MUNDUR
ATAU
TERUS
M. AMien RAis
RISAL AH KEBANGSA AN
P I L I H A N B U AT PA K J O KOW I
MUNDUR
ATAU
TERUS
M. AMien RAis
RISALAH KEBANGSAAN
MUNDUR
ATAU TERUS
Penulis:
M. Amien Rais
Editor:
Fernan Rahadi
Desain Sampul:
Marochin
Lay out:
Marochin
Penerbit:
DA Press
RISALAH KEBANGSAAN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
BAB 1 BANGSA INDONESIA DIBELAH .................................................... 3
BAB 2 MEMBERI ANGIN KEBANGKITAN
KOMUNISME ............................................................................................... 5
BAB 3 POLITIK LEBENSRAUM CHINA ..................................................... 11
BAB 4 OTORITERISME MAKIN PEKAT ..................................................... 17
BAB 5 OLIGARKI MAKIN SUBUR ................................................................. 21
BAB 6 TUNDUK PADA MAFIA, TAIPAN,
DAN CUKONG ........................................................................................... 25
BAB 7 NEPOTISME TANPA ETIKA ............................................................. 33
BAB 8 EKONOMI SEMAKIN SURAM ......................................................... 37
BAB 9 PENGELOLAAN SDA YANG TERANG-TERANGAN
MENENTANG PASAL 33 UUD 1945 DAN
MENABRAK ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG ADA ................................................................................................... 49
BAB 10 PENDIDIKAN KARUT MARUT ..................................................... 57
BAB 11 KEGAGALAN REFORMASI KESEHATAN DAN
PENANGANAN COVID-19 .............................................................. 63
BAB 12 MENERAPKAN PSIKOLOGI KETAKUTAN .......................... 69
BAB 13 MASA DEPAN PAPUA BARAT DAN PAPUA ..................... 73
REKOMENDASI .................................................................................... 85
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 1
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Pendahuluan
P
ada 17 Agustus 2020 lalu bangsa Indonesia merayakan
Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ke-75 kalinya
(17 Agustus 1945-17 Agustus 2020). Sudah seharusnya kita
bangsa Indonesia melakukan kritik dan koreksi atas perjalanan
bangsa yang telah kita lewati secara jujur, berani, dan seobjektif
mungkin. Agar kita mampu melihat masalah-masalah nasional apa
saja yang perlu kita angkat ke permukaan, secara apa adanya.
Namun segera harus kita catat, bahwa risalah singkat ini
hanyalah mengemukakan puncak-puncak masalah. Tentu diperlu-
kan sebuah buku tebal bila kita ingin menyajikan telaah yang relatif
lengkap tentang kondisi bangsa Indonesia dewasa ini.
Saya sadar tidak ada satu analisa atau gagasan mengenai
apa saja, yang tidak menimbulkan sikap pro dan kontra. Saya tentu
siap menerima kritik, koreksi, dan bantahan serta masukan lain.
Bahkan dengan senang hati saya ingin melakukan diskusi terbuka
dengan siapapun tentang apa yang saya kemukakan secara terbuka.
Demokrasi sejati selalu membuka lebar keran pertukaran
gagasan supaya muncul pilihan-pilihan alternatif bagi seluruh anak
bangsa. Pilihan yang bersifat pro bono publico, pilihan yang
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
2
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 1
Bangsa Indonesia
Dibelah
S
ejak Jokowi jadi presiden pada periode pertama (2014-
2019) dan diteruskan pada periode kedua sampai sekarang,
perkembangan politik nasional bukan semakin demokratis,
tetapi malahan kian jauh dari spirit demokrasi.
Tidak berlebihan bila dikatakan hasil pembangunan politik
di masa Jokowi telah memecah belah persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kecurigaan dan ketakutannya terhadap umat
Islam yang bersikap kritis dan korektif terhadap rezim begitu jelas
kita rasakan.
Kriminalisasi dan demonisasi, serta persekusi terhadap para
ulama yang ber-amar ma’ruf dan ber-nahi munkar telah menjadi
rahasia umum.
Sebagai presiden seharusnya Jokowi berpikir, bekerja, dan
terus berusaha supaya tidak jadi pemimpin partisan: membela
sekitar separuh anak bangsa dan menjauhi, bahkan kelihatan
memusuhi sekitar separuh anak bangsa lainnya. Politik partisan
semacam ini tidak bisa tidak, cepat atau lambat membelah bangsa
4 PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 2
Memberi Angin
Kebangkitan
Komunisme
A
da fenomena yang memprihatinkan bagi banyak orang
yang berpikir kritis dan mengikuti perkembangan ko-
munisme internasional mutakhir. Mengapa? Mereka
prihatin karena banyak tokoh pendukung rezim yang berusaha
meyakinkan masyarakat bahwa PKI sudah mati dikubur, dan
komunisme sudah tidak laku lagi. PKI sudah jadi hantu. Juga tidak
ada lagi negara yang masih menerapkan komunisme, marxisme,
dan leninisme.
Para komunis malam yang berupaya meyakinkan masyarakat
bahwa komunisme sudah jadi bagian sejarah masa lalu lupa bahwa
di zaman internet sekarang ini seluruh informasi global di bidang
apa saja sudah sangat mudah diakses oleh setiap orang. Mereka
buta bahwa RRC yang menjadi junjungan beberapa oknum dalam
rezim Jokowi pada hakikatnya merupakan kekuatan komunisme
internasional yang paling dahsyat.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
6
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
2014), yang mendedikasikan kehidupan akademiknya sampai
puluhan tahun untuk mendalami ideologi komunisme. Ia mencatat
jumlah pelenyapan manusia (democide atau genosida) oleh kaum
komunis sebagai berikut:
RISALAH KEBANGSAAN
menyatakan tidak ada lagi negara yang berhaluan komunisme
adalah puncak kebohongan politik. Paling tidak ada enam negara
komunis sejati yang masih berpegang teguh pada komunisme,
marxisme, dan leninisme dengan nuansa perbedaan di sana-sini,
yakni China, Vietnam, Korea Utara, Laos, dan Kuba. Dua di antaranya
bahkan berkekuatan nuklir, China dan Korea Utara. Dan jangan
lupa, China makin lama makin jadi kiblat ideologi, politik dan
ekonomi buat rezim Jokowi. Sementara Rusia, yang keenam,
mengalami kambuh massal bernostalgia kembali ke komunisme.
Kekuatan-kekuatan komunis malam di Indonesia, dengan
difasilitasi oleh sebuah partai besar di DPR RI dan berkoordinasi
dengan rezim Jokowi membuat rancangan UU Haluan Ideologi
Pancasila, yang seperti kita ketahui telah memantik reaksi sangat
luas dari kalangan umat Islam.
Kita saksikan sebagian besar umat Islam, yang merupakan
mayoritas bangsa Indonesia, telah bersikap seragam, “cabut RUU
HIP, titik.” Umat Islam dengan pengetahuannya, firasatnya, dan
pengalamannya berkesimpulan bahwa di balik RUU itu adalah
strategi comeback-nya PKI dengan dukungan utama datang dari
PKC.
Bukan saja para kader partai besar yang berkuasa dewasa ini
di negara kita telah sering melakukan saling-kunjung dengan PKC
di markas besar atau kantor pusat masing-masing. Tetapi juga
sebagian ulama vokal yang populer di medsos juga sudah
berkunjung ke markas PKC di Beijing, difasilitasi oleh rezim Jokowi.
Sepulang dari Beijing, beberapa ulama ini ditanya oleh
temannya, mengapa antum tetap pergi ke RRC, padahal Habib
Rizieq Shihab sudah melarang. Jawabannya, memang, tetapi hikmah
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
10
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 3
Politik Lebensraum
China
D
engan memberikan angin kencang buat kebangkitan
komunisme, Presiden Jokowi mungkin tidak menyadari
bahwa RRC sesungguhnya sedang menjalankan politik
Lebensraum, yakni politik ekspansionisme untuk secara perlahan
menguasai negara-negara di Asia Tenggara, yakni Filipina, Vietnam,
Brunei dan Indonesia, serta Taiwan yang dianggap bagian integral
wilayah RRC.
Tidak perlu diragukan bahwa Xi merupakan tokoh besar
komunisme China dan telah diberi kesempatan memimpin China
seumur hidup. Kini ia sedang berusaha keras membangun Pax-
Sinica. Xi dan para kameradnya di PKC membayangkan China akan
menggenggam supremasi atau hegemoni dunia, dan salah satu
cara yang paling efektif adalah dengan membangun dua jalur sutera,
di darat lewat One Belt, di laut dengan One Road (OBOR). Mencapai
keunggulan dunia lewat supremasi ekonomi.
Gagasan ini mula-mula dilontarkan oleh Xi pada 2013, tetapi
pada 2016 nama One Belt One Road Strategy diubah menjadi BRI
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
12
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
siang-malam terus mendominasi pikiran seseorang. Obsesi Jokowi
itu menjadi kemauan Jokowi agar dua pelabuhan dijadikan hub
internasional, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara, di
Selat Malaka, dan pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Dananya
“hanya” 5 sampai 6 miliar dolar AS.
Seorang pengamat menyatakan bahwa Jokowi sungguh
gegabah mencoba mengawinkan tol laut Indonesia dengan Jalur
Sutra Laut China. Perkawinan yang tidak seimbang pasti me-
nimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. Kalau China berhasil
menguasai sekitar 20 pelabuhan Indonesia, maka secara de facto,
NKRI jatuh ke dalam cengkeraman China, karena “simpul-simpul
ekonomi ada di situ…!!”
Memang rada mengherankan, Jokowi yang memperoleh S1
dari Fakultas Kehutanan UGM tiba-tiba menjadi ahli kemaritiman,
dengan obsesi aneh di atas. Pasti ada kekuatan ekonomi dan politik
yang menekan Jokowi sehingga sangat bergairah menjadikan
Indonesia sekedar subordinat kepentingan ekonomi China.
