Anda di halaman 1dari 15

PERAN GURU PAK DALAM MENDAMPINGI

ANAK-ANAK KORBAN BULLYING DI SEKOLAH


(proposal)

Oleh
Sincere Delania Waruwu dan Jefi Arlian Telaumbanua

1.1 Latar Belakang Masalah

Bullying bukan lagi fenomena asing dalam kehidupan manusia, khususnya dalam lingkungan

kehidupan anak-anak. Tindakan Bullying ini sudah banyak memakan banyak korban, baik di

sekolah, keluarga, maupun lingkungan sehari-hari. Tindakan ini dapat terjadi karena adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak menjadi pelaku bullying maupun menjadi korban

bullying. Fenomena ini erat hubungannya dengan karakter yang dimiliki seseorang. Lingkungan

keluarga maupun pergaulannya sangat berpengaruh terhadap karakter seseorang tersebut.

Dampak yang diberikan tindakan bullying terhadap korban dapat berpengaruh terhadap fisik dan

psikis seseorang tersebut.

Kata Bullying berasal dari bahasa Inggris “bully” yang memiliki arti penindasan,

perundungan, perisakan, atau pengintimidasian. Bullying adalah situasi di mana terjadinya

penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok. Pelaku

bullying di sini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi juga kuat secara mental. Dalam

hal ini seseorang yang menjadi korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan

dirinya karena lemah secara fisik atau mental. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata

bully dalam bahasa Indonesia adalah rundung, perundungan, merundung. Merundung memiliki

arti perbuatan seseorang yang menggunakan kekuatannya untuk menyakiti atau mengganggu

1
Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, Bullying (Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak), (Jakarta:
Grasindo, 2008) 2

1
orang-orang yang lebih lemah darinya, baik secara fisik maupun psikis, yang dilakukan dari

waktu ke waktu.2

Bullying atau intimidasi melibatkan perilaku agresif yang dimaksudkan untuk membuat

orang lain menderita luka atau ketidaknyamanan. Mereka yang terlibat dalam tindakan bullying

ini secara berulang kali mengusik korban melalui kata-kata atau kekerasan fisik secara langsung

kepada korban. 3 Menurut Olweus (2005), bullying adalah sebuah tindakan atau perilaku agresif

yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu

mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan atau

kekuatan secara sistematik.4 Menurut Coloroso (2003,2006), bullying adalah tindakan

bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti melalui

ancaman agresif dan menimbulkan terror secara terencana maupun spontan. Tindakan ini

dilakukan seorang anak atau sekelompok anak. Coloroso mengatakan terdapat empat unsur

dalam perilaku bullying kepada seseorang yaitu ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk

melukai, ancaman agresif yang lebih lanjut, dan teror. 5

Menurut pasal 1 angka 16 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atau UU Nomor 23

tahun 2002 tentang perlindungan anak, bullying (kekerasan) ialah setiap perbuatan terhadap

anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, atau

penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum.6

Bullying terjadi di lingkungan sekolah, terutama di tempat-tempat yang bebas dari

pengawasan guru dan orang tua seperti, ruang kelas, lorong sekolah, kantin, pekarangan, atau
2
Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id (diakses pada 10 November
2021)
3
Antonius Wibowo, Penerapan Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah, (Jakarta: UKI Atma Jaya, 2019) 8
4
Widya Ayu Sapitri, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, (Jakarta: Guepedia, 2020) 12
5
Ibid, 13
6
Ibid, 14

2
toilet. Selain di sekolah, bullying dapat terjadi di kawasan yang lebih luas bahkan juga bisa

terjadi di lingkungan atau tempat-tempat umum. Bahkan, dalam era digital saat ini,

memungkinkan pelaku bullying melakukan tindakannya melalui sosial media.7 Bullying dapat

terjadi bila ada pelaku, korban, dan saksi bullying berada di satu tempat dan situasi yang sama.

Ciri atau karakter dari pelaku bullying ialah mereka yang fisiknya besar dan kuat dalam arti ia

mempunyai kekuasaan dan kekuatan di atas korbannya.8 Pelaku bullying biasanya hidup

berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa disekolah, menempatkan diri di tempat

tertentu di sekolah atau sekitarnya, memiliki kepopuleran di sekolah. Karakter pelaku bullying

ini dapat ditandai dengan cara berjalannya yang angkuh, sering berkata kasar, menyepelekan,

atau sering melecehkan/menjelekkan orang lain.9

Korban bullying biasanya memiliki ciri-ciri berfisik lemah, memiliki penampilan yang

berbeda dari yang lain, sulit bergaul, siswa yang kepercayaan dirinya rendah, secara akademis

terlihat kurang cerdas, keadaan ekonomi keluarganya rendah, bahkan seseorang yang menentang

adanya bullying di sekolah dapat menjadi korban bullying itu sendiri.10 Tidak hanya pelaku dan

korban bullying saja yang mengambil peran dalam kasus-kasus perundungan di sekolah,

melainkan adanya saksi dari tindakan bullying tersebut. Saksi bullying berperan serta dengan

cara: aktif menyoraki dan mendukung pelaku bullying, atau diam dan bersikap acuh tak acuh.

Seseorang yang menyaksikan tindakan bullying yang terjadi disekitarnya biasanya ikut menjadi

bagian dari tindakan bullying tersebut, mereka tidak membela korban dengan alasan takut

menjadi korban bullying dari pelaku tersebut. Saksi bullying juga biasanya bersikap pasif,

7
Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, Bullying (Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak), 13

8
Ibid, 14
9
Widya Ayu Sapitri, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, 18
10
Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, 17

3
mereka memilih diam dan tidak melaporkan karena takut menjadi korban perundungan

selanjutnya.11

Menurut Coloroso, perilaku bullying dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu

bullying secara fisik, bullying secara verbal, dan bullying secara elektronik (cyber bullying).

Bullying fisik melibatkan kontak fisik antar pelaku dan korban misalnya mendorong, memukul,

meludahi, berkelahi, mencakar, mengunci seseorang dalam ruangan, mengambil dan /atau

merusak barang dan tindakan lain yang terus berulang serta merugikan secara fisik. Bullying

verbal yaitu bentuk bullying ini tidak kasat mata namun dampaknya bisa dirasakan seperti

mengancam, merendahkan, menyebarkan gosip, mengejek, mencela, menghina, meneror.

Bullying ini bisa menyebar ke unsur SARA, etnis, status ekonomi hingga orientasi sosial.

Bullying secara sosial yaitu menyebarkan rumor atau gosip yang belum pasti untuk mengajak

menjauhi seseorang. Lalu, cyber bullying merupakan bentuk perilaku perundungan yang

dilakukan melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, bahkan melalui sosial

media. Tindakan Cyber bullying ini yakni memberikan komentar jahat untuk menjatuhkan atau

menghina orang lain, mengancam, menyakiti dengan kata-kata yang diungkap di media sosial.12

Tindakan bullying biasanya dilakukan bagi anak yang memiliki cacat fisik atau difabel

seperti bibir sumbing, anak-anak yang pincang serta beberapa kelainan lain yang ada dalam diri

seorang anak. Di samping itu juga masih ada tindakan bullying terhadap anak yang berasal dari

keluarga miskin dan keluarga broken home (perceraian orang tua). Karena keadaan fisik dan

keadaan keluarganya, anak-anak itu sering dihina dan diperlakukan kasar oleh teman-temannya.

Perlakuan lingkungan sekitarnya membuat dia tertekan dan psikisnya terganggu sehingga

dampaknya pada korban yakni merasa tertekan dan mengalami depresi, dia malas bergaul

11
Ibid, 20
12
Widya Ayu Sapitri, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, 15-17

4
dengan teman-temannya, mulai melukai teman sebayanya dan sering mengeluarkan kata-kata

makian.

Bullying bukan tindakan normal dalam masa kanak-kanak. Tindakan ini berakhir buruk bagi

korban, saksi, bahkan pelaku bullying itu sendiri. Bahkan dampak tindakan ini dapat membekas

sampai anak tersebut menjadi dewasa. Dampak buruk bagi pelaku bullying ialah sering terlibat

dalam perkelahian, melakukan tindakan kriminal, dikeluarkan dari sekolah, dipandang sebagai

anak berkarakter buruk. Dampak bagi anak yang menyaksikan tindakan bullying ialah menjadi

penakut dan rapuh, sering mengalami kecemasan, serta rasa keamanan diri rendah. Korban

bullying lebih banyak mendapat dampak buruk akibat tindakan perundungan dibanding saksi

atau pelaku bullying tersebut. Dampak yang dialami korban ialah kecemasan, merasa kesepian,

rendah diri, tingkat kompetensi sosial yang rendah, depresi, menarik diri dari lingkungan sosial,

takut untuk bersekolah, kabur dari rumah, bahkan mengakibatkan bunuh diri.13

Banyak faktor yang menyebabkan anak melakukan perundungan kepada temannya di

sekolah, keluarga menjadi faktor utama dalam menanamkan kepribadian pada anak. Kurangnya

kehangatan dan tingkat kepedulian orang tua terhadap anak, pola asuh orang tua yang keras

kepada anak, bahkan secara langsung perilaku orang tua terhadap anak tersebut mampu

mengaruhi perilaku anak tersebut, misalnya kekerasan yang dilakukan orang tua seperti,

membentak, memukul, memaki, menendang, dsb. Hal inilah yang mampu memengaruhi perilaku

anak menghadapi orang-orang di sekelilingnya. Selain keluarga, pergaulan juga menjadi faktor

utama yang memengaruhi anak-anak menjadi pelaku bullying. Anak yang bergaul dengan

sekelompok anak yang terbiasa melakukan perundungan dan kekerasan juga akan mempengaruhi

perilaku anak tersebut. mendapat pengakuan dan pujian dari teman-temannya membuat seorang

13
Andri Priyatna, Let’s End Bullying, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010) 4-5

5
anak dapat melakukan tindakan bullying untuk menunjukkan kekuasaan dan kekuatan yang ia

miliki di tengah-tengah pergaulannya.14

Sebagaimana penulis saksikan di salah satu Sekolah Dasar ( SD) Negeri di Desa Lololawa, di

mana beberapa anak melakukan perundungan atau bullying kepada teman mereka. Di SD Negeri

Lololawa, sebuah sekolah yang terletak jauh di pinggiran kota Gunungsitoli, memperlihatkan

tindakan dan perilaku bullying yang sering terjadi di kalangan perserta didik, baik yang

dilakukan teman sekelas maupun kakak kelas (senior). Tujuannya adalah agar para pelaku

Bullying ini disegani dan dihormati orang yang dibully itu.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, terdapat praktek bullying yang dilakukan oleh teman

kelas maupun kakak kelas (senior). Tindakan bullying ini mereka alami lantaran teman-teman

dan kakak kelas mereka yang paling berkuasa dan mengalami kesulitan mengendalikan emosi.

Tindakan yang dilakukan yakni mengejek, mencemooh, mendorong, memukul serta penggunaan

tindak kekerasan lainnya. Bagi pelaku bullying, tindakan seperti itu merupakan hal yang

menyenangkan dirinya dan dapat memuaskan perasaannya sekaligus menunjukan bahwa ia

memiliki kekuasaan di sekolah. Namun bagi korban, perilaku bullying tersebut sangatlah tidak

menyenangkan bahkan mengganggu kehidupan mereka, bukan hanya kehidupan di sekolah

namun juga pada kehidupan di luar sekolah. Akibat perbuatan ini, korban mengalami trauma

sehingga muncul keengganan untuk kembali ke sekolah serta mereka lebih suka menyendiri.

Sesuai pengamatan awal penulis di SD Negeri Lololawa, tindakan bullying yang sering

dilakukan yaitu secara fisik, di mana ada anak yang menendang temannya baik di kelas maupun

pada saat istrahat. Ada juga yang memukul, mengolok-olok, menonjok, mendorong dan

menggigit. Tindakan ini dilakukan oleh kakak kelas yang umumnya berbadan besar kepada adik-

14
Ibid, 6-7

6
adik kelas yang masih kecil. Secara verbal, teman-teman mereka sering berkata jorok,

menyebarluaskan kejelekan, memberikan julukan, menuduh dan memfitnah.

Anak-anak korban bullying maupun anak-anak yang melakukan bullying perlu dilakukan

pendampingan. Orang tua dan pihak sekolah harus saling bekerja sama dalam mendampingi

pelaku dan korban bullying tersebut. Di dalam suatu sekolah, orang yang berperan penting dalam

mendampingi anak-anak yang menjadi pelaku maupun korban bullying adalah pendidik/ guru itu

sendiri. Guru PAK memiliki peran penting dalam melakukan pendampingan keamanan serta

memastikan bahwa sekolah tempatnya belajar menerima dia dan tidak melakukan bullying

terhadapnya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pendampingan psiko sosial karena

anak-anak berkembang dan hidup secara normal tidak hanya perkembangan fisiknya tetapi juga

perkembangan jiwa dan psikisnya. Untuk memulihkan kembali kondisi psikis atau jiwa anak

korban bullying, dibutuhkan pendampingan psiko sosial sampai jiwanya pulih kembali.

Pendampingan psiko sosial bermakna memberi pembinaan, pengajaran dan pengarahan sehingga

korban dapat menguasai, mengendalikan dan mengontrol dirinya di lingkungan sosialnya.

Psiko sosial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kondisi

sosial seseorang dengan kesehatan mental dan emosionalnya contohnya hubungan antara

ketakutan yang dimiliki seseorang terhadap bagaimana cara dia berinteraksi dengan orang lain

dilingkungan sosialnya. Pendampingan psiko sosial merupakan paduan antara penanganan

psikologis dan penanganan sosial, paduan ini menyatukan penanganan psikologis yang bertumpu

pada pemahaman interpersonal korban dengan persoalan sosial budaya di sekitarnya.

Pentingnya melakukan pendampingan psiko sosial kepada korban karena pendampingan

psiko sosial menaruh perhatian pada tingkah laku individu dalam lingkungan sosialnya.

7
Lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan karakter atau perilaku anak mulai dari cara

pandang seorang anak terhadap teman sebayanya bahkan ketika berbicara. Cara pandang seorang

anak terhadap orang lain yang mengalami keterbelakangan mental merupakan sebuah aib dan

juga sebagai sebuah lelucon sehingga mengakibatkan tindakan bullying. Seseorang yang telah

dirundung mengalami tindakan yang berbeda dari lingkungan sosialnya karena ia mengalami

phobia terhadap orang, ketakutan dan merasa minder sehingga anak tersebut membutuhkan

pendampingan.

Pendampingan psiko sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru, dan

merupakan cabang dan ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan

tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti

situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya, termasuk di dalamnya interaksi antar orang dan

hasil kebudayaannya.15 Pendekatan ini merupakan tindakan pertama yang dilakukan kepada

korban bullying untuk membantu mencegah dampak psikologis yang lebih buruk.

Adapun bentuk pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk menolong orang lain.

Pendampingan ini bersifat bahu-membahu, menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling

menumbuhkan dan mengutuhkan. Dalam hal ini, korban membutuhkan pertolongan serta

seseorang yang mampu memberikan nasehat serta bimbingan.16 Pendampingan psikososial ini

dapat dilakukan dengan memberi bimbingan konseling kepada korban bullying, mengintensifkan

pengajaran agama kepada anak tersebut, memulihkan anak tersebut dengan kegiatan-kegiatan

rohani, bahkan berkonsultasi dengan orang tua untuk memaksimalkan pendampingan bagi anak

yang menjadi korban bullying tersebut.17

15
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 3–5
16
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 9
17
Sofyan Willis, Remaja dan Masalahnya, (Bandung: ALFABETA, 2008) 134-136

8
Dari uraian di atas maka penulis memberi judul penelitian ini adalah “PERAN GURU PAK

DALAM MENDAMPINGI ANAK-ANAK KORBAN BULLYING DI SEKOLAH”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pokok persoalan atau masalah diidentifikasi sebagai

berikut.

1. Bullying merupakan salahsatu penganiayaan dalam bentuk verbal, fisik, sosial dan

cyberbullying.

2. Tindakan bullying mengakibatkan gangguan psikologis dan sosial dalam diri korban.

3. Korban merasa tertekan dan akhirnya mengalami depresi.

4. Bullying dapat menyababkan hilangnya kepercayaan diri seseorang bahkan

kepercayaannya terhadap orang lain.

5. Tindakan bullying dapat menjadi suatu kebiasaan bagi anak-anak.

6. Korban bullying belum mendapat perhatian dan pendampingan dengan baik.

7. Guru PAK memiliki peran dalam mendampingi anak-anak yang menjadi korban bullying

di sekolah.

1.3 Batasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah yang terdapat di atas, maka penulis membuat pembatasan

masalah atau fokus penelitian yaitu untuk mengkaji dampak tindakan bullying bagi anak-anak

korban bullying dan bagaimana upaya pendampingan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja bentuk bullying yang terjadi pada anak-anak?

9
2. Apa saja dampak tindakan bullying terhadap anak-anak korban bullying?

3. Bagaimana pendampingan terhadap korban bullying?

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dijelaskan diatas, tujuan dalam penelitian

ini, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa saja bentuk bullying yang terjadi pada anak-anak.

2. Untuk mengetahui apa saja dampak tindakan bullying terhadap anak-anak korban

bullying.

3. Untuk mengetahui bagaimana pendampingan yang tepat terhadap korban bullying.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

a. Untuk memperluas pemahaman tentang pendampingan bagi korban bullying.

b. Untuk memperkaya kajian pendampingan psiko sosial khususnya bagi korban

bullying.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Memberi sumbangsih pemikiran mengenai dampak bullying dan peran

pendampingan terhadap korban.

b. Menolong anak-anak korban bullying untuk mendapat pemulihan dari dampak

bullying.

1.7 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif. Penelitian

kualitatif menurut Bogman dan Taylor (dalam Moleong, 2006) adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

10
yang diamati. Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2006) menyatakan bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Kemudian menurut Moleong (2006) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian (misalnya perilaku,

persepsi, tindakan, dan lain-lain) secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-

kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah.

Dalam penelitian ini penulis menghimpun fakta, menganalisis dan menginterpretasi data

dengan pemahaman intelektual, namun tidak melakukan pengujian/pembuktian suatu hipotesis.

Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,

pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive.18

a. Lokasi

UPTD SDN 076059 Loloawa, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa kota Gunungsitoli.

b. Populasi dan Sampel

Populasi adalah terdiri dari unit atau elemen yang akan diselidiki, maka dalam penelitian ini

peneliti akan mengambil populasi dari korban bullying yang bertempat tinggal di Kecamatan

Alo’oa dan Kecamatan Gunungsitoli.

Jenis data yang dikumpulkan untuk dianalisis adalah data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari informan penelitian. Sedangkan data sekunder hanya berfungsi sebagai pelengkap

data primer. Sumber data (informan) dalam penelitian ini diambil dengan teknik purposive

sampling atau pengambilan sampel dengan tujuan/pertimbangan tertentu (Arikunto, 2002).


18
Albi Anggito and Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jawa Barat: CV JEJAK, 2018), 8

11
c. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya ialah

data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan

instrumen utama (Moleong, 2006). Atas pertimbangan inilah maka dalam pengumpulan data

pada penelitian ini digunakan teknik sebagai berikut :

1. Wawancara (interview), yaitu melakukan tanya-jawab atau dialog langsung terhadap para

informan yang telah ditentukan. Agar lebih terfokus maka digunakan pedoman wawancara.

2. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian, dengan

maksud memperoleh gambaran empirik tentang fokus penelitian. Teknik observasi ini dapat

mempermudah dalam menjelaskan keterkaitan dari fenomena yang diamati sehingga dapat

berfungsi melengkapi data primer hasil wawancara.

3. Studi dokumentasi; yaitu melakukan penelusuran dan penelaahan terhadap data yang

berkaitan dengan fokus penelitian yang telah terolah atau tersedia di SD Lololawa. Data

sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi ini berfungsi sebagai pelengkap data

primer hasil wawancara.

d. Teknik Pengolahan Data dan Analisa

Teknik analisis data sesuai dengan jenis penelitian ini yang merupakan penelitian kualitatif,

maka teknik analisis data yang digunakan ialah analisis kualitatif. Menurut Sieddel (dalam

Moleong, 2006), proses analisis data kualitatif terdiri dari: (1) mencatat yang menghasilkan

catatan lapangan, (2) mengumpulkan, memilahmilah, mengkasifikasikan, mensintesiskan,

membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya, (3) berpikir, dengan jalan membuat agar kategori

data itu mempunyai makna, (4) mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan

membuat temuan-temuan umum.

12
Adapun teknik analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini ialah model

analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Hubermann (dalam Rohidi dan Mulyarto,

1992) dengan langkah-langkah analisis yaitu : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,

dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Langkah analisis data model interaktif dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a. Pengumpulan Data. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara kepada informan

berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dan

dilengkapi dengan teknik observasi dan teknik dokumenter.

b. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan.

Kegiatan mereduksi data ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung.

c. Penyajian data. Data yang telah direduksi dan dianalisis disajikan dalam bentuk teks naratif

guna mempermudah pemahaman, penafsiran data dan penarikan kesimpulan.

d. Penarikan kesimpulan atau verifikasi, ialah merupakan langkah terakhir dari analisis

kualitatif

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah

2. Identifikasi masalah

3. Pembatasan masalah

4. Perumusan masalah

5. Tujuan penelitian

6. Manfaat penelitian

13
7. Metode Penelitian

8. Sistematika penulisan

BAB II PERAN GURU PAK DALAM MENDAMPINGI KORBAN BULLYING

1. Bullying

1.1. Pengertian bullying

1.2. Faktor penyebab bullying

1.3. Bentuk-bentuk bullying

1.4. Pelaku bullying

1.5. Tempat terjadinya bullying

1.6. Dampak bullying

2. Pendampingan bagi anak-anak korban bullying

BAB III DAMPAK PSIKOLOGI BAGI ANAK-ANAK KORBAN BULLYING

1. Gambaran umum

2. Hasil penelitian

3. Kesimpulan

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

14
DAFTAR PUSTAKA

Yayasan Semai Jiwa Amini, Bullying (Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar

Anak), Jakarta: Grasindo, 2008.

Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id (diakses

pada 10 November 2021).

Wibowo Antonius, Penerapan Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah, Jakarta: UKI

Atma Jaya, 2019.

Sapitri Widya, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, Jakarta: Guepedia, 2020.

Priyatna Andri, Let’s End Bullying, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010.

Ahmadi Abu, Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Beek Van Aart, Pendampingan Pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Willis Sofyan, Remaja dan Masalahnya, Bandung: ALFABETA, 2008.

Anggito Albi and Setiawan Johan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jawa Barat: CV JEJAK,

2018.

15

Anda mungkin juga menyukai