Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“CTEV”

Di Susun Oleh :

KELOMPOK 5

1. Nadiyah Khaerunnisa 105111100521


2. Mika karmila 105111100921
3. Nadiyah Putri Ilhamsyah 105111100821
4. St.khadijah 105111100621
5. Selvina Eka Zahrani 105111101721
6. Sunarti 105111101221
7. Muzdalifah 105111103421
8. Estepi

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal
sebagai ‘ilub foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas
inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV
dimasukkan dalam terminology “sindromik” bila kasus ini ditemukan
bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom
genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik
lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering
menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina
bifida maupun atrofi musiular spinal. Bentuk yang paling sering
ditemui adalah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas superior
dalam keadaan normal.
Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan
perawatannya dijelaskan oleh Hipokrates pada 400 SM dengan lara
memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian dipasangi perban.
Sampai saat ini, perawatan modern juga masih mengandalkan
manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi serial yang
dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips adalah metode
perawatan modern non-operatif. Cara imobilisasi yang saat ini mungkin
paling efektif adalah metode ponseti; metode ini dapat mengurangi
perlunya operasi. Walaupun demikian, masih banyak kasus yang
membutuhkan terapi operatif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari CTEV ?
2. Jelaskan etiologi dari CTEV !
3. Jelaskan manifestasi klinis CTEV !
C. Tujuan
1. Mahasiswa/i mampu mengetahui definisi dari CTEV
2. Mahasiswa/i mampu mengetahui etiologi dari CTEV
3. Mahasiswa/i mampu mengetahui manifestasi klinik dari CTEV
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Genu varum (juga disebut bow-leggedness, bandiness, bengkok-
kaki, dan tibia vara),adalah cacat fisik ditandai dengan (membungkuk ke
arah luar) dari kaki berkaitan dengan paha, sehingga memberikan
penampilan membungkuk pada seorang . Angulasi biasanya medial
dari tulang paha dan tibia keduanya yang terlibat.
Genu varum (bowleg) kondisi dimana kaki membengkok
keluar pada posisi berdiri. Pembengkokan biasanya terjadi sekitar
lutut, oleh karena itu ketika berdiri dengan dua kaki, lutut akan terpisah
jauh. Genu valgum (knock-knee) adalah kondisi dimana kaki
membungkuk ke arah dalam pada posisi berdiri. Pembengkokan biasanya
terjadi sekitar lutut, oleh karena itu berdiri dengan kaki berjajar bersamaan
kedua kaki akan terpisah jauh. (wheaton resource corp).
Genu valgum adalah istilah latin untuk menggambarkan
bentuk knock-knee atau bentuk kaki seperti huruf x. Bentuk kaki x ini
dapat digambarkan dengan kondisi kaki bagian bawah diposisikan pada
sudut luar, yaitu lutut yang saling menyentuh, sementara pergelangan kaki
terpisah (Dewo Sulistyo. 2011).
CTEV merupakan kelainan kongenital kaki yang paling
penting karena mudah mendiagnosisnya tetapi sulit mengkoreksinya
secara sempurna, meskipun oleh ortopedis yang berpengalaman.
Derajat beratnya deformitas dapat ringan, sedang atau berat, tergantung
fleksibilitas atau adanya resistensi terhadap koreksi. CTEV harus
dibedakan dengan postural clubfoot atau posisional equinovarus
dimana pada CTEV bersifat rigid, menimbulkan deformitas yang
menetap bila tidak dikoreksi segera.
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut
dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes
(yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari
posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :
1. Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam
2. Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
3. Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada
tumit
4. Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada
tumit
5. Club Foot terjadi kelainan berupa :
a. Fore Foot Adduction (kaki depan mengalami adduksi dan supinasi)
b. Hind Foot Varus (tumit terinversi)
c. Equinus ankle (pergelangan kaki dalam keadaan equinus = dalam
keadaan plantar fleksi)

Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi


dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus
(TEV) dimana kaki posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan
berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi
dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan
yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi
kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum daripersendian),
cerebral palsy atau spina bifida.
Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000
kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada
perempuan. Insidensinya berkisar dari0,39 per 1000 populasi Cina sampai
6,8 per 1000 diantara orang. Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar
monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya
peranan faktor genetika.
B. Etiologi
Etiologi Congenital Talipes Equino Varus sampai saat ini belum diketahui
pasti tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal
positioning, Genetic, Cairanamnion dalam ketuban yang terlalu
sedikit pada waktu hamil (oligohidramnion), Neuromuscular disorder
(kadang kala ditemukan bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina
Bifida atau displasia dari rongga panggul). Ada beberapa teori yang
kemungkinan berhubungan dengan CTEV:
1. Teori kromosomal, antara lain 'efek dari sel germinativum yang tidak
dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel
germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman)
yang mengimplikasikan efek terjadi antara masa konsepsi dan
minggu ke-12 kehamilan.
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat,
antara lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada
atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi
suatu deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi
setelah minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga
sedang. Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan
perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai
“Cronon”.“Cronon” ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi
progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya,
clubfoot terjadi karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang
menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat
intrauterine crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih
didalam kandungan dikarenakan sedikitnya cairan ketuban
(oligohidramnion)
7. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti
spina bifida
8. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung
C. Manifestasi Klinis
1. Tidak adanya kelainan congenital lain
2. Berbagai kekakuan kaki
3. Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan
4. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari
kaki terlihat relative memendek.
5. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur
atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang
equinus. Tumit tertarik danmengalami inversi, terdapat lipatan kulit
transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi
pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat
kecil dan sulit dipalpasi.
6. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat
diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan
dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki
equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra
uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas
gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat
didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan
menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi
tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal.
Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi
dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus
lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian
bawahnya
7. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian
'istal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami
pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak
terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis.
Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85°
menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
8. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami
kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-
otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor
jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan
yang normal.
9. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan
adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan
bahu harus diperiksa untuk melihat
10. Adanya subluksasi atau dislokasi.
D. Pemeriksaan penunjang
adanya subluksasi atau dislokasi.E. Pemeriksaan penunjang
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada
waktu lahir (earlydiagnosis after birth). Pada bayi yang normal
dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan
eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia.
“Passivemanipulation dorsiflexion ^ Toe touching tibia ^ normal”.
Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah
inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian
lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang
equinus.Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan
kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi
pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis,tumit terlihat kecil
dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan
tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat
dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan
dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena
posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi
normal.Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak
dapat didorsofleksikan ke posisinetral, bila disorsofleksikan akan
menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom denganposisi tumit
equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus
lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan
dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis
terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya.
Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran
medial, plantar dan terlambat padamaleolus medialis, tidak terdapat
celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis.Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya
perputaran subtalar ke medial.
E. Penatalaksanaan CTEV
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-
operatif.Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat
berupa:
1. Non-Operative :
Pertumbuhan yang cepat selama periode infant
memungkinkan untuk penanganan remodelling. Penanganan dimulai
saat kelainan didapatkan dan terdiridari tiga tahapan yaitu : koreksi
dari deformitas, mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot
normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah
kembalinya deformitas.
Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari
serial “cast”yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan
koreksi tercapai. Koreksiini ditunjang juga dengan latihan stretching
dari struktur sisi medial kaki dan latihankontraksi dari struktur yang
lemah pada sisi lateral.
Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari
beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk
mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika
manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedahuntuk
memperbaiki struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant
tendon.Kemudian ektremitas tersebut akan di “cast” sampai tujuan
koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan gibs serial
yang diganti tiap minggu, selama 6-12minggu). Setelah itu dialakukan
koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16
tahun.
Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan
perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak
memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan
harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada
pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang
cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya
penggantian “cast” secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
Perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi),
dan menganjurkanorangtua untuk memfasilitasi tumbuh
kembang normal pada anak walaupun adabatasan karena
deformitas atau therapi yang lama. Perawatan “cast” meliputi :
a. Biarkan cast terbuka sampai kering
b. Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal
bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi
c. Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan
warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
d. Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur,
observasi adanya rasa nyeri
e. Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan
dibawah cast secara teratur.
f. Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk
mencegah trauma
g. Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan
benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
h. Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit
pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
i. Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air
2. Operatif
a. Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
1) Jika terapi dengan gibs gagal
2) Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
b. Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang
mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy
biasanya dilakukan padakasus club foot yang neglected/ tidak
ditangani dengan tepat
c. Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu,
tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ;
kalau masih ada equinus,dilakuakan posterior release
dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki
posterior, dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus
kemudian diperbaiki dengan melakukan release
talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis
posterior.(Ini Menurut BuKu Appley).
d. Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas
umur 10tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan
tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak
pada tiga persendian, yaitu : art.talokalkaneus, art.
talonavikularis, dan art. Kalkaneokuboid
F. Patofisiologi
Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum
diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul
karena posisi abnormal atau pergerakan yangterbatas dalam rahim.
Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan
embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan
eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase
tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh
tekanan intrauterine.
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki, dan bilateral pada
50 % kasus.Kemungkinan terjadinya deformitas secara acak adalah 1 :
1000 kelahiran. Pemeriksaan pada bayi kaki pekuk menunjukkan equinus
kaki belakang, varus kaki belakang dan kaki tengah, adduksi kaki
depan dan berbagai kekakuan. Semua temuan ini adalah akibat
dislokasi medial sendi talonavikuler. Pada anak yang lebih tua, atrofi betis
dan kaki lebih nyata daripada bayi, tanpa memandang seberapa baik kaki
terkoreksi atau fungsionalnya
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN CTEV

