Anda di halaman 1dari 9

BULLYING

Bully yang artinya penggertak, dalam istilah bahasa Indonesia penindasan,


penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi.

Bullying merupakan serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun


verbal, yang dilakukan dalam posisi kekuatan yang secara situasional
didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri. Bullying
merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa
secara fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu
bisa dilakukan oleh kelompok atau individu. Pelaku mengambil keuntungan dari
orang lain yang dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek
nama, korban diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban.

Jenis-jenis Tindakan Bullying


Barbara Coloroso (2006: 47-50) membagi jenis-jenis bullying ke dalam
empat jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Bullying secara verbal
Perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam,
penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan
yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari
ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang
paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari
perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada
kekerasan yang lebih lanjut.
2. Bullying secara fisik
Yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar,
mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan
barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang
paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara
fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur
melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling
bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang
lebih lanjut.
3. Bullying secara relasional
Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara
sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat
mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan
mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek.
Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi
dari luar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa
remaja, karena saat itu terjadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual
remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan
menyesuaikan diri dengan teman sebaya.

4. Bullying elektronik
Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan
pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet,
website, chatting room, email, SMS, dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk
meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman
video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.
Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki
pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media
elektronik lainnya.

1. Ciri Orang yang Membullying


Menurut Ubaydillah (AN dalam e-psikologi.com), siswa/orang yang
mempunyai kecenderungan sebagai pelaku bullying umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
 Suka mendominasi anak lain.
 Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
 Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain.
 Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau
peduli dengan perasaan anak lain.
 Cenderung melukai anak lain ketika orang tua atau orang dewasa lainnya
tidak ada di sekitar mereka.
 Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai
sasaran.
 Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
 Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh
terhadap akibat dari perbuatannya.
 Haus perhatian.

2. Ciri Orang yang Dibullying


Sedangkan siswa/orang yang akan dijadikan atau menjadi korban bullying
biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Anak baru di lingkungan itu.
 Anak termuda atau paling kecil di sekolah.
 Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena
rasa takut.
 Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang
melakukan sesuatu karena takut dibenci atau ingin menyenangkan.
 Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain.
 Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah.
 Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak
mau menarik perhatian orang lain.
 Anak yang paling miskin atau paling kaya.
 Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah.
 Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah.
 Anak yang agamanya dipandang rendah.
 Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain.
 Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan tidak
berkompromi dengan norma-norma.
 Anak yang siap mendemonstrasikan emosinya setiap waktu.
 Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung.
 Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata.
 Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya.
 Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental.
 Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib
buruk).

Faktor Penyebab Bullying


Bullying dapat terjadi di mana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri,
sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying terjadi
karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban, dan
lingkungan di mana bullying tersebut terjadi. Dalam penelitian Riauskina, Djuwita,
dan Soesetio, (2005) alasan seseorang melakukan bullying adalah karena korban
mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi, balas
dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin
menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan
yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban laki-laki), dan iri hati
(menurut korban perempuan). Adapun korban juga memersepsikan dirinya
sendiri menjadi korban bullying karena penampilan yang mencolok, tidak
berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, bullying disebabkan karena saat ini remaja
di Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari sekolah akibat
kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit
bagi remaja untuk menyalurkan bakat non akademisnya penyalurannya dengan
kejahilan-kejahilan dan menyiksa. Budaya feodalisme yang masih kental di
masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab bullying sebagai wujudnya
adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus menurut sama yang atas.
1. Faktor keluarga
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering
akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan
negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep
diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut
mereka cenderung akan lebih dulu menyerang orang lain sebelum mereka
diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk
melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.
2. Faktor sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-
anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying
berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan
masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak
membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan
menghormati antar sesama anggota sekolah.
3. Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar
rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa
anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun
mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

