Oleh
Sincere Delania Waruwu dan Jefi Arlian Telaumbanua
Bullying bukan lagi fenomena asing dalam kehidupan manusia, khususnya dalam lingkungan
kehidupan anak-anak. Tindakan Bullying ini sudah banyak memakan banyak korban, baik di
sekolah, keluarga, maupun lingkungan sehari-hari. Tindakan ini dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak menjadi pelaku bullying maupun menjadi korban
bullying. Fenomena ini erat hubungannya dengan karakter yang dimiliki seseorang. Lingkungan
Dampak yang diberikan tindakan bullying terhadap korban dapat berpengaruh terhadap fisik dan
Kata Bullying berasal dari bahasa Inggris “bully” yang memiliki arti penindasan,
bullying di sini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi juga kuat secara mental. Dalam
hal ini seseorang yang menjadi korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan
dirinya karena lemah secara fisik atau mental. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata
bully dalam bahasa Indonesia adalah rundung, perundungan, merundung. Merundung memiliki
arti perbuatan seseorang yang menggunakan kekuatannya untuk menyakiti atau mengganggu
1
Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, Bullying (Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak), (Jakarta:
Grasindo, 2008) 2
1
orang-orang yang lebih lemah darinya, baik secara fisik maupun psikis, yang dilakukan dari
waktu ke waktu.2
Bullying atau intimidasi melibatkan perilaku agresif yang dimaksudkan untuk membuat
orang lain menderita luka atau ketidaknyamanan. Mereka yang terlibat dalam tindakan bullying
ini secara berulang kali mengusik korban melalui kata-kata atau kekerasan fisik secara langsung
kepada korban. 3 Menurut Olweus (2005), bullying adalah sebuah tindakan atau perilaku agresif
yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu
mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan atau
bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti melalui
ancaman agresif dan menimbulkan terror secara terencana maupun spontan. Tindakan ini
dilakukan seorang anak atau sekelompok anak. Coloroso mengatakan terdapat empat unsur
dalam perilaku bullying kepada seseorang yaitu ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk
Menurut pasal 1 angka 16 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atau UU Nomor 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak, bullying (kekerasan) ialah setiap perbuatan terhadap
anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, atau
pengawasan guru dan orang tua seperti, ruang kelas, lorong sekolah, kantin, pekarangan, atau
2
Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id (diakses pada 10 November
2021)
3
Antonius Wibowo, Penerapan Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah, (Jakarta: UKI Atma Jaya, 2019) 8
4
Widya Ayu Sapitri, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, (Jakarta: Guepedia, 2020) 12
5
Ibid, 13
6
Ibid, 14
2
toilet. Selain di sekolah, bullying dapat terjadi di kawasan yang lebih luas bahkan juga bisa
terjadi di lingkungan atau tempat-tempat umum. Bahkan, dalam era digital saat ini,
memungkinkan pelaku bullying melakukan tindakannya melalui sosial media.7 Bullying dapat
terjadi bila ada pelaku, korban, dan saksi bullying berada di satu tempat dan situasi yang sama.
Ciri atau karakter dari pelaku bullying ialah mereka yang fisiknya besar dan kuat dalam arti ia
mempunyai kekuasaan dan kekuatan di atas korbannya.8 Pelaku bullying biasanya hidup
berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa disekolah, menempatkan diri di tempat
tertentu di sekolah atau sekitarnya, memiliki kepopuleran di sekolah. Karakter pelaku bullying
ini dapat ditandai dengan cara berjalannya yang angkuh, sering berkata kasar, menyepelekan,
Korban bullying biasanya memiliki ciri-ciri berfisik lemah, memiliki penampilan yang
berbeda dari yang lain, sulit bergaul, siswa yang kepercayaan dirinya rendah, secara akademis
terlihat kurang cerdas, keadaan ekonomi keluarganya rendah, bahkan seseorang yang menentang
adanya bullying di sekolah dapat menjadi korban bullying itu sendiri.10 Tidak hanya pelaku dan
korban bullying saja yang mengambil peran dalam kasus-kasus perundungan di sekolah,
melainkan adanya saksi dari tindakan bullying tersebut. Saksi bullying berperan serta dengan
cara: aktif menyoraki dan mendukung pelaku bullying, atau diam dan bersikap acuh tak acuh.
Seseorang yang menyaksikan tindakan bullying yang terjadi disekitarnya biasanya ikut menjadi
bagian dari tindakan bullying tersebut, mereka tidak membela korban dengan alasan takut
menjadi korban bullying dari pelaku tersebut. Saksi bullying juga biasanya bersikap pasif,
7
Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, Bullying (Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak), 13
8
Ibid, 14
9
Widya Ayu Sapitri, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, 18
10
Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, 17
3
mereka memilih diam dan tidak melaporkan karena takut menjadi korban perundungan
selanjutnya.11
Menurut Coloroso, perilaku bullying dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu
bullying secara fisik, bullying secara verbal, dan bullying secara elektronik (cyber bullying).
