Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CHILD ABUSE :


BULLYING

Dosen Pengampu : Ratna Setiyaningsih, S.Kep.,Ns.,MPH

Oleh

Kelompok 1:

1. Adliya Cahya Durrah Hikmiawati (21121165)


2. Amanda Tyas Pramudiastuti (21121166)
3. Amartya Putri Dewantari P. (21121167)
4. Ananda Sartika (21121168)
5. Anggraini Galuh Safitri (21121169)

POLTEKKES BHAKTI MULIA SUKOHARJO

PRODI D3 KEPERAWATAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak dan agar
dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang telah
membebaskan kita dari jaman jahiliyah.

Penulis berharap setelah para pembaca membaca makalah ini dapat mengetahui dan
memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada anak dengan child abus: bullying serta
pengetahuan yang lebih baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis menerima berbagai kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Sukoharjo, 20 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bullying 3

B. Jenis-Jenis Bullying 4

C. Penyebab Bullying 5

D. Dampak Dari Bullying 6

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bullying 8

F. Karakteristik Korban Dan Pelaku Bullying 9

G. Pencegahan Terhadap Bullying 10

H. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Bullying 11

I. Asuhan Keperawatan Bullying 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 18

B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan
psikis. Remaja  juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan
berbagai kesulitan. Dalam tugas  perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase
dengan berbagai tingkat kesulitan  permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-
tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam
keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam
menangani permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu dan
mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan sekitarnya, mulai
lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan masyarakat. Semua pengetahuan
yang baru diketahuinya diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian
masing-masing. Disinilah peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk
kepribadian seorang remaja.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan
kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar
di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan
optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai. Dalam
pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor  protektif. Faktor risiko ini dapat bersifat
individual, konstekstual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai den gan kerentanan
psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi
dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor
yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko
akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu.
Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah di kalangan
remaja, misalnya bullying   yang sekarang kembali mencuat di media. Kekerasan di
sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya
saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari
akar persoalannya
1
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan
peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera menangani masalah ini
secara serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan
teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk
mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali.
Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Dari menjamurnya, kasus –  kasus
bullying  yang ada di lembaga pendidikan di Indonesia khususnya lingkungan sekolah,
penulis mengambil tema yang berkaitan dengan perilaku bullying  di  jenjang pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian bullying?
2. Apa saja Jenis-Jenis bullying?
3. Apa saja penyebab bullying?
4. Apa saja dampak dari bullying?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi bullying?
6. Bagaimana karakteristik korban dan pelaku bullying?
7. Bagaimana pencegahan terhadap bullying?
8. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi bullying?
9. Bagaimana asuhan keperawatan bullying?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian bullying
2. Mengetahui Jenis-Jenis bullying
3. Mengetahui penyebab bullying
4. Mengetahui dampak dari bullying
5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi bullying
6. Mengetahui karakteristik korban dan pelaku bullying
7. Mengetahui pencegahan terjadj bullying
8. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi bullying
9. Mengetahui asuhan keperawatan bullying

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bullying
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata Bull yang berarti banteng
yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi kata
bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberi pengertian bullying  sebagai
"kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau
kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di
mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma
atau depresi dan tidak berdaya." Bullying  biasanya dilakukan berulang sebagai suatu
ancaman, atau paksaan dari seseorang atau kelompok terhadap seseorang atau kelompok
lain. Bila dilakukan terus menerus akan menimbulkan trauma, ketakutan, kecemasan, dan
depresi. Kejadian tersebut sangat mungkin berlangsung pada pihak yang setara, namun,
sering terjadi pada pihak yang tidak berimbang secara kekuatan maupun kekuasaan.
Salah satu pihak dalam situasi tidak mampu mempertahankan diri atau tidak berdaya.
Korban bullying  biasanya memang telah diposisikan sebagai target. Bullying sering kita
temui pada hubungan sosial yang bersifat subordinat antara senior dan junior.
 Bullying adalah gangguan, ‘ancaman’, perlakuan tidak sopan dar i seseorang yang
menganggap dirinya lebih kuat (pelaku) kepada seseorang yang dianggapnya lemah
(korban). Gangguan ini bisa  bersifat psikis, fisik, atau bahkan keduanya. Bullying  ini
bisa menyebabkan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh korban yang dilakukan oleh
pelaku. Biasanya kejadian ini berlangsung lama bahkan sampai menahun. Selain perasaan
diatas para korban juga akan merasa tidak senang atau kesal, malu, kecewa, dengan
kejadian yang menimpah mereka. Tapi biasanya korban tidak punya daya untuk
melawan, juga tidak mempunyai keberanian untuk melaporkan kejadian tersebut.
Kejadian bullying  sangat sering terjadi di area sekolah.

3
B. Jenis-Jenis Bullying
Jenis –  jenis bullying  antara lain:
1. Bullying  secara verbal
Berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang
bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang
tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga
jenis bullying , bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling
mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying  yang lainnya serta dapat
menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.  
2. Bullying  secara fisik
Yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju,
menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas
hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang
milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan
mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying  secara fisik tidak sebanyak
bullying  dalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukan bullying  dalam
bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung  beralih
pada tindakan kriminal yang lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional (pengabaian)
Biasa digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau
bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah
pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan,
pengecualian atau  penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang
tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang
bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar.  Bullying   secara
relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi
perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika
remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-
teman sebaya.

4. Bullying elektronik 
4
Merupakan bentuk dari perilaku bullying  yang dilakukan pelakunya melalui
sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-
mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan
menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya
mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan
oleh kelompok remaja yang telah memiliki  pemahaman cukup baik terhadap sarana
teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
5. Psikis / psikologis
Berupa pelecehan seksual, memfitnah, menghina, menyebarkan gosip,
mengucilkan, dll yang dapat merugikan korban secara mental atau perasaan.

C. Penyebab Bullying
1. Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, etnisitas atau rasisme.
Pada dasarnya, perbedaan (terlebih jika perbedaan tersebut bersifat ekstrim)
individu dengan suatu kelompok dimana ia bergabung, jika tidak dapat disikapi
dengan baik oleh anggota kelompok tersebut, dapat menjadi faktor penyebab
bullying . Sebagai contoh adanya perbedaan kelas dengan anggapan senior  –   junior,
secara tidak langsung berpotensi memunculkan  perasaan senior lebih berkuasa
daripada juniornya. Senior yang menyalah artikan tingkatannya dalam kelompok,
dapat memanfaatkannya untuk mem-bully junior. Individu yang berada pada kelas
ekonomi yang berbeda dalam suatu kelompok juga dapat menjadi salah satu faktor
penyebab bullying . Individu dengan kelas ekonomi yang jauh berbeda dengan kelas
ekonomi mayoritas kelompoknya berpotensi menjadi korban.
2. Tradisi senioritas.
Senioritas yang salah diartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan untuk
membully junior terkadang tidak berhenti dalam suatu periode saja. Hal ini tak jarang
menjadi peraturan tak tertulis yang diwariskan secara turun temurun kepada tingkatan
berikutnya. Senioritas, sebagai salah satu perilaku bullying seringkali pula justru
diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Bagi mereka
keinginan untuk melanjutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penyaluran
dendam, iri hati atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau menunjukkan
kekuasaan.

3. Keluarga yang tidak rukun.


5
Kompleksitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita
depresi, kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak, perceraian atau
ketidakharmonisan orangtua dan ketidakmampuan sosial ekonomi merupakan
penyebab tindakan agresi yang signifikan.
4. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif.  
Bullying juga dapat terjadi jika pengawasan dan bimbingan etika dari para
guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang tidak
layak dan peraturan yang tidak konsisten.
5. Karakter individu/kelompok
Seperti dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan
kekuasaan fisik dan daya tarik seksual, untuk meningkatkan popularitas pelaku
memperjuangkan apa yang diinginkan. Dijelaskan bahwa seseorang yang asertif
mempunyai usaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