E. Dampak Tindakan Bullying


1. Dampak negatif
Bullying memiliki dampak yang sangat buruk bagi seorang. Berikut ini
adalah beberapa dampak bullying di antaranya: prestasi belajar menurun, fobia
sekolah, gelisah, sulit tidur, gangguan makan, menyendiri, mengucilkan diri,
sensitif, lekas marah, agresif , bersikap kasar pada orang lain (contoh: pada kakak
atau adik bahkan orang tua), depresi, hasrat bunuh diri (data dari jepang
dinyatakan bahwa 10% korban bullying mencoba bunuh diri), rendahnya
kepercayaan diri/minder, dan merasa terisolasi dalam pergaulan.
2. Dampak positif
Dari dampak negatif di atas, ternyata bullying dapat mengakibatkan
dampak positif yaitu:
 Bullying bisa menjadi stresor positif bagi remaja yang kuat fisik dan mental
dalam menjalani hidupnya.
 Remaja yang terkena bullying akan termotivasi untuk berani membela
dirinya di hadapan orang lain, dapat membela temannya (berjiwa ksatria).
 Lebih proaktif dan tanggap akan permasalahan yang dihadapi.
 Timbul keinginan untuk belajar lebih giat (karena mendapat ejekan
masalah akademik).
 Timbul rasa setia kawan yang tinggi karena ada rasa peduli akan derita
teman.
 Bisa mengontrol emosi dengan baik.
 Lebih percaya diri karena merasa dirinya memiliki harga diri yang pantas
untuk dihargai dan dihormati (tidak mau disakiti).
 Meningkatkan keberanian berkomunikasi, menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam diri sendiri (introspeksi diri).
 Menjadi lebih dewasa dalam bersikap.
 Berusaha bangkit dan menjadi pribadi yang tanggung dan kuat secara fisik
dan mental.
 Berani menghadapi tantangan dan cobaan hidup.
 Lebih dekat dengan orang tua dan guru.
F. Upaya Mengatasi Bullying
1. Cara menghadapi tukang “bully”
Tatap mata mereka dan katakan pada mereka untuk berhenti. Jika
pengganggu semakin mendekat, letakkan tangan Anda seperti menghentikan
kendaraan saat menyeberang, ciptakan penghalang antara Anda dan si tukang
bully. Tataplah mata mereka dan katakan dengan tenang tapi tegas, “Cukup!
Kamu harus berhenti sekarang!” Jika mereka terus melewati batas atau terus
mengejek Anda berbagai cara, cukup ulangi kalimat Anda. “Hentikan! Aku ingin
kamu berhenti sekarang!” Jangan mengatakan atau melakukan apa pun selain
terus mempertahankan jarak Anda dan ulangi lagi.
Cara tercepat dan cara terbaik untuk mengakhiri intimidasi mereka adalah
dengan membela diri dan menyuruhnya dengan tegas untuk menghentikan
tingkahnya dan mengulanginya sampai mereka mendengarkannya.
Jangan merengek, cobalah untuk tidak menangis, dan tetap teguh. Mereka
akan bosan dan kehilangan minat ketika santai saja dan tidak memberi mereka
alasan apa-apa untuk mengganggu. Tidak ada yang lucu dengan berkata
“berhenti atau cukup.” Mereka tidak akan bisa mengejek jika terlihat kuat.
Tutup telinga. Jangan mendengarkan hal-hal yang dikatakannya atau
memasukkannya ke dalam hati. Mereka mengatakan hal-hal tersebut untuk
membuat Anda emosi, bukan karena itu yang mereka pikirkan, bukan karena itu
benar, dan bukan karena mereka mencoba untuk membantu Anda. Mereka
mencoba untuk membuat Anda terpuruk sebagai cara menaikkan posisi mereka
sendiri, karena mereka sebenarnya merasa tidak aman dan memiliki hati yang
lemah.
Pertahankan diri dengan cerdas. Jangan biarkan diri Anda terjebak dalam
sebuah situasi saling menghina dengan mereka. Anda akan hampir selalu kalah
jika beradu mulut satu lawan satu, bahkan jika Anda lebih jenaka, lebih lucu, dan
lebih cerdas (sebagaimana seharusnya Anda) sekalipun. Karena merekalah yang
merancang permainan ini. Jangan mencoba membalas dengan hinaan yang lebih
hebat yang hanya dapat membuat keadaan dirinya menjadi lebih buruk.
Abaikan tukang “bully” di dunia maya. Hal terbaik yang dapat Anda lakukan
untuk melawan pengganggu maya secara online adalah dengan mengabaikan
mereka. Jika seseorang melakukan bully kepada Anda secara online, apakah itu
melalui email, teks, Facebook, atau jejaring sosial lainnya, Anda harus melepaskan
diri dari pengganggu itu sebisa mungkin. Hindari tersedot ke dalam situasi saling
bertukar hinaan atau argumen melalui internet, terutama yang bersifat publik.
2. Solusi/upaya buat orang tua atau wali orang tua
A. Satukan persepsi dengan istri/suami. Sangat penting bagi suami-
istri untuk satu suara dalam menangani permasalahan yang dihadapi
anak-anak di sekolah. Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan
justru akan semakin tertekan. Kesamaan persepsi yang dimaksud
meliputi beberapa aspek, misalnya: apakah orang tua perlu ikut
campur, apakah perlu datang ke sekolah, apakah perlu menemui
orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah perlu lapor ke polisi.
B. Pelajari dan kenali karakter anak kita. Perlu kita sadari, bahwa satu-
satu penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang
memang punya karakter yang mudah dijadikan korban. Jalin
komunikasi dengan anak. Tujuannya adalah anak akan merasa cukup
nyaman (meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita
kepada kita sebagai orang tuanya ketika mengalami intimidasi di
sekolah. Ini menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk memonitor
apakah suatu kasus sudah terpecahkan atau belum.

3. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru


Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa
kejadian tersebut bukan kesalahannya. Bantu anak mengatasi rasa tidak nyaman
yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan
Anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak.
Jangan pernah menyalahkan anak atas tindakan bullying yang ia alami. Mintalah
bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu
mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah
mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan
masukan pihak lain.
Amati perilaku dan emosi anak Anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia
alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan
potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak
sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan
emosi atau fisik anak Anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda
yang ditunjukkan anak Anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang
tua/guru/pengasuh).
Binalah kedekatan dengan teman-teman anak. Cermati cerita mereka
tentang anak. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa. Minta bantuan
pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
4. Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying
Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama
ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Bekali
anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan
yang mungkin ia alami dalam kehidupannya Walau anak sudah diajarkan untuk
mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak
kekerasan, tetap beritahukan anak ke mana ia dapat melaporkan atau meminta
pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying).
Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus
berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang. Upayakan anak
mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang
yang lebih tua.
5. Penanganan buat anak yang menjadi pelaku bullying
Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa
tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga
ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas. Cari
penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan.
Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara
berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi
korban. Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresivitasnya yang berbeda.
Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
6. Cara paling ideal untuk mencegah terjadinya bullying
Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan
pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk
kemampuan untuk mengatakan tidak atas tekanan-tekanan yang didapatkan dari
teman/pelaku bullying. Sekolah meningkatkan kesadaran akan adanya perilaku
bullying (tidak semua anak paham apakah sebenarnya bullying itu) dan bahwa
sekolah memiliki dan menjalankan kebijakan anti bullying. Murid harus bisa
percaya bahwa jika ia menjadi korban, ia akan mendapatkan pertolongan.
Sebaliknya, jika ia menjadi pelaku, sekolah juga akan bekerja sama dengan orang
tua agar bisa bersama-sama membantu mengatasi permasalahannya. Memutus
lingkaran konflik dan mendukung sikap bekerja sama antar anggota komunitas
sekolah, tidak hanya interaksi antar murid dalam level yang sama tapi juga dari
level yang berbeda.
7. Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying
Kunci utama dari antisipasi masalah bullying adalah hubungan yang baik
dengan anak. Hubungan yang baik akan membuat anak terbuka dan percaya
bahwa setiap masalah yang dihadapinya akan bisa diatasi dan bahwa orang tua
dan guru akan selalu siap membantunya. Dari sinilah anak kemudian belajar
untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
8. Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying
Membekali anak dengan keterampilan assertive, sehingga bisa memberikan
pesan yang tepat pada pelaku bahwa dirinya bukan pihak yang bisa dijadikan
korba n.

Anda mungkin juga menyukai