A. Pengkajian
1. Biodata klien
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama,suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki
bengkok daripada perempuan.
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei
membuktikan dari 4orang kasus Club foot, maka hanya satu
saja seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita
perempuan dengan penderita laki-laki adalah 1:3 dan
35%terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar
dizigot.
2. Keluhan utama :
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena
adanya keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya
berbagai kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula
dan tulang-tulang kaki ringan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain
adanya keadaan yang abnormal pada kakinya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
5. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah
diderita serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya,
berapa kali perawatan antenatal ,kemana serta kebiasaan minum
jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan
selama hamil
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, carapersalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, section secaria dangamelli), presentasi kepala dan
komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup,kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis
spontan atau tidak.
c. Postnatal
Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang
berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan
berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya.
Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan
infeksi.
6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar
dada terakhir.Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai
motorik kasar, halus, social, dan Bahasa
7. Riwayat Kesehatan keluarga
Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,
rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah dan asih. Ekonomi
dan adat istia-adat, berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan
internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan
intelektual dan pengetahuan serta ketrampilan anak. Disamping itu
juga berhubungan dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan,
sandang dan papan.
8. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan
imunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit yang mungkin
timbul. Meliputi imunisai BCG,DPT, Polio, campak dan hepatitis.
9. Pola fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau
PASI. pada umur anak tertentu. Jika diberikan PASI
(ditanyakan jenis, takaran dan frekuensi) pemberiaannya serta
makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai,
alergi atau masalah makanan yang lainnya).
b. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah
serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai dengan
tingkat perkembangan anak.
c. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai
anak pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
d. Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiap hari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
e. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah
sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain
atau orang tua.
10. Pemerikasaan fisik
a. Pantau status kardiovaskuler
b. Pantau nadi perifer
c. Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk
memastikan sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut
d. Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi
jari diantara kulit ekstremitas dengan gips setelah gips kering
e. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
1) Nyeri
2) Bengkak
3) Rasa dingin
4) Sianosis atau pucat
f. Kaji sensasi jari kaki
1) Minta anak untuk menggerakkan jari kaki
2) Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak
mampu berespon terhadap perintah
3) Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman
kerusakan sirkulasi
4) Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau
kesemutan
g. Periksa suhu (gips plester)
1) Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang
meningkatkan panas
2) Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas
h. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
i. Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang
terkadang dimasukkanoleh anak yang masih kecil
j. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
1) Periksa adanya drainase
2) Cium gips untuk, adanya bau menyengat
3) Periksa gips untuk adanya ’bercalc panas yang
menunjukkan infeksi dibawah gips
4) Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan
ketidaknyamanan
k. Observasi kerusakan pernafasan (gips spika)
1) Kaji ekspansi dada anak
2) Observasi frekuensi pernafasan
3) Observasi warna dan perilaku
l. Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka) :
1) Batasi area perdarahan
m. Kaji kebutuhan terhadap nyeri
B. Analisa data

DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Tanda Mayor : CTEV Gangguan mobilitas fisik
DS: berhubungan dengan
Calcaneus, navicular dan
- Mengeluh sulit cuboid terotasi kearah kerusakan
medial terhadap talus
menggerakan ektremitas musculoskeletal
DO: Inversi pada sendi Dibuktikan dengan
subtalar (tungkai)
- Kekuatan otot menurun Mengeluh sulit
Rentang gerak (ROM) Bentuk kaki abnormal menggerakan ektremitas
menurun (D.0054)
Hambatan mobilitas fisik
- Tanda Minor:
DS:
-Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan
Pergerakan
- Merasa cemas saat
bergerak
DO:
- Sendi kaku
- Gerakan tidak
terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
Terapi
2. Tanda Mayor Gangguan rasa nyaman
Terapi operatif
berhubungan dengan
Ds: Pembedahan
cidera fisik Dibuktikan
- mengeluh tidak Nyeri
dengan mengeluh tidak
nyaman
nyaman (D.0074)
Do:
-Gelisah
Tanda Minor
Ds:
-Mengeluh sulit tidur
-Tidak mampu rileks
- Mengeluh
kedinginan/kepanasan
- Merasa gatal
- Mengeluh mual
-Mengeluh lelah
Do:
- Menunjukkan gejala
distress
- Tampak
merintih/menangis
- Pola eliminasi berubah
- Postur tubuh berubah
- Iritabilita

3. Tanda Mayor

Ds: -

Do:

-Perusakan jaringan
dan/lapisan kulit
Tanda Minor
Terapi konserfativ
Ds: - Pemasangan gips
Gangguan integritas
Do: Gips terlalu ketat
kulih/jaringan
- Nyeri Kompartemen sindrom
berhubungan dengan
- Perdarahan Kerusakan integritas
gips Dibuktikan dengan
- Kemerahan kulit
perusakan jaringan dan/
Hematoma
lapisan kulit (D.0129)
C. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017):

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


musculoskeletal Dibuktikan dengan Mengeluh sulit menggerakan
ektremitas (D.0054)
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan cidera fisik Dibuktikan
dengan mengeluh tidak nyaman (D.0074)
3. Gangguan integritas kulih/jaringan berhubungan dengan gips
Dibuktikan dengan perusakan jaringan dan/ lapisan kulit (D.0129
D. Intervensi keperawatan
E. Evaluasi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai