Anda di halaman 1dari 10

Referensi Artikel

CLUBFOOT

Oleh:
Husna G991905028
Ismi Cahya G991905030
Felicia C G991902022
Joshua Jota G991906022

Periode : 20 Januari – 24 Januari 2020

Pembimbing:
dr. Rieva Ermawan, SpOT (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


ROTASI SMF ORTHOPAEDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
PENDAHULUAN

Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan pada
kaki yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara
sempurna walaupun oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada
Clubfoot adalah : equinus pada tumit, seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan
forefoot aduksi dan supinasi. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang atau berat
yang dilihat dari rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya.
Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting dimana
“Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena pada umur
kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih
dapat dimanipulasi.

Gambar 1. Perbedaan kaki normal dan clubfoot

INSIDENSI

Angka kejadiannya bervariasi terhadap ras dan jenis kelamin. Pada Caucasian
frekwensinya 1,2/1000 kelahiran, dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 2 :
1. Stewart, pada tahun 1951, pada penelitiannya mendapatkan insiden pada
Hawaiians 4,9/1000 kelahiran. Tingginya angka pada hawaiians ini didukung oleh
Ching yang melaporkan insidensi CTEV 6,81/1000 kelahiran. Angka kejadian yang
tinggi pada Maori (grup Polynesia) juga dilaporkan oleh Elliot, Alldred, dan Veale.
Beals melaporkan pada Maori frekwensinya 6,5 – 7 per seribu kelahiran. Di Cina
0,39/1000, Jepang 0,53/1000, Malaysia 0,68/1000, Filipina 0,76/1000, Caucasians
1,12/1000, Puerto Rican 1,36/1000, Indian 1,51/1000, Afrika Selatan (hitam)
3,50/1000, dan Pilynesia 6,81/1000 kelahiran. Kejadian terkena bilateral sekitar
50% dari kasus. Sisi kanan sedikit lebih banyak dari kiri.

FAKTOR GENETIK

Faktor genetik hanya memegang peranan sekitar 10%, sisanya merupakan kejadian
yang pertama kali didalam keluarga. Secara umum dapat dikatakan bahwa CTEV
terjadi kurang berat pada kasus yang sporadis bila dibandingkan dengan ada faktor
familial, dan makin banyak CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS (CLUB
FOOT) 2 kejadian CTEV dalam keluarga makin besar kemungkinannya punya anak
dengan CTEV yang rigid . Selain faktor keturunan, faktor lingkungan sangat
memegang peranan penting. Gambaran ini dibuktikan oleh Idelberger, yang
membandingkan insidensi CTEV pada kembar monozygot dan dizygot. Pada
monozygote 13 dari 40 (32,5%) kembarannya menderita yang sama, dan pada
dizygot hanya 4 dari 134 (2,9%). Dari data ini dapat menyokong adanya kedua
faktor pengaruh tersebut. Pada kelurga Caucasians dapat dikatakan bila orang tua
normal akan mendapat kemungkinan anak laki-laki dengan CTEV 2%, bila
perempuan 5%. Bila salah satu orang tua terkena dan sudah mempunyai anak yang
terkena juga maka kemungkinan punya anak lagi dengan CTEV 10% - 25%. Pada
orang Maori, bila orang tua normal akan mempunyai resiko punya anak dengan
CTEV laki-laki atau perempuan sebanyak 9%. Bila orang tua terkena maka
kemungkinan anaknya akan terkena 30%.

ETIOLOGI

Teori etiologi CTEV sudah lama dikenal sejak zaman Hippocrates. Menurut teori
ini penyebab CTEV adalah adanya kekuatan mekanik dari luar yang mengakibatkan
terganggunya kecepatan tumbuh tulang, ligamen dan otot. Tapi teori ini sekarang
sudah tidak bisa diterima lagi oleh karena kejadian CTEV tidak bertambah pada
kasus dengan hamil kembar, bayi yang berat, primiparous uterus, hydramnion dan
oligohydramnion. Menurut White, 1929, penyebab CTEV adalah kerusakan nervus
peroneus oleh tekanan di dalam uterus. Menurut Midelton, 1934, oleh karena tidak
adanya otot yang seimbang karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan
Mossman, 1950, disebabkan oleh pemendekan relatif dari serabut otot yang
mengalami degenerasi di dalam uterus.

KLASIFIKASI

1. Typical Clubfoot
Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja tanpa
disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pengegipan,
dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik
atau memuaskan.
 Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga
akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan
satu atau dua kali pengegipan.
 Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
 Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps
lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan
pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling
sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu
menjadi fixed.
 Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang
ditangani secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
2. Atypical clubfoot
Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain. Mulailah
penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih sulit.
 Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus
dengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya
kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki
dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal
pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini
terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan
yang lain.
 Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan
kongenital lain). Kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.
Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin
lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan
lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor
nya sendiri.
 Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
 Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
 Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.

DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING

Gambaran klinik clubfoot sangat karakteristik, kaki dan tungkai bawah seperti
tongkat (clublike). Terdapat lekukan yang dalam pada bagian posterior sendi ankle,
kaki bagian tengah dan kaki bagian depan terjadi aduksi, inversi dan aquinus.
Dengan adanya inversi dan aduksi dari kaki bagian depan akan menyebabkan
terabanya benjolan tulang pada subkutis dorsum pedis sisi lateral. Kulit pada sisi
cembung (dorsum pedis), tipis, teregang, dan tidak ada lekukan kulit, malleolus
lateralis lebih menonjol dibanding yang medial. Kulit sisi cekung (daerah medial
dan plantar) terdapat cekungan yang dalam. Tulang naviculare berdekatan langsung
dengan malleolus medialis, sehingga pada palpalsi jarak antara kedua tulang
tersebut tidak terdapat sela. Kaki bagian depan dalam posisi equinus dan jaringan
lunak sisi plantar kaki sangat kontraktur. Dapat diraba ligamentum dan kapsul sendi
sisi medial kaki dan sisi posterior sendi ankle memendek dan menebal. Terdapat
juga atrofi dari otot betis 3 dan pemendekan dari kaki. Keadaan equinus ini kaku
dan bila dilakukan manipulasi pasif hanya terkoreksi sedikit. Bila keadaan ini
datang terlambat untuk dikoreksi, maka keadaan kontraktur akan lebih parah dan
akan lebih kaku, anak akan berjalan pada sisi kaki lateral dan pada malleolus
lateralis. Anak tersebut bila berjalan akan terasa sakit dan terbentuk bursa dengan
cepat.

TERAPI

Tujuan terapi talipes equinovarus adalah :

 Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare


 Mempertahankan reduksi
 Memperbaiki normal articular alignment
 Membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor
dan plantar flexor
 Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing Terapi
harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu pertama
merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih lentur.

Non Operatif/Konservatif

Perawatan non operatif dimulai sejak penderita lahir, dengan melakukan elongasi
jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian dipertahankan dengan
pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti setiap minggu.
Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis Brown.
Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis
Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah. Dari serial
terapi tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu elongasi jaringan
lunak yang mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif.

 Elongasi dari m. triceps surae, capsul posterior, dan ligamentum ankle dan
subtalar
Teknik : Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari II, ditarik ke distal dan
didorong ke medial menjauhi mallelous lateralis, tangan satunya
mendorong daerah calcaneocuboid ke dorsiflexi, seluruh kaki tetap dalam
posisi inversi. Tidak diperbolehkan melakukan dorsiflexi daerah kaki
bagian depan, hai ini akan menyebabkan kaki melengkung. (roker-bottom).
 Elongasi dari m. tibialis posterior dan ligamentum tibionaviculare
Teknik : Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari kedua, ditarik ke distal,
dengan tangan yang lain jari kedua dan ibu jari memegang naviculare dan
kaki bagian tengah ditarik ke distal ke daerah ibu jari kaki dan abduksi.
 Elongasi ligamentum plantar calcaneonaviculare dan jaringan lunak plantar
pedis
Teknik : Dengan satu tangan mendorong tumit ke proximal dan tangan yang
lain memegang kaki bagian tengah ke arah dorsifleksi. Setiap tahapan di
atas dilakukan sekitar 20 sampai 30 kali dan setiap gerakan dipertahankan
selama 10 hitungan.
 Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi talocalcaneonaviculare
Tahapan ini dikerjakan setelah tahap di atas sudah cukup berhasil. Teknik :
Kaki bagian belakang dipegang dengan tangan, jari kedua di atas corpus
talus (di atas sinus tarsi), dekat anterior dan distal malleolus lateralis, ibu
jari pada anterior malleolus medialis. Tangan satunya memegang kaki
bagian tengah dan depan di antara ibu jari dan jari kedua, dengan
menggunakan traksi ke arah longitudinal, kaki dalam posisi equinus dan
inversi. Selanjutnya melakukan abduksi kaki bagian tengah, mendorong
naviculare ke lateral dan talus bagian anterior ke medial dengan ibu jari.
Secara klinis reduksi berhasil dengan terbentuknya kontur eksterna normal
pada posisi istirahat. Setelah reduksi, dilakukan pemeriksaan radiologi, sisi
AP dan lateral. Dianggap berhasil bila pada gambaran AP sudut
talocalcaneal lebih dari 20 derajat dan T-MT1 kurang dari 15 derajat, pada
gambaran lateral sudut talicalcaneal harus antara 30-45 derajat. Keadaan
terreduksi ini dipertahankan dengan gips yang diganti setiap seminggu
sekali.

KOREKSI GIPS PONSETI

Persiapan
Termasuk didalamnya adalah upaya menenangkan anak dengan memberikan botol
susu atau dengan menyusuinya. Jika memungkinkan didampingi oleh asisten
terlatih. Kadang-kadang dibutuhkan bantuan dari orang tua penderita. Persiapan
sangatlah penting. Asisten (titik biru) memegang kaki, sementara manipulator (titik
merah) melakukan koreksi.

 Manipulasi dan Pengegipan Mulailah sedapat mungkin segera setelah lahir.


Buat penderita dan keluarga nyaman. Biarkan anak minum selama
manipulasi dan proses pengegipan.
 Menentukan letak kaput talus dengan tepat Tahap ini sangat pentinG.
Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru) dengan ibu jari dan jari telunjuk
dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal dipegang dengan tangan B.
Kemudian, geser ibu jari dan jari telunjuk tangan A ke depan untuk dapat
meraba caput talus (garis merah) di depan pergelangan kaki. Karena
navicular bergeser ke medial dan tuberositasnya hampir menyentuh
malleolus medialis, kita dapat meraba penonjolan bagian lateral dari caput
talus (merah) yang hanya tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Bagian
anterior calcaneus dapat diraba dibawah caput talus. Dengan menggerakkan
forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita dapat meraba navicular
bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput talus sedangkan tulang
calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah caput talus.
 Manipulasi
Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput
talus yang telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas kaki
pengkor, kecuali equinus ankle, terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat
mengoreksi kelainan ini, kita harus dapat menentukan letak caput talus,
yang menjadi titik tumpu koreksi.
 Mengoreksi (memperbaiki) cavus Bagian pertama metode Ponseti adalah
mengoreksi cavus dengan memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam
alignment yang tepat dengan kaki belakang ( hindfoot). Cavus, yang
merupakan lengkungan tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garis lengkung
kuning], disebabkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini
hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari
pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali
normal. Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat
arcus plantar pedis yang normal -- tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar.
Alignment (kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk mencapai arcus
plantaris yang normal sangat penting agar abduksi -- yang dilakukan untuk
mengoreksi adduksi dan varus -- dapat efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Faulks S dan Richard B (2009). Clubfoot treatment: ponseti and french fungtional
methods are equally effective. Clinical orthopaedics and related research,
467(5) : 1278-1282. Available at: www.the journal of bone and join
surgery.org. [diakses tanggal 22 Januari 2020].

Staheli, Lynn (2010). Clubfoot: Ponseti Management Third Edition. Global Health
Education Low-cosr Publication, 4-8(3). Available at: www.global-help.org
[diakses tanggal 22 Januari 2020].

Anda mungkin juga menyukai