Anda di halaman 1dari 22

Abstrak

Suatu bangsa yang miskin dan papa, mereka hanyalah akan kehilangan
kesejahteraannya, tetapi bangsa yang kehilangan kepribadiannya maka mereka
kehilangan segalanya. Pesan dari Imam Al-Ghozali ini sangat relevan dengan situasi
yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia pada masa kini. Dekadensi moral yang terjadi,
sebagai ekses negatif dari kemajuan teknologi informatika yang kini sedang melanda
kehidupan seluruh lapisan masyarakat, dapat mengancam kelangsungan bangsa ini,
sehingga bagaikan mendekati kehilangan kepribadiannya.
Gerakan Revolusi Mental melalui Pendidikan karakter merupakan solusi yang
dibutuhkan segenap masyarakat bangsa Indonesia. Upaya menanamkan
(internalisasi) dan membiasakannya (habituasi) dalam kehidupan sehari-hari
merupakan langkah tepat untuk membangun kokohnya kepribadian generasi muda.
Sehingga implementasi dari gerakan ini merupakan tindakan penting yang harus
segera diwujudkan, tentunya dengan berbagai perencanaan dan program yang
tersusun dengan mempertimbangkan segala yang diperlukan di lapangan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan ini di lapangan sangat membutuhkan
keterlibatan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal beserta seluruh civitas
akademika di dalamnya untuk mendukung penuh dalam mewujudkan suksesnya misi
membangun karakter bangsa.
Dengan keteladanan para pengelola Lembaga Pendidikan dari tingkat yang paling
rendah (Sekolah Dasar) sampai dengan yang paling tinggi (Perguruan Tinggi),
sekolah umum, kejuruan, maupun sekolah yang berlatar keagamaan, baik negeri
maupun swasta, sangat mendukung suksesnya pencapaian tujuan dari kebijakan ini
untuk mengembalikan kepribadian bangsa demi tercapainya cita-cita Generasi Emas
Indonesia.
Penelitian Kepustakaan (Library Research) ini dilakukan dengan tujuan untuk
menambah khasanah literasi, membangun kesepahaman tentang pentingnya revolusi
mental, dalam membangun karakter, jiwa, watak, prilaku para siswa sebagai generasi
muda yang nantinya akan menjadi penerus cita-cita bangsa dengan tetap berpegang
teguh pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam falsafah bangsa, sehingga dapat
lebih bijak menyikapi berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
kekinian, dengan tetap teguh pada kepribadian bangsa yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila.
Key words: Revolusi Mental, Karakter, Lembaga Pendidikan

i
1

A. PENDAHULUAN

Perkembangan dan kemajuan di segala bidang kehidupan pada masa


sekarang yang disebut sebagai jaman modern atau ultra modern, sangat
mempengaruhi karakter manusianya menjadi semakin egois, yang kemudian
memproklamirkan diri sebagai generasi milenial. Bersumber dari egoisme
berkembang sifat-sifat negatif seperti budaya sekularisme, pragmatisme,
hedonisme, egoistis, opportunistis, crossovermentality,dan unempathy1.
Jaman modern yang ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang kehidupan
manusia mulai dari agrikultura sampai informatika berkembang sedemikian
cepat, sehingga menimbulkan perubahan sosial yang luar biasa.

Tidak terkecuali, Indonesia juga mengalami perkembangan yang


sangat pesat di berbagai lini kehidupan, sehingga sangat terasa dampak
positif dan negatifnya modernitas, baik segi fisik material maupun mental
spiritual.Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur, sarana
transportasi, ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai matra laut, darat,
maupun udara, informatika, agrikultura, semuanya mengalami lompatan
kemajuan yang luar biasa. Namun demikian dampak negatif yang juga
mengiringinya tampak nyata seperti polusi semakin mengancam baik di darat,
laut, maupun udara, berbagai macam penyakit baru muncul dan tidak dapat
dihindari, dan bahkan berkembangnya teknologi persenjataan semakin
mengancam kelangsungan hidup umat manusia itu sendiri.

Demikian juga hubungan antar manusia dalam pergaulan sosial


banyak mengalami perubahan dan pergeseran nilai. Hal ini banyak
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi informatika yang menyebabkan semakin
mudah, luas, dan bebasnya anggota masyarakat terutama generasi
muda/milenial untuk mengakses segala informasi melintasi ruang dan waktu.
Sementara itu konten dari media sosial yang marak dalam kehidupan
masyarakat tidak selalu positif bahkan banyak yang bersifat negatif, merusak

1
Yadi Ruyadi, ‘Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya Lokal (Penelitian Terhadap
Masyarakat Adat Kampung Benda Kerep Cirebon Provinsi Jawa Barat Untuk Pengembangan
Pendidikan Karakter Di Sekolah)’, Proceedings of The 4th International Conference on Teacher
Education; Join Conference UPI & UPSI, November, 2010, 8–10.
2

mental generasi, dan mengacaukan situasi kehidupan masyarakat yang


sudah mapan.
Demikian juga mulai tampak adanya tanda-tanda meninggalkan
budaya lokal dan beralih ke budaya barat. Hal tersebut seperti dalam bidang
seni, fashion, hobby, selera makanan, dunia hiburan, bahasa, gaya hidup,
interaksi anak dengan orang tua, interaksi murid dengan guru yang semakin
kurang memperhatikan etika atau norma keindonesiaan.2.
Beberapa waktu terakhir, di daerah perkotaan maupun pedesaan,
sikap mendahulukan kepentingan pribadi, lebih mengemuka dibanding
dengan kepentingan orang lain (Individualistis). Sikap tersebut, perlahan tapi
pasti semakin menipiskan budaya gotong royong. Tergerusnya sikap disiplin
juga semakin tampak nyata. Peraturan akan ditaati hanya jika terdapat
ancaman hukuman. Mengingat semakin marak dan kuatnya indikator
perubahan karakter dan budaya masyarakat menuju budaya sekularisme,
pragmatisme, hedonisme, egoistis, opportunistis, crossover mentality, dan
unempathy, maka implementasi kebijakan revolusi mental sangat mendesak
untuk segera dilaksanakan secara berkelanjutan.
Subaweh3 memaknai ‘mental’ sebagai nama bagi segala sesuatu yang
menyangkut cara hidup cara berpikir, cara memandang masalah, cara
merasa, cara mempercayai/ meyakini, cara berperilaku dan bertindak. Mental
berkaitan erat dengan karakter dan budaya. Ketika mental dimaknai begitu
luas maka revolusi mental harus membongkar budaya yang selama ini sudah
tertanam kuat dan kini sebagian sudah hilang. Salah satu di antaranya adalah
budaya malu. Akhir-akhir ini budaya malu sepertinya sudah tercabut dari akar
budaya kita. Betapa banyak para pejabat yang tersandung kasus korupsi
dengan cerianya ketika diwawancarai media. Sedikit pun tak tampak rasa
bersalah, penyesalan atau malu. Begitu juga cara hidup para pejabat dan para
selebriti kita. Mereka adalah para panutan sekaligus idola. Pejabat dan
selebriti menjadi trend setter di negeri ini. Betapa konsumtifnya mereka, rumah
mewah dan mobil mewah bukan hanya yang mereka butuhkan sementara itu
yang selalu disaksikan masyarakat lewat media elektronik setiap hari.

2
Yadi Ruyadi.
3
Imam. Subaweh, ‘Revolusi Mental Itu Dimulai Dari Dalam Kelas.’, Dinas Pendidikan
Http://Pendidikan.Probolinggokab.g o.Id (Probolinggo: Dinas Pendidikan Kab. Probolinggo, 2014).
3

Menurut Kartadinata,4 sekadar rasa malu pun sakarang menjadi sangat


berharga dan sangat dirindukan bangsa Indonesia yang ingin menjadi bangsa
berperadaban tinggi. Malu, saat ini tak ubahnya permata nan indah yang perlu
digosok sehingga bernilai miliaran rupiah. Tanpa menggosok rasa malu
melalui revolusi mental, bangsa ini akan tetap menjadi “batu koral”,
berserakan tak berharga. Korupsi, kolusi, nepotisme, bahkan kejahatan
tradisional seperti mencuri, merampok, dan menipu dilakukan secara terang-
terangan bahkan dijalankan secara bersama-sama. Kecintaan terhadap harta
benda sangat dahsyat melebihi cintanya kepada kebenaran, bahkan melebihi
cinta kepada Tuhan. Maka, jika kondisi Indonesia seperti ini dibiarkan, derajat
bangsa Indonesia tidak akan pernah meningkat. Kita tetap menjadi negara
berkembang, terpuruk, terbelakang, menjadi konsumen, dikerjain bangsa lain,
dan selalu menjadi pecundang. Revolusi mental menjadi satusatunya jalan
mengubah bangsa yang bermental budak nafsu menjadi bangsa berkarakter
kuat, bermental baja, berderajat tinggi, dan taat terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
Secara umum Revolusi Mental adalah gerakan untuk merombak,
membangun, menggembleng mentalitas segenap bangsa Indonesia untuk
berkarakter asli bangsa yang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara kerja,
cara hidup, cara mempercayai, yang semuanya ini menjelma dalam perilaku
dan tindakan sehari-hari. Revolusi Mental terus berproses untuk menorehkan
capaian yang positif pada perubahan pada cara hidup bermasyarakat,
berbangsa,dan bernegara. Dengan dukungan empat pilar kebangsaan yaitu
Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI demi terwujudnya
cita-cita persatuan dan kesatuan yang menghadirkan kesejahteraan dan
pemerataan pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Mencermati berbagai indikator mengenai semakin ditinggalkannya
karakter yang baik dan bijak, seorang sosiolog Perancis, Emile Durkheim
(1858) dalam teorinya mengenai Struktur Sosial berpendapat bahwa,
modernitas memotivasi perasaan individualisme yang kaku dan berlebihan
sehingga mendorong para individu untuk anti sosial sampai kemudian

4
Sunaryo. Kartadinata, ‘Menelisik Jargon Revolusi Mental.’ (Bandung: Pikiran Rakyat Bandung,
2014).
4

menciptakan suatu keadaan yang disebutnya sebagai anomi, yaitu kondisi


dimana kurang adanya norma-norma yang mengatur atau hilangnya
kesadaran manusia untuk menaati norma-norma yang ada. Hal ini merupakan
sumber dari munculnya berbagai macam penyakit sosial di era milenium.
Keadaan anomi ini hanya dapat ditanggulangi dengan memperkuat
struktur sosial yang mendorong kohesi/kepaduan dan integrasi/penyatuan
seluruh kepentingan masyarakat beserta angggotanya. Menghadapi
permasalahan sosial di atas, beberapa pendapat Durkheim menunjukkan
bahwa masyarakat harus bekerja sebagai sistem sosial yang saling
tergantung sesuai dengan fungsinya masing-masing, dan agama memiliki
peran penting untuk menghambat anomi dalam mewujudkan solidaritas sosial
pada masyarakat manusia.5
Penerapan kebijakan revolusi mental pada kalangan Lembaga
Pendidikan Islam sangat penting dilakukan secara terus menerus dengan
tetap memegang prinsip kehati-hatian, untuk tidak menimbulkan suasana
ketersinggungan perasaan umat. Suatu Lembaga Pendidikan dengan basis
agama (seperti Lembaga Pendidikan Islam) tentunya sudah memiliki dasar
karakter religious yang cukup kuat sesuai yang diharapkan, akan tetapi
kenyataan dalam pergaulan masyarakat banyak ditemukan penerapan ajaran
agama yang tidak sesuai. Sementara itu di sisi yang lain masyarakat berharap
banyak terhadap Lembaga yang dimaksud dalam mendukung ketenangan,
keteraturan, dan kerukunan hidup dalam masyarakat.
Fenomena yang tampak terjadi di dalam kehidupan masyarakat,
ditunjukkan oleh adanya ketidaksesuaian antara idealitas dengan realitas
kehidupan beragama. Sementara itu sumbangan positif agama memiliki
dampak multidimensional bagi masyarakat dan penyelenggara kehidupan
berbangsa dan bernegara merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keteraturan kehidupan masyarakat, seperti pendapat yang
dikemukakan Emille Durkheim. Oleh karenanya masih sangat relevan jika
kebijakan revolusi mental diterapkan pada Lembaga Pendidikan Islam

5
Shaun jones, pip ; bradburry, liza; le boutillier, Pengantar Teori-Teori Sosial, ed. by Achmad fediyani
Saifudin, II (Jakarta: YAYASAN PUSTAKA OBOR INDONESIA, 2016).
5

sebagai ujung tombak penerapan Pendidikan karakter dalam implementasi


kebijakan revolusi mental.
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, kemudian dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apakah Tujuan dari Revolusi mental?
2. Bagaimanakah strategi implementasi kebijakan revolusi mental yang
tepat?
3. Mengapa kebijakan revolusi mental perlu diterapkan terhadap
Pengelolaan Lembaga Pendidikan?
6

B. LITERATURE REVIEW

a. Pengertian dan Implementasi Revolusi Mental.

Revolusi mental merupakan suatu gerakan pembangunan moral dan


etika kerja yang dilakukan secara komprehensif, integral dan holistik seluruh
komponen bangsa Indonesia melalui pemahaman, penghayatan, penerapan,
pengamalan atau implementasi nilai etika, agama, budaya, dan sosial
kemasyarakatan sebagai nilai-nilai dasar kehidupan individu dan nilai nilai
dasar Pancasila sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
sebagai warga negara, untuk menciptakan kreativitas dan inovasi kerja, dalam
persaingan globalisasi, kehidupan demokrasi sehingga menjadi bangsa yang
sejahtera dan aman.
Secara umum Revolusi Mental adalah gerakan untuk merombak,
menempa mentalitas segenap bangsa Indonesia untuk berkarakter asli
bangsa yang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara kerja, cara hidup, cara
mempercayai, yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan tindakan
sehari-hari. Revolusi Mental terus berproses untuk menorehkan capaian yang
positif pada perubahan cara hidup bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara.
Menurut Presiden Soekarno bahwa pengertian “Revolusi Mental
adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi
manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang
rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.” Dalam kehidupan sehari-hari,
praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau
bekerja keras, dan punya semangat gotong royong.” Gagasan pertama kali
pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat
revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek, padahal tujuan revolusi
untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya belum tercapai.
Sedangkan menurut Presiden Jokowi, revolusi mental mengandung arti
bahwa warga Indonesia harus menjiwai kepribadian asli bangsa yang
berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong, yang
dengan karakter itu membuat rakyat menjadi adil dan sejahtera. Perubahan
karakter bangsa menjadi akar masalah munculnya berbagai korupsi, kolusi,
nepotisme, etos kerja tidak baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidaksiplinan,
oleh karenanya diperlukan gerakan revolusi mental.
7

Gerakan Nasional Revolusi Mental merupakan implementasi kebijakan


pemerintah yang mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia No.
2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) periode 2015-2019. Kebijakan tersebut diperkuat dengan Instruksi
Presiden No.12 tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM) yang menetapkan 5 (lima) program, antara lain: Gerakan Indonesia
Melayani, Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan
Indonesia Mandiri, Gerakan Indonesia Bersatu. GNRM diharapkan dapat
berdayaguna untuk mempersiapkan generasi emas tahun 2045.
Sebagai sebuah Gerakan sosial yang memiliki skala nasional
memerlukan lembaga pelaksana yang dapat bergerak secara lebih efektif dan
evisien untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dan dicita-citakan. Oleh
Karena itu dibentuknya Badan Koordinasi Pelaksana Revolusi Mental
(BKPRM) mempunyai misi sebagai berikut :
 Menggali nilai-nilai Pancasila untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari dalam berbangsa dan bernegara.
 Mengkoordinasikan pembuatan kebijakan dalam pengamalan nilai-nilai
Pancasila di semua kementerian, lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.
 Melaksanakan transformasi nilai-nilai dasar Pancasila kepada setiap
bangsa Indonesia sehingga menjadi budaya.
 Merubah budaya yang tidak sesuai Pancasila dan mencegah
pengamalan budaya yang bertentangan dengan budaya bangsa
Indonesia.
 Memberi masukan dan saran kepada Presiden dan Wakil Presiden
dalam pelaksanaan Revolusi Mental.
 Mengampanyekan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan negara.
 Memandu masyarakat, birokrasi, parlemen, dan seluruh bangsa
Indonesia dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai sebuah gerakan sosial, pada prinsipnya Revolusi Mental
merupakan suatu gerakan untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih
baik. Oleh karenanya harus didukung oleh kebijakan politik (political will)
Pemerintah yang bersifat lintas sektoral dengan mendorong elaborasi serta
8

kolaborasi masyarakat, swasta, akademisi dan pemerintah. Dengan demikian


perlu program “gempuran nilai” (value attack) yang merupakan shock therapy
untuk selalu mengingatkan kepada masyarakat terhadap nilai-nilai strategis
bangsa dalam setiap ruang publik. Namun demikian agar program ini
ditangkap dan direspon semua kalangan, maka diperlukan desain program
yang mudah dilaksanakan (user friendly), dan menyenangkan (popular) bagi
seluruh segmen masyarakat, dengan mengembangkan nilai-nilai yang
terutama ditujukan untuk mengatur moralitas publik (sosial) dan bukan
moralitas privat (individual), serta
dapat dirasakan dampak dan manfaatnya oleh warga masyarakat.

b. Kebijakan Revolusi Mental Terhadap Pengelola Lembaga


Pendidikan Islam.
Reformasi yang dilakukan di Indonesia sejak 23 tahun yang lalu baru
sebatas perombakan yang sifatnya kelembagaan, belum menyentuh
pembentukan paradigma, mindset, atau budaya politik dalam rangka
membangun bangsa (nation building). Untuk membangun bangsa ini
dibutuhkan revolusi mental yang merupakan sebuah tindakan korektif
terhadap karakter manusia Indonesia sebagai bangsa untuk mencapai
keserasian sosial. Pada prinsipnya, Gerakan Nasional Revolusi Mental
menjadi sebuah gerakan yang harus terus didorong sehingga dapat berjalan
berkelanjutan dan memberikan efek perubahan pada kehidupan sosial
masyarakat yang lebih baik.
GNRM ini merupakan gerakan kemasyarakatan yang diinisiasi dan
dilakukan oleh kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat sipil. Oleh
karenanya kelompok-kelompok kemasyarakatan yang tergabung dalam
organisasi sosial keagamaan Islam khususnya (seperti Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, dan yang lainnya) dengan seluruh kemampuan dan
kekuatannya sangat diharapkan kehadirannya oleh masyarakat dan
pemerintah.
Seluruh agama tidak membenarkan bentuk aksi keras, meneror, atau
aksi lainnya yang menodai nilai-nilai kemanusiaan, merusak kerukunan dan
keharmonisan umat beragama. Pada kenyataannya Indonesia saat ini rawan
akan pecahnya konflik horizontal dipicu faktor agama. Akan tetapi, konflik
9

agama yang terjadi biasanya tidak murni dipicu faktor agama, biasanya itu
lebih kepada faktor non agama seperti faktor kesenjangan politik, sosial,
ekonomi dan lain sebagainya. 6
Pemerintah dalam hal ini lebih memposisikan diri mendorong,
memberikan stimulasi agar gerakan ini terus bergulir mulai dari tingkat pusat
sampai daerah-daerah seluruh pelosok wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Gerakan ini diharapkan dapat menjawab setiap permasalahan
karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur akan nilai-nilai luhur yang
telah dicontohkan oleh para pendiri bangsa.
Pendidikan merupakan pintu masuk yang paling strategis dalam
mewujudkan tujuan dari program gerakan revolusi mental. Pendidikan
memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk mental anak bangsa,
terutama dalam lingkup Pendidikan menengah dan tinggi yang sangat dekat
dengan persiapan tenaga kerja yang akan terlibat dalam program-program
pembangunan nasional.
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah
Menegah Kejuruan (SMK), dan Perguruan tinggi, pada khusunya yang berada
dalam lingkungan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) sangat diharapkan dapat
menjalankan gerakan Revolusi Mental di antaranya dengan mewujudkan
kampus yang bebas dari korupsi, bebas dari narkoba, bebas dari radikalisme,
bebas dari plagiarisme, dan sebagainya. Guru dan Dosen serta Pengelola
Lembaga Pendidikan Islam diharapkan dengan sungguh-sungguh
menanamkan nilai-nilai karakter seperti : Saling menghargai ( sopan santun,
saling menghargai, anti kekerasan, anti diskriminasi, kasih sayang ); Gotong
Royong ( tolong menolong, kerja sama, kerelawanan ), kepada para siswa
dan mahasiswa untuk melahirkan generasi penerus yang memiliki karakter
unggul untuk menghadapi persaingan global. Dalam kehidupan sehari-hari,
praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau
bekerja keras, dan punya semangat gotong royong.
Dalam hal ini peran siswa dan mahasiswa sebagai manusia dari sistem
Pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi dalam gerakan Revolusi

6
Toni Pransiska Faiqah, Nurul, ‘Radikalisme Islam Vs Moderasi Islam: Upaya Membangun Wajah
Islam Indonesia Yang Damai’, Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, 17 (2018).
10

Mental tentunya sangat diharapkan dengan kesungguhan, penuh semangat


dan antusias. Dengan kata lain, program tersebut adalah untuk membentuk
masyarakat Indonesia menjadi warga negara unggul berkarakter kebangsaan
yang mempunyai daya saing global menuju Indonesia maju.
Sebelum GNRM diarahkan kepada siswa dan mahasiswa, maka
seharusnya ditanamkan dan dibiasakan terlebih dulu kepada guru, dosen, dan
para pengelola Lembaga Pendidikan, khususnya pengelola-pengelola
Lembaga Pendidikan Islam (LPI), mengingat para guru, dosen, dan pengelola
Lembaga Pendidikan (LPI) sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
merupakan tokoh (figure) panutan para siswa dan mahasiswa. Sehingga
kepeloporannya sangat berarti/berpengaruh bagi keberhasilan pencapaian
tujuan dari gerakan ini.
Sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam Lembaga
Pendidikan Islam (LPI) kepeloporan mereka terhadap gerakan ini mutlak
diperlukan. Spirit Islam sebagai agama rahmatan lil alamin meletakkan dasar
karakter yang positif bagi mereka, sehingga dapat lebih efektif dan evisien
menginternalisasi dan menghabituasikan karakter yang baik dalam bentuk
integritas terhadap pekerjaan dalam lembaganya, memiliki etos kerja yang
tinggi, dan menunjukkan semangat gotong royong, serta budi pekerti yang
luhur kepada para siswa dan mahasiswa, disamping sebagai gempuran nilai
(value attack) terhadap nilai yang sudah terlanjur terserap melalui media
elektronik yang dengan begitu mudahnya diakses pada era digital neo modern
ini.
11

C. HASIL DAN DISKUSI


1. Hasil
Konsep moderasi beragama menjadi sangat penting karena sikap
tersebut akan mendorong kepada sikap beragama yang seimbang antara
pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan terhadap praktik
keagamaan orang lain yang memiliki keyakinan berbeda (inklusif).
Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama tersebut akan
menghindarkan seseorang dari sikap ekstrem yang berlebihan, fanatik dan
sikap revolusioner dalam beragama. Moderasi beragama adalah solusi
terhadap dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub ultra-konservatif atau
ekstrem kanan di satu sisi serta di sisi lain liberal atau ekstrem kiri.7
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita
permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti disorientasi dan
belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-
nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya
kemandirian bangsa.8
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter
sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemerintah menjadikan
pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan
nasional. Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat
berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
falsafah Pancasila”.9

Pembinaan karakter harus terus menerus dilakukan secara holistik dari


semua lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

7
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI., 2019).
8
Ismu Tri. Supinah. dan Parmi, Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Melalui
Pembelajaran Matematika Di SD. (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidi, 2011).
9
Supinah. dan Parmi.
12

Menurut Miftahudin,10 pendidikan karakter pada usia dini di keluarga bertujuan


untuk pembentukan, pada usia remaja di sekolah bertujuan untuk
pengembangan sedangkan pada usia dewasa di bangku kuliah bertujuan
untuk pemantapan. Tugas-tugas pendidik adalah menyediakan lingkungan
belajar yang baik untuk membentuk, serta mengembangkan dan
memantapkan karakter peserta didiknya.
Sejak karakter dimunculkan menjadi landasan utama pendidikan,
model pendidikan pesantren menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini
disebabkan karena pola pendidikan di pesantren dipandang telah mampu
membentuk manusia yang berkarakter lebih positif dibanding sekolah biasa.
Semisal model pendidikan pesantren Daarut-Tauhied Bandung dan model
pendidikan karakter di pesantren Gontor.
Model pendidikan karater pada usia anak-anak diberikan untuk
pembentukan karakter. Proses pembentukan dimulai dari pengenalan perilaku
baik dan buruk dan pembiasaan perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari.
Pada usia pra sekolah, pendidikan karakter efektif dilakukan oleh keluarga.
Oleh sebab itu, penting sekali bagi keluarga baru yang memiliki anak usia di
bawah lima tahun untuk memberi lingkungan belajar yang terbaik di rumah.
Orang tua harus meluangkan waktunya untuk mendidik anak-anak. Ibu yang
bekerja di luar rumah tidak disarankan mempercayakan sepenuhnya
pendidikan anak-anak usia dini kepada pembantu di rumah. Anak usia
sekolah (6-12 tahun) sudah mulai memasuki lingkungan di luar rumahnya,
anak akan lebih percaya dengan perkataan gurunya daripada orang tuanya
sendiri.
Pendidikan karakter anak usia Sekolah Dasar sangat efektif dilakukan
di sekolah. Lingkungan sekolah (guru dan siswa) memiliki peran yang kuat
dalam membentuk karakter anak. Remaja masih berada dalam tahap
pertumbuhan dan perkembangan. Remaja memiliki kepribadian yang masih
labil dan sedang mencari jati diri untuk membentuk karakter permanen.
Pendidikan pada usia remaja menjadi momen yang penting dalam

10
Miftahudin., ‘Implementasi Pendidikan Karakter Di SMK Roudlotul Mubtadiin. (Strategi Dan
Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa Di Tingkat Satuan Pendidikan)’ (Balitbang Kemendiknas,
2010).
13

menentukan karakter seseorang setelah dewasa. Lingkungan masyarakat


sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan penguatan karakternya.
Gerakan revolusi mental, menciptakan paradigma, budaya pendidikan,
dan pendekatan education building baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan
budaya nusantara, bersahaja, dan ber-kesinambungan. Revolusi mental
bukan hanya menyangkut masalah mindset tapi lebih dari itu adalah mengenai
jiwa dan kepribadian.
Dalam melaksanakan revolusi mental, kita dapat menggunakan konsep
Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963
dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat secara politik”, ”Indonesia
yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadian secara
sosial-budaya”.

2. Diskusi
Gerakan Revolusi Mental sebagai sebuah Kebijakan Pemerintah
Negara sangat berkait erat dengan pembangunan karakter bangsa, ibarat
seperti dua muka pada satu keping mata uang, keduanya tidak dapat
dipisahkan. Pada hakekatnya revolusi mental adalah upaya membangun
kembali watak dan kepribadian bangsa yang bermasalah, atau usaha
meluruskan yang dianggap keluar jalur kepribadian asli, akibat dari pengaruh
budaya yang negatif dari luar sebagai ekses negatif kemajuan perkembangan
teknologi informatika.
Semakin terbuka luasnya budaya asing masuk mempengaruhi watak,
sikap, dan perilaku anak-anak bangsa menjadikan sifat suka menolong
menjadi unemphaty, gotong royong menjadi individualistis, kebersamaan
menjadi egoistis, toleransi menjadi diskriminasi, dan lain sebagainya
mengakibatkan bangsa kehilangan kepribadiannya. Imam Al-Ghozali pernah
mengatakan “ Suatu bangsa yang miskin dan papa hanya akan kehilangan
kesejahteraannya, tetapi bangsa yang kehilangan kepribadiannya maka
mereka kehilangan segalanya”.11

11
Iwan Al-Ghazali, Kurniawan, Al-Ghazali (9 Risalah), ed. by Ariel B Iskandar, I (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2010).
14

Demikian pentingnya kepribadian bagi bangsa Indonesia, sehingga


upaya memperbaiki, membangun, dan menjaganya dituangkan dalam
berbagai bentuk peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-undang
Nomer 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditetapkan bahwa
tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya dengan
beberapa ciri-cirinya adalah beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggungjawab. Apabila kita mengamati lebih dalam, menurut
Undang-Undang tersebut manusia memiliki aspek yang terdiri dari dua bagian
tak terpisah. Aspek tersebut adalah aspek religius dan aspek sosial. Religius
berada pada wilayah ketaqwaan serta keimanan dan aspek sosial pada
bidang kecakapan, kemandirian, kewarganegaraan yang demokratis serta
bertanggung jawab. Sehingga usaha pembangunan manusia yang utuh
memerlukan sistem pendidikan yang benar.12
Diantara beberapa nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, ditemukan 18 nilai sebagai pembentuk karakter bangsa yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,
antara lain: 1. Religius 2. Jujur 3. Toleransi 4. Disiplin 5. Kerja keras 6. Kreatif
7. Mandiri 8. Demokratis 9. Rasa ingin tahu 10. Semangat kebangsaan 11.
Cinta tanah air 12. Menghargai prestasi 13. Bersahabat /Komunikatif 14. Cinta
damai 15. Gemar membaca 16. Peduli lingkungan 17. Peduli sosial 18.
Tanggung jawab. 13
Dengan demikian kehadiran pendidikan agama dan lembaga
pendidikan yang berbasis agama memiliki urgensi yang sangat tinggi dan
berada pada posisi yang sangat strategis, karena agama mengajarkan
hubungan baik antara sesama manusia dan antara manusia dengan
Tuhannya. Sementara itu, dalam Lembaga Pendidikan Islam karakter dasar
yang telah dimiliki oleh para Pengelolanya perlu semakin dimantabkan agar
dapat menjadi tauladan bagi orang lain di sekitarnya, terutama bagi anak-
anak didiknya. Mengingat penanaman nilai yang baik adalah melalui cara

12
Yoke Suryadarma and Ahmad Hifdzil Haq, ‘Pendidikan Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali’, 2010.
13
Balitbang Pusat Kurikulum Nasional, Kementerian Pendidikan, Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa
(JAKARTA, 2010).
15

keteladanan yang dilakukan secara berulang-ulang/ pembiasaan (habituasi)


sehingga terbentuk budaya positif.
Seluruh kegiatan Pendidikan diharapkan selalu diarahkan untuk
melaksanakan program penanaman dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila,
norma-norma yang berlaku di masyarakat, pengetahuan tentang sejarah
kebesaran bangsa, simbol-simbol kewibawaan, kepahlawanan, persatuan,
kekeluargaan, kekesatriaan, serta berbagai gagasan serta mimpi atau cita-
cita untuk menjadi generasi muda yang unggul, secara terus menerus
ditanamkan ke dalam jiwa anak-anak dan disosialisasikan penerapannya
pada seluruh segi kehidupannya baik di lingkungan sekolah, masyarakat,
serta di lingkungan keluarga. Sehingga terbentuk kepribadian yang kuat
melekat atau menyatu dibawa kemanapun dan pada situasi bagaimanapun
mereka berada, baik pada saat usia sekolah maupun pasca sekolah ketika
menghadapi segala permasalahan, ketika hidup dalam berbagai bentuk
lingkungan kehidupan masyarakat. 14
Sementara itu Pendidikan Karakter memiliki fungsi-fungsi
Pengembangan, Perbaikan, dan Penyaring, yang dimaksud antara lain
adalah:
1. Mengembangkan potensi sehingga menjadi pribadi yang memiliki perilaku
baik
2. Memperbaiki dan mengembangkan potensi yang telah dimiliki sehingga
menjadi lebih baik dan bermartabat
3. Menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dijiwai oleh
Pancasila.15
Selain fungsinya yang sangat penting, Pendidikan Karakter memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif anak didik yang bernilai
budaya dan berkarakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan tingkah laku yang baik dan terpuji
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang

14
Muhammad Syawaludin, ‘Alasan Talcott Parsons Tentang Pentingnya Pendidikan Kultur’, Nhk技研,
151 (2015), 10–17 <https://doi.org/10.1145/3132847.3132886>.
15
Nasional, Kementerian Pendidikan.
16

religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab sebagai
generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan anak sehingga mampu menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai tempat belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta diliputi rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan /dignity.16
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87/2017, Penguatan
Pendidikan Karakter memiliki tujuan:
a. membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas
Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang
baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan;
b. mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan
pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan
bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui
pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan
keberagaman budaya Indonesia
c. merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga
kependidikan, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam
mengimplementasikannya.17
Penguatan Pendidikan Karakter dilaksanakan dengan menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai
religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan bertanggungiawab.
Penguatan Pendidikan Karakter dilakukan dengan menggunakan
prinsip sebagai berikut:

16
Nasional, Kementerian Pendidikan.
17
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017, ‘PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK
INONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017’, 2017 <http://setkab.go.id/wp-
content/uploads/2017/09/Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf>.
17

a. Berorientasi pada berkembangnya potensi Peserta Didik secara


menyeluruh dan terpadu
b. Keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-
masing lingkungan pendidikan
c. Berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam
kehidupan sehari-hari
Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Karakter dalam kegiatan
Ekstrakurikuler merupakan penguatan nilai-nilai karakter dalam rangka
perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan
kemandirian Peserta Didik secara optimal. Kegiatan Ekstrakurikuler meliputi
kegiatan krida, karya ilmiah, latihan olah bakat/olah minat, dan kegiatan
keagamaan, serta kegiatan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan Gerakan Revolusi Mental melalui strategi pembangunan dan
perbaikan karakter bangsa yang didukung oleh kesadaran seluruh anggota
masyarakat untuk mewujudkannya diharapkan dapat mendukung
terwujudnya kehidupan bangsa yang aman dan damai penuh toleransi, seperti
yang difirmankan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Qashah ayat 77, yang berbunyi:
ُ ‫ٱلد ْن َيا ۖ َو َأ ْحسن َك َم ٓا َأ ْح َس َن ه‬
‫ٱَّلل‬
ُّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َّ ُ ‫َ ٓ َ َ ٰ َ ه‬ َْ
‫َوٱبت ِغ ِفيما ءاتىك ٱَّلل ٱلدار ٱلء ِاخرة ۖ وَل تنس ن ِصيبك ِمن‬
ِ َْ ِ َ َ َْ َْ ََ َ َْ
َ ْ ْ ُّ ُ َ َ ‫َّ ه‬ ْ ‫ٱْل‬
‫ب ٱل ُمف ِس ِدين‬ ‫ض ۖ ِإن ٱَّلل َل ي ِح‬ ِ ‫ر‬ ‫ِإليك ۖ وَل تب ِغ ٱلفساد ِف‬
Wabtagi fīmā ātākallāhud-dāral-ākhirata wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā
wa aḥsing kamā aḥsanallāhu ilaika wa lā tabgil-fasāda fil-arḍ, innallāha lā
yuḥibbul-mufsidīn

yang artinya:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
18

D. KESIMPULAN

Dari pemaparan yang telah dibahas melalui penemuan dan diskusi di


atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Revolusi mental merupakan suatu gerakan pembangunan moral dan


etika kerja yang dilakukan secara komprehensif, integral dan holistik
seluruh komponen bangsa Indonesia melalui pemahaman,
penghayatan, penerapan, pengamalan atau implementasi nilai etika,
agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan sebagai nilai-nilai dasar
kehidupan individu dan nilai nilai dasar Pancasila sesuai peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku sebagai warga negara, untuk
menciptakan kreativitas dan inovasi kerja, dalam persaingan global,
serta kehidupan demokratis, sehingga menjadi bangsa yang sejahtera
dan aman. Sedangkan sebagai sebuah gerakan sosial, pada
prinsipnya Revolusi Mental merupakan suatu gerakan untuk bersama-
sama menuju Indonesia yang lebih baik. Oleh karenanya harus
didukung oleh kebijakan politik (political will) Pemerintah yang bersifat
lintas sektoral dengan mendorong elaborasi serta kolaborasi
masyarakat, swasta, akademisi dan pemerintah.
2. Implementasi kebijakan revolusi mental sangat terkait erat dengan
pembangunan karakter bangsa melalui Pendidikan karakter dengan
berbagai macam bentuknya, baik yang terintegrasi dalam Pendidikan
akademik maupun yang lebih spesifik dalam berbagai Pendidikan
ekstra. Kehadiran pendidikan agama dan lembaga pendidikan yang
berbasis agama memiliki urgensi yang sangat tinggi dan berada pada
posisi yang sangat strategis, karena agama mengajarkan hubungan
baik antara sesama manusia dan antara manusia dengan Tuhannya.
3. Dalam Lembaga Pendidikan, karakter dasar yang telah erat menyatu
dalam jiwa kepribadian yang dimiliki oleh para Pengelola perlu semakin
dimantabkan agar dapat menjadi tauladan bagi orang lain di sekitarnya,
terutama bagi anak-anak didiknya dalam bentuk integritas terhadap
pekerjaan dalam lembaganya, memiliki etos kerja yang tinggi, dan
menunjukkan semangat gotong royong, serta budi pekerti yang luhur,
mengingat penanaman nilai yang baik adalah melalui cara keteladanan
19

yang selalu dilakukan berulang-ulang/pembiasaan(habituasi) dan terus


menerus(sustainable) sehingga terbentuk budaya positif.
20

Daftar Pustaka
Al-Ghazali, Kurniawan, Iwan, Al-Ghazali (9 Risalah), ed. by Ariel B
Iskandar, I (Bandung: Pustaka Hidayah, 2010)
Faiqah, Nurul, Toni Pransiska, ‘Radikalisme Islam Vs Moderasi Islam:
Upaya Membangun Wajah Islam Indonesia Yang Damai’, Al-Fikra:
Jurnal Ilmiah Keislaman, 17 (2018)
Islam, Khalil Nurul, ‘Moderasi Beragama Di Tengah Pluralitas Bangsa:
Tinjauan Revolusi Mental Perspektif Al-Qur’an’, KURIOSITAS, 13
(2020)
jones, pip ; bradburry, liza; le boutillier, Shaun, Pengantar Teori-Teori
Sosial, ed. by Achmad fediyani Saifudin, II (Jakarta: YAYASAN
PUSTAKA OBOR INDONESIA, 2016)
Kartadinata, Sunaryo., ‘Menelisik Jargon Revolusi Mental.’ (Bandung:
Pikiran Rakyat Bandung, 2014)
Kristiawan, Muhammad, ‘Telaah Revolusi Mental Dan Pendidikan
Karakter Dalam Pembentukkan Sumber Daya Manusia Indonesia
Yang Pandai Dan Berakhlak Mulia’, 2013
Miftahudin., ‘Implementasi Pendidikan Karakter Di SMK Roudlotul
Mubtadiin. (Strategi Dan Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa
Di Tingkat Satuan Pendidikan)’ (Balitbang Kemendiknas, 2010)
Nasional, Kementerian Pendidikan, Balitbang Pusat Kurikulum,
Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai
Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa
(JAKARTA, 2010)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017,
‘PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INONESIA NOMOR 87
TAHUN 2017’, 2017 <http://setkab.go.id/wp-
content/uploads/2017/09/Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf>
RI, Kementerian Agama, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI., 2019)
Subaweh, Imam., ‘Revolusi Mental Itu Dimulai Dari Dalam Kelas.’,
Dinas Pendidikan Http://Pendidikan.Probolinggokab.g o.Id
(Probolinggo: Dinas Pendidikan Kab. Probolinggo, 2014)
Supinah. dan Parmi, Ismu Tri., Pengembangan Pendidikan Budaya Dan
Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Matematika Di SD.
(Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu
21

Pendidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidi, 2011)


Suryadarma, Yoke, and Ahmad Hifdzil Haq, ‘Pendidikan Akhlak
Menurut Imam Al-Ghazali’, 2010
Syawaludin, Muhammad, ‘Alasan Talcott Parsons Tentang Pentingnya
Pendidikan Kultur’, Nhk技研, 151 (2015), 10–17
<https://doi.org/10.1145/3132847.3132886>
Yadi Ruyadi, ‘Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya
Lokal (Penelitian Terhadap Masyarakat Adat Kampung Benda
Kerep Cirebon Provinsi Jawa Barat Untuk Pengembangan
Pendidikan Karakter Di Sekolah)’, Proceedings of The 4th
International Conference on Teacher Education; Join Conference
UPI & UPSI, 2010, 8–10<http://file.upi.edu/Direktori/ Proceeding
/UPI-UPSI/2010/Book_3/

Anda mungkin juga menyukai