Anda di halaman 1dari 40

CONGENITAL

TALIPES
AQUINOVARUS
(CTEV)
PADA ANAK
KELOMPOK 12
Nama anggota :

1. Venita Della Merlina (21121223)


2. Veryan Pramuditya (21121224)
3. Yunisticia Ayu Wandira (21121225)
4. Tatik (21121226)
5. Destina Dwi Anggraini (21121227)
6. Danu Hartono (21121228)
PEMBAHASAN

01 02
Pengertian CTEV Klasifikasi CTEV

03 04
Etiologi CTEV Pathway
05 06 07
Patofisiologi Manifestasi klinis Pemeriksaan
penunjang

08 09 10
Penatalaksanaan Komplikasi Asuhan
Keperawatan CTEV
Pengertian CTEV

CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu


kombinasi deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi
forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar,
equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial
terhadap lutut. Deviasi pedis ke medial ini akibat angulasi
neck talus dan sebagian internal tibial torsion (Salter, 1999).
Klasifikasi CTEV

Soft foot Soft > stiff foot


Dapat disebut juga sebagai Terdapat pada 33% kasus.
postural foot dan dikoreksi Biasanya lebih dari 50% kasus
dengan standard casting dapat dikoreksi, namun bila lebih
atau fisioterapi. dari 7 atau 8 tidak didapatkan
koreksi maka tindakan operatif
Stiff > soft foot harus dilakukan.

Terdapat pada 61% kasus. Stiff foot


Kurang dari 50% kasus
terkoreksi dan setelah casting Merupakan kategori paling
dan fisioterapi, kategori ini akan parah, sering kali bilateral
dilakukan tindakan operatif. dan memerlukan tindakan
koreksi secara operatif.
Penyebab CTEV
Penyebab utana CTEV tidak diketahui. Namun ada beberapa teori mengenai
penyebab terjadinya CTEV, yakni :

Teori kromosomal Teori embrionik Teori otogenik

Teori fetus Teori neurogenik Teori amiogenik


Patofisiologi
Teori patogenesis clubfeet adalah sebagai berikut:
1. Penangkapan
Penangkapan perkembangan janin dalam tahap fibula.
2. Cacat anlage kartilaginosa dari talus
3. Faktor neurogenic
Kelainan histokimia telah ditemukan di kelompok otot
peroneal posteromedial dan pasien dengan clubfeet. Hal ini
mendalilkan terjadi karena perubahan persarafan dalam kehidupan
intrauterin sekunder untuk acara neurologis, seperti stroke
menyebabkan hemiparesis ringan menyebabkan atau paraparesis.
Hal ini lebih didukung oleh kejadian 35% dari varus dan
equinovarus deformitas dalam spina bifida.
Patofisiologi

4. Mencabut fibrosis (atau myofibrosis) sekunder untuk jaringan


fibrosa meningkat pada otot dan ligamen
Dalam penelitian janin dan kadaver, Ponseti juga
menemukan kolagen dalam semua struktur ligamen dan tendon
(kecuali Achilles tendon), dan itu sangat longgar dan berkerut
bisa diregangkan. Tendon Achilles, di sisi lain, terdiri dari
kolagen erat berkerut dan tahan terhadap peregangan. Zimny et al
menemukan myoblasts di fasia medial pada mikroskop elektron
dan mendalilkan bahwa mereka menyebabkan kontraktur medial.
Patofisiologi
5. Insersi tendon anomali
Inclan mengusulkan arag hasil insersi tendon anomali
club feet. Namun, penelitian lain tidak didukung. Hal ini lebih
mungkin bahwa anatomi clubfeet dapat membuatnya tampak
bahwa insersi tendon anomlali.
Variasi musiman : Robertson mencatat variasi musiman
untuk menjadi faktor dalam studi epidemiologi di negara
berkembang. Hal ini bertepatan dengan variasi yang sama dalam
kejadian polio kejadian polio pada anak pada anak di masyarakat.
Clubfoot karena diusulkan menjadi sequela dari kondisi poliolike
prenatal. Teori ini kemudian didukung oleh perubahan motor
neuron di kornu anterior di sumsum tulang belakang dari bayi-
bayi.
Pathway
Tanda dan gejala

1. Tidak adanya kelainan kongenital lain

2. Kekakuan pada kaki

3. Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan

4. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat
relatif memendek.
Tanda dan gejala

5. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal
yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot
betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
6. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina
bifidia. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus
diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi.
Tanda
Tanda dan
dan gejala
gejala
7. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan
dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang
membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi
intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi
pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila
disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit
equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada
kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan
maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya.
Tanda dan gejala

8. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior


tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial,
plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah
antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya
perputaran subtalar ke medial.
9. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur
sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor
jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki
memendek. Otot triceps surae mempunyai mempunyai kekuatan yang
normal.
Pemeriksaan penunjang

USG kehamilan

Skor
Skorpirani
pirani

Rontgen
USG Kehamilan
USG dapat dilakukan untuk skrining clubfoot pada
masa kehamilan. Pemeriksaan bisa dilakukan pada usia
gestasi di atas 13 minggu, karena karakteristik plantar fleksi
dan adduksi pada janin di bawah usia gestasi 13 minggu dapat
berubah.
Diagnosis USG didasarkan pada visualisasi
permukaan plantar kaki janin pada bidang sagital yang sama
dengan kedua tulang ekstremitas bawah. Posisi abnormal
yang ditemukan haruslah persisten dan tidak dipengaruhi oleh
gerakan kaki janin. Selain itu, kaki harus divisualisasikan
jauh dari dinding rahim. USG tiga dimensi dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas.
Rontgen
Pemeriksaan rontgen tidak dilakukan secara rutin
pada bayi baru lahir karena tulang di kaki yang telah
mengalami osifikasi masih sedikit. Akan tetapi, jika terdapat
etiologi teratogenik pada riwayat pasien, seperti konsumsi
sodium aminopterin, pemeriksaan rontgen perlu dilakukan,
terutama posisi AP-lateral kaki dan tibia.
Pemeriksaan rontgen juga diperlukan sebagai alat
evaluasi, yaitu baseline sebelum dan setelah dilakukan
koreksi. Pemeriksaan rontgen pada kasus clubfoot dapat
dilakukan pada bayi usia 3-4 bulan, dengan dua sisi yaitu sisi
anteroposterior (AP) dan posisi lateral dalam posisi stress
dorsiflexion.
Skor pirani

Skor Pirani digunakan untuk


membantu menentukan derajat keparahan
clubfoot. Skor ini juga bermanfaat untuk
mengevaluasi perkembangan terapi dan
menentukan apakah anak memerlukan
tenotomi.
PENATALAKSANAAN
NON OPERATIF

1. Pemasangan Gips
Pemasangan gips secara berkala
yang dilakukan setiap minggu selama kurang
lebih 6 minggu. Penggantian gips umumnya
dilakukan diantara interval 7 hari, gips dapat
dibuka di rumah dengan mencelupkan ke air
hangat. Namun, pada umumnya setelah 5-6x
repetisi akan dilakukan evaluasi ulang apakah
pasien sudah cukup dengan tatalaksana gips
saja ataukah perlu ditambahkan pemanjangan
tendon Achilles di tumit dengan cara bedah
minimal invasif.
NON OPERATIF
2. Pemakaian Sepatu Dennis-Brown
Setelah pemasangan gips dinilai sudah cukup
berhasil, maka akan dilanjutkan dengan
pemakaian sepatu Dennis-Brown. Sepatu ini
adalah sepatu khusus untuk penderita kaki
pengkor yang dihubungkan dengan bar selebar
bahu. Sepatu ini berguna untuk
mempertahankan posisi kaki paska koreksi.
Pemakaian sepatu ini dipakai selama kurang
lebih 3 bulan pertama setelah gips terakhir
dilepas. Setelah itu anak harus memakai sepatu
ini selama 12 jam pada malam hari dan 2-4 jam
pada siang hari. Sehingga total pemakaian 14-16
jam dalam sehari sampai anak berusia 3-4
tahun.
NON OPERATIF
3. Perawatan Gips di Rumah
• Cek peredaran darah kaki
Setiap jam selama 6 jam pertama setelah gips dan selanjutnya 4
kali sehari. Tekan jari-jari secara lembut dan perhatikan kembalinya aliran
darah. Jari-jari akan menjadi pucat dan jika aliran darah ke kaki masih baik,
secara cepat kembali menjadi merah muda. Ini dinamakan “terisi“. Jika jari-
jari gelap, dingin dan tidak terisi (dari putih ke merah muda), gips mungkin
terlalu ketat. Jika hal ini terjadi, kembali ke dokter anda atau ke UGD
setempat dan minta mereka untuk mengecek gipsnya. Jika anak anda
memakai gips fiberglass, lepaskan gipsnya.
• Perhatikan level ujung jari-jari dan ujung gips.
Jika jari-jari kelihatan “melesak masuk“ ke dalam gips, kembali ke
dokter anda atau klinik untuk dievaluasi.
NON OPERATIF
• Jaga gips supaya tetap bersih dan kering.
Jika gips jadi kotor sebaiknya dilap dengan kain yang sedikit basah.
Hindari paparan air dan jaga tetap kering.
• Gips sebaiknya diletakkan di atas bantal (atau bantalan lembut) sampai kering
dan keras.
Dengan posisi bayi terlentang, letakkan bantal dibawah gips untuk
elevasi tungkai sehingga bagian tumitnya keluar sedikit dari bantal. Hal ini
mencegah tekanan di tumit yang dapat menyebabkan luka.
• Cegah gips kotor
Dengan sering mengganti popoknya. Jaga ujung atas gips di luar
popok untuk mencegah urin/feses masuk ke dalam gips. Popok sekali pakai
dan popok dengan karet pinggang yang elastik sangat ideal.
OPERATIF
Operasi dilakukan dengan melepaskan jaringan lunak yang mengalami
kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy biasanya dilakukan pada kasus
club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat. Kasus yang resisten paling
baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai dengan pemanjangan
tendo Achiles ; kalau masih ada equinus, dilakukan posterior release dengan
memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu,
kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki dengan melakukan release
talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis posterior. Pada umur > 5
tahun dilakukan bone procedure osteotomy.
Diatas umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan
tindakanartrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga
persendian, yaitu : art. talokalkaneus, art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.
Komplikasi

