Anda di halaman 1dari 3

SABTU 29 APRIL 2023 | 8 SYAWWAL 1444 KORAN DIGITAL - REPUBLIKA.

ID

» REFLEKSI

Keringkihan Berbangsa
Bangsa ini tampak masih ringkih, ibarat rumput kering mudah terbakar.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir | Daan Yahya/Republika

■ Oleh HAEDAR NASHIR peringkat 130 dari 199 negara sedunia, berbudaya adiluhung.
terbawah di ASEAN. Indonesia berada di Para buzzer tampil ganas di media
peringkat 44 dari 63 negara dalam World sosial. Publik resah dengan para buzzer
Apa kabar Indonesia? Dari wujud luar rupiah alias berbayar. Ilmuwan tampil
Competitiveness Yearbook 2022 yang
menggembirakan. Apalagi ragad fisik dan
dirilis Institute for Management layak buzzer, bahkan ada yang
kemeriahan dunia politik.
Development (IMD). mengancam bunuh banyak orang.
Bila menyaksikan tampilan iklan para
World Population Review 2022 Perangai buzzer maupun warganet
tokoh di berbagai sudut kota untuk
menunjukkan data, nilai rata-rata IQ yang sejatinya bermuatan radikal oleh
kontestasi politik 2024, sungguh luar
penduduk di Indonesia dengan skor 78,49 sebagian pihak dianggap ringan, yang
biasa!
Indonesia tampil megah. Laksana menempatkan Indonesia pada posisi 130 penting meminta maaf, lebih-lebih di
negara gemah ripah loh jinawi. Apalagi dari total 199 negara, tidak jauh dari bulan Lebaran. Seringan itu persoalan
dengan proyek-proyek raksasa. Timor Leste dan Papua Nugini. moral dan sikap tak bertanggung jawab
Para elitenya ceria dan sangat populis Jangan ditanya indeks korupsi, mantan di negeri ini!
kalau dekat pemilu, tiada raut muka berat terpidana korupsi bisa jadi pahlawan di Problem Nilai
beban sarat masalah kebangsaan. Apalagi negeri ini. Apalagi soal keadaban Di balik sejumlah karut marut
berkerut wajah soal utang luar negeri dan bermedsos, memprihatinkan. kebangsaan yang menjadi ironi di negeri
sumber daya alam yang terkuras tuntas. Microsoft tahun 2020 merilis orang ini, sejatinya ada problem nilai
Wajah Indonesia lainnya seolah Indonesia terendah digility atau fundamental yang mengalami erosi,
paradoks. Indeks Pembangunan Manusia kesopanannya di ASEAN. Padahal bangsa distrorsi, devaluasi, dan disintegrasi.
(Human Development Index) Indonesia di ini selalu mendengungkan keramahan Agama, Pancasila, dan kebudayaan
luhur bangsa yang menjadi sumber nilai situasi krisis, di mana nilai-nilai yang salah, malah ada yang diperlakukan
utama bangsa Indonesia masih belum semestinya menjadi pegangan kita hidup seperti sang hero.
mewujud secara masif dalam keselarasan berbangsa dan bernegara, ini mengalami Pola pikir menghadapi masalah tidak
dan konsistensi tindakan yang satu nilai terkoyak,” ujarnya tegas jarang salah kaprah. Jika ada satu
mencerdaskan, mencerahkan, dan (Kompas, 27/4/2023). peristiwa akibat ulah pelaku onar
memajukan keadaban hidup kolektif. Keterkoyakan nilai itu tentu kemudian muncul reaksi yang
Verbalitas ketiga nilai mendasar itu mempengaruhi perilaku berbangsa dan menimbulkan kegaduhan,
memang hidup bersemarak, tapi bernegara, yang berakar pada banyak kecenderungannya kegaduhan itulah
kehilangan aktualisasinya yang kokoh di sebab serta manifestasinya. yang dipersoalkan. Sumber keonarannya
tubuh elite dan warga. Tidak mungkin Mochtar Lubis (1977) menunjuk pada diabaikan atau disamakan posisinya
korupsi, kekerasan, kerendahan etika, watak orang Indonesia yang munafik atau dengan reaksinya.
dan keliaran perilaku di ruang publik hipokrit, enggan bertangggung jawab Lalu pesannya klise, jangan gaduh.
maupun media sosial jika nilai agama, atas perbuatannya, bersikap dan Lupa bahwa kegaduhan itu ada pemicu
Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa berperilaku feodal, percaya takhayul, utamanya, yakni aktor dan perbuatan
berfungsi manifes. erotik, dan lemah karakter. yang meresahkan.
Nilai sebagai pola bagi perilaku (mode Temuan senada juga dilakukan Lebih parah, dalam relasi aksi dan
for action) sekaligus pola dari perilaku Koentjaraningrat (1974), yang reaksi maka reaksi itulah yang
(mode of action) yang hidup di dunia menunjukkan mentalitas lemah orang disalahkan. Adapun sebabnya berlalu
nyata; kemudian melahirkan martabat Indonesia akibat revolusi, penjajahan, begitu saja. Inilah bentuk kerentanan
berpikir, bersikap, dan bertindak nan dan sistem sosial budaya yang rentan. berpikir ala Indonesia yang ingin harmoni
utama di tubuh bangsa ini. Kelemahan-kelemahan mentalitas yang dan alergi konflik secara salah kaprah.
Berbagai ujaran kebencian, caci maki, terstruktur oleh sistem yang ringkih itu Pada saat sama menoleransi sumber
menghasut, merendahkan, permusuhan, tampaknya masih hidup di tubuh pemicu rusaknya harmoni dan terjadinya
serta perangai tak pantas merebak di sebagian elite dan warga bangsa! konflik.
media sosial tanpa kendali etika dan Situasi Rentan Negara atau pemerintah tidak hadir
moralitas luhur. Untuk menghindar dari Kelemahan nilai dan mentalitas yang sebagai pemecah masalah dan pemersatu
jeratan Undang-Undang Informasi dan mengidap di tubuh bangsa Indonesia yang otoritatif. Bhinneka Tunggal Ika dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), mereka memang tidak dapat digeneralisasi. Kini sila Persatuan Indonesia lebih banyak
piawai memainkan kata dan cara meski mungkin telah terjadi perubahan- disuarakan menjadi nilai normatif semata,
isinya berisi ujaran-ujaran buruk. perubahan baru ke arah yang lebih maju tidak menjadi nilai manifes dalam
Makin canggih penguasaan teknologi dan positif, terutama pada generasi kehidupan berbangsa-bernegara.
informasi, kian cerdik manusia muda. Negara Indonesia itu Berketuhanan
bersimulakra yang muaranya menebar Namun ketika dihadapkan pada Yang Maha Esa serta keberadaan agama
onar, hasud, dengki, dan keliaran. Bila sejumlah kasus, kejadian, peristiwa, dan dijamin konstitusi. Namun manakala
perlu usai itu minta maaf dengan ringan masalah kebangsaan bagaimana terjadi negara mengambil kebijakan yang
sambil mencari dalih pembenar. akhir-akhir ini tampak nyata kelemahan memihak pada satu mazhab, golongan,
Di tubuh bangsa ini sedang terjadi mentalitas itu. Antara lain sikap tak dan pandangan tertentu terutama yang
perilaku permisif dan ambivalensi standar bertanggungjawab secara murni. bersifat perbedaan atau ikhtilafiyah,
nilai. Para buzzer dan pembikin keonaran Bangsa ini tampak masih ringkih, maka yang terjadi kontroversi.
sering ditoleransi dan leluasa ibarat rumput kering mudah terbakar. Negara ikut memproduksi masalah.
menyebarkan virus kepremanannya tanpa Kehilangan rasionalitas dan mentalitas Fungsi wasit dan adil menjadi hilang dari
kontrol kuat dari publik dan tindakan dewasa. Ilmuwan pun tidak menunjukkan negara dalam mengatasi perbedaan dan
cepat institusi otoritatif. keluhuran akal budi, ilmunya tak merekat persatuan.
Kalau pihak lain yang melakukan mencerahkan nalar dan perangainya. Dari kuasa negara yang tidak objektif
keonaran di ruang publik dengan mudah Insan dewasa nan berilmu mestinya itulah lahir arogansi intelektual yang
dicap radikal dan dihujat untuk segera tahu membedakan benar-salah, baik- bersenyawa dengan dominasi paham
ditindak serta diproses hukum. buruk, pantas-tidak pantas sehingga tidak keagamaan yang menghasilkan persekusi
Sementara bila pelaku onar itu datang berkata dan bertindak onar atau verbal dan nonverbal (mihnah) serta
dari kalangan sendiri dengan ringan anarkistis. Bilamana salah dan rezimentasi agama.
dimintakan maaf dan kasusnya ditutup menimbulkan keonaran semestinya Adapun para elite negeri makin sibuk
buku. Ibarat adagium, “Masuk ke mulut segera mengakui secara kesatria tanpa dengan dirinya, terutama memasuki
dimuntahkan, tiba di perut dikempiskan”. mencari pembenaran. kontestasi politik tahun 2024. Pemilu
Agama dan kehidupan beragama serta Publik pun seyogianya tidak memang niscaya dan menjadi agenda
Pancasila dan kehidupan berpancasila melakukan pembelaan, hanya karena politik yang penting bagi bangsa
maupun berkebudayaan luhur bangsa yang bersangkutan berasal dari kaumnya. Indonesia.
kehilangan orientasi dan fungsi nyata Institusi-institusi yang terkait atau Namun, manakala kesibukan dari hari
dalam mengarahkan perilaku manusia otoritatif pun segera bertindak ke hari terfokus pada kursi kekuasaan
Indonesia. Nilai kemanusiaan dengan sebagaimana mestinya tanpa menunggu dan abai pada masalah-masalah krusial
dasar Ketuhanan pun mulai mengalami kegaduhan. kebangsaan, maka di situlah titik-titik
peluruhan. Mentalitas lemah yang bersenyawa rawan kehidupan bernegara. Para elite
Menurut Sukidi Mulyadi, pemikir dengan sistem yang sama lemahnya, hanya memikirkan bagaimana
kebinekaan lulusan Harvard yang akhirnya membuahkan daur ulang mempertahankan dan melangsungkan
juga kader Muhammadiyah, mestinya kesalahan demi kesalahan dalam kekuasaan secara mati-matian. Elite
nilai ketuhanan menjadi pondasi kehidupan berbangsa. Tiada efek jera, lainnya terkonsentrasi merebut dan
bernegara dan bermasyarakat. Namun, para pelaku onar dan korupsi pun usai menduduki kekuasaan.
“Itu harus selalu diingatkan di tengah menjalani hukuman seolah tiada beban Lahirlah kevakuman kepemimpinan
dan penyalahgunaan kekuasaan dalam memecahkan masalah (problem solving) (public-good) di tubuh bangsa. Hasil
beragam bentuk. Politik dan kekuasaan dan menegakkan kebajikan umum akhirnya kehidupan kebangsaan dan
menjadi kehilangan fungsinya dalam kenegaraan di negeri ini menjadi ringkih!

Anda mungkin juga menyukai