D. Dampak Dari Bullying


1. Dampak Bullying bagi Korban
Jika tidak segera dihentikan, perilaku bullying bisa menyebabkan berbagai macam
gangguan mental maupun fisik bagi korban yang mengalaminya, seperti:
a. Memicu Masalah Mental
Dampak bullying bagi korban yang paling sering terjadi adalah memicu
masalah kesehatan mental, seperti gangguan cemas, depresi, hingga post-
traumatic stress disorder (PTSD). Pengaruh bullying terhadap kesehatan mental
ini biasanya dialami oleh korban dalam jangka waktu panjang.
b. Gangguan Tidur
Insomnia juga menjadi salah satu dampak bullying bagi korban yang tak boleh
diremehkan. Pasalnya, korban bullying sering kali mengalami stres
berkepanjangan yang bisa menyebabkan hyperarousal, yaitu kondisi ketika tubuh
menjadi sangat waspada sehingga mengganggu keseimbangan siklus tidur dan
terjaga.

c. Penurunan Prestasi
6
Anak yang mengalami bullying biasanya akan kesulitan untuk memusatkan
fokus dan konsentrasinya saat sedang belajar. Korban bullying juga kerap merasa
enggan untuk pergi ke sekolah karena ingin menghindari tindakan penindasan
yang dialaminya. Bila dibiarkan terus-menerus, kondisi tersebut bisa berdampak
pada penurunan prestasi akademik anak.
d. Trust Issue
Trust issue merupakan kondisi ketika seseorang sulit memercayai orang-orang
yang ada di sekitarnya. Kondisi ini rentan dialami oleh korban bullying karena
mereka khawatir akan mendapatkan perlakuan buruk kembali bila menaruh
kepercayaan terhadap orang lain. Bahkan, bila tidak segera diatasi,
korban bullying yang mengalami trust issue cenderung akan menutup dirinya dan
enggan bersosialisasi dengan orang lain.
e. Memiliki Pikiran untuk Balas Dendam
Dampak bullying terhadap psikologi korban berikutnya adalah memiliki
pikiran untuk balas dendam. Hal ini perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan
seseorang melakukan tindakan kekerasan pada orang lain untuk melimpahkan
kekesalannya.
f. Memicu Masalah Kesehatan
Selain psikis, tindakan bullying bisa memengaruhi kondisi tubuh terutama bagi
korban yang mendapatkan kekerasan secara fisik, seperti luka dan memar.
Bahkan, bullying juga turut memicu stres berkepanjangan sehingga berisiko
menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan, di antaranya penurunan daya
tahan tubuh, sakit kepala, dan gangguan pencernaan. Perilaku ini pun dapat
memperburuk kondisi anak yang telah memiliki riwayat masalah kesehatan
sebelumnya, seperti gangguan jantung atau penyakit kulit.
2. Dampak Bullying bagi Pelaku
Tak hanya korban, bullying juga berisiko menimbulkan dampak negatif bagi
pelakunya. Adapun sejumlah dampak dari bullying bagi pelaku adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan emosi.
b. Berisiko menjadi pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang.
c. Sulit mendapatkan pekerjaan saat beranjak dewasa.
d. Berisiko menjadi pelaku kekerasan dalam lingkungan sosial dan rumah tangga.

E. Faktor Yang Mempengaruhi Bullying


7
1. Faktor keluarga
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying  sering
akan mengembangkan  perilaku bullying  juga. Ketika anak menerima pesan negatif
berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan
harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka
cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang.
Bullying  dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari
lingkungan yang mengancam.
2. Faktor Kepribadian
Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah
tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari
respon emosional. Hal ini mengarah pada  perkembangan tingkah laku personalitas
dan sosial anak. Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku
bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu.  Beberapa anak pelaku bullying
sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-
barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa
diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk
membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa
tidak suka dengan  perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari
akibat perbuatan mereka terhadap orang lain.
3. Faktor Sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak
sebagai  pelaku bullying  akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka
untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying   berkembang dengan
pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada
siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada dalam situasi
sebagai berikut:
a. Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa.
b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam.
c. Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.
d. Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.
e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

8
Kejadian di atas mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting yang
dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh
sekolah terhadap komunitasnya yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua
murid
4. Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah
kadang kala terdorong untuk melakukan bullying . Kadang kala beberapa anak
melakukan bullying   pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa
mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak
nyaman dengan perilaku tersebut.