Dekubitus

Infeksi pasca operasi


Pengkajian

1. Biodata klien dan penanggungjawab, meliputi:


Nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, dan alamat
Pengkajian

2. Keluhan utama : Keluhan yang membuat klien dibawa ke


rumah sakit karena adanya keadaan yang abnormal pada
kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki, atrofi
betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki
ringan.
3. Riwayat penyakit sekarang : Klien tidak mengalami
keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal
pada kakinya sampai dibawa ke rumah sakit.
Pengkajian

4. Riwayat penyakit keluarga : dikaji mengenai penyakit


keturunan dan penyakit menular pada keluarga
5. Riwayat antenatal : Kesehatan ibu selama hamil, penyakit
yang pernah diderita serta upaya yang dilakukan untuk
mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal
kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat
yang pernah diminum serat kebiasaan selama hamil.
Pengkajian

6. Riwayat natal : Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa


yang menolong. cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum,
ekstraksi forcep, section secaria dan gamelli), presentasi kepala
dan komplikasi atau kelainan congenital Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan
atau tidak.
7. Riwayat postnatal : Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah
yang berhubungan dengan gangguan sistem, masalah nutrisi,
perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon
lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan
infeksi.
Pengkajian

8. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Berat badan,


lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai
motorik kasar, halus, social, dan bahasa.
9. Riwayat imunisasi
Pengkajian

10. Pola fungsi kesehatan, meliputi:


• Pola nutrisi
• Pola eliminasi
• Pola aktivitas
• Pola istirahat
• Pola kebersihan diri
Pengkajian

11. Pemeriksaan fisik :


● Pantau status kardiovaskuler
● Pantau nadi perifer
● Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan
sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut
● Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari
diantara kulit ekstremitasdengan gips setelah gips kering
● Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut: Nyeri, Bengkak, Rasa
dingin, Sianosis atau pucat
Pengkajian
● Kaji sensasi jari kaki : Minta anak untuk menggerakkan jari
kaki, Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak
mampu berespon terhadap perintah, Laporkan dengan segera
adanya tanda-tanda ancaman kerusakan sirkulasi, Intruksikan
anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau kesemutan
● Periksa suhu (gips plester) : Reaksi kimia pada proses
pengeringan gips, yang meningkatkan panas, Evaporasi air
yang menyebabkan kehilangan panas
● Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
● Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang
terkadang dimasukkan oleh anak yang masih kecil
Pengkajian
● Observasi adanya tanda-tanda infeksi : Periksa adanya
drainase, Cium gips untuk adanya bau menyengat, Periksa
gips untuk adanya "bercak panas" yang menunjukkan infeksi
dibawah gips, Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan
ketidaknyamanan
● Observasi kerusakan pernapasan (gips spika) : Kaji ekspansi
dada anak, Observasi frekuensi pernafasan, Observasi warna
dan perilaku
● Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka):
Batasi area perdarahan
● Kaji kebutuhan terhadap nyeri
Fokus intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
Keluhan nyeri menurun, Perasaan depresi menurun, Meringis menurun
Intervensi
a. Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
b. Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Lanjutan...
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilitas meningkat dengan kriteria hasil :
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Rentang gerak (ROM) meningkat
Intervensi :
a. Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
b. Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
Lanjutan...
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tingkat ansietas menurun dengan kriteria
hasil :
Verbalisasi kebingungan menurun, Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang
dihadapi menurun, Perilaku gelisah menurun
a. Observasi
- Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan Teknik sebelumnya
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi
b. Terapeutik
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
c. Edukasi
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
Lanjutan...
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
- Kerusakan jaringan menurun, Kerusakan lapisan kulit menurun
Intervensi
a. Observasi
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi,
b. Terapeutik
- Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
- Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
- Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
c. Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai