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresif atau verbal). Bullying bisa
bersifat rasis atau diskriminasi gender bisa dimaksudkan untuk mengomentari bentuk
tubuh, bisa jadi terjadi karena korban lebih pandai atau lebih baik dari pada mereka yang
mem-bully, bisa juga dimaksudkan untuk menertawakan kekurangan atau perbedaan yang
kamu miliki (Morgan, 2014:138)
Olweus kemudian mengidentifikasikan dua sub-tipe bullying, yaitu perilaku secara langsung
(direct bullying), misalnya penyerangan secara fisik dan perilaku secara tidak langsung (indirecy
bullying), misalnya pengucilan secara sosial (Wiyani, 2012:13).
c. Bullying Relasional
Bullying relasional ini merupakan bentuk lain dari tindakan bullying. Adapun bentuk
lain selain bullying relasional adalah cyberbullying. Bullying relasional ini dapat menyebabkan
korbannya merasa terasingkan atau terkucilkan secara sosial dengan cara pelaku mendiskriminasi
korban berdasarkan ras, ketidakmampuan korban sehingga muncul harga diri yang lemah dan
etnik. Selain itu juga jenis bullying ini digunakan pelaku untuk mengabaikan, menolak, atau
menghindarkan korban untuk masuk didalam pergaulan (coloroso dalam Dewi, 2014).
d. Cyberbullying
Cyberbullying merupakan suatu bentuk tindakan bullying yang terjadi di dunia cyber
atau internet yang dilakukan oleh teman sebaya mereka. Tindakan bullying ini sering dialami oleh
anak-anak dan remaja dengan berbagai cara yang akan membuat korban malu, tindakan tersebut
seperti mengunggah gambar maupun mengirim pesan yang bersifat mengancam yang akan
membuat korban dilecehkan dan dihina (Patchin dan Hinduja, 2012). Para pelaku cyberbullying
ini juga menganggap jika melakukan bullying lewat internet ini pihak sekolah tidak akan tahu dan
orang tua pun tidak akan tahu, karena bagi orang tua maupun orang dewasa yang yang tidak
mengerti dunia internet maka akan sulit memantau apa saja yang dilakukan anak nya di dunia
intenet (Narpaduhita dan Suminar, 2014).
Orpinas (2006 : 25) menambahkan salah satu jenis perilaku bullying yaitu pelecehan seksual.
Wujud perilaku tersebut adalah pemerkosaan, pemaksaan untuk melakukan tindakan seksual, dipaksa
untuk mencium atau memegang sesuatu yang bersifat seksual, dan pelecehan seksual lainnya.
Terkadang perilaku ini dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi fisik atau verbal.

Dari berbagai uraian tersebut dapat ditarik kesimpilan bahwa bentuk perundungan (bullying) itu
dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu perundungan (bullying) fisik dan non fisik.
Perundungan (bullying) fisik ini lebih kepada kontak fisik secara langsung. Pada bullying fisik ini

24
pelaku secara terang-terangan menyakiti korban dengan memukul, menjambak, menonjok dan
lainnnya yang dapat melukai korbn secara fisik.

Sedangkan perundungan (bullying) nonfisik berupa pemalakan, mengancam, mengejek,


menghina, mengucilkan dan hal lain yang bisa menyakiti psikis korban yang dilakukan secara terus-
menerus dan berulang-ulang. Selain itu, bentuk bullying yang lainnya adalah bullying relasional yang
menyebabkan seseorang merasa terasing dari semua orang akibat dari adanya tindakan diskriminasi
terhadap ras korban. Kemudian bentuk perilaku bullying yang lainnya adalah berupa cyberbullying
yaitu bullying yang terjadi di duania maya atau internet yang umumnya penderitanya adalah anak-
anak dan akan membuat korban malu dan merasa sangat dilecehkan.

2.6 Perbedaan Bullying Dengan Perilaku Agresif

25
Orpinas (2006 : 14-16) mengatakan bahwa bullying merupakan bagian dari perilaku agresi.
Adapun perbedaan dan persamaan antara bullying dengan perilaku agresi menurut Orpinas antara lain
sebagai berikut.

Tabel 2

Perbedaan dan Persamaan Bullying dengan Agresi

Bullying Agresi
Tindakan dilakukan untuk menyerang Tindakan berpotensi untuk melukai
Tujuan
dan merendahkan orang lain orang lain
Orang lain, baik sendiri maupun Orang lain maupun benda mati
Objek
berkelompok
Dengan atau tidak ada alasan, tindakan Ada niat untuk mencederai atau melukai
Alasan tetap dilakukan untuk menyerang dan orang lain
merendahkan orang lain.
Fisik, verbal, relasional, seksual, dan Fisik, verbal, relasional, seksual, dan
Bentuk
cyberbullying cybercrime
Peran Pelaku, korban, dan penonton Pelaku, Koran, dan penonton
Ada kecenderungan untuk mengulang Hanya pada objek saat tindakan terjadi.
Pengulanga
terus menerus dengan objek yang sama
n
maupun berbeda.

2.7 Karakteristik Korban dan Pelaku Bullying

a. Pelaku bullying

26
Coloroso (2007) mengatakan bahwa ada banyak alasan mengapa beberapa anak
menggunakan kecakapan dan bakat untuk menyerang atau melukai orang lain. Para pelaku
bullying memiliki sifat yang sama dalam menyerang orang lain, walaupun cara dan gaya mereka
berbeda-beda. Sifat yang pada umumnya ada dalam diri pelaku bullying antara lain :
a. Cenderung hiperaktif, disruptif, impulsif, dan overactif
b. Suka mendominasi orang lain
c. Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
d. Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain
e. Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan mereka sendiri, bukan pada kebutuhan hak-
hak, dan perasaan-perasaan orang lain
f. Menggunakan kesalahan, kritikan, dan tuduhan-tuduhan yang keliru untuk
memproyeksikan ketidakcakapan mereka pada targetnya
g. Haus perhatian
h. Memiliki temperamen yang sulit dan masalah pada atensi/konsentrasi
i. Berteman dengan anak-anak yang juga memiliki kecenderungan agresif
j. Kurang memiliki empati terhadap korbannya dan tidak menunjukkan penyesalan atas
perbuatannya
b. Korban bullying
Coloroso (2007 : 95-97) menemukan ciri-ciri seseorang yang biasanya menjadi target sasaran
bullying atau korban bullying. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Anak baru di suatu lingkungan
b. Anak termuda di sekolah
c. Anak penurut
d. Anak yang perilakunya dianggap mengganggu bagi orang lain
e. Anak yang tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan
f. Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik
perhatian orang lain, penggugup, dan peka terhadap lingkungan disekitarnya.
g. Anak yang miskin atau yang kaya
h. Anak yang memiliki etnis/agama yang minoritas dan orientasi gender atau seksual yang
berbeda.
i. Anak yang kurus atau gemuk, pendek atau jangkung
j. Anak yang memakai kacamata atau kawat gigi
k. Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulitlainnya
l. Anak yang memiliki ciri fisik berbeda dengan mayoritas anak lainnya.

27
m. Anak dengan ketidakcakapan mental dan/atau fisik. Anak-anak seperti itu biasanya dua
atau tiga kali lebih sering ditindas daripada anak-anak lain karena mereka memiliki
ketidakcakapan yang nyata sehingga menyediakan dalih buat sang pelaku.
n. Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah. Mereka akan diserang
karena sang pelaku sedang ingin menyerang seseorang di tempat itu dan pada saat itu
juga.
c. Penonton bullying
Colorso (2007:128-132) menemukan ciri-ciri seseorang yang biasanya menjadi penonton
perilaku bullying. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Anak-anak yang hanya berdiam diri dan memandangi saja
b. Anak-anak yang mendorong penindas secara aktif
c. Anak-anak yang bergabung dan menjadi salah satu anggota dari gerombolan penindas
d. Memberikan penguatan kepada pelaku bullying berupa tepuk tangan, tawa dan anggota
tubuh lainnya.
e. Menambah kehancuran kendali batin korban bullying dengan teriakan-teriakan, kritik-
krtitik kejam yang bersifat verbal, fisik dan relasional.
Olweus (Coloroso 2007:130) mengatakan bahwa tidak ada penonton yang tidak bersalah saat
peristiwa bullying terjadi. Para penonton bullying berada dalam situasi dengan segala
kerumitannya. Olweus juga menemukan bahwa mayoritas kalangan sebaya tidak membantu
teman sekelasnya yang menjadi sasaran kekerasan. Colorso (2007:134-141) mengemukakan
bahwa terdapat empat alasan pokok yang sering dijadikan pembenar bagi sang penonton bullying
untuk tidak ikut campur pada saat peristiwa bullying itu terjadi, antara lain :
1. Sang penonton takut dirinya ikut tersakiti. Pelaku yang lebih besar dan lebih kuat serta
memiliki reputasi yang membenarkan ketakutannya; itulah yang membuat tindakan
membela target bukanlah siasat taktis yang bisa dilakukan.
2. Penonton takut menjadi target bullying yang baru. Bahkan, kalau sang penonton
mampu membela target bullying, ada kemungkinan ia akan dipilih menjadi korban
berikutnya oleh pelaku bullying.
3. Penonton takut untuk melakukan sesuatu yang hanya akan memperburuk situasi.
4. Penonton tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan.

Secara umum, Orpinas (2006: 17) mengelompokkan karakteristik para pelaku, korban, dan
penonton seperti yang disajikan dalam tabel 3 :

28
Tabel 3.
Types of Bullies, Victims, and Bystande

Bullies Aggressive
Follower
Relational
victims Passive
Provocative
Relational
bystanders Part of the problem :
 Instigate
 Watch
 Are scared
 Are ashamed or fell guity for
not
Helping
Part of the solution
 Ask for help
 Help defuse the problems

Olweus (Coloroso, 2007:131-134) membuat ilustrasi untuk mengindikasikan para penonton


bullying yang berada dalam segala kerumitan dan yang harus di lakukan saat peristiwa bullying itu
terjadi di hadapan mereka, seperti yang disajikan pada gambar 1 :

29
30
2.8 Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Bullying

Penindas, pihak yang tertindas, dan penontonnya adalah tiga karakter dalam sebuah drama tragis
yang dimainkan di rumah, sekolah, taman bermain dan jalan-jalan (Coloroso, 2007:28). Dalam
kejadian perundungan (bullying), penindas merupakan orang yang memiliki peran aktif dalam praktik
perundungan (bullying) berlangsung, dia merupakan aktor utama dari kejadian tersebut. Pihak yang
tertindas, merupakan korban dari pihak penindas biasanya korban tersebut tidak mempunyai
keberanian untuk melawan. Penonton mempunyai peran pasif dalam kejadian tersebut, penonton
hanya diam dan seolah tidak tahu atas kejadian perundungan (bullying) yang sedang berlangsung.
Sedangkan menurut Wiyani (2012:60) lima pihak yang terlibat dalam kejadian bullying sebagai
berikut.

1) Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam
perilaku bullying.
2) Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung bergantung atau
mengikuti perintah bully.
3) Rinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan,
menertawakan korban, memprovokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan
sebagainya.
4) Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban, seringkali
akhirnya ia menjadi korban juga.
5) Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun,
seolah-olah tidak peduli.

Melalui uraian tersebut dapat diketahui bahwasannya pelaku perundungan (bullying) ini bisa saja
berkelompok atau secara individual. Faktanya kebanyakan perundungan (bullying) ini terjadi di
sekolah, pelaku perundungan (bullying) mempunyai teman yang menjadi pendukung dari aksi
perundungan tersebut. Seorang pelaku perundungan (bullying) akan merasa memiliki banyak
dukungan ketika ia mempunyai banyak teman, ia akan merasa lebih berani melancarkan aksinya.
Orang-orang yang tidak terlibat dalam aksi tersebut hanya sebagai penonton saja dan tidak berani
untuk melakukan tindakan apapun, jika dia membela korban maka dia juga akan menjadi sasaran dari
aksi bullying.

31
2.9 Peranan Bullying

Marini, Farbaim, dan Zuber (1999) dalam jurnalnya, menyederhanakan peran bullying menjadi
tiga kelompok, (Salsabiela ,2010; 18) yaitu :

Bullies atau pelaku adalah seseorang melakukan bullying dikarenakan beberapa faktor yang
melatarbelakanginya, berdasarkan penelitian Mclaughlin, Ray, & Eve (2005), dinyatakan bahwa
pelaku bullying sebenarnya ingin menyembunyikan rasa insecure (rasa tidak amannya) dan rasa
bosan terhadap dirinya sendiri, dan pada kenyataanya berlaku bully dapat memunculkan rasa percaya
diri dan harga diri yang tinggi.(Salsabiela 2010; 18)

Victims atau korban merupakan individu yang lemah, tidak mampu baik secara fisisk maupun
psikologis, terisolasi secara sosial, selalu terlihat sendiri (tampak kesepian), insecurity, dan memiliki
kepercayaan diri yang rendah. Semua anak dapat menjadi korban bullying. Dan anak-anak atau
remaja yang menjadi korban bullying ini memiliki karakteristik mudah cemas, dan rendahnya harga
diri.(Salsabiela, 2010; 19).

Menurut Coloroso (Mestry, Martyn, & Joan, 2006 dalam Salsabiela, 2010; 20) Bystander
dijelaskan sebagai peran pendukung dalam sebuah cerita. Dimana peran tersebut mendukung perilaku
bully melalui tindakan mendukung maupun membiarkannya. Mereka bisa diam saja ataupun tak
peduli, karena takut untuk terlibat dan ikut menjadi korban, atau bahkan ikut serta dalam tindakan
bullying. Dalam sebuah tindak kekerasan seperti bullying tidak hanya peran seorang pelaku namun
juga ada berbagai peran penting lainnya yang mendorong terjadinya perilaku bullying tersebut. Selain
pelaku ada korban dan penonton terjadinya tindak kekerasan seperti bullying disekolah.

Dari ciri-ciri yang telah dijelaskan oleh beberapa teori diatas dapat kita simpulkan bahwa pelaku
cenderung bersikap keras dan terbiasa melakukan tindakan yang agresif dalam kelangsungan interaksi
sosialnya sehari-hari dan yang sering terjadi adalah pelaku memiliki kelompok pertemanan yang
merasa unggul dari teman lainnya. Sedangkan korban cenderung pendiam, tidak memiliki teman, dan
adalah anak atau remaja dari golongan yang terasing, dan biasanya merupakan anak atau remaja
korban bullying ini memiliki kepercayaan diri yang sangat rendah. Sedangkan penonton disini adalah
siapa saja yang tengah menyaksikan perilaku bullying yang dilakukan oleh temannya kepada
temannya yang lain. Kebanyakan dari penonton bullying ini memilih untuk diam dan tidak melapor
karna merasa bullying tersebut dilakukan oleh pelaku karna kesalahan dari korban itu sendiri.

32
2.10 Dampak Bullying

Peristiwa bullying yang terjadi di sekolah secara langsung maupun tidak langsung akan
membawa dampak bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Para orang-orang yang terlibat dalam
sebuah peristiwa bullying yaitu pelaku bullying (sang penindas), korban bullying (sang tertindas),
dan para penonton peristiwa bullying (biasanya teman sebaya atau yang sedang berada di sekeliling
ketika peristiwa bullying terjadi). Uraian lebih jelasnya adalah sebagai berikut.

a. Bagi pelaku bullying


Adapun dampak jangka panjang dari peristiwa bullying bagi para pelaku bullying
menurut Coloroso (2007: 56-79) yaitu :
a. Tumbuh menjadi pribadi yang suka terhadap kekerasan
b. Tumbuh sebagai pribadi yang memiliki ego yang besar
c. Tidak memiliki empati terhadap orang lain dan perasaanmenyesal
d. Menjadi pribadi yang kejam dan penuh dendam terhadap orang lain
e. Tumbuh sebagai pribadi yang suka bereaksi agresif bahkan pada provokasi yang
ringan, dan membenarkan tanggapan agresifnya dengan menempatkan kesalahan
di luar dirinya
f. Suka menguasai, mengontrol, mendominasi, menduduki dan menjajah
g. Memiliki sikap fanatisme terhadap perbedaan. Perbedaan samadengan lemah, dan
karenanya tidak layak mendapat penghargaan.
h. Tumbuh menjadi pribadi yang arogan dan memegang hukumsenioritas
i. Merasa memiliki kekuasaan untuk mengecualikan orang lain,membatasi,
mengisolasi dan memisahkan orang lain.
b. Bagi korban bullying
Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Karakter Anak dalam website pekabullying.com
(2006) menyebutkan bahwa dampak bullying bagi sang korban adalah sebagai berikut
1) Depresi
2) Rendahnya kepercayaan diri / minder
3) Pemalu dan penyendiri
4) Merosotnya prestasi akademik
5) Merasa terisolasi dalam pergaulan
6) Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri

33
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Olweus (1993) bullying dapat mempengaruhi
kesehatan para korban bullying. Gejala-gejala yang nampak antara lain.

1) Stress dan menjadi mudah cemas


2) Menjadi sering sakit seperti terjangkit infeksi virus khususnya seperti flu, demam
tinggi, batuk, paru-paru, telinga, hidung dan infeksi tenggorokan (stress dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh)
3) Sering merasakan sakit di daerah persendian dan tulang tanpa sebab yang jelas, juga
sakit tulang belakang dan mereka tidak akan mau untuk memeriksakannya
4) Sakit kepala dan sering migrant
5) Mudah capek, kelelahan
6) Susah tidur, selalu mimpi buruk, bangun lebih awal, dan bangun tidur menjadi lebih
capai dibandingkan dengan saat akan tidur
7) Sering teringat peristiwa yang sudah dialami. Korban tidak bisa melupakan wajah
dari pelaku yang sudah menyerangnya
8) Mengalami sindrom iritasi perut yang parah
9) Tidak bisa konsentrasi terhadap sesuatu dan untuk waktu yang lama
10) Sering berkeringat, gemetar, menggigil, berdebar-debar, dan serangan panic
11) Menjadi orang yang sangat waspada (tetapi bukan paranoia)
12) Hipersensitif, lemah, terisolasi, pendiam dan menarik diri dari pergaulan
c. Para penonton bullying
Para penonton adalah kelompok ketiga dari para personil ketika bullying terjadi. Mereka
adalah peran pendukung yang membantu dan mendorong pelaku selama peristiwa bullying
terjadi. Mereka bisa berdiam diri dan menonton saja, mendorong penindas secara aktif atau
bergabung dan menjadi salah satu anggota dari gerombolan penindas. Apa pun pilihan
penonton peristiwa bullying, ada harga yang harus dibayar.
Menurut Coloroso (2007: 129-140), keterlibatan aktif penonton mendukung pelaku
bullying dapat menambah perasaan tertekan pada korban. Penonton yang hanya berdiri tanpa
melakukan apa pun atau menyingkir memiliki konsekuensi tersendiri. Ketidakadilan yang
diabaikan menjadi suatu penyakit menular yang menginfeksi orang lain, bahkan mereka yang
berpikir dapat menyingkir dari hal itu.

Rasa percaya diri dan harga diri para penonton terkikis ketika mereka mengalahkan
perasaan takut karena telah terlibat dan mengabaikan fakta bahwa dengan tidak melakukan

34
apa-apa berarti tanggung jawab moral mereka pada teman-teman sebaya yang menjadi target
telah hilang. Adapun dampak yang bisa muncul dalam diri sang penonton bullying antara
lain.
1. Menjadi tidak peka terhadap kekejaman yang terjadi disekelilingnya
2. Berpotensi besar untuk menjadi pelaku bullying
3. Dapat berpotensi pula menjadi sasaran bullying selanjutnya
4. Dapat mengintimidasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan pelaku bullying jika mereka
menganggap pelaku sebagai model yang popular, kuat dan berani.
5. Menjadi pribadi yang responsif
6. Sulit mengembangkan perasaan empati, belas kasih dan pengambilan perspektif (dapat
menempatkan diri pada sudut pandang orang lain).
7. Tumbuh menjadi pribadi yang apatis

2.11 Faktor Resiko Bullying

35
Tidak hanya korban, pelaku tindak kekerasan bullying juga mempunyai resiko yang terjadi
pada dirinya, yaitu salah satunya perilaku kolektif. Dalam pengertianya perilaku kolektif adalah
sebuah perilaku spontan dan tidak terstruktur yang berkembang dalam suatu individu maupun
kelompok, karena perilaku kolektif yang bersifat spontan dan tidak terstruktur maka perilaku itu
melanggar norma- norma sosial yang sudah mapan.
Setelah membahas mengenai pengertian perilaku kolektif, seseorang yang melakukan tindakan
bullying akan spontan mengulangi tindakanya lagi, dorongan/stimulus tersebut sangat menggangu
psikologi pelaku bullying meskipun pelaku sendiri tidak merasakan gangguan tersebut. Selain itu,
pelaku bullying akan melakukan tindakan sebagai berikut.
a. Sering terlibat perkelahian, pelaku bullying biasanya sering berkelahi dan mencari-cari
masalah dengan temannya
b. Merokok, pelaku bullying cenderung memaksa korban untuk mau merokok
c. Meminum alkohol
d. Melakukan tindakan pencurian
e. Resiko mengalami cidera akibat perkelahian dengan korban
f. Menjadi biang kerok di sekolah

36
2.12 Kondisi Korban Bullying
a) Kondisi Psikososial Korban Bullying
Menurut psikolog Andrew Mellor dalam pembahasan yang berjudul kasus Bullying dan
Pendidikan Karakter mengenai bullying di web resmi KPAI (Komisi Perlindunan Anak
Indonesia), bullying yang terjadi pada anak juga menjadi salah satu faktor resiko bunuh diri
pada anak. Anak korban bullying memiliki posisi yang tidak berdaya saat dianiaya. Mereka
cenderung memiliki stres yang besar, ketakutan, tertutup dan tidak ada keberanian korban untuk
melawan. Seorang anak yang sering melihat tindakan bullying akan menjadi penakut dan rapuh,
karena tindakan tersebut dapat membuat orang tersebut ketakutan, kedua sering mengalami
kecemasan, biasanya seorang individu akan mengalami ketakutan atau kecemasan saat melihat
orang lain di bully, mereka cenderung takut untuk menjadi korban bully, ketiga rasa keamanan
diri yang rendah.
b) Kondisi Psikologis Korban Bullying
Kepribadian merupakan susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu yang
unik dan mempengaruhi penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Kepribadian juga
merupakan kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya secara fisik. Faktor yang mempengaruhi kepribadian yaitu, teman sebaya,
keluarga, lingkungan dan sosial budaya, serta factor internal dari dalam individu seperti tekanan
emosional.
Menurut Chaplin, perasaan merupakan keadaan individu sebagai akibat dari persepsi,
sebagai akibat stimulus baik internal maupun eksternal. Anak-anak yang menjadi korban
bullying serta mereka yang jadi pelakunya akan mengalami risiko tertinggi untuk menjadi
korban. Dampak psikologis berupa depresi, kegelisahan dan gangguan rasa panik dalam waktu
bertahun-tahun sejak masa bullying mereka berlalu.
c) Kondisi Sosial Korban Bullying.
Lingkungan sosial adalah interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya.
Lingkungan sosial inilah yang membentuk sIstem pergaulan yang besar peranannya dalam
membentuk kepribadian seseorang, dan terjadilah interaksi antara orang atau masyarakat
dengan lingkungannya lingkungan sosial terdiri dari dua macam.
Pertama, lingkungan sosial primer adalah lingkungan sosial yang dimana terdapat
hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota yang lainnya, anggota satu saling
mengenal dengan baik dengan anggota lainnya. Kedua, lingkungan sosial sekunder adalah
lingkungan sosial yang hubungan antara anggota satu dengan anggota yang lain agak longgar.

37
Anak korban bullying cenderung akan menutup dirinya dari lingkungan bermain dan
lingkungan sekolahnya. Misalnya, kurang pergaulan dengan teman-teman di sekolahnya, sering
tidak masuk sekolah, prestasi di sekolah menurun, dan menjadi anak yang pendiam.
Perkembangan sosial anak akan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, keluarga, masyarakat dan
sekolah.
Perkembangan sosial anak ditandai dengan meluasnya lingkungan pergaulan. Meluasnya
lingkungan sosial menyebabkan anak mendapat pengaruh dari luar lingkungan orang tua,
khususnya dengan teman sebaya, baik disekolah maupun di tempat lain. Anak telah mulai
terlibat dalam permainan kelompok, ia menjadi anggota kelompok dan berinteraksi dengan
anggota lain. Perkembangan sosial ini tidak akan berjalan bila anak tidak diberi kesempatan
untuk mengalami semua pahit manis yang timbul karena pergaulan.
Perkembangan sosial berlangsung pada masa kanak-kanak awal (0-3thn) subjektif, masa
krisis (3-4thn) yang disebut tort alter, masa kanak-kanak akhir (4-6 thn) yang disebut subjektif
menuju objektif, masa anak sekolah (6-12 thn) objektif, dan masa krisis (12-13thn) atau dengan
nama lain yaitu anak tanggung. Untuk dapat mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, anak
atau remaja tersebut harus membuat penyesuaian baru dengan meningkatkan pengaruh
kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai
baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan dan nilai-nilai
baru dalam seleksi pemimpin.