F. Karakteristik Korban Dan Pelaku Bullying


Karakteristik korban Bullying adalah mereka yang tidak mampu melawan atau
mempertahankan dirinya dari tindakan Bullying. Bullying biasanya muncul diusia
sekolah. Pelaku Bullying memiliki karakteristik tertentu. Uumnya mereka adalah remaja
yang berani, tidak mudah takut, dan memiliki motif dasar tertentu. Motif utama yang
biasanya ditenggarai terdapat pada pelaku Bully adalah adanya agresifitas. Padahal, ada
motif lain yang juga bisa dimiliki pelaku Bully, yaitu rasa rendah diri dan kecemasan.
Bullying menjadi bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang digunakan pelaku
untuk menutupi perasaan rendah diri dan kecemasannya tersebut. "Keberhasilan” pelaku
melakukan tindakan bullying bukan tak mungkin berlanjut ke bentuk kekerasan lainnya,
bahkan yang lebih dramatis (Imas Kurnia 2020).
Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bullying. Korban Bullying
mungkin memiliki karakteristik yang bukan pemberani, memiliki rasa cemas, rasa takut,
rendah diri, yang kesemuanya itu (masing-masing atau sekaligus) membuat para remaja,
menjadi korban Bullying. Akibat mendapat perlakuan ini, korban pun mungkin sekali
menyimpan dendam atas perlakuan yang ia alami (Imas Kurnia 2020).
Selanjutnya, bukan tak mungkin, korban Bullying, menjadi pelaku Bullying pada
anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat kepuasan dan
membalaskan dendam. Ada proses belajar yang sudah ia jalani dan ada dendam yang tak
terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimana kakak kelas melakukan Bullying pada
adik kelas, dan kemudian Bullying berlanjut ketika si adik kelas sudah menjadi kakak kelas
dan ia kemudian melakukan Bullying pada adik kelasnya yang baru, adalah contoh dari
pola Bullying (Imas Kurnia 2020).

9
G. Pencegahan Terjadi Bullying
Pencegahan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga,
sekolah dan masyarakat.
1. Pencegahan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar :
a. Anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying
b. Anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya
c. Anak mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi
(melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan,
melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat)
2. Pencegahan melalui keluarga, dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan
memperkuat pola pengasuhan. Antara lain :
a. Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama
b. Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan
memperlihatkan cara beinterakasi antar anggota keluarga.
c. Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak
serta mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialiasi
d. Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap
menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan
e. Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media televisi,
internet dan media elektronik lainnya.
3. Pencegahan melalui sekolah
a. Merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan kepada
murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan “anti
bullying”.
b. Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid
c. Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah
d. Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif.
e. Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully.
f. Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah
4. Pencegahan melalui masyarakat dengan membangun kelompok masyarakat yang
peduli terhadap perlindungan anak dimulai dari tingkat desa/kampung (Perlindungan
Anak Terintegrasi Berbasis Masyarakat : PATBM).

10
H. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Bullying
Tindakan bullying kalau dibiarkan begitu saja nantinya akan terus berlanjut dan
tidak ada selesainya. Maka dari itu, apabila terjadi sebuah tindakan bullying harus
secepatnya diatasi. Hal ini berlaku untuk semua bentuk bullying baik yang dilakukan di
sekolah yaitu tempat paling rawan kasus bullying ataupun di dunia kerja. Cara untuk
mengatasi tindakan bullying antara lain:
1. Tetap tenang, diketahui kebanyakan kasus bully diawali dengan keinginan
memancing reaksi seperti takut, marah, sedih, dan yang lain - lain. Itu sebabnya,
seseorang sebaiknya tidak memberikan reaksi apapun dan tetap tenang saja ketika
dihadapi oleh provokasi pelaku. Hal ini dilakukan untuk mencegah pelaku bullying
merasa puas dengan reaksi yang dari korban atas aksi yang mereka lakukan.

2. Mencari bantuan orang lain, bantuan dari orang terpercaya seperti guru, atasan,
ataupun pihak yang berwenang pastinya akan membuahkan hasil. Bisa berupa
ketenangan hati sampai bantuan berupa pelaporan, sehingga pelaku bisa ditindak
dengan tegas. Perlu diingat bahwa dalam cara yang satu ini peran guru, atasan,
ataupun pihak yang berwenang itu besar. Penanganan yang responsif merupakan
tindakan yang ideal dalam kasus bullying dan aksi tersebut juga dapat mencerminkan
kepedulian mereka dalam menangani kasus tersebut.