Bullying fisik melibatkan kontak fisik antar pelaku dan korban misalnya mendorong, memukul,
meludahi, berkelahi, mencakar, mengunci seseorang dalam ruangan, mengambil dan /atau
merusak barang dan tindakan lain yang terus berulang serta merugikan secara fisik. Bullying
verbal yaitu bentuk bullying ini tidak kasat mata namun dampaknya bisa dirasakan seperti
Bullying ini bisa menyebar ke unsur SARA, etnis, status ekonomi hingga orientasi sosial.
Bullying secara sosial yaitu menyebarkan rumor atau gosip yang belum pasti untuk mengajak
menjauhi seseorang. Lalu, cyber bullying merupakan bentuk perilaku perundungan yang
dilakukan melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, bahkan melalui sosial
media. Tindakan Cyber bullying ini yakni memberikan komentar jahat untuk menjatuhkan atau
menghina orang lain, mengancam, menyakiti dengan kata-kata yang diungkap di media sosial.12
Tindakan bullying biasanya dilakukan bagi anak yang memiliki cacat fisik atau difabel
seperti bibir sumbing, anak-anak yang pincang serta beberapa kelainan lain yang ada dalam diri
seorang anak. Di samping itu juga masih ada tindakan bullying terhadap anak yang berasal dari
keluarga miskin dan keluarga broken home (perceraian orang tua). Karena keadaan fisik dan
keadaan keluarganya, anak-anak itu sering dihina dan diperlakukan kasar oleh teman-temannya.
Perlakuan lingkungan sekitarnya membuat dia tertekan dan psikisnya terganggu sehingga
dampaknya pada korban yakni merasa tertekan dan mengalami depresi, dia malas bergaul
11
Ibid, 20
12
Widya Ayu Sapitri, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, 15-17
4
dengan teman-temannya, mulai melukai teman sebayanya dan sering mengeluarkan kata-kata
makian.
Bullying bukan tindakan normal dalam masa kanak-kanak. Tindakan ini berakhir buruk bagi
korban, saksi, bahkan pelaku bullying itu sendiri. Bahkan dampak tindakan ini dapat membekas
sampai anak tersebut menjadi dewasa. Dampak buruk bagi pelaku bullying ialah sering terlibat
dalam perkelahian, melakukan tindakan kriminal, dikeluarkan dari sekolah, dipandang sebagai
anak berkarakter buruk. Dampak bagi anak yang menyaksikan tindakan bullying ialah menjadi
penakut dan rapuh, sering mengalami kecemasan, serta rasa keamanan diri rendah. Korban
bullying lebih banyak mendapat dampak buruk akibat tindakan perundungan dibanding saksi
atau pelaku bullying tersebut. Dampak yang dialami korban ialah kecemasan, merasa kesepian,
rendah diri, tingkat kompetensi sosial yang rendah, depresi, menarik diri dari lingkungan sosial,
takut untuk bersekolah, kabur dari rumah, bahkan mengakibatkan bunuh diri.13
sekolah, keluarga menjadi faktor utama dalam menanamkan kepribadian pada anak. Kurangnya
kehangatan dan tingkat kepedulian orang tua terhadap anak, pola asuh orang tua yang keras
kepada anak, bahkan secara langsung perilaku orang tua terhadap anak tersebut mampu
mengaruhi perilaku anak tersebut, misalnya kekerasan yang dilakukan orang tua seperti,
membentak, memukul, memaki, menendang, dsb. Hal inilah yang mampu memengaruhi perilaku
anak menghadapi orang-orang di sekelilingnya. Selain keluarga, pergaulan juga menjadi faktor
utama yang memengaruhi anak-anak menjadi pelaku bullying. Anak yang bergaul dengan
sekelompok anak yang terbiasa melakukan perundungan dan kekerasan juga akan mempengaruhi
perilaku anak tersebut. mendapat pengakuan dan pujian dari teman-temannya membuat seorang
13
Andri Priyatna, Let’s End Bullying, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010) 4-5
5
anak dapat melakukan tindakan bullying untuk menunjukkan kekuasaan dan kekuatan yang ia
Sebagaimana penulis saksikan di salah satu Sekolah Dasar ( SD) Negeri di Desa Lololawa, di
mana beberapa anak melakukan perundungan atau bullying kepada teman mereka. Di SD Negeri
Lololawa, sebuah sekolah yang terletak jauh di pinggiran kota Gunungsitoli, memperlihatkan
tindakan dan perilaku bullying yang sering terjadi di kalangan perserta didik, baik yang
dilakukan teman sekelas maupun kakak kelas (senior). Tujuannya adalah agar para pelaku
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, terdapat praktek bullying yang dilakukan oleh teman
kelas maupun kakak kelas (senior). Tindakan bullying ini mereka alami lantaran teman-teman
dan kakak kelas mereka yang paling berkuasa dan mengalami kesulitan mengendalikan emosi.
Tindakan yang dilakukan yakni mengejek, mencemooh, mendorong, memukul serta penggunaan
tindak kekerasan lainnya. Bagi pelaku bullying, tindakan seperti itu merupakan hal yang
memiliki kekuasaan di sekolah. Namun bagi korban, perilaku bullying tersebut sangatlah tidak
namun juga pada kehidupan di luar sekolah. Akibat perbuatan ini, korban mengalami trauma
sehingga muncul keengganan untuk kembali ke sekolah serta mereka lebih suka menyendiri.
Sesuai pengamatan awal penulis di SD Negeri Lololawa, tindakan bullying yang sering
dilakukan yaitu secara fisik, di mana ada anak yang menendang temannya baik di kelas maupun
pada saat istrahat. Ada juga yang memukul, mengolok-olok, menonjok, mendorong dan
menggigit. Tindakan ini dilakukan oleh kakak kelas yang umumnya berbadan besar kepada adik-
14
Ibid, 6-7
6
adik kelas yang masih kecil. Secara verbal, teman-teman mereka sering berkata jorok,
Anak-anak korban bullying maupun anak-anak yang melakukan bullying perlu dilakukan
pendampingan. Orang tua dan pihak sekolah harus saling bekerja sama dalam mendampingi
pelaku dan korban bullying tersebut. Di dalam suatu sekolah, orang yang berperan penting dalam
mendampingi anak-anak yang menjadi pelaku maupun korban bullying adalah pendidik/ guru itu
sendiri. Guru PAK memiliki peran penting dalam melakukan pendampingan keamanan serta
memastikan bahwa sekolah tempatnya belajar menerima dia dan tidak melakukan bullying
terhadapnya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pendampingan psiko sosial karena
anak-anak berkembang dan hidup secara normal tidak hanya perkembangan fisiknya tetapi juga
perkembangan jiwa dan psikisnya. Untuk memulihkan kembali kondisi psikis atau jiwa anak
korban bullying, dibutuhkan pendampingan psiko sosial sampai jiwanya pulih kembali.
Pendampingan psiko sosial bermakna memberi pembinaan, pengajaran dan pengarahan sehingga
Psiko sosial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kondisi
sosial seseorang dengan kesehatan mental dan emosionalnya contohnya hubungan antara
ketakutan yang dimiliki seseorang terhadap bagaimana cara dia berinteraksi dengan orang lain
psikologis dan penanganan sosial, paduan ini menyatukan penanganan psikologis yang bertumpu
psiko sosial menaruh perhatian pada tingkah laku individu dalam lingkungan sosialnya.
7
Lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan karakter atau perilaku anak mulai dari cara
pandang seorang anak terhadap teman sebayanya bahkan ketika berbicara. Cara pandang seorang
anak terhadap orang lain yang mengalami keterbelakangan mental merupakan sebuah aib dan
juga sebagai sebuah lelucon sehingga mengakibatkan tindakan bullying. Seseorang yang telah
dirundung mengalami tindakan yang berbeda dari lingkungan sosialnya karena ia mengalami
phobia terhadap orang, ketakutan dan merasa minder sehingga anak tersebut membutuhkan
pendampingan.
Pendampingan psiko sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru, dan
merupakan cabang dan ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan
situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya, termasuk di dalamnya interaksi antar orang dan
hasil kebudayaannya.15 Pendekatan ini merupakan tindakan pertama yang dilakukan kepada
korban bullying untuk membantu mencegah dampak psikologis yang lebih buruk.
Adapun bentuk pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk menolong orang lain.
menumbuhkan dan mengutuhkan. Dalam hal ini, korban membutuhkan pertolongan serta
seseorang yang mampu memberikan nasehat serta bimbingan.16 Pendampingan psikososial ini
dapat dilakukan dengan memberi bimbingan konseling kepada korban bullying, mengintensifkan
pengajaran agama kepada anak tersebut, memulihkan anak tersebut dengan kegiatan-kegiatan
rohani, bahkan berkonsultasi dengan orang tua untuk memaksimalkan pendampingan bagi anak
15
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 3–5
16
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 9
17
Sofyan Willis, Remaja dan Masalahnya, (Bandung: ALFABETA, 2008) 134-136
8
Dari uraian di atas maka penulis memberi judul penelitian ini adalah “PERAN GURU PAK
Berdasarkan latar belakang di atas, pokok persoalan atau masalah diidentifikasi sebagai
berikut.