38
2.13 Solusi dan Cara Pencegahan Perilaku Bullying
a. Meningkatkan empati
Kurangnya rasa empati yang dimiliki pelaku pada korban yang menyebabkan pelaku
tidak memahami apa yang dirasakan korban dan tidak peduli terhadap korban. Perasaan bersalah
yang ada di diri pelaku sebenarnya muncul tetapi terkadang pelaku membenarkan apa yang
sudah dilakukan karena menurutnya itu hal yang wajar yang biasa dilakukan dikelompok
pergaulan mereka. Sehingga para pelaku bullying berhenti melakukan tindakan kekerasan karena
tidak ingin lagi berurusan dengan korban bukan karena sikap empati pelaku terhadap korban
(Rachmah, 2016).
Empati adalah kecenderungan untuk dapat memahami perasaan dan pikiran orang lain,
memahami apa yang dirasakan orang lain. Seseorang yang berempati cenderung toleran sesama
manusia dan dapat mengendalikan diri, dan juga mempunyai pengaruh yang bersifat humanistik
(Johnson dalam Sari, dkk, 2015).
Empati juga terdapat dua bagian, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif
ini suatu kemampuan kognitif dalam memahami emosi korban. Pada aspek kognitif, seseorang
harus dapat memahami reaksi korban, memberikan perhatian sepenuhnya kepada korban dan
juga seseorang harus dapat memahami arti dari reaksi korban secara umum, makna dari situasi
secara umum dan rekasi emosional yang muncul pada korban. Aspek afektif dalam hal ini proses
emosi seseorang yang muncul baik dari sikap pikiran dan emosi yang muncul karena sadar
ataupun tidak sadar, bereaksi langsung ketika melihat korban atau bisa disebut penularan emosi
(Darrick Jollife dan David. F. Farrington dalam Sari, dkk, 2015). Dalam meningkakan empati
pada siswa proses meningkatkan empati ini dilakukan melalui edukasi.
b. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah suatu kemampuan untuk menunjukkan perilaku yang baik dan
dinilai secara postif maupun negatif oleh lingkungannya, seseorang dengan keterampilan sosial
ini agar dapat berkomunikasi secara efektif baik verbal maupun nonverbal dengan situasi dan
kondisi ketika itu. Keterampilan sosial ini membawa seseorang untuk dapat mengungkapkan apa
yang dirasakan dan permasalahan apa yang sedang dihadapi sehingga tidak menjadi sesuatu hal
yang buruh menjadi tempat pelampiasan (Libet dan Lewinshon dalam Shofa, 2015).
Dalam keterampilan sosial ada beberapa aspek antara lain, hubungan dengan teman
sebaya, manajemen diri, kemampuan akademis, kepatuhan terhdapa peraturan dan dapat
menempatkan diri dalam suatu kelompok atau lingkungan.

39
Hubungan dengan sebaya ini sama halnya dengan sikap empati, jika hubungan seseorang
dengan teman sebayanya baik maka teman sebaya tersebut bisa menjadi orang yang dapat
melindungi korban agar terhindar dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh teman
sepergaulan yang lainnya. (Shofa, 2015).

40
2.14 Pengertian Anak

Anak (jamak : anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk
pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah
dewasa. Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang dari masa bayi
hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah,
kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.

Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1
ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah
menikah. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang,
walaupun usianya secara biologis dan kronologis seseorang sudah termasuk dewasa namun apabila
perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan
istilah "anak".

41
2.15 Hak dan Kewajiban Anak
a). Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua
Setiap anak berhak menerima haknya sebagai seorang anak dan anak juga harus
melaksanakan kewajibannya pada orang tua. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus
seimbang. Jika kita sudah melakukan kewajiban maka kita boleh menuntut hak jika belum
terpenuhi. Hak anak adalah kewajiban orang tua terhadap anak. Berikut adalah hak anak yang
didapat dari orang tua.
1. Diberi nama yang baik
2. Dididik dengan agama untuk mencintai TuhanNya
3. Dinikahkan (anak perempuan)
4. Dicintai sepenuhnya tanpa syarat apapun
5. Diterima sebagai individu yang unik, khas dan luar biasa anugrah allah
6. Diperlakukan dengan rasa hormat
7. Diberi kepercayaan
8. Didengarkan saat anak bercerita
9. Diberi semangat dan motivasi
10. Diberi pujian agar bisa percaya diri
11. Diberi kebebasan dalam menentukan pilihan dan tindakan tetap dengan pengawasan
orang tua
12. Diberi pengertian saat mengungkapkan alasan-alasan dan diajak bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah

Orang tua adalah manusia yang paling berhak mendapatkan dan merasakan “budi baik”
seorang anak, dan lebih pantas diperlakukan secara baik oleh si anak, ketimbang orang lain. Ada
beragam cara yang bisa dilakukan seorang muslim, untuk perbuatan baiknya kepada kedua orang
tuanya secara optimal. Beberapa hal berikut, adalah langkah-langkah dan tindakan praktis yang
memang sudah”seharusnya” kita lakukan, bila kita ingin disebut “telah berbuat baik” kepada
orang tua:

1. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang baik pula, yakni dalam
berkata-kata, berbuat, memberi sesuatu, meminta sesuatu atau melarang orang tua
melakukan suatu hal tertentu.
2. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan ucapan
“uh”. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.

42
3. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan mereka,
jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula mengejutkan
mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan sekali-kali meremehkan mereka.
4. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya,
dibandingkan keridhaan kita diri sendiri.
5. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan
berusahalah “memaksa diri” untuk mencari keridhaan mereka.
6. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemah-lembut dan berupayalah membuat
mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta menyuguhkan hal-hal
yang mereka sukai.
7. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan.
8. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk melaksanakan
haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk berjihad.
9. Mendoakan mereka.
10. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan ucapan
“uh”. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.
11. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan mereka,
jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula mengejutkan
mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan sekali-kali meremehkan mereka.
12. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya,
dibandingkan keridhaan kita diri sendiri.
13. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan
berusahalah “memaksa diri” untuk mencari keridhaan mereka.
14. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemah-lembut dan berupayalah membuat
mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta menyuguhkan hal-hal
yang mereka sukai.
15. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk melaksanakan
haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk berjihad.
16. Mendoakan mereka.

43
b). Hak dan kewajiban anak di sekolah

1. Hak Untuk Belajar

Salah satu kegiatan siswa di sekolah adalah belajar, yang mana sudah menjadi kebutuhan
pokok yang harus didapatkan dari sekolah. Pelajaran yang sudah disampaikan oleh guru dapat
menjadi bekal untuk siswa dalam meraih masa depan yang lebih baik, tidak hanya itu saja para
siswa juga berhak untuk mengikuti kegiatan yang lainnya seperti ekstrakurikuler, ujian UN,
ujian harian dan sejenisnya.

2. Berhak Untuk Memakai Fasilitas Yang Ada Di Sekolah


Fasilitas yang sudah diberikan atau disediakan oleh sekolah berhak digunakan oleh para
siswanya sebagai pelengkap kegiatan belajar yaitu berupa ruang kelas, perpustakaan, wc,
mushola, ruang peaktek, dan kelengkapan olahraga. Dengan memiliki fasilitas yang lengkap
para siswa dapat mengembangkan kemampuannya dengan baik.

3. Berhak Untuk Mendapatkan Bantuan Beasiswa


Bagi siswa yang masih tergolong tidak mampu atau pun siswa yang berprestasi memiliki
hak untuk mendapatkan beasiswa dari sekolah, siswa yang perekonomiannya di bawah rata-
rata dapat mengajukan atau merekomendasikan untuk mendapatkan bantuan beasiswa untuk
meringankan biaya sekolah dan mengurangi angka siswa yang putus sekolah. Dan siswa yang
berprestasi karena sudah memenangkan lomba baik tingkat kabupaten, provinsi, nasional atau
internasional berhak mendapatkan beasiswa, hal ini dikarenakan sudah mengangkat nama baik
sekolah tersebut.
4. Berhak untuk ikut berorganisasi
Organisasi yang sudah ada di sekolah dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk
mengembangkan diri, menyalurkan kreativitas dan menambah wawasan. Bapak / ibu guru juga
perlu memberikan pengawasan terhadap para siswa untuk menjalankan organisasi tersebut
dengan sebaik-baiknya, banyak sekali organisasi yang ada di sekolah yang dapat siswa ikuti
seperti MPR dan OSIS.

5. Berhak Tidak Berangkat Sekolah Apabila Ada Kepentingan Mendadak

Setiap manusia pasti memiliki kepentingan dan keperluan yang harus dijalankan atau
dilaksanakan sehingga harus membatalkan beberapa kepentingan yang lain. Seorang siswa
juga berhak untuk meminta izin apabila ada sesuatu yang lebih penting, misalkan menghadiri

44
pernikahan saudaranya atau salah satu saudara ada yang meninggal dunia. Namun apa pun
alasannya guru juga berhak meminta keterangan mengapa tidak berangkat ke sekolah, oleh
sebab itu siswa dianjurkan untuk mengirim surat izin.

6. Berhak Untuk Mengikuti Perlombaan

Salah satu yang dapat membuat siswa bangga adalah dapat ikut mendaftar dan mengikuti
perlombaan dalam bidang pendidikan, kesenian atau olahraga. Dalam hal ini siswa juga
berhak mengajukan diri untuk mendaftar agar dapat ikut serta dalam perlombaan.

7. Berhak Mendapatkan Toleransi

Toleransi dapat diartikan sebagai “kesempatan atau memaafkan”, misalkan saat siswa
berangkat menuju sekolah tidak disangka terjadi sesuatu yang tak diinginkan seperti terjadi
kecelakaan ringan dan hujan sehingga membuatnya terlambat datang ke sekolah. Oleh sebab
itu siswa berhak mendapatkan toleransi dari guru.

8. Berhak Mendapatkan Perlakuan Yang Sama Di Sekolah

Guru adalah pengganti orang tua saat berada si sekolah, sehingga guru wajib
memperlakukan seluruh siswanya dengan adil. Jika ada siswa yang bersalah maka wajib
mendapatkan hukuman, sama seperti yang lainnya jika bersalah maka wajib diberikan sanksi.

9. Berhak Izin Pulang Bila Tiba-Tiba Sakit Saat Di Sekolah

Semua siswa tentu menginginkan selalu sehat, hal itu dapat terjadi apabila antibody siswa
dapat selalu terjaga dengan baik. Jika ada siswa yang tiba-tiba sakit, pingsan atau terjatuh saat
beraktifitas di sekolah sehingga tidak memungkinkan untuk bisa mengikuti pelajaran di
sekolah. Maka siswa dapat mengajukan izin untuk pulang.

10. Berhak Memberikan Saran

Semua siswa tentu memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat serta saran mengenai
sesuatu yang ada di sekolah, namun harus menggunakan cara-cara yang lebih sopan supaya
tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan dari pihak sekolah. Bermusyawarah dapat dengan
mudah menemukan titik terang dari permasalahan tersebut.

45
11. Siswa Wajib Menjaga Nama Baik Sekolah

Menjaga nama baik di dalam atau di luar sekolah adalah hal utama yang perlu siswa dan
guru jaga, karena sebagai perwujudan terhadap kualitas dari sekolah tersebut. Sekolah yang
memiliki kualitas bagus dapat dilihat dari jumlah siswanya serta perilaku dan prestasi
sekolahnya. Jika para siswa memiliki karakter yang baik maka akan menjadi sesuatu yang baik
pula buat sekolah tersebut.

12. Siswa Wajib Taat Pada Peraturan Yang Ada Di Sekolah

Peraturan yang sudah diterapkan atau dibuat oleh sekolah wajib ditaati oleh semua siswa
tanpa terkecuali, hal ini diharapkan supaya segala sesuatu yang ada di sekolah dapat berjalan
dengan baik. Dengan adanya peraturan tersebut dapat mencegah perilaku siswa bertindak
semaunya.

13. Siswa Wajib Menghormati Kepala Sekolah, Guru, Dan Siswa Yang Lain

Sebagai warga sekolah siswa wajib menghormati kepala sekolah, guru maupun siswa
yang lain, misalkan saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran siswa wajib menghormati
dan menghargai apa yang sedang dijelaskan di depan kelas, menghormati kepala sekolah saat
menyampaikan pesan-pesan saat upacara. Perilaku ini supaya terjadi keharmonisasian di
lingkungan sekolah.

14. Bertanggung Jawab Pada Pemeliharaan Sekolah

Semua warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, dan juga siswa wajib menjaga dan
memelihara semua yang ada di sekolah, mulai dari tanaman, ruang belajar dan fasilitas-
fasilitas lainnya.

15. Wajib Memberikan Keterangan Saat Tidak Berangkat Sekolah

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengisi daftar hadir siswa, maka yang perlu
dilakukan seorang siswa saat tidak hadir di sekolah adalah dengan mengirim surat izin beserta
alasannya. Daftar hadir termasuk salah satu yang dapat mempengaruhi layak tidaknya siswa
naik kelas, oleh sebab itu janganlah anda tidak berangkat sekolah dengan waktu yang cukup
lama.

46
16. Berpenampilan Rapi

Siswa memang diwajibkan untuk berpenampilan bersih dan juga rapi saat di sekolah
supaya enak dipandang. Dan memakai atribut atau pakaian yang sudah ditentukan kapan
seragam tersebut dipakai, supaya kompak dengan yang lainnya.

17. Mengikuti Upacara Bendera

Kegiatan rutin ini dilaksanakan setiap hari senin dan wajib diikuti oleh semua warga
sekolah sebagai bentuk apresiasi atau menghormati para pahlawan yang sudah berjuang
melawan penjajah dengan mengorbankan nyawa dan air mata.

18. Menjaga Sikap Saat Proses Belajar Berlangsung

Apabila saat berada di kelas dan proses belajar sedang berlangsung maka seorang siswa
wajib menjaga sikap seperti ngobrol dengan siswa sekelas. Apabila suasana di dalam kelas
mendukung maka pelajaran dapat diserap dengan baik dan mudah oleh otak.

19. Wajib Ikut Kegiatan Belajar

Tugas utama siswa di sekolah adalah belajar, belajar bukan hanya mengetahui sejarah,
biologi dan menghitung. Belajar mengubah sikap menjadi lebih disiplin dan tepat waktu.

20. Wajib Mengerjakan Tugas Yang Sudah Diberikan Oleh Guru

Saat diberikan tugas oleh guru berupa menjawab soal-soal, membuat makalah, maka
siswa harus mengerjakan tugas-tugas tersebut supaya Bapak / Ibu guru dapat melihat

47

Anda mungkin juga menyukai