3. Mengidentifikasi dan melaporkan lebih lanjut, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menunjukan kepada pelaku bahwa tindakan mereka itu tidak sepantasnya. Dapat
dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran bahwa tindakan bullying ini tidak
seharusnya dilakukan dan kemauan untuk menghentikannya.
4. Pendidikan karakter, apabila tindakan bullying sudah terjadi, yang dilakukan
setelahnya atau penanggulangannya juga penting penting untuk memastikan tindakan
bullying tidak terjadi lagi di lingkungan tersebut. Dengan adanya pendidikan
karakter, pengendalian sosial menjadi diperkuat, penerapannya dapat dilihat ketika
pendidik atau atasan menertibkan peserta didik atau bawahan yang berpotensi atau
menunjukan indikasi menjadi pelaku bullying. Tentunya aksi ini juga diikuti dengan
pengawasan dan penanganannya.
5. Mengembangkan budaya damai, setelah terjadinya kasus bullying tidak jarang
ditemukan kasus dimana korban memendam rasa dendam terhadap si pelaku. Maka
dari itu, budaya meminta dan memberi maaf sangat penting. Memang tidak bisa
dipaksakan, aksi meminta maaf oleh pelaku pun harus bersifat tulus dan bukan
karena keharusan, namun dengan lingkungan yang damai, dorongan untuk berdamai
11
yang datang dari lingkungan sekitar. Tentunya akan memberikan pengaruh baik ke
pelaku, dan secara tidak langsung mendorongnya untuk meminta maaf dan berdamai
dengan si korban.

I. Asuhan Keperawatan Bullying


1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan trauma: bullying:
a. Identitas pasien
Berisi tentang identitas pribadi pasien berupa nama, tempat tanggal lahir,
pekerjaan, status, tanggal masuk rumah sakit, dan lain-lain.
b. Keluhan utama
Berisikan tentang apa yang menjadi alasan utama pasien masuk ke rumah sakit
dan upaya apa saja yang sudah dilakukan keluarga sebelum pasien di bawa ke
rumah sakit.
c. Riwayat Kesehatan
Tanyakan kepada pasien/keluarga apakah pasien pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu. Apabila iya tanyakan bagaimana hasil pengobatan
sebelumnya.
Tanyakan pada pasien apakah pasien pernah melakukan dan atau
mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
d. Aspek fisik/biologis
Pengkajian difokuskan pada sistem dan fungsi organ.
1) Ukur dan observasi TTV, seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan
pasien.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan
3) Tanyakan kepada pasien atau keluarga, apakah ada keluhan fisik yang
dirasakan.
4) Kaji lebih lanjut sistem dan fungsi organ dan jelaskan sesuai dengan keluhan
yang ada
5) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data yang ada

12
e. Aspek psikososial
1) Genogram
Buatlah genogram minimal tigas generasi yang dapat menggambarkan
hubungan pasien dengan keluarga. Jelaskan masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
f. Status mental
1) Citra tubuh
Tanyakan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai
dan bagia tubuh yang tidak disukai. Tanyakan juga identitas dirinya.
g. Waham
1) Adama : keyakinan pasien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataannya.
2) Somatik : pasien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan dikatakan
secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataanya
3) Kebesaran : pasien mempunyai keyakinan berlebihan terhadap
kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai dengan
kenyataan.
4) Curiga : pasien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok,
yang berusahan merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan
secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan.
5) Nihilistik : pasien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/mreninggal
yang dinyatakan secara berulang, dan tidak sesuai dengan kenyataan.
6) Waham yang aneh (bizarre) antara lain sebagai berikut :
a) Sisip pikir, pasien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan di
dalam pikirannya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan.
b) Siar pikir, pasien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun dia tidak mengatakan kepada orang tersebut yang
dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan harapan.
c) Kontrol pikir, pasien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan

13
2. Diagnosis
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gangguan jiwa
(trauma,bullying), adalah sebagai berikut :
a. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan terpapar situasi traumatis,
gangguan psikiatri, penguatan negatif berulang
b. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental, ketidakmampuan
menjalin hubungan yang memuaskan, ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma, ,
ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma
c. Resiko bunuh diri dibuktikan dengan gangguan psikologis (penganiayaan masa
kanak-kanak, gangguan psikiatrik, riwayat bunuh diri sebelumnya)

3. Intervensi

14
No Diagnosis Kriteria hasil Intervensi

1. Harga diri rendah Setalah dilakukan Observasi :


kronis tindakan keperawatan Identifikasi harapan untuk
berhubungan selama 3x24 jam, maka mengendalikan perilaku
dengan terpapar harga diri pasien Terapeutik :
situasi traumatis, meningkat dengan 1. Diskusikan
gangguan psikiatri, kriteria hasil : tanggungjawab
penguatan negatif 1. Penilaian diri positif terhadap perilaku
berulang meningkat 2. Jadwalkan kegiatan
2. Tidur meningkat terstruktur
3. Kontak mata 3. Ciptakan dan
meningkat pertahankan lingkungan
4. Percaya diri dan kegiatan perawatan
berbicara meningkat konsisten setiap dinas
5. Perasaan malu 4. Tingkatkan aktivitas
menurun fisik sesuai kemampuan
5. Batasi jumlah
pengunjung
6. Bicara dengan nada
rendah dan tenang
7. Lakukan kegiatan
pengalihan terhadap
sumber agitasi
8. Cegah perilaku pasif
dan agresif
9. Beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku
10. Lakukan pengekangan
fisik sesuai indikasi
11. Hindari sikap
mengancam dan
berdebat
Edukasi :
Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan
15 kognitif

2. Isolasi sosial Setelah dilakukan Observasi :


berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak ada anak yang pantas menjadi korban bullying dan anak yang pantas
menjadi pelaku bullying . Dalam alasan apapun, bullying tidak dibenarkan dilakukan
dalam area sekolah ataupun dimana saja, dalam keadadaan dan situasi apapun. Maka dari
itu, STOP BULLYING! Bullying hanya akan mengakibatkan hal-hal negatif terhadap
korban dan pelakunya.
Bullying bisa dicegah, ditanggulangi dan diperbaiki menurut cara-cara yang
sudah dipaparkan diatas. Hal yang paling penting adalah, kita sebagai calon pengajar
ataupun calon orang tua, sedini mungkin menanamkan nilai-nilai moral pada anak agar
tidak melakukan hal-hal negatif seperti bullying terhadap anak lain. Juga, anak harus
dibekali keberanian agar berani mengatakan tidak pada tekanan-tekanan negatif yang ia
terima.

B. Saran
Kritik dan saran untuk menghadapi kasus bullying yaitu :
1. Hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran
keterampilan sosial, problemsolving , manajemen konflik, dan pendidikan karakter.
2. Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam
maupun di luar kelas; dan perlu kerjasama yang harmonis antara guru BK, guru-guru
mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah.
3. Sebaiknya orang tua menjalin kerjasama dengan pihak sekolah untuk tercapainya
tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di
sekolah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fourwanty, S. 2018. Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien PTSD ( trauma bullying), Terapi
Hipnosis, dan Asertive Training. Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas
Sriwijawa. Diakses pada 21 April 2023

Kusumawardani, T.dkk. 2021. Perilaku Bullying dan Dampak pada Korban. Karya Tulis.
Fakultas ekonomi dan Bisnis. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Diakses pada 21 April 2023. https://repository.upnvj.ac.id/14662/1/Kelompok
%202_Perilaku%20Bullying%20dan%20Dampaknya%20pada
%20Korban_Prospektiv.pdf

Muhopilah, P. & Tentama, F. 2019. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Bullying.
Jurnal psikolog terapan dan pendidikan. 1(2):99-107. Diakses pada 20 April 2023
https://media.neliti.com/media/publications/482094-none-7f89e4f6.pdf.

PPNI, P.S. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta : DPP PPNI

PPNI, P.S. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta : DPP PPNI

PPNI, P. S 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta : DPP PPNI

Purba, I.W. 2022. Hubungan Perilaku Bullying dengan kesehatan psikologis pada remaja di
SMAN 3 Kota Pematangsiantar. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi D3 Keperawatan.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Diakses pada 21 April 2023.
http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/xmlui/handle/123456789/5689

17

Anda mungkin juga menyukai