1. Bullying merupakan salahsatu penganiayaan dalam bentuk verbal, fisik, sosial dan
cyberbullying.
2. Tindakan bullying mengakibatkan gangguan psikologis dan sosial dalam diri korban.
7. Guru PAK memiliki peran dalam mendampingi anak-anak yang menjadi korban bullying
di sekolah.
Dari beberapa identifikasi masalah yang terdapat di atas, maka penulis membuat pembatasan
masalah atau fokus penelitian yaitu untuk mengkaji dampak tindakan bullying bagi anak-anak
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
9
2. Apa saja dampak tindakan bullying terhadap anak-anak korban bullying?
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dijelaskan diatas, tujuan dalam penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja bentuk bullying yang terjadi pada anak-anak.
2. Untuk mengetahui apa saja dampak tindakan bullying terhadap anak-anak korban
bullying.
bullying.
bullying.
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif. Penelitian
kualitatif menurut Bogman dan Taylor (dalam Moleong, 2006) adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
10
yang diamati. Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2006) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Kemudian menurut Moleong (2006) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian (misalnya perilaku,
persepsi, tindakan, dan lain-lain) secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.
Dalam penelitian ini penulis menghimpun fakta, menganalisis dan menginterpretasi data
Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
a. Lokasi
Populasi adalah terdiri dari unit atau elemen yang akan diselidiki, maka dalam penelitian ini
peneliti akan mengambil populasi dari korban bullying yang bertempat tinggal di Kecamatan
Jenis data yang dikumpulkan untuk dianalisis adalah data primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari informan penelitian. Sedangkan data sekunder hanya berfungsi sebagai pelengkap
data primer. Sumber data (informan) dalam penelitian ini diambil dengan teknik purposive
11
c. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya ialah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan
instrumen utama (Moleong, 2006). Atas pertimbangan inilah maka dalam pengumpulan data
1. Wawancara (interview), yaitu melakukan tanya-jawab atau dialog langsung terhadap para
informan yang telah ditentukan. Agar lebih terfokus maka digunakan pedoman wawancara.
2. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian, dengan
maksud memperoleh gambaran empirik tentang fokus penelitian. Teknik observasi ini dapat
mempermudah dalam menjelaskan keterkaitan dari fenomena yang diamati sehingga dapat
3. Studi dokumentasi; yaitu melakukan penelusuran dan penelaahan terhadap data yang
berkaitan dengan fokus penelitian yang telah terolah atau tersedia di SD Lololawa. Data
sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi ini berfungsi sebagai pelengkap data
Teknik analisis data sesuai dengan jenis penelitian ini yang merupakan penelitian kualitatif,
maka teknik analisis data yang digunakan ialah analisis kualitatif. Menurut Sieddel (dalam
Moleong, 2006), proses analisis data kualitatif terdiri dari: (1) mencatat yang menghasilkan
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya, (3) berpikir, dengan jalan membuat agar kategori
data itu mempunyai makna, (4) mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
12
Adapun teknik analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini ialah model
analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Hubermann (dalam Rohidi dan Mulyarto,
1992) dengan langkah-langkah analisis yaitu : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Langkah analisis data model interaktif dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara kepada informan
berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dan
pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan.
Kegiatan mereduksi data ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung.
c. Penyajian data. Data yang telah direduksi dan dianalisis disajikan dalam bentuk teks naratif
d. Penarikan kesimpulan atau verifikasi, ialah merupakan langkah terakhir dari analisis
kualitatif
BAB I PENDAHULUAN
2. Identifikasi masalah
3. Pembatasan masalah
4. Perumusan masalah
5. Tujuan penelitian
6. Manfaat penelitian
13
7. Metode Penelitian
8. Sistematika penulisan
1. Bullying
1. Gambaran umum
2. Hasil penelitian
3. Kesimpulan
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Yayasan Semai Jiwa Amini, Bullying (Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar
Wibowo Antonius, Penerapan Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah, Jakarta: UKI
Sapitri Widya, Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, Jakarta: Guepedia, 2020.
Priyatna Andri, Let’s End Bullying, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010.
Beek Van Aart, Pendampingan Pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Anggito Albi and Setiawan Johan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jawa Barat: CV JEJAK,
2018.
15