Sementara itu aksi-aksi Lebensraum China di Laut China
Selatan melanggar Exclusive Economic Zones (EEZ) dari negara-
negara pantai (coastal states) ASEAN. Klaim China meliputi 80 persen
EEZ Vietnam, 80 persen EEZ Malaysia, dan 80 persen EEZ Borneo
yang menghadap ke laut China Selatan. Pengadilan PBB yang
mengatur batas pemilikan negara-negara pantai, berdasar United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), telah
menetapkan ketidaksahan kepemilikan China atas Laut China
Selatan.
Seluruh perairan di luar EEZ, menurut ICJ, adalah perairan
internasional dan tidak boleh diklaim oleh China. Namun peme-
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
14
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Jangan dilupakan, penduduk China perantauan (diaspora China)
yang hidup di Indonesia lebih banyak dari mereka lainnya yang
berada di luar Tiongkok.
Ketiga, dalam kenyataan dominasi China dalam ekonomi
Indonesia sudah sangat sulit direkonstruksi, bahkan cukup banyak
pebisnis China yang sangat jemawa dan memandang bangsa
Indonesia sebagai bangsa inferior. Dalam sebuah seminar terbatas,
ada pebisnis China yang cukup ternama menyatakan jangan pernah
penguasaan ekonomi orang China diungkit, apalagi diprotes-protes.
Kalau sampai terjadi proses politik yang menyudutkan mereka,
dalam hitungan menit, uang mereka bisa ditransfer habis ke
Tiongkok daratan. Seminar itu terjadi sekitar 22 tahun lalu, tatkala
electrical banking belum banyak dikenal di Indonesia.
Keempat, perlakuan istimewa buat TKA China, apalagi para
pebisnis China oleh pemerintah Jokowi memang sudah terlalu jelas
bagi rakyat Indonesia. Sang super minister di kabinet Jokowi pada
periode pertama dan masih super minister di periode kedua tanpa
malu menyatakan: “Kita dan China sedang mesra-mesranya. Kita
mesra dengan siapa saja yang bawa duit.” Sikap mental dan sikap
politik budak ini melicinkan proses Lebensraum China untuk
mencaplok Indonesia secara sistematik dan meyakinkan.
Kelima, tampaknya seluruh peta politik, ekonomi, dan
pertahanan dan segenap kehidupan nasional bangsa Indonesia
sudah dipahami China secara menyeluruh. Pada 1997, tiga orang
Indonesia bertamu ke markas Angkatan Darat China di Beijing.
Seorang berpangkat brigjen AD China menyatakan kurang lebih
pada tetamunya: “Silakan tanya apa saja tentang China, pasti saya
jawab. Tetapi saya tidak akan bertanya sama sekali tentang
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
16
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 4
Otoriterisme
Makin Pekat
I
ndonesia di zaman Jokowi tidak sendirian dalam membanting
demokrasi sehingga berubah esensi. Beberapa negara di Asia,
Amerika Latin, dan Afrika menunjukkan kemiripan dalam
menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis pada awalnya.
Tetapi tidak terlalu lama kemudian berubah jadi otoriterisme. Tak
terkecuali Indonesia. Hanya saja di Indonesia otoriterisme itu jauh
lebih parah.
Kita menyaksikan pada kuartal pertama ketika Jokowi
menjadi presiden, pada umumnya rakyat percaya akan ada berbagai
perbaikan signifikan bagi kehidupan rakyat Indonesia. Namun
harapan itu cepat kandas karena politik pencitraan (image building)
terus saja dilakukan oleh Jokowi sambil terus melancarkan janji-
janji sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang terdengar merdu di
telinga kebanyakan rakyat Indonesia.
Dalam literatur politik, Jokowi cukup lihai memainkan politik
yang penampilannya terlihat demokratis, tetapi substansinya
otoriter (democratic in form, authoritarian in substance). Pada kuartal
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
18
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
ketiga, tampak mantan wali kota Solo ini, yang dicitrakan oleh mesin
politik para pendukungnya sebagai salah satu dari lima wali kota
terbaik di muka bumi, lebih banyak berulah daripada berprestasi.
Demokrasi yang dijalankan menjadi demokrasi illiberal,
karena kebebasan berbicara, kebebasan berpendapat dan
berkumpul mulai dicurigai. Namun gaya populis Jokowi banyak
mengecoh rakyat. Sehingga media darling dari Solo ini tetap saja
populer, sekalipun hampir semua janji kampanyenya tidak menjadi
kenyataan.
Orang-orang yang berada di belakang keberhasilan Jokowi
menjadi presiden pada 2014 mampu membentuk citra Jokowi
sebagai demokrat populis. Namun citra sebagai demokrat populis
ini justru mulai membuat “kehebatannya” pelan-pelan meredup.
Jokowi terbuai dengan puja-puji para pendukungnya. Para
sycophants (penjilat) itu dapat meyakinkan mantan wali kota yang
“terbaik di dunia” itu bahwa dia memang benar-benar dicintai
rakyat. Sampai batas yang sangat jauh, dia yakin sehingga berani
menyatakan “Aku adalah Pancasila”.
Kebetulan untuk menopang persangkaannya yang keliru itu
Jokowi menemukan sejumlah sycophants yang memang diperlukan
bilamana seorang pemimpin sedang membangun otoriterisme.
Kita menyaksikan bukan saja di Indonesia, juga di negara lain,
seorang presiden atau pemimpin yang ingin menjadi seorang
otokrat pasti memerlukan pendukung-pendukung yang sudah
mematikan akal sehatnya. Namun di Indonesia dukungan itu
menjadi ekstrem. Dukungan yang diekspresikan dengan “pejah
gesang ndherek” bapak ini atau ibu itu. Slogan kosong makna ini
khas Indonesia.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 19
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Mudah-mudahan watak sycophancy itu bukan watak asli
bangsa Indonesia, tetapi sekedar watak artifisial yang dangkal,
sehingga tidak membuat bangsa Indonesia bangsa yang kerdil.
Hanya saja, kita menyaksikan selalu ada manusia yang bermental
ABS dan bermental muntaber (munafik tapi berhasil) demi
memburu keuntungan keduniaan yang diimpikannya.
Dari masa ke masa kita melihat penderita penyakit mental
dan moral itu selalu muncul ke permukaan. Mereka datang dari
kalangan jurnalis, intelektual kampus, birokrat, pebisnis, oknum-
oknum petinggi militer dan kepolisian, sebagian ulama yang
bingung atau pura-pura bingung, penggiat LSM dan lain sebagainya.
Malahan ada sebuah kampus besar dan ternama yang sebagian
besar dosennya seperti kena sihir kekuasaan enteng-entengan
rezim Jokowi.
Hanya karena diberi jabatan komisaris di sebuah bank atau
staf ahli sebuah BUMN atau sebuah kementerian, atau jabatan
sepele di sebuah instansi atau apa pun, dengan serta merta mereka
mengalami kematian intelektual dan kehancuran integritas.
Hal ini mengingatkan cerita abadi tatkala Fir’aun mau me-
ngadu kekuatan dengan Musa AS, para petinggi sihir yang me-
ngerumuni Fir’aun bertanya, ”Apa kiranya yang akan kami peroleh
bila kita berhasil menang?” Jawab Fir’aun: “Pasti kalian akan
mendapat posisi-posisi penting di sekitarku.” (Al-A’raf: 113-114)
Dalam sistem otoriter, sang otokrat selalu mematikan checks
and balances sebuah demokrasi. Lembaga legislatif dijadikan tukang
stempel kemauan sang otokrat yang sudah jadi penguasa puncak
eksekutif. Sementara lembaga yudikatif tidak boleh merusak orkestra
politik yang sudah dirancang oleh sang otokrat itu. Penghalang
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
20
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 5
Oligarki Makin
Subur
T
eori hukum besi oligarki (iron law of oligarchy) yang
dirumuskan oleh Robert Michels di tahun 1911 sampai se-
karang masih tetap relevan. Michels menyatakan bahwa
setiap organisasi, partai, dan negara, walaupun awal pemben-
tukannya berdasar proses demokrasi, namun tidak bisa tidak, karena
keniscayaan taktis dan teknis, semuanya berakhir dengan sebuah
bentuk oligarki.
Sekelompok elite yang hakikatnya memegang kekuasaan
pada berbagai bentuk organisasi akhirnya mengontrol, mengarah-
kan, dan mendominasi kebijakan yang harus diambil. Dalam ke-
nyataan, memang itulah yang terjadi. Sehingga ada kata “besi”
dalam teori besi oligarki, saking absolutnya keniscayaan itu.
Karena itu, jangan dilupakan bahwa pemerintahan yang
otoriter lebih memudahkan kehadiran oligarki, berhubung di balik
layar peristiwa-peristiwa penting yang merugikan kepentingan
rakyat terjadi di luar pengetahuan publik.
Sebagai misal kita dikejutkan akhir-akhir ini oleh temuan
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
22
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Sikap mental yang cenderung menyukai kekalahan dan
mengalah sesungguhnya ikut bertanggung jawab dalam maraknya
oligarki di Indonesia. Ciri elite oligarki ini adalah tamak dan serakah.
Kalau kebanyakan rakyat masih miskin, lemah, dan agak bodoh, di
mata mereka itu semua karena salah rakyat sendiri. Mengapa
mereka terlahir dari keluarga yang tidak berpunya sehingga mereka
dihinggapi defeatism disease, penyakit suka kalah. Tentu memang
takdirnya begitu. “So what?” kata mereka.
Ada yang dilupakan Robert Michels dalam teori besi oligarki
yang sangat tersohor itu, yakni tidak dibedakannya antara oligarki
yang sampai batas tertentu masih mengindahkan etika atau
moralitas dan oligarki yang sama sekali buta moral dan etika. Jenis
kedua ini punya obsesi aneh. Oligarki Indonesia termasuk jenis yang
kedua. Obsesi mereka hanyalah uang, uang, uang, dan terjebak
dalam nafsu hewaniyah yang hanya mementingkan makan, minum,
berkembang biak. Hal ini mengingatkan sinyalemen Pak Said Didu
tentang perangai si super minister. Mereka lupa bahwa dalam
hitungan puluhan tahun kemudian mereka pasti masuk ke kuburan.
Urusan mereka akan diambil-alih oleh malaikat munkar-nakir. ●
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 25
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 6
A
da kelakar politik yang terdengar sangat sinis supaya RI
(Republik Indonesia) diganti menjadi RMI (Republik Mafia
Indonesia). Atau diganti jadi Republik Taipan Indonesia
(RTI). Atau Republik Cukong Indonesia (RCI). Alasannya, karena
kelompok mafia di hampir seluruh kehidupan nasional telah
menancapkan taring berbisanya. Peran mereka makin lama makin
kuat sehingga pemerintah, yang memiliki AD/AL/AU serta Polri dan
lembaga-lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan Agung
dan Mahkamah Agung tidak bisa lagi bebas dalam membela
kepentingan bangsa atau rakyat, karena selalu ada intervensi para
mafioso, para taipan, dan para cukong.
Seorang pengamat dunia mafia menyatakan bahwa fokus
tunggal mafia hanya satu: uang. The Mafia at its core is about one
thing: money. Mafia adalah sebuah kelompok pelaku kejahatan
yang terorganisir secara rapi dan melakukan apa saja (mengancam,
meneror, membunuh, menipu, memfitnah, dan selalu bersembunyi
atau terang-terangan menyatu di sel-sel kekuasaan sebuah rezim)
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
26
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
bersih. Bahwa proyek tax amnesty itu kini sudah gagal, tidak jadi
persoalan bagi kelompok kriminal mafia-taipan-cukong itu.
Hersubeno Arief, seorang wartawan senior, menengarai
tatkala rakyat banyak mengkis-mengkis menghadapi ekonomi yang
sangat sulit dewasa ini, banyak dari kelompok mafia-taipan-cukong
(m-t-c) yang justru menggaruk ikan di air keruh. Tidak terlintas di
benak para bandit m-t-c itu untuk membantu peringanan beban
kehidupan rakyat yang sudah sangat kritis.
Namun banditisme kelompok m-t-c itu bisa menggilas
hampir semua program pembangunan yang di atas kertas cukup
bagus, gara-gara sebagian besar wakil rakyat di DPR hakikatnya
bersekongkol dengan para bandit itu. Hersubeno menyitir pendapat
Ketua MPR Bambang Soesatyo yang dengan jujur mengakui bahwa
hampir semua partai sontoloyo di DPR-RI mudah disetir oleh para
kriminil m-t-c itu. Kata Bamsoet, untuk menguasai partai politik
seorang pemodal cukup merogoh kantong tak lebih dari Rp 1 triliun.
Tidak perlu sembilan partai yang lolos ambang parlemen
dibeli semuanya. Cukup dengan tiga atau empat partai dengan
suara tertinggi jadi modal politik, kira-kira hanya Rp. 5-6 triliun.
Dengan modal secuil itu “mereka sudah bisa menguasai Indonesia.”
Jadi tidak salah bila dikatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah
didominasi dan didikte oleh kekuatan kriminal m-t-c, menjadi
sebuah m-t-c dominated and directed government.
Pertanyaan mendasar di sini adalah mengapa para bandit
m-t-c itu makin membrutal, beringas, dan bengis menghancurkan
tatanan sosial-politik-ekonomi-hukum Indonesia? Jawabannya
karena mereka punya pasangan yang ideal dalam tubuh rezim yang
kelakuannya, mentalitasnya, dan keserakahannya lebih kurang
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
28
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
sama.
Namun bisa dikatakan bahwa tangan para bandit itu lebih
sering ada di atas, sementara sebagian pejabat tinggi kita, yang
telah menjadi penjahat busuk memiliki tangan di bawah. Dengan
kata lain, yang mengatur hampir di segala kehidupan nasional kita
adalah para bandit m-t-c itu.
Masih adakah bidang kehidupan nasional bangsa kita yang
tidak dicampur-tangani bahkan didominasi dan diarahkan oleh
para penjahat m-t-c itu? Sulit saya kira mencari bidang kehidupan
nasional yang masih bandit-free.
Kekuatan mafia itu mengejawantah menjadi bercabang-
cabang, sehingga kita kenal ada mafia beras, mafia daging, mafia
gula, mafia pupuk, mafia terigu, mafia cabe, mafia bawang, mafia
minyak, mafia obat-obatan, mafia gas, mafia mineral dan batu bara,
mafia pajak, mafia olahraga (yang mengatur skor), mafia hukum,
dan lain sebagainya.
Jenderal Polisi (Purnawirawan) Budi Waseso, tokoh kepolisian
yang dihormati dan disegani oleh masyarakat karena integritasnya
mengatakan bahwa mafia beras sulit diberantas karena mafia beras
bersembunyi di proyek pemerintah. Beliau menerangkan ciri mafia
adalah mencari peluang terus-menerus. Sebagai misal, program
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dimaksudkan untuk
menolong rakyat miskin juga “dimanfaatkan oleh kelompok-
kelompok mafia”.
Ada semacam cerita yang sudah klise di antara para m-t-c,
bila ada pelantikan pejabat baru di tingkat provinsi sampai pusat,
mereka segera berkumpul dan menanyakan: pejabat baru itu masih
makan nasi apa tidak? Kalau masih ya pasti dapat ditaklukkan oleh
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 29
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
kelompok kriminal m-t-c itu.
Bayangkan, ada beberapa petinggi polri yang memung-
kinkan buronan Djoko Tjandra keluar-masuk Indonesia sesuka hati.
Atau Gubernur Jakarta yang dulu jadi harapan rakyat kini melakukan
langkah sangat gegabah. Surat IMB diterbitkan untuk Pulau D yang
membolehkan terus diselesaikannya 932 gedung yang masih
terbengkelai dan sekian ratus rukan dan rumah tinggal.
Janji kampanye sudah dilupakan dan dengan logika abal-
abal mencoba membela diri bahwa yang dilakukan bukan reklamasi.
Bukan, kilahnya dengan berbagai dalih. Hati-hati mas Gubernur,
jangan sampai merunduk di depan tekanan para kriminal m-t-c.
Dari apa yang kita lihat dan dengar dari banyak medsos
maupun media mainstream, hampir bisa dipastikan bahwa Jokowi
tidak lagi punya taring menghadapi kedigdayaan political cabal
dan economic cabal di negara kita.
Insiden kebakaran dan pembalakan hutan dan lahan di
zaman Jokowi adalah yang paling parah. Berkali-kali lurah Indonesia
ini mengancam supaya m-t-c yang membalak dan membakar hutan
sampai jutaan hektare harus segera diringkus dan diberi hukuman
berat. Kenyataannya, ancaman itu dianggap gertak sambal yang
sama sekali tidak pedas. Tidak ada pelaksanaannya.
Ratusan oknum m-t-c itu mungkin tertawa riang sambil
mengirim sinyal ke istana, bahwa sumbangan finansial mereka
tatkala Pak Joko ikut pilpres tentu tidak dapat diremehkan. Yang
dapat dilakukan oleh Pak Joko Widodo mungkin hanyalah merasa
jengkel dan marah-marah. Tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa marah-marah Pak Joko Widodo sesungguhnya hanyalah
sebuah aksi teatrikal. Mungkin.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
30
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
mencari pernyataan yang lebih lugas dan lebih ekstrem dari
pernyataan ini. Namun masyarakat terkesiap sebentar, kemudian
tertidur lelap lagi. Kita memang sedang mengalami musibah besar.
Kita masih ingat omongan Ahok yang pernah viral di medsos
pada 26 Mei 2015 yaitu: “Pak Jokowi tidak akan bisa jadi presiden
kalau mengandalkan APBD. Saya ngomong jujur kok. Jadi selama
ini kalau bapak-bapak ibu-ibu, semua yang terbangun sekarang,
rumah susun, jalan inspeksi, waduk, itu semua bantuan
pengembang. ●
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 33
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 7
Nepotisme
Tanpa Etika
Bila engkau tidak lagi punya rasa malu, lakukan apa saja yang kau
suka.”
Ki Hadjar Dewantara merumuskan sasanti kehidupan seorang
pemimpin, yang pertama, ing ngarso sung tulodo, yang kedua ing
madya mangun karso, yang ketiga tut wuri handayani. Pemimpin
bila sedang berada di depan harus memberikan keteladanan, di
tengah menggerakkan kerja kreatif dan di belakang mendorong
kemajuan penuh wibawa.
Sayang sekali Jokowi seringkali menampakkan aslinya, yang
ternyata menyukai gaya feodal dan juga gaya otoriter di dalam
politik. Mungkin Jokowi lupa bahwa seluruh rakyat Indonesia selalu
mengamati dan memperhatikan kehidupan presidennya. Jokowi
membuat kejutan ketika usai dilantik jadi presiden pada 20 Oktober
2014, dia melakukan kirab dengan mengendarai kereta kencana
dari bundaran HI menuju Istana. Ribuan pendukungnya mengelu-
elukan sepanjang jalan. Kereta kencana tentu berbau sok keraton
dan sok kerajaan.
Juga ketika mengadakan pesta perkawinan anak perem-
puannya dengan pemuda Medan, diselenggarakan pesta perka-
winan tiga hari tiga malam. Aturan Menpan dan Reformasi Birokrasi
yang berisi larangan menggelar resepsi pernikahan secara mewah
dan yang diundang tidak boleh melampaui 400 orang dilanggar
dengan tenang dan tampak seperti tidak ada apa-apa. Karena aturan
itu tidak berlaku bagi Bapak Presiden.
Tujuh kereta kencana, 14 kuda poni, 23 sais (kusir) dan kru
didatangkan dari keraton Solo. Tamu yang diundang 8.000 orang
(20 kali yang diperbolehkan oleh pemerintah sendiri). Pesta mewah
yang pasti menghabiskan uang miliaran dan sumbangan dari para
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 35
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
pengusaha dengan cara yang tidak terdeteksi oleh KPK, merupakan
keteladanan yang buruk. Jokowi seperti lupa asal-usul.
Keteladanan Jokowi makin parah ketika dengan otoritasnya,
anak sulungnya yang akan maju dalam pilkada Solo dan menan-
tunya dalam pilkada Medan, dibantu terang-terangan agar ke-
duanya harus menang. Bahwa langkah Jokowi itu menimbulkan
sinisme dan cemooh yang sangat luas dari masyarakat tampak tidak
dianggap oleh Bapak Presiden.
Nepotisme yang dilakukan oleh Jokowi untuk mendongkrak
anak sulungnya di Solo dan menantu laki-lakinya di Medan cukup
memalukan. Tetapi bagi orang-orang yang selalu apriori mendu-
kung Jokowi dapat berkilah: Bukankah nepotisme (sekalipun sangat
vulgar) tidak dilarang oleh konstitusi. Memang tidak ada bab, pasal,
atau ayat dalam konstitusi yang dilanggar, tetapi menabrak etika
sejatinya lebih parah dan buruk, karena menyangkut moral atau
akhlak, dan umumnya berakhir dengan kegagalan. ●
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 37
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 8
Ekonomi
Semakin Suram
D
ari berbagai tulisannya, Rangga Almahendra, salah satu
ekonom di FE UGM, selalu mengingatkan bahwa tugas
pemerintahan adalah untuk membawa kemajuan bagi
bangsanya, bukan hanya untuk membuat kita lebih baik dibanding
negara lain. Tapi setidaknya negara ini harusnya lebih baik dari lima
tahun kemarin. Namun sayang, Pemerintahan kita tidak berhasil
mengemban tugas itu.
Terlepas dari klaim yang dilakukan pemerintah, realita yang
terjadi tidak seindah seperti yang dicitrakan saat ini.
Data World Economic Forum menunjukkan Global Competi-
tiveness Index, rangking daya saing Indonesia mengalami keme-
rosotan yang cukup tajam. Pada tahun 2015 Indonesia sudah
menduduki peringkat 37, namun lima tahun kepemimpinan
Presiden Jokowi peringkat Indonesia turun ke nomor 50. Peringkat
Indonesia ini masih lebih buruk dibanding Malaysia yang berada
di peringkat 27 dan Thailand di peringkat 40.
Begitu juga dengan Human Development Index yang
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
38
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
sesungguhnya sama sekali tidak mengesankan. Penamaan Kabinet
Kerja justru berbanding terbalik dengan kinerja. Banyak orang yang
tidak menyadari bahwa persis pada periode pertamanya, Jokowi
telah terbukti gagal mewujudkan janji-janji dan target-target yang
ditetapkannya sendiri.
Target pertumbuhan ekonomi menjadi contoh paling pen-
ting. Sejak awal, Jokowi telah menjadikan pertumbuhan ekonomi
7 persen sebagai salah satu janji kampanyenya. Janji kampanye itu
pula yang kemudian dijadikan target pencapaian pertumbuhan
ekonomi pada RPJMN 2015-2020. Perlu diingat, bahwa sepanjang
14 tahun sejak krisis ekonomi tahun 1998 yang membuat
pertumbuhan ekonomi kita terjun bebas hingga minus 13,13 persen
hingga tahun 2014 saat Jokowi mengucapkan janji kampanyenya,
pertumbuhan ekonomi sebesar itu belum pernah terjadi. Hingga
saat itu, pertumbuhan ekonomi tertinggi yang pernah kita capai
adalah 6,35 persen yang terjadi pada tahun 2007 saat pemerintahan
SBY.
Keberanian Jokowi menjanjikan pertumbuhan ekonomi
hingga 7 persen, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai
sebuah bentuk kepercayaan diri dan tekad yang menimbulkan
harapan. Namun pada akhirnya itu hanya menjadi fatamorgana
dan ilusi yang membutakan.
Pada kenyataannya, pada tahun pertama pemerintahannya
di tahun 2015, tingkat pertumbuhan ekonomi kita justru anjlok
menjadi hanya 4,79 persen. Meleset jauh dari target yang dijanjikan
dan bahkan merosot dari tingkat pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya yang sebesar 5,02 persen. Kegagalan memenuhi target
itu terus berulang tahun demi tahun sepanjang lima tahun periode
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
40
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Namun bukan itu saja catatan yang perlu diberikan bagi
Jokowi terkait dengan angka kemiskinan ini. Keberhasilan Jokowi
dalam menurunkan angka kemiskinan ini pun, pada saat yang sama
juga masih jauh dari pemenuhannya terhadap target penurunan
kemiskinan sebagaimana yang ditetapkannya sendiri dalam RPJMN
2015-2019. RPJMN 2015-2019 memuat pencapaian angka
kemiskinan pada tahun 2019 yang ditargetkan turun hingga angka
7 persen hingga 8 persen. Kenyataannya, pada tahun yang sama,
angka kemiskinan masih ada pada angka 9,2 persen. Tidak perlu
tafsir yang lain kecuali bahwa sekali lagi Jokowi gagal memenuhi
target yang ditetapkannya sendiri. (Sumber : Badan Pusat Statistik,
2020)
Setelah angka kemiskinan, kini saatnya beralih kepada
masalah kesenjangan. Angka kesenjangan dicerminkan melalui
apa yang disebut sebagai Rasio Gini. Rasio Gini adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran penduduk.
Semakin kecil nilainya semakin baik karena mengindikasikan
kecilnya kesenjangan. Pada September 2019 tercatat Rasio Gini
Indonesia berada pada angka 0,38, yang merupakan penurunan
0,034 poin dibanding periode yang sama lima tahun sebelumnya
pada tahun 2014. Namun seperti juga yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi serta angka kemiskinan, penurunan Rasio
Gini itu, masih belum sesuai dengan target penurunan yang dipatok
oleh Pemerintah sendiri dalam RPJMN 2015-2019. Dalam dokumen
RPJMN itu, Pemerintah menargetkan Rasio Gini di tahun 2019
seharusnya berada pada angka 0,36. Pencapaian pemerintah masih
juga menyisakan selisih 0,02 poin dengan target.
Kita tidak boleh menutup mata terhadap fenomena
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
42
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Kegagalan pemerintahan Jokowi pada periode pertama
untuk mencapai target yang ditetapkannya sendiri, sekali lagi, terjadi
juga pada pembangunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Dalam dokumen RPJMN 2015-2019, pemerintah menargetkan IPM
akan dapat mencapai 76,3 poin pada 2019. Kenyataannya IPM kita
pada tahun 2019 hanya berhenti pada angka 71,9 saja. Konsisten
dengan data Human Development Index yang dikeluarkan UNDP,
tingkat kualitas hidup masyarakat Indonesia terhitung sangat rendah
relatif dibandingkan dengan negara tetangga.
Bertolak belakang dengan pernyataan berbagai pejabat
negara yang kerap kali menggunakan istilah-istilah tertentu yang
mengarahkan kita kepada kesimpulan bahwa walaupun banyak
aspek dalam pembangunan perekonomian gagal dalam mencapai
target, namun perekonomian kita ‘masih aman’, atau perekonomian
kita berjalan ‘stabil’. Cukup melalui statistik sederhana sebagaimana
yang dikemukakan di atas saja, kita dapat dengan segera menyim-
pulkan bahwa perekonomian kita berjalan dalam stagnansi.
Ironinya, stagnansi dalam perekonomian nasional justru
terjadi di atas latar dimana Jokowi melakukan pembangunan
infrastruktur secara besar-besaran. Pembangunan infrastruktur
yang masif ternyata tidak memberi dampak kepada pertumbuhan
ekonomi mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi bergerak landai
pada kisaran hanya 5 persen saja sepanjang lima tahun periode
pertama Jokowi. Pembangunan infrastruktur tersebut bahkan juga
tidak berdampak signifikan kepada peningkatan ekspor manufaktur
yang semestinya mendapatkan manfaat terbesar darinya.
Salah satu alasan dasar bagi segala pembangunan infra-
struktur tersebut adalah sebagai upaya untuk menekan biaya logistik
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
44
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
adalah meroketnya utang luar negeri kita. Belum ada satu pun
Presiden Indonesia pasca-Reformasi yang mampu mengungguli
pemerintahan Jokowi dalam laju dan besarnya utang luar negeri
yang dibuatnya
Hanya dalam satu periode pemerintahannya saja, Jokowi
telah menaikkan utang jauh lebih besar dari yang dilakukan SBY
selama dua periode. Selama 10 tahun berkuasa, SBY menaikkan
nominal utang dari Rp 1.299,5 triliun pada tahun 2004, menjadi Rp
2.608 triliun pada 2014 atau naik Rp 1.308,5 triliun. Dan kini
pemerintah Jokowi yang baru berjalan enam tahun sudah
menaikkan utang luar negeri menjadi Rp 6.300 triliun, atau naik Rp
3.700 triliun. (Data Statistik Utang Luar Negeri, Bank Indonesia 2020)
RISALAH KEBANGSAAN
ngunan jalan tol dan infrastruktur lainnya. Faktanya yaitu biaya
pembangunan infrastruktur di Indonesia senilai US$ 2.150 (Rp 30
juta) per meter. Padahal di Filipina, negara yang laten dengan
keterbelakangan seperti Indonesia, biaya pembangunan infra-
struktur hanya US$ 1.150 per meter (Sumber: Asian Infrastructure
Finance 2019).
Seperti halnya proyek pembangunan jalan tol di ruas tol
Pejagan hingga Pasuruan sepanjang 626 kilometer, biayanya
mencapai Rp 68 triliun. Rata-rata biaya pembangunan tol ini senilai
Rp 108,4 miliar/kilometer, itu pun di luar biaya pembebasan tanah.
Dan biaya pembangunan tol termahal mencapai Rp 143 miliar/
kilometer, yaitu pada pembangunan tol Probolinggo-Banyuwangi.
Semua ini menunjukkan bahwa birokrasi kita telah menjadi sebuah
kleptokrasi (birokrasi para maling) yang sangat akrab, santai, dan
menikmati korupsi.
Utang luar negeri yang demikian besar tentu saja merupakan
beban yang harus ditanggung oleh negara. APBN 2020, yang
disusun sebelum Pandemi Covid-19, telah mengalokasikan sebesar
Rp 295,2 triliun hanya untuk membayar bunga utang saja. Sehingga
praktis, kita berutang hanya untuk membayar bunga utang.
Saat ini kita menghadapi ujian besar pandemi Covid-19. Kita
tentu menyadari bahwa pandemi Covid-19 ini bukan lagi sekedar
masalah kesehatan. Pandemi Covid-19 dan dampak yang ditim-
bulkannya bagi fundamen perekonomian negara juga pada saat
yang sama merupakan batu ujian bagi kemampuan pengelolaan
negara. Saat ini kita menyaksikan bahwa perekonomian kita berada
di ambang resesi dengan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi
yang minus, pengangguran meningkat tajam, angka kemiskinan
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
48
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
terjun bebas.
Bukan hanya karena Covid-19, namun terlebih karena
rapuhnya fundamen ekonomi yang dibangun dalam enam tahun
terakhir. Jangan sampai kemudian pemerintah menggunakan
kampanye new normal untuk memberi ilusi bahwa keterpurukan
yang kita alami adalah kenormalan baru yang harus kita terima.
Sama sekali tidak. Sungguh tidak boleh dianggap normal,
ketika kondisi negara saat ini justru jauh lebih buruk dari enam
tahun lalu.
Dan dengan pengelolaan perekonomian yang serampangan
serta kinerja perekonomian yang demikian semrawut, sungguh
sangat beralasan jika kita mengkhawatirkan masa depan bangsa
kita. Akhirnya harus kita simpulkan bahwa enam tahun kebijakan
ekonomi Jokowi tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
Pasal 33 UUD 1945. Masih belum sadarkah kita? ●
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 49
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 9
Pengelolaan SDA yang
Terang-terangan Menentang
Pasal 33 UUD 1945 dan
Menabrak Aturan Perundang-
undangan yang Ada
M
arwan Batubara, salah satu pakar yang menekuni
pengelolaan SDA Indonesia, selalu resah karena ceng-
keraman pengusaha swasta dan asing di sektor energi
dan sumber daya mineral terus berlanjut. Bahkan semakin menguat
dengan ditetapkannya UU Nomor 3/2020 tentang Perubahan atas
Undang Undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Minerba) oleh DPR RI pada 12 Mei 2020. Salah satunya
terlihat pada ketentuan dalam UU tersebut dengan dijaminnya hak
perpanjangan kontrak atas sejumlah kontrak pengelolaan tambang
berdasar Kontrak Karya (KK) dan kontrak Perusahaan Perjanjian
Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Selain itu, UU Nomor 3/2020
ini pun memberi jaminan bagi para pemegang izin usaha per-
tambangan khusus (IUPK) untuk otomatis mendapat perpanjangan
izin.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
50
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
pejabat-pejabat pemerintah) dalam waktu hanya sekitar dua
minggu. Pembahasan pun dilakukan secara tertutup di hotel
berbintang dan diyakini sarat moral hazard. Di samping itu, panja
RUU memanfaatkan pandemi korona agar publik maupun
stakeholder lain terhalang menyampaikan aspirasi dan ikut terlibat
membahas RUU sebagaimana dijamin UU P3 Nomor 12/2011.
Jika dicermati, kekayaan negara SDA batubara yang dikuasai
para kontraktor PKP2B saja bernilai lebih dari Rp 6.000 triliun. Jika
digabung dengan sektor mineral, kekayaan SDA tersebut bernilai
lebih dari Rp 10 ribu triliun. Sedangkan nilai keuntungan bersih
yang diperoleh dari pengelolaan tambang minerba tersebut dapat
mencapai Rp 60-90 triliun per tahun. Keuntungan yang besar ini
selama ini hanya dinikmati oleh para pengusaha tambang,
konglomerat, termasuk investor asing.
Karena nilai untung besar inilah, maka tak heran jika para
pengusaha dan konglomerat tambang melakukan berbagai upaya,
termasuk yang dikategorikan menghalalkan segala cara agar
dominasi dan perampokan hak rakyat dapat berlangsung mulus
dan legal. Ironisnya, yang berada di garis depan untuk memuluskan
agenda para pengusaha dan konglomerat tambang adalah pe-
merintah sendiri, yang dipimpin oleh Presiden Jokowi dan didukung
penuh oleh Menko Perekonomian Airlangga, Menteri ESDM Arifin,
dan Menkeu Sri Mulyani.
Di sektor mineral, salah satu kerugian besar NKRI adalah
dalam akuisisi saham Rio Tinto (40 persen) senilai US$ 3,5 miliar dan
saham Freeport, FCX, (5,6 persen) senilai US$ 350 juta pada tambang
emas dan tembaga di Freeport, Timika, Papua. Dengan total
pembelian saham senilai US$ 3,85 miliar, ditambah dengan saham
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
52
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
SDA. Khusus Harita Nickel, perusahaan ini adalah milik taipan
domestik yang “berhasil merampok” lahan tambang nikel milik
negara (BUMN Antam) di Konawe, Sulawesi Tenggara pada 2008-
2009.
Bahkan dengan larangan ekspor nikel yang mulai berlaku
Januari 2020, para penambang lokal/pribumi kelas gurem terpaksa
menjual produk dengan harga lebih rendah dibanding harga ekspor
kepada perusahaan China, yang justru diyakini diberi hak
memonopoli bisnis, karena memiliki smelter. Karena tidak jelasnya
program divestasi saham kepada negara/BUMN, maka dominasi
dan manfaat terbesar SDA nikel milik negara ini akan terus dinikmati
China bersama partner swasta yang antara lain didukung Menko
Maritim LBP berpuluh tahun ke depan. NKRI boleh punya SDA nikel,
namun penikmat terbesar SDA adalah China dan segelintir pe-
ngusaha yang didukung penguasa oligarkis pembangkang UUD
1945.
Di sektor migas, BUMN seperti Pertamina atau PGN yang
tergabung dalam Holding BUMN Migas juga terjadi hal-hal
berpotensi merugikan negara. Hal prinsip, terjadi privatisasi atau
pengalihan saham negara pada anak usaha Pertamina, yaitu Perta
Gas, kepada PGN. Kebijakan ini merupakan IPO terselubung yang
lebih banyak menguntungkan pihak swasta dan investor asing
pemegang saham PGN dibanding negara atau Pertamina, yang
kehilangan salah satu mata rantai bisnis strategisnya.
Kebijakan populis Jokowi yang sarat pencitraan politik guna
memenangkan Pilpres 2019 juga telah merugikan Pertamina.
Kebijakan harga BBM yang tidak tepat sasaran sejak 2017 sampai
2019 telah membebani keuangan Pertamina sekitar Rp 95 triliun.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
54
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BUMN. Di sisi lain, bidang usaha Pertamina merupakan sektor bisnis
strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai Pasal
33 UUD 1945, yang mestinya dikelola secara penuh, 100 persen,
oleh BUMN.
Saat ini Kementerian BUMN dan Pertamina sedang mengolah
dan menganalisis anak-anak usaha dan sub-holding korporat yang
akan di-IPO/diprivatisasi mengikuti skema unbundling. Melalui
skema ini, agar investor tertarik, maka akan dipilih anak-anak usaha
yang menguntungkan dan mempunyai prospek bisnis yang baik
untuk di-IPO. Padahal dengan skema unbundling tersebut akan
timbul dua masalah besar, pertama nilai produk yang harus dibayar
konsumen menjadi lebih tinggi. Kedua, keuntungan Pertamina
sebagai induk holding akan semakin turun, karena sebagai induk
holding Pertamina tinggal mengelola anak-anak usaha yang kurang
menguntungkan atau yang merugi.
Sebagai BUMN yang mempunyai tugas perintisan, Pertamina
harus tetap menjalankan usaha di sektor-sektor yang merugikan
sesuai perintah UU BUMN Nomor 19/2003. Hal ini dapat berjalan
karena mekanisme cross subsidy. Namun jika IPO anak-anak usaha
yang menguntungkan terus berlanjut, maka kemampuan cross
subsidy Pertamina akan hilang dan pembangunan wilayah-wilayah
terpencil atau terbelakang semakin tertinggal.
Di sektor listrik, PLN pun mengalami hal yang sama dengan
Pertamina. Untuk kepentingan pencitraan Jokowi, pada 2018-2019
PLN harus menanggung beban subsidi listrik yang menjadi ke-
wajiban pemerintah sekitar Rp 48 triliun. Kondisi APBN 2020 yang
semakin terbebani utang akibat defisit hingga Rp 1.220 triliun, telah
menjadikan pelunasan utang ke PLN semakin sulit dilakukan. Karena
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
56
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 10
Pendidikan
Karut Marut
RISALAH KEBANGSAAN
81 persen dan Ethiopia 79 persen.
Kualitas pendidikan kita menentukan pengetahuan, kete-
rampilan dan profesionalitas anak-anak bangsa yang akan menge-
lola sumber daya alam kita yang sangat kaya raya. Akan tetapi
dengan kualitas pendidikan yang tidak kompetitif secara inter-
nasional, maka dengan kebodohan kita, kita serahkan kepada pihak
asing sumber daya alam kita untuk mereka keruk semau mereka.
Seperti yang terjadi di berbagai kontrak karya, kita sudah puas
dengan pajak yang mereka hitung sendiri dan fee sangat rendah
yang tidak masuk akal.
Otomatis dengan rendahnya kualitas pendidikan kita, maka
rendah pula sumber daya manusia kita. Kita jadi penonton yang
setia dan bengong tatkala kekayaan alam kita, minyak kita, minerba
kita, hasil hutan dan laut kita diangkut keluar secara semena-mena.
Demikian pula dengan kualitas pendidikan kita, apalagi
pendidikan tersier ditambah dengan mentalitas inlander kita, dari
machinery sampai technical and managerial knowhow hampir
semuanya diborong oleh pihak asing.
Sayang sekali menteri pendidikan masa 2014-2019 tidak
berhasil memperbaiki kualitas pendidikan kita karena hanya
menjalankan sekedar rutinisme. Sementara yang sekarang, yang
katanya kurang mengetahui masa lalu tetapi mengetahui masa
depan, menciptakan anarkisme karena tidak ada lagi standar kualitas
nasional bagi pendidikan. Dengan menghapus ujian nasional,
kebanyakan sekolah akan memproduksi banyak anak didik atau
siswa yang sama sekali tidak berprestasi. Anarkisme pendidikan
pasti muncul karena masing-masing sekolah berkecenderungan
kuat untuk meluluskan siswa-siswanya 100 persen.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
60
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
penerima bantuan, seperti guru TK menerangkan pada para
muridnya. Yang gajah dapat 20 miliar rupiah, yang macan 5 miliar,
yang kijang 1 miliar, per tahun.
Dari 156 yayasan yang dicatat oleh Kemendikbud ada dua
yang mengagetkan, yaitu yayasan Sampoerna dan yayasan Tanoto.
Masyarakat pendidikan marah besar pada daftar program POP itu.
Bisa-bisanya dan tega-teganya Sampoerna dan Tanoto masuk dalam
156 yayasan yang akan dibantu oleh Kemendikbud.
Namun kenyataan ini membuktikan, memang sudah tidak
ada lagi bidang kehidupan nasional yang tidak diintervensi,
didominasi, dan dieksploitasi oleh unsur-unsur m-t-c, seperti
diterangkan di atas.
Kita semua bangga dengan Muhammadiyah, NU, dan PGRI
yang segera mundur dari dagelan mereka itu. Kita bangga karena
masih ada sekelompok anak bangsa yang tidak bersedia diajak
masuk ke pusaran permainan politik yang penuh risiko. Siapa tahu
pada pergantian rezim mendatang, setiap permainan politik yang
beraroma korupsi akan dibongkar. Ketiga kelompok yang cabut
diri itu adalah yang paling paham sejarah dan dunia pendidikan
nasional dari masa ke masa. Bravo!
Sesungguhnya kritik pedas pada Kemendikbud sudah
disampaikan oleh banyak kalangan. Misalnya Azyumardi Azra, tokoh
yang sangat paham dengan dunia pendidikan memberikan rapor
merah untuk sang menteri. Sementara Direktur Eksekutif Indo
Barometer Muhammad Qodari menyebut menteri itu sebagai
menteri abuleke, yang dalam bahasa Saparua berarti menteri yang
suka membual atau berbohong.
Sebaiknya kritik pedas seperti di atas ditanggapi dengan
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
62
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 11
Kegagalan
Reformasi Kesehatan
dan Penanganan
Covid-19
K
ebijakan Kesehatan di Era Reformasi telah dipayungi
dengan adanya Amandemen UUD’45 Pasal 28 (h) ayat 1.
Di mana kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus
dikedepankan. Akan tetapi sektor kesehatan tetap belum men-
dapatkan fokus perhatian utama, karena dalam Propenas sektor
kesehatan tidak berada dalam topik khusus, tetapi masuk ke dalam
topik sosial budaya.
Hal ini berdampak kepada anggaran kesehatan yang masih
minim jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan. Di sisi lain,
anggaran kesehatan saat ini masih menitikberatkan pada program-
program kuratif (kesehatan individu) dibandingkan dengan
program-program promotif preventif (kesehatan masyarakat).
Masalah penting ini sering dinyatakan oleh dr M Baharuddin dan
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
64
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Dalam situasi seperti di atas dan permasalahan turunnya
aktivitas ekonomi karena dampak global, terjadi peristiwa wabah
Covid-19 di Wuhan yang menjalar ke seluruh dunia, sehingga pada
bulan Maret terjadi di Indonesia.
Respons dan reaksi pemerintah sangat beragam, bahkan
cenderung anti-science dan melecehkan bahaya Pandemi Covid-
19 ini. Aktivitas anti-science yang menyatakan bahwa Pandemi
Covid-19 adalah konspirasi politik global, pernyataan bahwa Covid-
19 bisa diatasi dengan kalung herbal sangat kontradiktif dengan
logika keilmuan dan keilmiahan.
Leadership pemerintah seyogianya menangani pandemi
dengan pendekatan crisis management, menghidupkan struktur,
mencari orang yang tepat dan tangkas yang mampu menyelesaikan
masalah bersama dengan tim.
Dalam mengatasi krisis, hal yang terpenting adalah melihat
bagaimana proses penanganannya dilakukan. Di mana harus
didasarkan kepada pendekatan terhadap struktur, person, dan
problem solving. Bukan kepada badan-badan ad-hoc yang bersifat
temporer.
Pendekatan WHO dengan test trace and threat tidak dapat
dilaksanakan dengan cepat di Indonesia disebabkan oleh berbagai
hal yang terkesan keputusan tidak dibuat dengan pendekatan
science, tidak partisipatif, dan tanpa empati serta dilaksanakan
setengah hati.
Pemerintah harus fokus pada penanganan Covid-19 sebaik
mungkin. Selama masalah Covid-19 ditangani amatiran, perbaikan
sektor ekonomi, sosial politik akan terhambat. Bahkan kehidupan
berbangsa bernegara, dan keutuhan NKRI jadi pertaruhan. Akibatnya
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
66
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
semakin berat. Penyakit Infeksi seperti TB, HIV, Malaria, masalah
kematian ibu dan anak, akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya kasus-kasus non-infeksi seperti kanker, masalah
cakupan imunisasi, kesehatan reproduksi dan kemiskinan yang
merajalela.
Proses pembayaran klaim RS pasien Covid-19 seharusnya
mudah, tidak berbelit, Rumah Sakit perlu cashflow untuk tetap
memberikan pelayanan di kala sulit. Nilai klaim Covid-19 yang
langsung di-handle oleh Kemenkes tanpa perhitungan yang cermat,
menyebabkan biaya tinggi penanganan Covid. Tentunya ini
menguras kas APBN sekaligus. Sehingga saat ini banyak provider
pelayanan kesehatan belum menerima klaim pembayaran pasien
Covid-19 karena ketiadaan dana kas negara.
Dalam Perppu tentang Covid 19, sangat terlihat bahwa
perhatian pemerintah sebagian besar terkait permasalahan
ekonomi, hanya sebagian kecil saja terkait kesehatan. Berbeda de-
ngan negara-negara lain yang mengedepankan dahulu penye-
lesaian masalah kesehatan, fokus kepada mengatasi Covid-19.
Kondisi ini sangat berbahaya bagi bangsa dan negara.
Dampak terhadap politik dan ekonomi secara signifikan terasa oleh
semua lapisan masyarakat Indonesia. Pseudo treatment yang di-
lakukan pemerintah dengan adanya pembagian sembako, lockdown
setengah hati, dan pendekatan-pendekatan non ilmiah yang
dilakukan oleh stakeholder pemerintah, telah menghantarkan
Indonesia ke pintu gerbang keterpurukan politik dan ekonomi.
Hal terburuk bagi negeri ini adalah adanya potensi disinte-
grasi bangsa karena hilangnya kepercayaan kepada kepemimpinan
nasional dalam melindungi segenap tumpah darah Indonesia. ●
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 69
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 12
Menerapkan
Psikologi Ketakutan
RISALAH KEBANGSAAN
tidak berani melakukan kritik pada pemerintahan berarti rezim
penguasa akan dapat melestarikan kekuasaannya.
Sebuah kekuasaan yang ingin melanggengkan kekuasaan-
nya, seringkali terjebak pada doktrin busuk yakni “tujuan meng-
halalkan cara”. Terus terang, bila kita menoleh kembali proses Pileg
dan Pilpres tahun lalu, ada pertanyaan-pertanyaan besar yang
sekarang tidak mungkin terjawab. Namun semoga di masa datang
akan terkuak apa yang sebenarnya telah terjadi. JawaPos.com
menulis bahwa Pemilu 2019 tahun lalu adalah “Pemilu Terkelam
Sepanjang Sejarah”. Sementara Kompas.com dalam rangka refleksi
Pemilu 2019 mencatat keterangan resmi Ketua KPU total ada 894
petugas yang meninggal dan 5.175 petugas masih dirawat di rumah
sakit.
Ketika banyak orang yang berpikir sehat dan sederhana
menanyakan bagaimana mungkin sampai terjadi kematian massal
dengan gejala-gejala sakit yang berkemiripan yang menimpa para
petugas KPPS itu sehingga menimbulkan kecurigaan sosial, maka
yang berwenang di Departemen Kesehatan menjawab kira-kira:
“Tidak ada yang aneh, karena mereka yang meninggal itu umumnya
sudah membawa penyakit bawaan, ini dan itu.” Titik.
Yang lebih mengherankan lagi adalah bahwa pihak rumah
sakit dilarang melakukan autopsi terhadap mayat petugas KPPS itu
tanpa seizin pihak kepolisian. Sekalipun keluarga korban merengek
dan menangis supaya jenazah korban KPPS itu diautopsi lebih dulu,
kepolisian tetap bersikukuh. Tidak boleh.
Bahkan para dokter yang terhimpun dalam MER-C terus
menerus meminta Pemerintah dan KPU untuk peduli dan turun
langsung melihat korban-korban yang sakit dan mengambil
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
72
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
BAB 13
RISALAH KEBANGSAAN
Liberation Movement for West Papua). Dia sampai batas tertentu
mendapat dukungan internasional agar PBB meninjau ulang hasil
Pepera 1969. Misalnya, Presiden Senegal, Abdulaye Wade, me-
nyatakan dalam sebuah konferensi di Dakar, ibu kota Senegal,
bahwa “West Papua is now an issue for all black Africans” pada 23
Agustus 2019. Sementara Parlemen Uganda juga menyatakan
dukungan penuh untuk kemerdekaan Papua Barat.
Bahwa Benny Wenda sampai dijadikan warga kehormatan
kota Oxford menunjukkan simpati Inggris pada langkah-langkah
ULMWP. Jacob Rumbiak, sekretaris ULMWP, juga sangat aktif
berkeliling ke kampus-kampus besar di luar negeri menjual gagasan
pentingnya re-run Act of Free Choice 1969 yang lalu. Usaha ULMWP
sangat gigih untuk menembus PBB agar isu Papua Barat merdeka
masuk ke jadwal SU PBB agar ada referendum untuk Papua seperti
referendum di Timor Timur tahun 1999 yang melahirkan Timor
Leste.
Kita sebaiknya tidak meremehkan gerakan internasional
ULMWP. Lebih baik sedia payung sebelum hujan.
Kedua, mulai tercetak di benak banyak kalangan bahwa telah
terjadi pelanggaran HAM sejak Papua dan Papua Barat bergabung
dengan Indonesia. Di sini kita perlu merenung bahwa memang ada
ekses serius hilangnya nyawa orang-orang tidak berdosa di Papua,
karena mengekspresikan keinginan merdeka lewat pengibaran
bendera Bintang Kejora. Sementara itu, banyak kalangan LSM
internasional yang menyebarkan hoax, seolah yang terjadi di Papua
dan Papua Barat adalah sebuah bentuk genocide.
Ketiga, telah terjadi ketidakadilan ekonomi bagi rakyat Papua.
Di Papua Barat misalnya, British Petroleum (BP) mengeruk gas alam
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
76
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Kelima, sangat lucu kalau ada tuduhan telah terjadi rasialisme
terhadap rakyat Papua. Tetapi itu menurut kita. Namun banyak
tokoh Papua pro-kemerdekaan yang menuduh ada rasisme
institusional yang dilakukan Indonesia sejak 1969. Musibah yang
terjadi pada Juli-Agustus 2019 karena ucapan tidak senonoh dari
sejumlah orang terhadap mahasiswa Papua di asrama mereka di
Surabaya ternyata memicu huru-hara di banyak kota besar di
Indonesia.
Di antara kita banyak yang kaget melihat demikian luasnya
warga Papua bergerak serentak menuntut kemerdekaan Papua. Di
antara intelektual Papua ada yang berkomentar dulu Papua dijajah
oleh White Colonialism, sekarang oleh Brown Colonialism.
Pemerintahan Jokowi rada panik pada Agustus 2019
menghadapi unjuk rasa yang sampai merambat ke ibu kota di depan
istana. Akhirnya pemerintah pusat memblokir akses internet di
Papua (19 kota/kabupaten) dan Papua Barat (13 kota/kabupaten).
Dilaporkan oleh lima LSM terkemuka ke PTUN, Jokowi dan
Menkominfo divonis melanggar hukum. Tentu dua tokoh kita ini
tersenyum kecil karena harus membayar biaya perkara sebesar Rp.
475.000,- Akan tetapi yang lebih parah adalah pelarangan wartawan
asing dan perwakilan PBB yang tidak pernah diberi izin masuk ke
Papua dan Papua Barat.
Pelarangan itu tetap berlaku sampai sekarang, sehingga
mereka menyimpulkan memang ada yang ditutupi oleh pemerintah
Jakarta. Otomatis hal ini membuat citra Indonesia menjadi negatif
di mata publik internasional.
Keenam, kesadaran rakyat Papua makin dalam bahwa bukan
saja korporasi-korporasi ekstraktif asing semisal BP, Freeport, dan
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
78
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
korporasi yang lebih kecil dari Perancis, Spanyol, Norwegia dan lain-
lain telah menyedot kekayaan alam Papua dan dibawa ke luar negeri,
namun juga perusahaan-perusahaan dalam negeri.
Sebagai misal MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy
Estate). MIFEE ini membagi tanah Merauke seperti membagi tanah
kakeknya sendiri. Dan jangan lupa, semuanya seizin Pemerintah
Pusat. MIFEE bergerak sejak 2008, yang sebelumnya bernama MIRE
(Merauke Integrated Rice Estate) tahun 2006.
Lihatlah tanah di Merauke dibagi-bagi oleh 33 perusahaan
dalam negeri yang bergerak di perkebunan kayu, sawit, tebu, jagung,
padi, dan pengolahan kayu. Misalnya PT Kerta Kencana memperoleh
160 ribu hektare, PT Balikpapan Forest Indo 45 ribu hektare, di
bidang sawit PT Energi Hijau Kencana, 90 ribu hektare, di bidang
pertebuan PT Hardaya Sugar Papua 45 ribu hektare, PT Agri Surya
Agung 40 ribu hektare, di bidang perjagungan PT Medco Papua
Alam 74 ribu hektare, dan banyak PT lainnya yang bila dijumlahkan
telah membagi-bagi sekitar 2 juta hektare tanah milik rakyat Papua
di Merauke. Perampasan lahan ini punya tujuan tunggal: memenuhi
semata-mata kebutuhan PT-PT ekstraktif itu. Bukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan nasional seperti jargon yang dijual selama ini.
Sayang sekali pemerintahan Jokowi bukannya menghentikan
perampokan sebagian tanah Merauke itu, tetapi melanjutkan secara
konsisten.
Akhirnya perlu kita catat perkembangan mutakhir Papua
dan Papua Barat. Setelah kejadian George Floyd yang diinjak
lehernya oleh polisi sampai mati di Minneapolis pada 25 Mei 2020,
demo bermunculan di semua kota besar Amerika membawa tagar
“Black Lives Matter”. Yang sangat spektakuler adalah setelah itu
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 79
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
segera semua kota besar di Papua Barat dan Papua juga menyak-
sikan merebaknya tagar “Papuan Lives Matter”.
Saya usul, sebelum semuanya terlambat, secepatnya pende-
katan yang selama ini dilakukan Jakarta di Papua yang lebih banyak
bernuansa security and military approach dalam mengatasi gejolak
sosial, politik dan ekonomi Papua dan Papua Barat, segera di-
hentikan.
Pendekatan keamanan dan militer itu dipadukan dengan
UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,
ternyata belum dapat mengatasi gejolak keinginan merdeka dari
rakyat Papua. Paling tidak propaganda yang dilancarkan oleh Benny
Wenda lewat ULMWP dan diperkuat oleh aksi-aksi damai pimpinan
Filep Karma yang menulis buku berjudul “As If We’re Half Animals”,
terus saja dan tampak semakin besar pengikutnya.
Justice Approach dalam arti luas barangkali dapat segera
diterapkan. Semua korporasi asing yang sudah melakukan ecocide,
menghancurkan lingkungan harus dipaksa berhenti dan diterminasi.
Pemerintah selalu berkilah bahwa ada prinsip hukum internasional
yang berbunyi pacta sunt servanda, perjanjian harus ditunaikan.
Padahal ada prinsip yang sederajat, berbunyi rebus sicstantibus
(things thus standing) yang bermakna bila dalam perjalanan
pelaksanaan perjanjian terjadi perubahan situasi yang meruntuhkan
maksud pokok perjanjian itu, maka pihak yang dirugikan langsung
dapat meminta renegosiasi bahkan minta terminasi alias peng-
akhiran perjanjian.
Lihatlah musnahnya ratusan kilometer persegi pegunungan
Jaya Wijaya yang berubah menjadi legokan atau lubang raksasa
gara-gara tambang Freeport yang ugal-ugalan mengeksploitasi
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
80
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Freeport masih 100 persen menjadi operatornya, sehingga ada
kecurigaan, siapa tahu saham 51 persen milik Indonesia tidak banyak
mengubah keadaan, kecuali jutaan limbah tailing yang menutupi
ratusan kilometer persegi di sekitar pertambangan Freeport semakin
membawa kesengsaraan puluhan ribu rakyat Papua.
Saya yakin, sudah sangat mendesak bagi kita untuk menatap,
merenung, dan berpikir realistis dalam menghadapi perkembangan
mutakhir di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Situasi di
lapangan bergerak sangat cepat, sehingga kita tidak boleh berleha-
leha dan menganggap perkembangan politik di dua provinsi paling
timur Indonesia itu masih normal dan terkendali.
Tidak berlebih bila Jakarta Post pada 2 September 2019
menurunkan tulisan berjudul “How to lose propaganda war over
Papua”. Harus kita akui bahwa ofensif diplomatik dan propaganda
tokoh-tokoh di dua provinsi Papua sudah memetik hasil besar di
dalam dan luar negeri. Yang dilakukan pemerintah hanyalah de-
fensif, dan cenderung menganggap enteng perkembangan per-
golakan saudara-saudara kita di Papua Barat dan Papua.
Di dalam negeri, khususnya di dua provinsi itu, keinginan
merdeka dari NKRI lewat referendum yang disupervisi oleh PBB
sudah sangat meluas. Sangat keliru kalau kita terus menganggap
sepele perkembangan politik yang sangat dramatis dan drastis di
bumi Papua itu. Secara resmi 57 pastor pribumi Katolik Papua dari
lima keuskupan se Regio-Papua menyatakan sikap agar Pemerintah
Jakarta memberi kesempatan kepada orang Papua untuk melakukan
referendum, apakah tetap bersama Indonesia, atau membangun
Negara Papua sendiri. Pernyataan sikap itu diluncurkan pada 21
Juli 2020.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
82
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
daripada terus bersama Indonesia, dengan segala alasan dan
argumen. Sementara Mama Alomang (Yosepha Alomang) dianggap
sebagai Ibu Kartini Papua. Tokoh wanita yang sudah sangat sepuh
tetapi berani menentang PT Freeport itu tidak pernah lelah
membangun rasa percaya diri rakyat Papua.
Saya melihat dukungan internasional pada upaya Papua
melepaskan diri dari NKRI juga semakin luas, terutama di kampus-
kampus Australia, Inggris, dan Amerika. Hampir semua negara
Melanesia mulai terbuka mendukung perjuangan kemerdekaan
Papua. Pada 30 Juli 2020 rakyat Vanuatu di samping merayakan
kemerdekaannya yang ke-40, juga menyatakan dukungan Vanuatu
untuk kemerdekaan Papua dan Papua Barat.
Pada 23 Juli 2020 ada pawai ribuan orang di kota Port Villa
yang membawa dua bendera, bendera Vanuatu, dan bendera
Bintang Kejora Papua. Dalam setiap forum internasional, Vanuatu
secara konsisten menyatakan dukungannya pada kemerdekaan
Papua dan Papua Barat.
Memang, bagaimana masa depan Papua Barat dan Papua
tidak ada yang sanggup meramalkan. Hanya saja dalam sejarah
bangsa-bangsa sejak dulu sampai sekarang ada sebuah keajegan,
atau katakanlah lebih tegas lagi sunnatullah, bahwa setiap kekuasaan
atau rezim penguasa yang tidak peduli pada keadilan, pasti akhirnya
roboh atau runtuh. Soal kapan, bukan urusan manusia. Manusia
hanya berusaha, hasil akhir di tangan Yang Maha Esa. ●
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI: 85
MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Rekomendasi
RISALAH KEBANGSAAN
pengetahuan yang baik tentang masyarakatnya, punya kejujuran,
punya wawasan nasional, regional, dan global serta menomor-
satukan kepentingan bangsa dan rakyatnya di atas kepentingan
partainya atau kepentingan lapisan kaya.
Jokowi harus segera berhenti, secepat mungkin, sebagai
petugas partai. Seorang pemimpin yang bekerja sebagai petugas
partai atau pelaksana kepentingan lapisan kaya, mustahil dapat
membawa bangsa ke masyarakat yang berkeadilan dan ber-
kemakmuran.
Seorang pengamat dan wartawan asing pernah menulis
bahwa Jokowi dan para pembantunya bermain smoke and mirror
game, bermain membuat asap yang menutupi cermin realitas.
Rakyat terkecoh oleh asap tebal yang berupa informasi resmi dari
istana bahwa Indonesia sudah berhasil membangun kehidupan
nasional yang bagus dan segera mencapai keberhasilan sosial,
ekonomi, dan politik. Jokowi dan para pembantu terdekatnya
berhasil menjadi spin doctors atau ahli penjungkirbalikan kenyataan.
Akan tetapi begitu asap itu menipis dan kemudian sirna maka
kenyataan apa adanya segera terkuak dan mengagetkan anak-anak
bangsa. Ternyata kenyataan itu sungguh pahit. Kini asap itu makin
tipis, sebagian besar rakyat sulit untuk dibohongi lagi, bahwa enam
tahun rezim Jokowi telah membawa Indonesia ke dataran yang
lebih rendah dan tidak mustahil semakin mendekati jurang sosial,
politik, dan ekonomi yang curam, tajam dan dalam.
Saya ingin membuat imbauan pada TNI dan Polri. Menurut
pasal 30 UUD 1945, TNI (AD, AL dan AU) sebagai alat negara bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara. Sedangkan Kepolisian Negara Republik Indo-
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
88
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
dalam kepentingan politik yang bersifat sesaat, namun risikonya
bisa jadi musibah bangsa sepanjang masa. Ada sebuah rumus
mutlak yang harus kita ingat selalu, yakni, begitu TNI dan Polri ikut
campur politik praktis, ikut power politics partai-partai, maka secara
otomatis TNI dan Polri pecah ke dalam. Pasti, tidak bisa tidak.
Di zaman peralihan Orde Baru ke Orde Reformasi, ada dua
istilah yang sangat populer waktu itu, yakni TNI adalah motivator
dan stabilisator demokrasi. Polri tidak disebut dalam semboyan itu,
karena pada waktu itu Polri masih berada dalam kesatuan ABRI.
Secara bertahap TNI-Polri mundur dari gelanggang politik. Setelah
itu tidak ada lagi Fraksi TNI/Polri di DPRD dan DPR-RI.
Di mata rakyat TNI dan Polri pasca- Orde Baru tetap punya
nama yang harum, karena reputasinya yang profesional, pro-
porsional, dan konstitusional. Maka apabila sekarang TNI dan Polri
sampai membiarkan diri mau diseret ke politik praktis oleh siapapun,
termasuk oleh Presiden, TNI dan Polri bisa menjadi provokator dan
destabilisator demokrasi.
Ada baiknya kita perhatikan ungkapan kearifan para
pendahulu kita, jangan sampai kita terjebak atau terperangkap
pada kesenangan atau kepentingan sesaat, tetapi risiko buruknya
bisa dialami sepanjang musim hujan dan musim kemarau. Artinya,
kehancuran sepanjang masa.
Ada baiknya kita ingatkan pada generasi milenial Indonesia,
yang menurut banyak pengamat berjumlah sekitar 60 juta, yakni
mereka yang lahir antara 1980 dan 1996. Mereka jangan sampai
lupa, hakikatnya mereka itu adalah the cream of nation atau
kelompok paling menjanjikan, karena kegesitannya untuk mencerna
perubahan, sang technology savvy, sangat kreatif, tak pernah nyaman
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
90
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
Padahal SARA adalah sebuah trik busuk untuk membungkam anak-
anak bangsa yang menggugat ketidakadilan ekonomi yang terus
masih berlangsung sampai sekarang, oleh WNI tertentu.
Berdasarkan 13 prestasi negatif Pak Jokowi, kemunduran
sistematik dan konsisten di 13 kehidupan bangsa seperti di atas,
maka saya ajukan dua opsi pilihan buat Pak Jokowi.
Pertama, turun (resign) secara sukarela karena ternyata Pak
Jokowi tidak punya kompetensi menjadi Presiden Indonesia di
pergantian abad dan milenium dewasa ini. Disertai dengan
permintaan maaf yang tulus kepada seluruh bangsa dan rakyat
Indonesia, karena Pak Jokowi telah berusaha sesuai kemampuan,
namun tidak berhasil.
Atau opsi kedua, terus, tapi banting setir kebijakan nasional
yang mengarah kepada pembangunan nasional di segala bidang
yang benar-benar berasas Pancasila, UUD 1945, melanjutkan tradisi
dan perjuangan serta pengorbanan para founding mothers dan
founding fathers kita.
Sementara itu, ada pakar politik yang menyatakan, “tidak
mungkin sebuah pemerintahan yang inkompeten dapat diperbaiki”
(There is no cure for an incompetent government). Namun masih ada
harapan, kalau sekitar separuh menteri Kabinet Jokowi II yang tidak
kompeten segera di-reshuffle dengan mereka yang jauh lebih
mumpuni berdasarkan track record, pengetahuan, pengalaman dan
komitmen kerakyatan, tentu masih ada harapan. Akan tetapi Pak
Jokowi sendiri harus berubah total dan segera memulai
membuktikan bahwa negara dengan segenap aparat kekuasaannya
harus dapat mengalahkan, paling tidak menjinakkan secara cepat
kekuatan perbanditan dari kelompok mafia seperti tersebut di atas.
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
92
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
RISALAH KEBANGSAAN
kali umat Islam mengadakan rapat akbar atau pertemuan-perte-
muan massa, jangan dicurigai dengan berbagai kecurigaan aneh-
aneh. Bangsa Indonesia dari Merauke sampai Sabang, dari Pacitan
sampai Kalimantan setiap hari mendengarkan seruan Allahu Akbar
puluhan kali dari azan dan ikamah yang dikumandangkan dari
seluruh masjid dan mushola.
Allahu Akbar berintikan hanya Allah yang Maha Besar, dan
berisikan ajaran kemerdekaan dan kebebasan. Allahu Akbar
memerintahkan umat beriman untuk tidak pernah tunduk pada
penjajahan, sampai kapan pun.
Sementara pekik kemerdekaan MERDEKA! yang dikuman-
dangkan oleh bangsa Indonesia adalah seruan yang paralel se-
penuhnya dengan isi seruan takbir.
Karena itulah ketika saya berada di tengah-tengah massa
umat Islam, di tengah para kyai, habaib dan ustaz, saya selalu
mengingatkan jangan sampai lupa: ”Setelah menyerukan takbir,
langsung ikuti dengan pekik kemerdekaan”.
Bung Tomo, di samping dua Bung besar lain, yaitu Bung
Karno dan Bung Hatta, ketika mengusir penjajah Inggris dari
Surabaya pada November 1945, memekikkan berkali-kali: Allahu
Akbar, Merdeka! Gabungan Takbir dan Merdeka itu membakar
semangat rakyat Surabaya dari semua lapisan sehingga pasukan
Inggris lari terbirit-birit.
Tantangan berat buat Pak Jokowi adalah keberanian mewarisi
tradisi perjuangan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo dan para
pendahulu kita yang segenap hidup mereka, mereka abdikan untuk
bangsa dan negara Indonesia. Tidak pernah terlintas dalam
kehidupan para pendiri bangsa itu untuk memperkaya diri, apalagi
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI:
94
RISALAH KEBANGSAAN MUNDUR ATAU TERUS
Al-Faqir
M. Amien Rais
R
PILIHAN BUAT PAK JOKOWI isalah Kebangsaan ini